Ide-Ide Futuristik Menuju Adil Makmur
Kita bangga memiliki presiden Soekarno sang proklamator dan tokoh Asia-Afrika. Kita bangga memiliki presiden Soeharto sang bapak pembangunan. Kita bangga memiliki presiden Habibie sang teknolog pencipta pesawat terbang. Kita bangga memiliki presiden Gud Dur pembela demokrasi dan kaum terpinggirkan. Kita bangga punya presiden Megawati pejuang demokrasi sejati demi wong cilik. Kita bangga punya presiden SBY sang demokrat teladan kesantunan. Kita bangga punya presiden Jokowi penempuh blusukan demi kebaikan rakyat kecil. Kita patut bangga kepada presiden-presiden Indonesia.
Apakah semua kebanggaan itu mengantarkan Indonesia makin adil makmur? Kita akan menjawab pertanyaan ini dalam sepanjang pembahasan tulisan. Saya memilih pendekatan logika futuristik untuk merumuskan pembahasan sehingga menghasilkan ide-ide futuristik.

Fokus pembahasan kita adalah calon presiden lebih dari mantan presiden. Sehingga, nama-nama capres 2024 – Ganjar, Prabowo, dan Anies – akan kita bahas dengan pendekatan logika futuristik. Mantan presiden, misal Soekarno, perlu kita bahas karena pernah jadi calon presiden juga ketika belum dilantik menjadi presiden. Anda, dan saya, sejatinya juga calon presiden. Karena, sewaktu-waktu, bisa saja Anda jadi presiden.
Orang bisa saja menganggap calon presiden adalah mereka yang secara formal terdaftar di panitia pemilu, misal di KPU, sebagai calon presiden. Klaim seperti ini sah-sah saja. Mereka adalah capres resmi versi KPU. Tetapi, seorang ibu boleh-boleh saja menyebut anaknya yang baru lahir sebagai calon presiden. Seorang ibu sah-sah saja punya cita-cita bahwa anaknya akan menjadi presiden Indonesia kelak. Jadi, istilah calon presiden akan kita pakai di sini dengan leluasa.
1. Ide-Ide Futuristik
2. Presiden Berpengalaman
3. Calon Presiden dan Satrio Piningit
Pembahasan akan terdiri dari tiga bagian utama. Bagian pertama adalah “Ide-Ide Futuristik.”
1. Ide-Ide Futuristik
Presiden adalah pemimpin sehingga wajar fokus kepada leadership. Tetapi, kita perlu pemahaman lebih luas berupa siklus leader.
Siklus Leader
Pemimpin adalah buatan manusia. Pemimpin adalah budaya. Atau, pemimpin itu tidak alamiah. Karena itu, pemimpin semisal presiden perlu justifikasi yang sah. Tanpa justifikasi, pemimpin bisa ditolak, presiden bisa dibatalkan.
Siklus Leader = Leaderless – Leaderness – Leadership

Justifikasi Presiden
Justifikasi-1: Presiden hanya sah bila memberi kebaikan kepada semua “korban.”
Rakyat adalah “korban” atau obyek dari presiden. Sementara, presiden adalah subyek yang menerapkan kekuasaan kepada rakyat. Presiden hanya sah bila memberi kebaikan kepada semua rakyat.
Justifikasi-2: Presiden mempertegas “garis eksepsi” sehingga jelas batas “korban” yang menderita untuk dibela, yang berbeda, dengan rakyat yang menikmati fasilitas.
Justifikasi-3: Presiden membela “korban” yang paling menderita melalui kebijakan umum atau khusus.
2. Presiden Berpengalaman
Syarat untuk jadi presiden adalah sudah pengalaman sebagai presiden. Mana mungkin?
Pengalaman-1: menjadi leader.
Pengalaman-2: menjadi korban. Presiden harus berpengalaman menghadapi kehampaan “void.” Presiden pernah gelisah dan sering gelisah memikirkan nasib negara dan seluruh rakyatnya.
Pengalaman-3: selalu punya cara. Tentu, presiden selalu berada pada situasi sulit, kompleks, dan riskan. Presiden selalu punya cara untuk membela korban.
3. Calon Presiden dan Satrio Piningit
Karena memang sulit untuk menemukan calon presiden ideal, maka, banyak orang berharap akan menemukan satrio piningit. Surprise, tiba-tiba muncul presiden adil makmur dari persembunyian yaitu satrio piningit. Atau, calon presiden ideal memang tidak ada. Sehingga, kita tidak perlu presiden, batalkan saja pemilihan presiden. Masing-masing dari kita adalah leader yang bertanggung jawab untuk membawa kebaikan bersama. Apakah mungkin seperti itu?

Tinggalkan komentar