Andalan

Media Berbagi

Banyak berbagi ilmu jiwa makin bersinar.

— PamanAPiQ.com

Matematika asyik adalah cahaya peradaban. Nyalakan rasa penasaran pada generasi muda. Mari bangkit bersama!

Berbagi trik sukses jadi youtuber positif. Hanya berbekal hp kita bisa meraih sukses menjadi youtuber edukasi. Paman apiq setiap hari berbagi melakui live youtube.com/pamanapiq .

Berbagi bimbel gratis terbuka untuk semua siswa SD SMP SMA bahkan untuk yang berminat CPNS. Silakan donlot free apk myapiq di bit.ly/myapiq .

Mana mungkin 2 + 2 = 5?
Bukankah 4?
Dan masih banyak trik menarik lainnya.

Selalu berbagi melalui:

web pamanapiq.com, canel youtube.com/pamanapiq, dan apk free bit.ly/myapiq .

Ayo… berbagi untuk negeri…!

Iklan

Calon Presiden Indonesia

Ide-Ide Futuristik Menuju Adil Makmur

Kita bangga memiliki presiden Soekarno sang proklamator dan tokoh Asia-Afrika. Kita bangga memiliki presiden Soeharto sang bapak pembangunan. Kita bangga memiliki presiden Habibie sang teknolog pencipta pesawat terbang. Kita bangga memiliki presiden Gud Dur pembela demokrasi dan kaum terpinggirkan. Kita bangga punya presiden Megawati pejuang demokrasi sejati demi wong cilik. Kita bangga punya presiden SBY sang demokrat teladan kesantunan. Kita bangga punya presiden Jokowi penempuh blusukan demi kebaikan rakyat kecil. Kita patut bangga kepada presiden-presiden Indonesia.

Apakah semua kebanggaan itu mengantarkan Indonesia makin adil makmur? Kita akan menjawab pertanyaan ini dalam sepanjang pembahasan tulisan. Saya memilih pendekatan logika futuristik untuk merumuskan pembahasan sehingga menghasilkan ide-ide futuristik.

Fokus pembahasan kita adalah calon presiden lebih dari mantan presiden. Sehingga, nama-nama capres 2024 – Ganjar, Prabowo, dan Anies – akan kita bahas dengan pendekatan logika futuristik. Mantan presiden, misal Soekarno, perlu kita bahas karena pernah jadi calon presiden juga ketika belum dilantik menjadi presiden. Anda, dan saya, sejatinya juga calon presiden. Karena, sewaktu-waktu, bisa saja Anda jadi presiden.

Orang bisa saja menganggap calon presiden adalah mereka yang secara formal terdaftar di panitia pemilu, misal di KPU, sebagai calon presiden. Klaim seperti ini sah-sah saja. Mereka adalah capres resmi versi KPU. Tetapi, seorang ibu boleh-boleh saja menyebut anaknya yang baru lahir sebagai calon presiden. Seorang ibu sah-sah saja punya cita-cita bahwa anaknya akan menjadi presiden Indonesia kelak. Jadi, istilah calon presiden akan kita pakai di sini dengan leluasa.

1. Ide-Ide Futuristik
2. Presiden Berpengalaman
3. Calon Presiden dan Satrio Piningit

Pembahasan akan terdiri dari tiga bagian utama. Bagian pertama adalah “Ide-Ide Futuristik.”

Asyik Membaca Logika Futuristik

Membaca buku cetak memang asyik. Beberapa hari lalu, saya menerima kiriman buku Logika Futuristik dari penerbit. Kemudian, saya membaca ulang Logika Futuristik. Benar-benar asyik.

Tentu saja, saya sudah membaca buku Logika Futuristik lebih dari 10 kali sebelum dicetak. Saya menulis Logika Futuristik dalam rentang 2 sampai 3 tahun terakhir ini, di masa pandemi. Membaca buku cetak, bagaimana pun, memberi pesona yang tiada tara.

1. Optimis Futuristik
2. Sulit Terlunasi
3. Masa Depan Logika

Berikut ini, kesan saya membaca buku tulisan saya sendiri.

1. Optimis Futuristik

Logika Futuristik menebarkan aroma optimis untuk menyongsong masa depan. Ketika saya membaca Prolog, saya mendapat inspirasi untuk semangat memperbaiki situasi. Kita, memang, baru saja dilanda pandemi. Berbekal Logika Futuristik, kita mampu melewati pandemi. Kemudian, membangun peradaban penuh arti. Apakah sebesar itu potensi kita?

Tentu saja, Logika Futuristik bisa memperbaiki situasi mulai dari yang terdekat. Kita bisa mulai memperbaiki cara berpikir agar lebih kuat ber-orientasi masa depan.

“Masa depan itu lebih baik bagimu dari masa lalu. Sebaiknya, kamu memperhatikan apa yang kamu siapkan untuk masa depan.”

Kemudian, kita mengajak orang-orang terdekat, secara fisikal mau pun digital, untuk menyongsong masa depan dengan bekal hikmah masa lalu dan modifikasi masa kini.

Bagian Epilog menegaskan kembali optimisme kita untuk ikut serta memperbaiki situasi menuju masa depan yang lebih baik. Menikmati masa kini yang mengalir dalam rangkulan masa depan. Mengenang masa lalu yang penuh kenangan dengan sinaran masa depan cemerlang.

2. Sulit Terlunasi

Buku logika tentu saja sulit dibaca. Buku Logika Futuristik sama juga – sulit dibaca. “Bersama kesulitan ada kemudahan.” Segala kesulitan itu terbayarkan. Segala kesulitan itu terlunasi. Saya yakin pembaca akan memperoleh manfaat besar setelah melewati kesulitan membaca beberapa bagian Logika Futuristik.

Kesulitan, barangkali, akan terjadi di bagian 2. Saya memperkenalkan analisis esensial dan analisis eksistensial. Kemudian, Logika Futuristik mengkaji perdebatan filsafat matematika dan filsafat sains. Untung saja, di bagian akhir, membahas berpikir-terbuka meta filosofi yang terasa lebih ringan.

Di antara manfaat terbesar Logika Futuristik adalah kemudahan bagi kita melihat banyaknya peluang, posibilitas, masa depan. Lagi pula, kita memiliki freedom untuk bebas dan membebaskan. Kemudian, susah-susah mudah, kita pasti menuntut komitmen pribadi dan komitmen sosial.

Saya menyarankan agar kita membaca Logika Futuristik dari Prolog, Epilog, kemudian bagian 3 yaitu Falasi Logika. Selanjutnya, Anda bebas membaca bagian mana saja. Saya yakin kesulitan itu berubah menjadi kemudahan.

3. Masa Depan Logika

Bagaimana nasib masa depan logika?

Masa depan logika akan makin cemerlang. Meski, ada resiko, beberapa orang terpuruk karena tidak belajar logika. Tetapi, setiap orang punya peluang untuk belajar logika lagi. Logika Futuristik bermaksud untuk membantu masyarakat belajar logika demi meraih masa depan yang cemerlang.

Saya berencana menulis Logika Futuristik dalam trilogi.

(a) Buku pertama adalah Logika Futuristik: Meraih Masa Depan Cemerlang sudah terbit 2023.

(b) Buku kedua adalah Logika Futuristik 2 dengan judul Pembuka Realita. Saya sudah selesai menulis naskah buku kedua ini. Saat ini, buku kedua sedang dalam proses penerbitan. Pembuka Realita merupakan pendekatan praktis dari Logika Futuristik. Sehingga, Pembuka Realita lebih mudah diakses oleh masyarakat luas. Pembuka Realita hanya terdiri 150an halaman atau kurang dari 200 halaman. Bandingkan dengan Logika Futuristik yang hampir 300 halaman. Meski Pembuka Realita bisa Anda baca secara mandiri, tetapi, Logika Futuristik akan tetap bagus sebagai fundamental pemikiran.

(c) Buku ketiga adalah Logika Futuristik 3 dengan judul Principia Realita. Saat ini, saya sedang menulis naskah Principia ini. Saya berharap 2 sampai 3 tahun ke depan, atau lebih cepat, naskah Principia sudah beres. Barangkali, Principia akan terdiri 400-500 halaman atau lebih dari itu.

Trilogi ini bisa kita sebut sebagai trilogi futuristik: (1) Logika Futuristik, (2) Pembuka Futuristik, dan (3) Principia Futuristik. Bisa juga, kita menyebut sebagai trilogi realita: (1) Logika Realita, (2) Pembuka Realita, dan (3) Principia Realita.

Semoga bermanfaat…!

Bagaimana menurut Anda?

Buku Logika Futuristik Telah Terbit 2023

Judul: Logika Futuristik – Meraih Masa Depan Cemerlang
Penulis: Agus Nggermanto (Paman APIQ)
Penerbit: Nuansa Cendekia
Harga Rp 90.000,- (P Jawa); 288 halaman

Hari ini, saya menerima kiriman buku Logika Futuristik dari penerbit Nuansa. Puluhan tahun, saya mendambakan menulis buku tentang logika. Akhirnya, buku Logika Futuristik benar-benar ada di depan saya.

Sesuai judulnya, Logika Futuristik membahas logika dengan perspektif masa depan yang kuat. Konsekuensinya, kita bisa lebih terbuka dengan beragam peluang, posibilitas, masa depan. Selanjutnya, kita bisa meraih kebebasan dan memberi kebebasan kepada banyak pihak. Dan untuk itu semua, Logika Futuristik mengajak kita agar menguatkan komitmen dalam kebaikan.

Saya berharap buku Logika Futuristik bermanfaat besar bagi masyarakat dengan memicu pencerahan pemikiran. Dialog dan diskusi di media sosial dan tatap muka akan banyak manfaatnya. Berpikir kritis dan berpikir terbuka menjadi paling utama.

Saya sudah menuliskan tema utama dari Logika Futuristik dalam beberapa artikel. Barangkali, saya bisa rangkum ulang bagian yang menarik berikut ini di antaranya.

Logika-futuristik terdiri dari tiga bagian.

Bagian 1: Logika dalam Perspektif Histori membahas logika dalam kerangka sejarah. Kita akan berkenalan dengan konsep dasar logika yang dikembangkan Aristoteles hampir 2500 tahun yang lalu. Lanjut, kita menelusuri perkembangan logika sampai awal abad 21 ini, misal, dengan berkembangnya logika kategori.

Masih dalam perspektif sejarah, kita membedakan logika obyektif dengan logika subyektif. Umumnya, logika adalah logika obyektif. Sehingga, terasa formal dan kaku. Tetapi, berbeda dengan logika obyektif, logika subyektif bersifat lebih kreatif sehingga menjadikan hidup lebih bahagia dan lebih bermakna.

Bagian 2: Problem dan Solusi Logika membahas beragam isu fundamental dari logika. Kita akan membahas logika-futuristik di bagian 2 ini. Di bagian awal, kita menunjukkan problem-problem logika berupa paradoks yang tidak bisa diselesaikan oleh logika klasik. Kita berhasil menyelesaikan paradoks dengan pendekatan logika-futuristik.

Bagian 2 ini, barangkali, bagian terpanjang dari logika-futuristik. Pembahasan selanjutnya, kita mencermati problem filsafat sains, matematika, sampai problem sosial. Masing-masing bidang memiliki problem fundamental yang sulit diselesaikan. Dengan memanfaatkan logika-futuristik, kita berhasil menangani problem-problem tersebut.

Pembahasan sains mendapat porsi cukup besar. Filsafat sains versi Einstein kita bahas dengan mendalam. Kita mengenal Einstein sebagai saintis sekaligus filsuf terbesar abad lalu. Kemudian perdebatan teori quantum juga kita bahas panjang lebar, termasuk, problem dan solusinya.

Ketika, saya mengatakan bahwa logika-futuristik berhasil menyelesaikan problem sains, maka, tidak berarti semua selesai. Karena, penyelesaian logika-futuristik senantiasa membuka posibilitas luas, freedom yang bebas dan membebaskan, serta menuntut dan mendorong komitmen.

Bagian 3: Sesat Pikir membahas tentang falasi logika. Barangkali bagian terakhir ini paling mudah dibaca dan paling mudah dipahami. Saya mendaftar 21 tipe falasi logika yang sering terjadi. Dengan fokus kepada bentuk implikasi, kita mudah mengenali terjadinya falasi. Kemudian, kita bisa berusaha mencari solusi.

Buku logika-futuristik bisa kita baca secara urut dari awal sampai akhir. Tetapi saya menyarankan cara membaca yang lebih mudah, barangkali, dengan mulai prolog, lalu epilog, kemudian bagian 3. Dengan cara ini, Anda mendapat gambaran besar dari problem logika dan, di saat yang sama, Anda sudah mendapatkan solusi logika-futuristik secara umum.

Untuk mendapat wawasan yang lebih luas, Anda bisa membaca bagian satu yang membahas logika perspektif histori. Dan, lanjutkan, pembahasan lebih mendalam di bagian dua. Setelah itu, Anda bebas membaca bagian mana saja yang menarik bagi Anda.

Saya menyadari sepenuhnya bahwa konsep logika-futuristik masih sangat muda. Sehingga, terdapat banyak kelemahan di berbagai tempat. Karena itu, saya mengajak semua kalangan untuk ikut serta mengembangkan logika-futuristik baik melalui kritik mau pun konstruktif.

Salam hangat,,,
Agus Nggermanto
Paman APIQ

Dogma-Dogma Sains Empiris

Kita memandang sains sebagai pengetahuan obyektif yang terdepan. Pengamatan lebih dalam menunjukkan bahwa sains menyimpan banyak dogma-dogma tersembunyi. Tentu saja, dogma ini berbahaya. Akibatnya, sains juga berbahaya.

Tulisan ini akan membahas lima dogma sains. Setelah mencoba mengidentifikasi lima dogma sains, saya mengusulkan beberapa solusi. Dengan solusi ini, saya berharap, sains bisa berkembang lebih maju dan mendorong masyarakat lebih adil makmur.

1. Tinjauan Historis
2. Pembedaan Analitik/Sintetik
3. Analisis Tuntas
4. Pembedaan Hukum Alam/Spontan
5. Determinan
6. Abadi
7. Rekomendasi Solusi

Pertengahan abad 20, Quine menunjukkan ada dua dogma sains empiris (a) pembedaan analitik/sintetik dan (b) analisis tuntas. Akhir abad 20, Davidson menambahkan dogma ketiga (c) pembedaan hukum alam/spontan. Di awal abad 21 ini, saya menambahkan dua dogma lagi (d) determinan dan (e) abadi.

1. Tinjauan Historis

Aristoteles (384 – 322 SM) adalah pemikir kuno pertama yang membedakan pengetahuan apriori dengan pengetahuan posteriori. Kebenaran apriori sudah bisa kita tentukan tanpa pengamatan tambahan.

B = Bayi adalah manusia.

Tanpa pengamatan, kita bisa memastikan pernyataan apriori “B = Bayi adalah manusia” pasti bernilai benar. Lebih menarik lagi, kebenaran apriori berlaku kapan saja dan di mana saja.

Di sisi lain, pengetahuan posteriori memerlukan pengamatan untuk bisa menetapkan nilai kebenarannya.

C = Bayi itu berbaju putih.

Kita perlu mengamati apa warna baju dari bayi itu. Jika benar putih maka C bernilai benar. Jika tidak putih maka C bernilai salah. Kebenaran posteriori bersifat kontingen – bisa benar atau salah. Aristo, dan para pemikir kuno, tampak lebih mengutamakan pengetahuan apriori yang bersifat pasti dari pengetahuan posteriori yang bersifat kontingen.

Immanuel Kant (1720 – 1804) berhasil merumuskan ulang apriori posteriori sampai kepada pengetahuan analitik/sintetik. Analitik adalah pengetahuan yang nilai kebenarannya bisa ditentukan berdasar analisis terhadap pengetahuan tersebut. Contoh “B = Bayi adalah manusia” merupakan analitik. Dengan menganalisa “bayi” dan “manusia” kita bisa memastikan pernyataan B sebagai benar. Sedangkan, pengetahuan yang bukan analitik adalah sintetik.

Konsekuensi wajar, kita memandang analitik = apriori, sedangkan sintetik = posteriori. Tetapi, Kant berhasil menunjukkan adanya sintetik apriori.

S = Luas persegi yang panjang sisinya 5 meter adalah lebih besar dari 10 meter persegi.

Pernyataan S adalah sintetik apriori. Untuk mengetahui kebenaran S kita memerlukan lebih banyak tambahan pengetahuan lain, misal rumus luas bangun persegi. Semua pengetahuan yang kita perlukan itu, misal rumus luas bangun persegi, bersifat apriori. Terbukti, hampir semua pengetahuan matematika murni bersifat sintetik apriori.

Di jaman digital ini, pengetahuan sintetik apriori menjadi sangat penting. Statistik dan data-mining, misal kajian perilaku pengguna media sosial, memberi wawasan-wawasan baru yang sangat berguna. Data-data sudah tersedia (apriori). Tetapi, kita perlu melakukan kajian lanjutan dengan sintesa beragam data (sintetik) untuk menghasilkan wawasan baru.

Quine (1908 – 2000) mempertanyakan keabsahan pembedaan analitik/sintetik. Pengetahuan analitik tidak bisa diraih pada analisis akhir. Misal, ketika kita menganalisis makna “bayi”, pada tahap akhir, kita memerlukan suatu pengamatan. Tidak cukup hanya analisis. Dengan demikian pembedaan analitik/sintetik kolaps menjadi hanya sintetik saja. Pembedaan analitik/sintetik adalah dogma sains empiris.

Kedua, Quine meragukan apakah kita mampu melakukan analisis secara tuntas. Menurut Quine, analisis kita tidak akan pernah tuntas. Dogma sains kedua menganggap analisis bisa tuntas.

Davidson (1917 – 2003) menambahkan problem dogma sains ketiga. Sains meng-klaim akan berhasil mengungkap pengetahuan secara tuntas. Sains tidak akan pernah berhasil menuntaskan pengetahuan. Paling hebat, sains hanya bisa mengungkap hukum alam belaka. Sementara, fenomena subyektif dan sistem norma tidak akan bisa dituntaskan oleh sains. Sehingga, selalu ada jarak antara hukum alam dengan fenomena subyektif yang bersifat spontan.

Awal abad 21 ini, kita menyaksikan perkembangan sains yang divergen. Sebut saja perbedaan antara teori quantum dengan teori relativitas. Sains meng-klaim akan berhasil menemukan determinan tuntas, penentu akhir, untuk menilai mana teori yang benar. Klaim ini, implisit atau eksplisit, adalah dogma keempat. Sains hanya akan berhasil meraih determinan dinamis.

Klaim kebenaran sains adalah obyektif, transparan, dan abadi. Klaim ini menjadi dogma kelima. Klaim kebenaran sains adalah abadi menuju masa depan. Sehingga, sains selalu berada dalam perubahan futuristik.

2. Pembedaan Analitik/Sintetik

Dogma pertama (a) terdapat perbedaan analitik/sintetik. Pemahaman alternatif adalah (a1) tidak ada perbedaan signifikan analitik/sintetik.

B = Bayi adalah manusia.

Substitusikan,

Bayi = manusia yang baru lahir.

Menghasilkan,

B1 = Manusia yang baru lahir adalah manusia.

B1 tampak jelas benar dengan sendirinya. Akibatnya, B menjadi benar secara analitik. Tetapi, apa itu manusia? Apa itu “yang baru lahir”?

Misal manusia adalah hewan rasional. Kita masih bisa melanjutkan pertanyaan apa itu hewan dan apa itu rasional. Pertanyaan ini tidak akan pernah berhenti. Pertanyaan bisa berhenti dengan jawaban berupa pengamatan. Dengan demikian, analitik kolaps menjadi sintetik. Kita perlu menolak dogma sains empiris (a) dan menggantinya dengan pemahaman (a1) atau alternatif lainnya.

Konsekuensi lanjutan lebih menantang, “Apakah ada klaim kebenaran apriori?”

Awalnya, kita menerima pernyataan “B = Bayi adalah manusia” sebagai kebenaran apriori. Kita tidak perlu pengamatan. Sehingga, B bukan posteriori tetapi apriori. Secara logis, kita bisa menerima klaim apriori sebagai benar. Tetapi, secara filosofis, kita perlu mengkaji lebih mendalam makna dari pernyataan B.

Jadi, klaim apriori bisa kita terima secara logis. Secara filosofis, apriori adalah fallible – masih bisa bernilai salah. Sehingga, pengertian apriori adalah klaim kebebaran yang kita terima karena sudah diterima pada masa lebih awal dari kita.

(M) 2 + 1 = 3

Klaim apriori “(M) 2 + 1 = 3” kita terima karena sudah terbukti benar dalam operasi bilangan asli. Sistem bilangan asli sudah diterima luas oleh para ilmuwan. Bagaimana pun, “(M) 2 +1 = 3” bisa bernilai salah pada sistem yang bukan bilangan asli. Demikian juga teori Newton bisa kita terima sebagai apriori tetapi tetap terbuka peluang untuk melakukan revisi.

Bagaimana dengan prinsip logika? Misal prinsip identitas A = A dan prinsip non-kontradiksi. Bukankah prinsip logika adalah apriori? Benar, apriori secara logis. Secara filosofis, kita bisa mempertimbangkan paradox Russell dan paradox Godel, misalnya.

3. Analisis Tuntas

Dogma kedua sains empiris adalah (b) sains mampu melakukan analisis secara tuntas. Dogma (b) perlu kita ganti dengan pemahaman (b1) sains tidak mampu melakukan analisis secara tuntas. Ada realitas, sedikit atau banyak, yang tidak bisa dianalisis secara tuntas oleh sains.

Bagaimana sains empiris bisa menganalisa tuntas makna dari “bayi”?

Makna-bayi secara sains adalah sesuai definisi bayi, misal bayi adalah manusia yang baru lahir. Selanjutnya, kita berurusan dengan makna-manusia dan lain-lain. Singkatnya, makna-bayi dipengaruhi oleh jaringan kata-kata dan jaringan bahasa. Kita tahu makna-bahasa berubah dinamis seiring waktu. Makna-bahasa berada dalam jaringan-sejarah.

Definisi bayi secara saintifik adalah sebuah usaha untuk membatasi makna-bayi sehingga makna-bayi bisa dipahami secara spesifik. Bila demikian, definisi-bayi bukanlah bayi secara nyata. Akibatnya, sains gagal menganalisis makna-bayi secara tuntas. Sains hanya bisa membatasi makna-bayi dengan menggantinya berupa definisi-bayi.

Jadi, kita perlu menolak dogma sains empiris (b) dan menggantinya dengan pemahaman (b1) bahwa sains tidak berhasil melakukan analisis secara tuntas. Kita masih memerlukan lebih banyak analisis tambahan untuk mengimbangi analisis sains.

4. Pembedaan Hukum Alam/Spontan

Dogma ketiga adalah (c) perbedaan hukum alam/spontanitas bisa diselesaikan oleh sains empiris. Kita perlu menggantinya dengan (c1) sains tidak mampu merumuskan spontanitas.

Sains berhasil mengkaji hukum alam, misal teori gravitasi, dengan baik. Berdasar teori sains, kita bisa merancang pesawat terbang untuk keliling dunia. Bahkan, kita bisa merancang pesawat ruang angkasa. Luar biasa!

Sains biologi bergerak ke neuro sains dengan mengkaji otak dan pikiran manusia. Semua pikiran manusia dipetakan berdasar cara kerja neuron-neuron di otak. Dengan kata lain, sains akan berhasil mengkaji cara kerja neuron. Pada gilirannya, diharapkan, sains berhasil mengkaji cara kerja pikiran manusia. Benarkah begitu?

Tidak bisa. Sains tidak bisa merumuskan pikiran manusia yang bebas bersifat spontan. Memang, sains bisa menghalangi kebebasan manusia sehingga tidak spontan. Misal obat bius bisa membius pikiran manusia sehingga pikiran tidak spontan. Tetapi, bagaimana sikap bebas dan spontan manusia itu bisa dirumuskan oleh sains? Sains tetap tidak bisa merumuskan spontanitas sampai sejauh ini.

Sehingga, kita perlu menerima eksistensi dua domain. Pertama, domain hukum alam. Sains mahir mengkaji hukum alam ini. Kedua, domain spontanitas. Sains gagal membuat formula eksak untuk spontanitas. Dengan demikian, kita perlu menolak dogma (c) dan menerima pemahaman alternatif (c1) ada spontanitas yang beda dengan sains empiris.

5. Determinan

Dogma sains keempat adalah (d) sains memiliki determinan akhir, penentu akhir, terhadap klaim kebenaran. Kita perlu menggantinya dengan pemahaman (d1) sains tidak memiliki determinan akhir sebagai penentu kebenaran. Kita perlu mempertimbangkan beragam perspektif pembanding: filsafat, seni, bisnis, agama, cinta, dan lain-lain.

Apakah sains memiliki determinan, penentu akhir, mana lebih baik? Teori quantum atau teori relativitas? Saat ini, sains tidak memiliki determinan tersebut. Orang bisa berargumen bahwa pertanyaan “mana lebih baik” adalah normatif sehingga bukan bidang kajian sains. Pertanyaan bisa kita ganti “mana lebih valid?” Sains tetap tidak memiliki determinan tersebut.

Lagi, orang bisa berargumen bahwa quantum berbeda domain dengan relativitas. Quantum mengkaji partikel elementer sedangkan relativitas mengkaji gravitasi makrokosmik. Apakah alam memang terbagi dua terpisah? Yang satu domain quantum dan, yang lainnya, domain relativitas? Tidak. Alam tidak terpisah menjadi dua. Hanya saja, sains memang tidak punya determinan akhir.

Kita bahkan bisa mengajukan pertanyaan di bidang matematika sebagai sains murni. Apakah bilangan real, misal akar 3, adalah benar-benar bilangan sebagaimana bilangan bulat? Atau, bilangan real adalah sekedar “aturan” terhadap suatu bilangan? Sampai sekarang sains tidak memiliki determinan sebagai penentu akhir atas pertanyaan tersebut. Ahli matematika berbeda pendapat tentang bilangan real.

Mana lebih baik antara kapitalisme atau sosialisme?

Jadi, sains perlu bekerja sama dengan disiplin lain, dengan determinan lain, agar bisa mengambil keputusan dengan baik. Dogma bahwa sains sebagai determinan terbaik, apalagi sebagai determinan tunggal, perlu ditolak. Kita perlu berpikir terbuka bahwa sains memerlukan dukungan determinan-determinan dari luar.

Berikut tiga tantangan tambahan apakah sains memiliki determinan akhir?

(p) Dalam paradoks Godel, apakah memilih G atau negasi G, yaitu (-G)?

(q) Dalam forcing Cohen, apakah memilih CH (continuum hypothesis) atau negasi CH?

(s) Dalam membaca tulisan ini, apakah Anda memilih lanjut atau tidak lanjut?

Anda bebas memilih yang mana saja karena tidak ada determinan akhir. Atau, Anda selalu bisa membuat argumen atas pilihan Anda. Kemudian, argumen itu dianggap sebagai determinan.

6. Abadi

Dogma sains kelima adalah (e) sains memiliki kebenaran abadi. Kita perlu menggantinya dengan pemahaman alternatif (e1) klaim kebenaran sains tidak abadi tetapi futuristik. Aspek futural, masa depan, menjadi paling penting bagi manusia. Klaim sains yang diyakini benar di masa kini, bisa direvisi di masa depan. Sejarah sains mencatat banyak revisi. Lebih dari itu, klaim sains saat ini diwarnai oleh perspektif futuristik. Jadi, sains adalah abadi dalam dinamika perubahan menuju masa depan.

Saya kira banyak orang menyadari bahwa klaim kebenaran sains bisa berubah seiring waktu. Orang bisa menyaksikan bahwa sains terus berkembang dengan ragam pembaruan. Problem yang lebih sulit adalah, “Benarkah klaim sains memang transparan sesuai konteks?”

“Apakah teori mekanika klasik (Newton) bernilai benar di masa itu, pada konteks yang tepat?”

Tentu saja, pada konteks kecepatan mendekati cahaya atau konteks partikel elementer, mekanika klasik tidak valid. Kita ingin mengkaji, apakah pada abad 18, mekanika klasik adalah valid? Atau, mekanika klasik hanya merupakan estimasi terhadap fenomena mekanika fisika?

Pertanyaan terakhir bisa kita pilih sebagai terbaik. Mekanika klasik, pada situasi terbaiknya, adalah sekedar estimasi. Karena itu, mekanika klasik tidak bisa abadi. Mekanika klasik perlu bergerak menjadi estimasi yang lebih baik secara terus-menerus. Rumitnya, sampai taraf tertentu, hasil estimasi mekanika klasik tidak lagi valid. Kita perlu mengganti paradigma mekanika klasik dengan paradigma mekanika quantum, misalnya. Pada gilirannya, mekanika quantum pun mengalami revisi terus-menerus. Dan, barangkali di masa depan, mekanika quantum perlu diganti dengan paradigma baru lainnya.

Dalam buku “Logika Futuristik” saya menjelaskan bahwa setiap teori akan menghadapi paradoks meta-teori dan meta-perspektif. Meta-teori menyatakan bahwa setiap teori perlu landasan teori lain. Pada gilirannya, landasan teori lain itu pun perlu landasan teori lain lagi tanpa henti. Dalam arah sebaliknya, suatu teori akan menghasilkan konsekuensi yang paradoks. Paradoks ini bisa diselesaikan dengan menambah teorema baru. Akibat dari teorema baru itu, berkonsekuensi, ada paradoks baru dan seterusnya.

Meta-perspektif menyatakan bahwa setiap teori akan memiliki suatu perspektif tertentu. Perspektif ini pasti tidak lengkap atau, kadang, bertentangan dengan perspektif lain. Kita bisa menambahkan perspektif yang lebih luas atau menggabungkan beberapa perspektif yang ada. Tetapi, perluasan atau penggabungan perspektif hanya menghasilkan perspektif baru. Demikian, seterusnya akan selalu ada perspektif baru tanpa henti.

Jadi, kita perlu menolak dogma bahwa sains memiliki klaim kebenaran yang murni obyektif, transparan, apalagi abadi. Kita perlu menggantinya dengan pemahaman bahwa klaim sains selalu futuristik – bisa direvisi, sewaktu-waktu, di masa depan.

7. Rekomendasi Solusi

Saya merekomendasikan solusi seperti kita bahas di atas. Kita akan merangkum ulang rekomendasi solusi dengan urutan dibalik dari (e1) sampai (a1).

(e1) Klaim kebenaran sains bersifat futuristik – mempertimbangkan masa depan. Sains masa kini terbuka untuk revisi di masa depan. Tidak ada klaim sains yang mandeg abadi. Justru, sains abadi dalam gerak perubahan menuju masa depan yang lebih cemerlang.

(d1) Sains adalah salah satu determinan, atau penentu, kebenaran. Beberapa determinan lain misal filsafat, seni, agama, etika, cinta, dan teknologi. Sains perlu menjalin relasi yang serasi dan dinamis dengan determinan-determinan lain. Dengan demikian, klaim kebenaran sains mengalun serasi bersama yang lain.

(c1) Formula sains yang mengekspresikan hukum alam perlu menghormati karakter subyek manusia yang spontan dan memiliki freedom. Karakter spontan manusia tidak bisa direduksi menjadi hukum alam sesuai sains. Sains perlu menyikapi karakter spontan subyek manusia agar mendorong sains untuk berkembang lebih maju.

(b1) Analisis kebenaran sains selalu terbuka terhadap revisi yang lebih baik. Tidak ada klaim kebenaran sains yang bersifat tuntas, murni obyektif, dan sepenuhnya transparan. Selalu ada posibilitas untuk melakukan analisis ulang terhadap sains yang lebih mendalam dan lebih luas.

(a1) Sains perlu untuk melakukan sintesa-sintesa dengan beragam disiplin. Sains tidak bisa hanya mengandalkan analisis sains secara mandiri. Karena, sains memang tidak akan mampu melakukan analisis hanya berdasar sains saja. Setidaknya, sains perlu melakukan sintesa dengan pengalaman nyata. Sintesa ini akan membuka beragam kemajuan sains itu sendiri.

Bagaimana pun, lima rekomendasi solusi di atas perlu kita sikapi dengan kritis dan terbuka. Jika solusi ini dipegang penuh keyakinan maka akan menjadi dogma baru. Justru, dogma-dogma sains adalah poin yang perlu kita usir. Jadi, kita perlu sikap berpikir terbuka, terhadap alternatif pemahaman, untuk membuka posibilitas luas bagi sains.

Bagaimana menurut Anda?

Sains Tingkat Tiga

Sains saat ini baru berada pada tingkat satu. Meski, sains makin canggih menjelajahi ruang antariksa, membongkar fenomena quantum, mendesain artificial intelligence ChatGPT, dan rekayasa genetika, tetap saja, sains baru berada di tingkat pertama. Lebih tepatnya, para ilmuwan membatasi diri hanya di tingkat satu. Ketika akan melangkah ke tingkat dua, mereka mundur lagi ke tingkat satu. Bagaimana dengan tingkat 3?

Pada tulisan ini, kita akan membahas sains sampai tingkat 3. Kemudian, kita mengusulkan beberapa ide agar sains bisa mencapai tingkat 3 dan, berlanjut, mengembangkan tanggung jawab bersama.

1. Sains Obyektif Transparan
2. Sains Etika
3. Sumber Absolut

Cita-cita sains adalah untuk membangun sains yang obyektif, terbebas dari kepentingan tertentu, dan terbebas dari pandangan sempit. Sains berharap mampu memotret realita secara transparan apa adanya. Hanya saja, kadang sains berhadapan dengan etika. Tidak mudah bagi sains berdialektika dengan etika. Bagaimana pun, terbukti sejauh ini, sains selalu bisa melaju maju. Mengapa?

Kaca 7: Sejarah

Berawal dari sejarah
Meniti sejarah
Berakhir dalam sejarah

Manusia terlempar
Terbuang
Terhempas
Tertindas
Dalam sejarah

Manusia terpilih
Terberkati
Tertarik
Terarah
Dalam sejarah

Apa sejarahmu
Apa masa depanmu
Apa masa depan semestamu

Kamu hanya setitik debu
Di hamparan laut biru
Di putaran bumi ke matahari
Di tatasurya pojok galaksi

Titik debu jatuh cinta
Menggoreskan pena
Merangkai kode semesta
Mempersembahkan maha karya
Menghadap Maha Cinta

Apa pedulimu
Terhadap sejarah masa lalu
Apa pedulimu
Terhadap sejarah masa depan

Ada yang perlu bicara
Semesta dengan jiwa
Bergandeng tangan berirama
Maha karya menatap Maha Cinta

Titik debu jatuh cinta
Menggoreskan pena
Merangkai kode semesta
Mempersembahkan maha karya
Menghadap Maha Cinta

Ringkasan

(1) Kita berasal dari produk sejarah masa lalu. Badan kita tersusun oleh materi-materi masa lalu. Bahasa dan pikiran-pikiran kita bermodal dari bahan-bahan masa lalu. Mengapa kita ada di sini? Dari masa lalu, menuju masa depan, menyusuri masa kini. Diri kita memang berasal dari sejarah masa lalu. Tetapi, tujuan sejarah masa depan lebih menentukan siapa diri kita sebenarnya. Apa sejarah masa depan Anda?

(2) Cara membaca sejarah, umumnya, adalah dengan mengumpulkan data-data sejarah masa lalu kemudian membuat interpretasi berdasar data tersebut. Wajar akan terjadi keragaman hasil membaca sejarah. Alternatif membaca sejarah adalah dengan memantapkan cita-cita masa depan. Kemudian, kita membuat interpretasi data-data sejarah agar lebih mendekatkan kepada tercapainya cita-cita masa depan. Tentu saja, cita-cita masa depan bersifat dinamis dan progresif.

(3) Semua orang berpartisipasi dalam menciptakan sejarah – termasuk Anda. Memang, catatan sejarah didominasi oleh pihak yang menang, sehingga tidak seimbang. Tetapi, sejarah sejati lebih banyak yang berpartisipasi. Pihak kalah membuka peluang bagi pihak yang menang. Penonton memberi semangat. Dan, situasi kondisi memberi dukungan terciptanya sejarah sejati. Sejarah seperti apa yang hendak Anda ciptakan? Anda memiliki kesempatan untuk mencetak sejarah sejati.

(4) Pada waktunya, Anda akan meninggal, setiap orang akan meninggal. Warisan apa yang hendak Anda tinggalkan? Ada dua jenis warisan utama yang perlu kita siapkan. Pertama, warisan positif, yaitu, warisan yang bermanfaat bagi alam semesta. Kedua, warisan tidak negatif, yaitu, warisan yang tidak merugikan semesta.

(5) Warisan adalah tanda cinta kita kepada generasi semesta. Warisan harta cukup sekedarnya saja. Karena, generasi masa depan memiliki kemampuan untuk menanganinya. Warisan ilmu adalah yang paling bermutu. Ilmu etika pastikan menjadi utama. Ilmu untuk bekerja dan berkarya sama utamanya. Seluruh warisan adalah tanda cinta yang mengalun berirama.

Saran Praktis

(1) Diri kita berasal dari sejarah masa lalu. Maka pelajari sejarah sepenuh hati. Lebih dari itu, kita di saat ini, sedang bergerak menuju masa depan. Sehingga, tetapkan sejarah masa depan Anda. Apa masa depan yang ingin Anda raih? Apa prestasi personal yang akan Anda berikan? Apa prestasi sosial yang akan Anda berikan? Apa prestasi hakiki yang abadi?

(2) Pelajari data-data sejarah yang ada. Pertimbangkan interpretasi orang lain terhadap data-data sejarah. Cobalah untuk membuat interpretasi yang berbeda. Pasti bisa. Lanjutkan dengan mengkaji cita-cita masa depan Anda. Lalu, interpretasikan beragam data-data sejarah itu agar membantu Anda lebih dekat mencapai cita-cita mulia Anda.

(3) Anda bisa menciptakan sejarah. Benar, Anda bisa mencetak sejarah. Meski orang bilang sejarah ditulis oleh pemenang, memang, Anda adalah pemenang. Tersedia banyak bidang, sehingga cukup, bagi tiap orang untuk menjadi pemenang. Pilih beberapa bidang yang Anda minati dan berpotensi Anda menjadi pemenang. Lalu, ukir sejarah Anda, raih prestasi Anda, dan wujudkan cita-cita mulia Anda.

(4) Pada waktunya, kita akan meninggal. Persiapkan bekal Anda untuk perjalanan panjang. Siapkan warisan ilmu dan teladan untuk menjaga semesta agar tidak rusak. Siapkan warisan agar generasi masa depan mengembangkan masa depan lebih cemerlang.

(5) Siapkan warisan harta sekedarnya saja karena generasi masa depan akan mampu menanganinya. Wariskan ilmu Anda melalui berbagai media: ucapan, tulisan, video, dan tentu teladan cinta serta kasih sayang. Ijinkan warisan Anda mengalun berirama bersama masa depan.

Kaca 6: Urup

Urip iku urup
Hidup itu menyala

Hidup adalah menghidupi
Hidup adalah dihidupi
Hidup adalah perjuangan
Untuk saling menghidupkan

Hidup adalah nyata
Hidup adalah realita

Nikmati hidup ini
Nikmati anugerah ini
Nikmati duka ini
Nikmati cinta ini
Kita nikmati yang ada

Urip iku urup
Hidup itu menyala

Menebarkan nyala cahaya
Ke seluruh penjuru semesta
Menyinari sudut-sudut hati
Memberi arti kepada sunyi

Walau hanya sekejap
Hidup di dunia fana
Tuliskan sebuah nama
Bumi langit boleh bangga

Walau banyak tergoda
Walau ternoda dosa
Segera bersihkan semua
Selama waktu ada

Urip iku urup
Hidup itu menyala

Menebarkan nyala cahaya
Ke seluruh penjuru semesta
Menyinari sudut-sudut hati
Memberi arti kepada sunyi

Ringkasan

(1) Hidup ini adalah anugerah utama untuk seluruh semesta. Hidup selalu berubah. Kadang naik, kadang turun. Terasa berat ketika harus naik. Terlena sedikit bisa meluncur turun. Naik dan turun adalah tanda kita memang sedang hidup. Terima hidup ini. Jaga hidup ini. Manfaat hidup ini.

(2) Hidup selalu nyata. Setiap masalah pasti ada solusi. Setiap solusi memicu masalah lagi. Begitulah realita hidup ini. Tak akan pernah berhenti antara masalah dan solusi.

(3) Hidup adalah menyala. Menebarkan karya mempesona lalu sirna. Semangat membara untuk memberi dan mencipta makna. Selalu menyulut kobaran-kobaran cinta seluruh alam raya.

Saran Praktis

(1) Terima hidup Anda dengan damai. Bersyukurlah atas hidup Anda. Jalani hidup Anda dengan memberi arti setiap hari. Temukan masalah. Jika tidak ada masalah maka Anda justru harus waspada karena, sejatinya, selalu ada masalah. Lalu, temukan solusi. Hidup ini selalu menyediakan masalah dan solusi. Nikmati masalah. Nikmati solusi. Nikmati hidup ini.

(2) Benar, hidup ini nyata seperti yang ada di depan mata. Terima dengan baik semua fakta yang ada. Tetapi, makna hidup juga nyata. Maka terima makna hidup Anda di mana pun berada. Lebih dari itu, Anda bebas untuk mencipta makna. Pilihlah makna dan ciptakan makna yang paling berharga untuk Anda dan alam raya.

(3) Setiap orang punya pilihan: memilih hidup yang makin redup atau memilih hidup menyala menebarkan makna. Pilihlah hidup yang menyala. Selalu tebarkan manfaat dan makna ke penjuru dunia. Asahlah hati mengenali sudut-sudut sunyi. Hidup di dunia ini hanya sementara. Pastikan Anda bangga pernah ada.

Hisab Rukyat Haraki: Wujudul Hilal Vs Imkan Rukyat

Umat Islam Indonesia selalu penuh dinamika. Setiap menghadapi awal Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha, terjadi perdebatan seru metode hisab dan rukyat. Dari perspektif positif, perdebatan hisab rukyat, membangkitkan umat untuk terus berpikir terbuka tanpa henti. Dalam perspektif negatif, perbedaan hisab rukyat membingungkan umat. Bahkan, ada yang sampai ditangkap oleh aparat. Sungguh, kita perlu berpikir cermat dan tepat.

Saya mengusulkan solusi kajian hisab dan rukyat berupa kajian haraki. Solusi haraki adalah program riset yang progresif, dinamis, dan terbuka.

Apa pun solusi pilihan kita, sikap toleransi saling hormat adalah dasar dari segalanya. Berikut tiga solusi utama yang saya usulkan. (a) Hisab rukyat haraki. (b) Konsensus dinamis. Untuk di Indonesia, penentuan Ramadhan dan Idul Adha bebas boleh berbeda hari. Sementara, penentuan Idul Fitri ditetapkan secara konsensus dinamis bergilir. Misal, di tahun-tahun tertentu sepakat mengikuti wujudul hilal, sementara di tahun-tahun lainnya, sepakat mengikuti imkanur rukyat. (c) Kalender global untuk keperluan sipil mengandalkan konsensus metode hisab dan acuan lokasi-waktu.

1. Dalil Agama
2. Sains dan Teknologi
3. Fallibilism
4. Riset Progresif
5. Solusi Haraki
6. Kalender Global
7. Prioritas Nilai

Tahun 2023, atau 1444 H, berdasar hisab wujudul hilal, MU menetapkan lebaran Idul Fitri jatuh pada 21 April. Sedangkan NU, dan kemenag, menetapkan 22 April sebagai Idul Fitri. Dengan demikian, MU berpuasa 29 hari dan NU puasa 30 hari. MU dan NU mengawali puasa Ramadhan dengan serentak tetapi hari raya Idul Fitri berbeda.

Tahun 2022 berbeda kasus. NU menerapkan kriteria MABIMS yang baru yaitu 3 derajat (elongasi 6,4). Akibatnya, NU mengawali puasa lebih lambat dari MU. Karena idul fitri 2022 adalah serentak maka NU puasa 29 hari dan MU puasa 30 hari.

Perbedaan hisab dan rukyat menunjukkan ada masalah di depan mata kita. Beberapa orang menganggap hal itu bukan masalah. Boleh-boleh saja. Bagi yang menganggap ada masalah, maka, terbuka peluang untuk mengembangkan kajian yang lebih progresif. Bagaimana pun, akan selalu terbuka bahwa hasil akhir berupa perbedaan awal puasa dan perbedaan penetapan hari lebaran Idul Fitri. Sehingga, sikap saling toleransi, saling respek menjadi penting bagi seluruh umat manusia.

1. Dalil Agama

Hisab adalah metode berdasar perhitungan. Hisab didasarkan pada dalil kitab suci Al Quran yang menyatakan bahwa alam semesta ini berjalan dengan beragam keteraturan. Dengan mengkaji hukum alam, kita bisa mengembangkan metode hisab yang akurat dan presisi untuk menentukan awal bulan. Kita mengumpulkan seluruh data empiris, terutama data astronomis, kemudian mengolahnya dengan perhitungan, metode hisab, akhirnya mampu memastikan posisi hilal di masa depan. Bahkan, kita bisa menghitung posisi hilal sampai puluhan tahun ke masa depan. Hebat.

Rukyat adalah metode berdasar pengamatan. Rukyat didasarkan pada riwayat, hadis Nabi, “Berpuasalah kamu karena melihatnya (hilal).” Tentu saja, rukyat juga didasarkan pada kitab suci Al Quran, yaitu, rukyat mempertimbangkan beragam hukum alam. Jadi, rukyat adalah kombinasi antara hisab dan rukyat.

Dengan demikian, apakah rukyat lebih lengkap dari hisab? Karena rukyat adalah kombinasi hisab dan rukyat, yaitu, kombinasi ajaran AL Quran dan Hadis?

Hisab sama lengkapnya: kombinasi hisab dan rukyat. Misal, hisab wujudul hilal, dari teman-teman MU, adalah riset berdasar data empiris rukyat puluhan tahun atau bahkan ratusan tahun. Kemudian, menghasilkan posisi hilal hakiki (wujudul hilal) dengan presisi tinggi. Jadi, hisab wujudul hilal juga merupakan kombinasi dari hisab dan rukyat. Lebih dari itu, kita bisa memaknai rukyat adalah “melihat hilal melalui sains” maka hisab adalah identik dengan rukyat.

Orang sering salah paham dengan mengira hisab imkanur rukyat adalah metode rukyat. Mereka mengira teman-teman NU mengandalkan rukyat sebagai utama. Tetapi, hisab imkanur rukyat adalah metode hisab dengan mempertimbangkan imkanur rukyat (kemungkinan terlihatnya hilal, visibilitas hilal).

Sehingga, perdebatan wujudul hilal dengan imkanur rukyat di Indonesia bukanlah perdebatan antara hisab lawan rukyat. Tetapi, perdebatan sesama metode hisab yang berbeda dalam makna interpretasi.

Negara yang saat ini menerapkan metode rukyat adalah Arab Saudi.

Penentuan Waktu

Berikut ini beberapa metode untuk menentukan waktu: tahun, bulan, dan hari.

(a) 12 Bulan

Satu tahun Islam adalah 12 bulan. Al Quran menetapkan tidak ada tahun kabisat, yaitu, tidak ada tahun dengan bulan ke 13. Dengan demikian, tahun Islam adalah murni tahun qamariyah atau tahun lunar atau tahun rembulan.

Keunggulan tahun qamariyah adalah masing-masing lokasi akan mengalami pergeseran musim untuk bulan tertentu. Misal, Ramadhan 2023 di Indonesia bertepatan bulan Maret dan April. Masa itu adalah peralihan dari musim hujan menjelang kemarau. Tahun depan, tahun 2024, Ramadhan di Indonesia akan berada di musim hujan sepenuhnya sampai sekitar 15 tahun. Setelah itu, Indonesia akan berpuasa Ramadhan di musim kemarau, sekitar bulan September.

Bandingkan tahun syamsiah misal Natal 25 Desember akan selalu berada di musim hujan bagi Indonesia dan musim salju bagi Eropa dan US. Begitu juga gabungan qamariyah-syamsiah misal tahun baru Imlek akan selalu berada di musim hujan (Januari Februari), tahun baru Waisak akan jatuh sekitar Mei Juni. Jika tahun baru terlalu awal maka ditambah dengan bulan ke 13 sebagai kabisat.

(b) 30 hari atau 29 hari

Satu bulan Islam adalah 30 hari kecuali sudah terlihat hilal di hari 29 maka cukup 29 hari. Penentuan 30 (Ho) atau 29 (Ha) hari ini yang menjadi pembahasan kita dengan mempertimbangkan hisab dan rukyat.

Karena ada aturan rukyat maka penentuan 30 hari ini menjadi selalu dinamis, di mana pun, dan kapan pun. Beda dengan penentuan 12 bulan, waktu sholat, dan gerhana yang tidak perlu rukyat. Tanpa rukyat, semua bisa ditentukan dengan perhitungan. Tetapi, karena penentuan 30 hari perlu rukyat, maka perlu pengamatan empiris yang dinamis.

(c) Malam dan siang

Secara umum, satu hari adalah satu malam ditambah satu siang. Atau, satu siang ditambah dengan satu malam.

Satu hari bisa dihitung dari Selasa maghrib sampai Rabu maghrib misalnya. Alternatifnya, satu hari bisa dihitung dari Selasa subuh sampai Rabu subuh. Perhitungan hari, dan waktu untuk sholat, berdasar posisi matahari tanpa harus rukyat. Sehingga, cukup dilakukan dengan analisis perhitungan terhadap data-data yang tersedia.

2. Sains dan Teknologi

Kita sadar bahwa saat ini adalah era sains dan teknologi. Kita berharap sains dan teknologi akan menjadi solusi. Benar bahwa sains dan teknologi menjadikan hisab dan rukyat lebih akurat, dan tentu, lebih presisi. Tetapi, sains dan teknologi tidak bisa menjadi solusi bagi keragaman makna interpretasi. Sementara, kajian hisab rukyat dipenuhi beragam makna interpretasi.

3. Fallibilism

Orang bisa saja mengira kebenaran sains berupa kebenaran mutlak. Bagaimana pun, sain tidak pernah berhasil menjadi kebenaran mutlak. Kebenaran sains adalah kebenaran relatif, kebenaran kontingen, kebenaran sementara. Kebenaran sains yang bersifat sementara itu, justru, menjadi keunggulan sains. Karena, sains menjadi mampu untuk terus-menerus memperbaiki diri tanpa henti.

Konsep fallibilism berlaku kepada sains. Yaitu, sains bisa saja salah. Akibatnya, sains bisa untuk mengoreksi diri dan meninggalkan sikap dogmatis. Hisab rukyat sangat dekat dengan sains. Karena itu, hisab rukyat juga bisa selalu mengoreksi diri.

4. Riset Progresif

Riset progresif menjadi alternatif yang baik bagi kita. Hisab dan rukyat, sama-sama, bisa bersifat progresif. Di satu sisi, hisab rukyat bisa saja salah. Di sisi lain, kita bisa mengoreksi setiap kesalahan. Hasilnya, hisab rukyat bergerak progresif dinamis.

5. Solusi Haraki

Solusi haraki adalah solusi yang menetapkan kriteria eksplisit, bagi hisab dan rukyat, sedemikian hingga, kriteria ini bersifat haraki yaitu progresif dan dinamis.

(1) Kriteria eksplisit

Tantangan pertama adalah kita perlu mengungkapkan asumsi dan kriteria secara eksplisit. Karena, dengan eksplisit, kita bisa melakukan koreksi yang diperlukan. Sementara, jika kriteria bersifat implisit maka kita akan sulit untuk melakukan koreksi. Bahkan, sekedar untuk mengenali asumsi implisit saja, kita sudah menghadapi kesulitan.

Kriteria imkanur rukyat versi Mabims, saat ini, adalah 3 derajat dengan elongasi 6.4 derajat.

(a) Tinggi hilal di atas 3 maka hilal mudah dilihat dengan pandangan mata. Sehingga, esok hari adalah bulan baru atau Idul Fitri.

(b) Tinggi hilal di bawah 0, atau di bawah ufuk, maka hilal tidak mungkin bisa dilihat. Sempurnakan 30 hari untuk puasa bulan itu.

(c) Tinggi hilal antara 0 dan 3 derajat maka memunculkan problem. Umumnya, orang Indonesia, menganggap hilal “tidak-mungkin” bisa dilihat. Sehingga, puasa disempurnakan menjadi 30 hari. Jika ada orang melaporkan bahwa dia melihat hilal dengan tinggi, misal, 2 derajat maka kesaksian mereka ditolak. Karena, dengan tinggi 2 derajat, hilal “tidak-mungkin” bisa dilihat.

Saya mencermati ada problem bahasa di sini: “tidak-mungkin”. Bahasa yang lebih tepat, menurut saya, adalah “mungkin-tidak” terlihat. Dengan tinggi 2 derajat, hilal “mungkin-tidak” terlihat. Tetapi, tetap ada kemungkinan kecil untuk bisa dilihat ketika situasi cerah, elongasi memadai, dan dukungan alam sekitar yang sesuai. Untuk memastikannya, kita perlu rukyat dengan pengamatan empiris.

Kriteria wujudul hilal adalah 0 derajat sebagai batas. Jika tinggi hilal di atas 0, di atas ufuk, maka besok adalah Idul Fitri atau bulan baru. Puasa cukup 29 hari saja. Tetapi, jika tinggi hilal di bawah 0, di bawah ufuk ketika matahari terbenam, maka sempurnakan puasa menjadi 30 hari.

Secara umum, wujudul hilal tidak menyebut 0 derajat sebagai kriteria yang eksplisit. Batas 0 derajat adalah realita. Lebih dari 0 bermakna hilal sudah wujud secara hakiki. Apakah hilal bisa dilihat melalui rukyat atau tidak bisa dilihat adalah masalah lain. Rukyat tidak berpengaruh saat itu. Sehingga, wujudul hilal bisa menentukan Idul Fitri jauh-jauh hari tanpa rukyat sama sekali.

Analisis Kriteria. Imkanur rukyat menetapkan kriteria visibilitas hilal adalah 3 derajat dengan eksplisit. Sementara, wujudul hilal menetapkan 0 derajat, secara implisit, sebagai wujud hilal hakiki. Mudah kita pahami bahwa akan terjadi perbedaan Idul Fitri ketika tinggi hilal antara 0 dan 3. Bagi imkanur rukyat sempurnakan puasa 30 hari. Bagi wujudul hilal pasti sudah Idul Fitri lebih awal, puasa cukup 29 hari.

Tetapi ada tantangan tambahan: kapan 29 Ramadhan?

Jika 1 Ramadhan serentak maka 29 Ramadhan juga serentak. Tetapi, pada tahun 2022, Ramadhan tidak serentak. Ketika imkanur rukyat hendak melakukan pengamatan pada 29 Ramadhan, maka saat itu, sudah hari 30 Ramadhan bagi wujudul hilal. Tidak mungkin ada hari 31 Ramadhan. Besok sudah pasti 1 Syawal Idul Fitri. Jadi, kita perlu memastikan tanggal 29 agar serentak.

Solusi haraki mengusulkan kriteria haraki yang eksplisit, dinamis dan progresif.

Kriteria imkanur rukyat yang 3 derajat sudah bagus bersifat eksplisit. Selanjutnya, kita perlu mendukungnya untuk dinamis dan progresif. Haraki mengusulkan kriteria yang lebih berani misal 1 derajat yang dinamis. Jika 1 derajat berhasil diamati hilal maka kriteria progresif menjadi 0,9 derajat misalnya. Tetapi, jika 1 derajat hilal tidak teramati maka kriteria naik menjadi 1,1 derajat misalnya. Hasil rukyat ini tidak secara langsung mempengaruhi penetapan Idul Fitri. Karena, Idul Fitri sudah ditetapkan 21 hari lebih awal berdasar kriteria progresif yang sudah disepakati. Hasil rukyat berpengaruh terhadap kriteria dinamis di masa depan. [Kriteria dinamis ini perlu dikaji lebih detil.]

Sementara, kriteria wujudul hilal dengan batas 0 derajat perlu dibuat lebih eksplisit, dinamis, dan progresif. Apa yang dimaksud dengan 0? Bagaimana dengan tinggi hilal positif 0,0001? Bagaimana dengan negatif 0,0001? Bukankah ada interval toleransi? Apakah puasa 29 atau 30 hari ketika hilal positif 0,0001? Bagaimana dengan lokasi acuan apakah Papua, Jogja, Aceh, atau lainnya?

Singkatnya, kriteria 0 derajat sulit dipertahankan sebagai implisit. Wujudul hilal perlu secara eksplisit menyatakan kriteria hilal hakiki misal 0,5 derajat. Haraki mengusulkan kriteria di 1 derajat yang dinamis dan progresif seperti di atas.

(2) Verifikasi dan Falsifikasi

Kita sepakat bahwa 1 bulan sempurna adalah 30 hari dan, kadang-kadang, 29 hari dengan syarat hilal sudah terlihat.

Ho [hipotesis orisinal] = bulan ini 30 hari

Ha [hipotesis alternatif] = bulan ini 29 hari

Asumsi umum adalah Ho bulan sempurna 30 hari. Andai ada kesulitan, misal karena ada mendung atau ketiadaan data yang diperlukan, maka bulan tersebut adalah 30 hari.

Ha, bulan ini 29 hari, hanya bisa terjadi jika berhasil dilakukan verifikasi dengan bukti yang meyakinkan. Atau, Ha terjadi jika berhasil falsifikasi Ho, yaitu membatalkan Ho. Rukyat, dengan pengamatan empiris, berperan penting untuk verifikasi Ha atau falsifikasi Ho. Tugas untuk verifikasi Ha cukup sulit secara saintifik. Tetapi, falsifikasi Ho relatif lebih mudah. Seribu kali pengamatan hilal yang verifikasi Ha tetap tidak bisa membuktikan validitas Ha. Sementara, satu kali falsifikasi Ho, pembatalan Ho, maka berkonsekuensi untuk menerima Ha.

Rukyat empiris lebih berperan untuk falsifikasi Ho ketimbang verifikasi Ha. Konsekuensinya sama yaitu bulan ini 29 hari.

Melihat dengan angka. Pendukung wujudul hilal bisa berargumen bahwa rukyat hilal bisa bermakna “melihat dengan angka.” Kemajuan sains yang canggih mampu menghitung terjadinya gerhana dengan presisi sampai menit, atau bahkan milidetik, berbulan-bulan sebelum kejadian. Sehingga, tidak ada keharusan rukyat berupa melihat dengan mata. Rukyat bisa dilakukan, dan mencukupi, dengan melihat melalui hitungan angka saja seiring kemajuan sains.

Tentu saja, orang bebas memaknai interpretasi rukyat sebagai “melihat dengan angka.” Kita perlu saling menghormati keragaman interpretasi. Hanya saja, kita tidak mampu melakukan verifikasi dan falsifikasi empiris dengan interpretasi seperti itu. Sementara, sains dan teknologi memberi bobot penting terhadap rukyat pengamatan empiris.

(3) Dinamika Interpretasi

Interpretasi bersifat dinamis. Bahkan, interpretasi adalah freedom bagi setiap manusia. Sehingga, setiap manusia bebas untuk membuat interpretasi pribadi. Ketika MU menetapkan puasa 29 hari, maka, setiap warga MU bebas membuat interpretasi setuju 29 hari atau, malah, memilih 30 hari. Demikian juga, warga NU bisa berbeda interpretasi dengan keputusan resmi NU.

Karena interpretasi bersifat dinamis, bahkan bebas, mengapa kita tidak memilih interpretasi yang paling baik bagi sesama? Justru, karena interpretasi adalah bebas, maka setiap orang bebas memilih interpretasi paling baik atau paling benar atau paling praktis. Akibatnya, interpretasi akan bersifat beragam. Bila interpretasi seragam, tidak beragam, itu adalah suatu kebetulan yang jarang terjadi.

Interpretasi rukyat adalah melihat dengan mata, melihat dengan bantuan alat optik, atau bisa juga melihat dengan angka. Solusi haraki mendukung interpretasi yang memungkinkan verfikasi atau falsifikasi empiris. Yaitu, rukyat adalah melihat dengan mata atau bantuan alat optik.

Pendukung wujudul hilal bisa berargumen bahwa hilal hakiki bisa diverifikasi atau falsifikasi empiris melalui data-data sebelumnya atau data-data sesudahnya. Jika metode verifikasi ini kita terima sebagai empiris maka verifikasi empiris tersebut bersifat tidak langsung.

Kita bisa membuat ilustrasi verifikasi empiris tidak langsung. Selasa pagi adalah 29 Ramadhan yang cerah. Di ufuk timur, ketika matahari jelang terbit, teramati hilal pada ketinggian 2 derajat bersesuaian dengan hasil hisab. [Atau, pertimbangkan pukul 11 siang terjadi gerhana matahari menandakan sudah terjadi konjungsi bulan baru.] Senja Selasa hari itu, mendung gelap sehingga hilal tidak bisa diamati. Padahal tinggi hilal adalah 2 derajat sesuai hisab.

Wujudul hilal memutuskan bahwa Idul Fitri adalah Rabu karena tinggi hilal 2 derajat di atas ufuk. Sedangkan, imkanur rukyat memutuskan Idul Fitri adalah Kamis karena hilal tidak teramati.

Rabu pagi, hilal tidak bisa diamati karena matahari terbit duluan terang-benderang. Rabu senja teramati, dengan jelas, tinggi hilal adalah 9 derajat ketika matahari terbenam. Dari data empiris ini, kita bisa hitung mundur bahwa benar, senja Selasa kemarin, tinggi hilal adalah 2 derajat. Jadi, kita bisa melakukan verifikasi empiris hisab wujudul hilal secara tidak langsung.

Kita juga bisa mengembangkan verifikasi tidak langsung dengan mengamati bulan purnama ketika terbit, ketika di atas kepala, atau ketika terbenam. Gerhana matahari dan gerhana bulan juga bisa menjadi sumber verifikasi empiris secara tidak langsung.

Dari beragam metode verfikasi dan falsifikasi empiris yang ada, rukyat hilal adalah metode paling bagus. Rukyat hilal bisa dilakukan secara langsung ketika matahari terbenam di hari 29 dan semua obyek yang diperlukan tersedia serentak. Pengamat bersiap di bumi, matahari mulai terbenam di ufuk, dan hilal berpotensi untuk diamati. Rukyat menghasilkan data yang akurat.

(4) Progresi

Solusi haraki mengutamakan karakter hisab rukyat yang progresif – makin maju. Kita mencermati progresif, dari sisi kriteria, yang makin akurat dan makin presisi.

Akurat lebih utama dari presisi. Pandangan umum mudah terkecoh oleh data yang presisi. Misal ungkapan presisi yang menyatakan gerhana akan terjadi pada hari Senin, 10 tahun mendatang, pukul 10, lebih 11 menit, lebih 12 detik, lebih 0,012 milidetik dianggap sebagai prestasi luar biasa. Jika ternyata gerhana bergeser lebih awal menjadi pukul 9 lebih 7 detik, maka, ungkapan gerhana terjadi pukul 8.45 adalah lebih akurat meski tidak presisi.

Dengan demikian, hasil hisab yang presisi tetap perlu kita waspadai aspek akurasinya.

Kriteria awal haraki misal 1 derajat. Data empiris terbaru, misal, menunjukkan hilal termati minimal 1,8 derajat. Haraki perlu begerak mendekat misal menjadi 1,4 derajat.

Bagaimana pun, kita berharap rukyat empiris mestinya bergerak progresif makin presisi dengan mendekati 0. Misal, hilal pernah teramati di 0,94 maka kriteria haraki bisa makin progresif menjadi 0,935 derajat. Makin dekat dengan 0 maka makin progresif. Di sisi lain, makin mudah bagi wujudul hilal dan imkanur rukyat untuk mencapai konsensus.

(5) Realitas Hakiki

Apa realitas hilal hakiki? Apa rembulan hakiki? Apa sejatinya obyek ontologi dari hilal?

Pertanyaan mendasar di atas tidak mudah diselesaikan hanya dengan satu solusi. Umumnya, ada dua solusi ontologis yaitu analisis esensial dan analisis eksistensial. Berikutnya, kita menghadapi problem epistemologis hisab rukyat. Terakhir, kita perlu mengakui, secara eksplisit, terdapat problem aksiologi: prioritas nilai.

Analisis esensial berasumsi ada obyek sejati berupa hilal yang obyektif. Hilal ini menunggu untuk ditemukan oleh manusia baik melalui hisab atau pun rukyat empiris. Bagaimana kita bisa tahu bahwa ada hilal obyektif seperti itu? Kita mengetahui hilal obyektif melalui hisab rukyat. Tetapi, hisab rukyat itu sendiri didasarkan pada hilal obyektif. Kita menghadapi logika-melingkar di sini (circular logic). Dalam analisis ontologis, kita sering menemui logika-melingkar, wajar saja. Meski, dalam penerapan logika, kita dilarang menerapkan logika-melingkar.

Asumsikan benar ada hilal obyektif, maka, apakah hilal tersebut statis atau dinamis?

Obyektif dan Tetap. Asumsi umum menyatakan bahwa obyek hilal adalah obyektif, statis, dan tetap. Ketika tinggi hilal 2 derajat, saat itu dan di tempat itu, maka siapa pun yang melakukan pengamatan akan menghasilkan data yang sama. Dengan demikian, diharapkan akan diperoleh kebenaran tunggal yang obyektif.

Obyektif dan Dinamis. Ketika hilal teramati, atau terhitung, dengan tinggi 2 derajat, di saat yang sama, hilal bergerak dinamis. Sehingga, kita tidak bisa mengamati obyek hilal yang identik sama karena hilal selalu berubah baik dari perspektif pengamat mau pun dari sisi obyek hilal itu sendiri. Ditambah, pengamatan sains menunjukkan bahwa hilal, rembulan, mengalami rotasi dan revolusi. Pengamat di bumi juga mengalami rotasi dan revolusi. Matahari juga bergerak di sekitar galaksi.

Obyek dinamis lebih tepat untuk menggambarkan hilal. Sementara, hilal statis adalah sekedar aproksimasi dari realitas hilal dinamis.

Analisis eksistensial mengkaji obyek hilal lebih dinamis lagi. Obyek hilal itu menjadi eksis seperti hasil pengamatan karena ada relasi dengan kita sebagai subyek pengamat. Eksistensi hilal dengan tinggi 2 derajat berelasi dengan eksistensi pengamat yang memiliki paradigma, sudut pandang, dan harapan tertentu.

Sains fisika modern memberi banyak contoh tentang analisis eksistensial. Kucing Schrodinger berada dalam situasi hidup dan mati, di saat bersamaan, superposisi, ketika tidak ada pengamat. Beberapa jam kemudian, seorang pengamat melihat kucing Schrodinger. Maka kucing tersebut menjadi hidup, misalnya. Andai tidak ada pengamat selama 5 hari maka, selama 5 hari itu, kucing tetap superposisi hidup dan mati. Realitas kucing hidup ada relasi dengan pengamat.

Elektron memiliki sifat dualisme: partikel dan gelombang. Tetapi, tidak mungkin suatu obyek, misal elektron, memiliki dua karakter partikel dan gelombang bersamaan. Hanya bisa salah satu saja antara partikel atau gelombang. Eksperimen celah ganda menunjukkan bahwa elektron berperilaku sebagai gelombang ketika tidak ada pengamat. Jika ada pengamat maka elektron berperilaku sebagai partikel. Jadi, obyek elektron punya relasi dengan pengamat.

Teori relativitas, dari Einstein, lebih tegas menyatakan bahwa masing-masing pengamat dengan kerangka acuan yang berbeda akan mengamati obyek yang sama dan hasil pengamatan berbeda. Karena pengamatan hilal melibatkan gerak rotasi bulan dan bumi maka relasi subyek (di bumi) dan obyek (penampakan bulan) menjadi lebih rumit. Sehingga, hasil pengamatan hilal dipastikan akan beragam.

Kiranya, beberapa contoh sains fisika modern di atas sudah memadai bagi kita untuk terbuka terhadap keragaman pengamatan dan perhitungan hilal.

Obyek Matematika Abstrak.

Obyek matematika, misal angka 3, adalah abstrak yang terbebas dari ruang dan waktu. Maksudnya, angka 3 akan tetap menjadi angka 3 di mana pun dan kapan pun. Sehingga, operasi bilangan bulat 2 + 1 = 3 adalah bernilai benar di mana pun dan kapan pun. Obyek abstrak matematika semacam itu bisa kita sebut sebagai esensi ideal.

T = Tinggi hilal adalah 2 derajat.

Apakah pernyataan T bisa selalu benar? Karena tinggi 2 derajat adalah hasil perhitungan, hisab, matematis maka selalu benar? Apakah “2” derajat adalah sama dengan “2” pada bilangan bulat, sehingga, selalu benar? Tidak. Tidak bisa selalu benar. Justru, selalu ada kemungkinan salah.

P = Persegi, yang sisi-sisinya 2 x 2, luasnya 4 satuan.

Pernyataan P di atas selalu benar. Karena obyek “persegi” adalah persegi abstrak matematika. Demikian juga, ukuran sisi 2×2 dan luasnya 4 adalah obyek abstrak matematika. Jadi, luas persegi abstrak 4 satuan adalah selalu benar.

Q = Persegi itu luasnya 4 meter persegi karena sudah diukur sisinya 2 meter x 2 meter.

Peryataan Q tidak selalu benar. Pernyataan Q bisa salah. Bahkan, Q yang menyatakan luas persegi sebagai 4 selalu mengandung kesalahan. Karena, Q berbicara tentang “persegi itu” yang bersifat konkret di dunia nyata. Ketika kita mengukur sisi, bisa jadi 2 meter lebih sedikit atau kurang sedikit. Akibatnya, luas persegi adalah 4 kurang sedikit atau lebih sedikit. Luas persegi konkret adalah sebuah aproksimasi, sebuah estimasi, sebuah pendekatan.

Apakah kita bisa mencetak persegi yang luasnya tepat 4 satuan tidak kurang dan tidak lebih? Tidak bisa. Karena, berdasar “ketidakpastian Heisenberg” selalu ada aspek ketidakpastian.

Apakah tinggi hilal yang 2 derajat adalah sebuah estimasi? Tepat. Sebuah estimasi. Sehingga, kita perlu terbuka dengan adanya toleransi. Ada kurang lebih.

Probabilistik Statistik

Ketika kita menyebut tinggi hilal adalah 2 derajat maka bermakna probabilistik dan statistik. Bukan tepat 2 derajat dengan presisi tinggi dan akurat. Tetapi, sebuah estimasi.

S = Tinggi hilal adalah 2 derajat
K = keyakinan level 90%
I = interval toleransi +/- 0,1

Pernyataan S adalah sepaket dengan K dan I. Klaim 2 derajat diikuti dengan keyakinan 90%. Ada peluang 10%, klaim kita meleset. Itu pun, klaim kita membentang dengan interval toleransi 2 +/- 0,1 yaitu antara 1,9 dan 2,1. Kita masih boleh ngaku benar ketika pengamatan menunjukkan 1,95 misalnya.

Idealnya, kita berharap level keyakinan 100% dengan interval toleransi 0. Tetapi, harapan tersebut tidak bisa dicapai karena justru berkebalikan. Ketika berharap keyakinan mendekat 100% maka interval toleransi justru melebar. Begitu juga ketika membuat interval toleransi mendekat 0 mengakibatkan level keyakinan turun.

R = Tinggi hilal 2 derajat
K = keyakinan level 95%
I = interval toleransi +/- 1,5

Dalam contoh R, level keyakinan naik menjadi 95%. Dampaknya, interval toleransi harus melebar 2 +/- 1,5 yaitu antara 0,5 sampai 3,5 derajat. Pelebaran interval bisa berdampak melemahkan signifikansi informasi. Tinggi 0,5 derajat hampir pasti hilal tidak terlihat. Sementara 3,5 derajat hampir pasti hilal bisa terlihat. Jadi, pasti tidak terlihat dan pasti terlihat.

Alternatif mempersempit interval toleransi bisa menurunkan level keyakinan.

V = Tinggi hilal 2 derajat
K = keyakinan level 60%
I = interval toleransi +/- 0,01

Klaim V lebih presisi dengan interval toleransi +/- 0,01 yaitu antara 1,99 dan 2,01. Tetapi, keyakinan hanya level 60%. Akibatnya, ada peluang 40% meleset. Level keyakinan yang rendah seperti itu, sulit untuk dipercaya, sulit untuk diterima.

Dengan probabilistik statistik, pernyataan tinggi hilal adalah kompleks. Meliputi estimasi tinggi, level keyakinan, dan interval toleransi. Tinggi hilal tidak lagi dinyatakan hanya sederhana sebagai eksak tinggi hilal semata.

Rukyat Hilal Empiris

Karena tinggi hilal adalah kompleks maka rukyat hilal empiris menjadi penentu paling penting. Mari kita mempertimbangkan kompleksitas tinggi hilal dengan beberapa ilustrasi contoh hisab imkanur rukyat dan hisab wujudul hilal.

Hisab imkanur rukyat menyatakan tinggi hilal adalah 2,8 derajat. Apakah besok Ho masih tanggal 30? Atau, hilal akan bisa dilihat sehingga falsifikasi Ho dan menerima Ha besok sudah bulan baru?

Jika 2,8 dianggap sebagai eksak sederhana maka hilal tidak-mungkin bisa diamati. Akibatnya, Ho diterima yaitu bulan ini adalah 30 hari. Sehingga, tidak perlu rukyat empiris. Dan, tidak perlu sidang isbat. Segalanya menjadi lebih hemat.

Tetapi, hilal 2,8 derajat adalah kompleks lengkap dengan K dan I. Bisa saja, hilal mencapai tinggi maksimum 3,1 derajat sehingga teramati dalam rukyat empiris. Dengan demikian, Ho difalsifikasi, ditolak. Konsekuensinya, kita menerima Ha bulan ini adalah 29 hari. Besok, sudah Idul Fitri.

A = Tinggi hilal 2,8 derajat
K = keyakinan level 90%
I = interval toleransi +/- 0,3 yaitu 2,5 sampai 3,1

Rukyat empiris menjadi penentu paling penting ketika kita memandang tinggi hilal sebagai kompleks K dan I. Sehingga, sidang isbat menjadi perlu.

Situasi sebaliknya, juga bisa terjadi.

B = Tinggi hilal 3,2 derajat
K = keyakinan level 90%
I = interval toleransi +/- 0,3 yaitu 2,9 sampai 3,5

Jika 3,2 derajat sebagai eksak sederhana maka dipastikan hilal bisa dilihat. Ho difalsifikasi, ditolak, secara analisis. Ha diterima bahwa bulan ini 29 hari. Tidak perlu rukyat lagi.

Tetapi jika tinggi hilal 3,2 adalah kompleks maka bisa saja tinggi minimum yaitu 2,9 derajat. Sehingga, hilal tidak teramati. Ho diterima bahwa bulan ini 30 hari. Rukyat empiris menjadi penting sebagai penentu akhir.

Wujudul hilal bisa menghadapi problem yang sama. Wujudul hilal yang menganggap tinggi hilal 0,5 derajat sebagai eksak sederhana maka pasti sudah bulan baru. Tetapi, jika wujudul hilal sebagai kompleks maka akan lebih menantang.

C = Tinggi hilal 0,5 derajat
K = keyakinan level 90%
I = interval toleransi +/- 0,6 yaitu -0,1 sampai 1,1

Ada kemungkinan hilal masih negatif sehingga Ho diterima bahwa bulan ini 30 hari. Tugas awal bagi pendukung wujudul hilal adalah mengungkapkan kriteria ini secara eksplisit. Tidak cukup hanya di atas 0 saja. Dengan eksplisit akan membuka gerak progresif.

Mari kita ringkas ulang diskusi kita di bagian realitas hakiki hilal ini. Dugaan awal, kita mengira bisa mengetahui hilal hakiki apa adanya dengan penuh keyakinan. Tetapi, secara ontologis, hilal hakiki itu bisa saja bersifat dinamis dan memiliki relasi kompleks dengan beragam obyek dan subyek pengamat. Akibatnya, klaim pengetahuan kita terhadap realitas hilal hakiki adalah sebuah estimasi belaka. Baik pengetahuan empiris atau pun teoritis adalah estimasi terhadap hilal hakiki. Kita perlu rendah hati untuk berpikir terbuka bahwa pengetahuan kita tentang hilal adalah tidak eksak. Pendekatan probabilistik statistik merupakan pilihan baik. Pengamatan rukyat empiris menjadi faktor penentu paling penting.

6. Kalender Global

Kalender Masehi, akhirnya, disepakati secara global. Umat di seluruh dunia bisa sepakat untuk menetapkan kapan tahun baru 2030 M, misalnya. Sehingga, wajar saja, kita berharap untuk bisa menyusun kalender Hijriyah yang berlaku secara global. Apakah bisa?

Bisa. Tentu saja, kita bisa menyusun kalender Hijriyah yang berlaku global untuk kepentingan sipil, muamalah, dan kesepakatan. Tetapi, kalender untuk kepentingan ibadah, misal menentukan lebaran Idul Fitri, bisa bersifat lebih dinamis.

(1) Kalender Global Sipil

Susah-susah mudah. Kalender global untuk kepentingan sipil, kesibukan sehari-hari, mudah untuk dibuat. Kita hanya perlu menyepakati metode perhitungan dan lokasi acuan. Kemudian, kalender global bisa dibuat. Barangkali perlu dibuat revisi periodik 5 atau 10 tahunan.

Bagaimana pun tetap susah untuk mewujudkan kalender global ini. Meski hanya butuh kesepakatan tetapi kesepakatan semacam itu belum tentu bisa dicapai. Solusinya, bisa beberapa negara sepakat untuk membuat kalender Hijriah global. Kemudian, menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Ketika kalender global ini dirasa praktis maka akan mengundang lebih banyak orang, dan negara, untuk mengikuti.

Salah satu manfaat praktis kalender global ini adalah berdampak langsung terhadap fenomena pasang surut air laut. Nelayan, pelayaran, penambangan di laut, penduduk dekat pantai, dan masyarakat luas akan merasakan manfaat.

(2) Kalender Global Ibadah

Kalender global untuk kepentingan ibadah bisa dibuat tetapi barangkali tidak harus dibuat. Khususnya ibadah puasa Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha bersifat dinamis sesuai data empiris rukyat hilal yang bersifat lokal atau regional.

7. Prioritas Nilai

Apa yang paling prioritas bagi Anda? Apa yang paling utama? Apa yang paling penting?

Jawaban terhadap prioritas nilai di atas bisa beragam. Konsekuensinya, umat manusia akan menghasilkan keragaman dalam banyak hal. Tentu saja, keragaman adalah hal yang wajar. Bagaimana kita seharusnya bersikap terhadap keragaman?

(1) Dissensus

Sikap paling dasar adalah menerima dissensus, yaitu, menghormati perbedaan dengan penuh toleransi. Kita mudah menerima dissensus awal puasa Ramadhan yang berbeda. Pihak yang sudah berpuasa bisa dengan hikmat menjalani ibadah puasa. Sementara, pihak yang tidak puasa menghormati dengan cara makan dan minum di tempat yang tersembunyi.

Apakah penetapan Idul Fitri bisa dissensus? Idul Fitri dengan hari yang berbeda? Tentu saja bisa. Tetapi, Idul Fitri berbeda dengan puasa. Sehingga, kita berpikir bahwa Idul Fitri yang serentak akan menjadi lebih baik.

(2) Konsensus

Kesepakatan melalui konsensus bisa menjadi solusi dalam banyak hal. Lampu lalu lintas warna merah disepakati, konsensus, untuk berhenti. Semua orang sepakat. Bila ada yang melanggar dengan menerobos lampu merah maka ada resiko kecelakaan lalu lintas atau didenda berdasar peraturan.

Sehari setelah tanggal 28 Februari 2024 adalah tanggal 29 Februari. Semua pihak setuju. Bila ada yang menganggap hari itu sudah sebagai tanggal 1 Maret 2024 maka dia pusing sendiri. Dia terkucil dari konsensus umat manusia pada umumnya.

Demikian juga, para jamaah haji sepakat dengan keputusan Arab Saudi untuk wukuf di Arafah pada tanggal 9 Dzulhijah. Orang yang tidak sepakat dengan Saudi akan kesulitan melaksanakan wukuf di hari yang berbeda. Akhirnya, semua orang yang ibadah haji sepakat, tercapai konsensus, 9 Dzulhijah sesuai keputusan Saudi. Semua serentak.

Jadi, konsensus berhasil menyelesaikan beragam perbedaan. Benarkah demikian?

Tidak selalu benar. Misal penetapan 9 Dzulhijah di Arab memang bisa disepakati untuk kepentingan wukuf di Arafah. Tetapi, orang Islam di Indonesia bisa berbeda dengan Arab Saudi. Orang Indonesia bisa memilih antara (a) mendahului Arab lebih awal 4 jam atau (b) mengikuti Arab dengan lebih lambat 20 jam. Bahkan, ketika orang Indonesia ingin serentak dengan Arab, tetap, ada kesulitan. Jika di Arab adalah Arafah hari Kamis, maka, serentak dengan Arab apakah bermakna 4 jam lebih awal di hari yang sama Kamis atau 20 jam lebih lambat di hari Jumat? Arab Saudi tidak punya hak untuk menentukan Kamis atau Jumat bagi Indonesia.

Untuk kasus Idul Fitri di Indonesia, andai bisa konsensus maka, bisa serentak. Misal konsensus semua menerapkan hisab wujudul hilal maka akan serentak. Demikian juga jika semua konsensus hisab imkanur rukyat maka akan serentak. Seperti kita tahu, di Indonesia, tidak tercapai konsensus.

Apakah konsensus bisa dipaksakan oleh kekuatan tertentu? Untuk kasus manajemen lalu lintas, konsensus bisa dipaksakan. Tetapi, untuk kasus keyakinan religius, tidak bagus bila memaksakan konsensus. Sehingga, kita perlu berpikir terbuka untuk saling menghormati penuh toleransi.

(3) Dinamis

Dinamika antara dissensus dan konsensus akan terus terjadi dalam banyak situasi. Barangkali, kita bisa mengajukan solusi yang dinamis. Pada situasi yang menuntut konsensus, maka, kita bersama-sama mencapai konsensus. Misal penetapan lebaran Idul Fitri. Sementara pada situasi yang terbuka untuk dissensus, maka, dibebaskan untuk dissensus. Misal penetapan awal puasa Ramadhan.

Skenario untuk Indonesia, kita bisa menyusun rencana konsensus 10 tahun ke depan. Dengan kemajuan hisab rukyat, kita bisa memastikan kapan akan terjadi perbedaan penetapan Ramadhan dan Idul Fitri. Awal Ramadhan, 10 tahun ke depan, dibebaskan apakah akan serentak atau ada perbedaan. Sementara, penetapan Idul Fitri akan menuntut konsensus. Dari 10 tahun, misal, ada 4 tahun perbedaan Idul Fitri. Kita bisa menyepakati dari 2 tahun akan serentak mengikuti wujudul hilal dan 2 tahun lainnya mengikuti serentak imkanur rukyat. Dengan demikian, Idul Fitri akan serentak dalam 10 tahun ke depan.

Keberatan bisa muncul: ibadah Idul Fitri, kok, berdasarkan kesepakatan manusia? Ibadah, ya, harus didasarkan kepada aturan agama yang benar. Bukan konsensus antar umat manusia. Kita perlu mempertimbangkan baik-baik keberatan ini.

Saya membuat aproksimasi model prioritas nilai menjadi 3 seperti di atas: A, B, dan C.

Prioritas A

Kemenag, NU, Persis, dan beberapa ormas lain lebih mendekati Priorotas A dengan menerapkan hisab imkanur rukyat.

Pertama adalah benar. Hisab imkanur rukyat adalah metode hisab yang mempertimbangkan kriteria imkan rukyat, visibilitas hilal, dengan teliti. Sehingga, hisab imkanur rukyat terjamin bernilai benar dari beragam perspektif.

Kedua adalah bijak. Khususnya, kemenag, telah berusaha mengambil langkah bijak dengan mempertimbangkan beragam sudut pandang seluas-luasnya. Seluruh ormas misal NU, MU, MUI, Persis, DPR, diplomat, dan lain-lain diundang untuk berpartisipasi dalam hisab imkanur rukyat. Bahkan, MABIMS melibatkan menteri-menteri agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura.

Ketiga adalah manfaat. Hisab imkanur rukyat dapat dilakukan secara praktis menggunakan program komputer, misalnya. Sehingga, penentuan awal Ramadhan atau Idul Fitri bisa dipastikan jauh-jauh hari, misal, beberapa bulan di depan. Tetapi, karena mempertimbangkan hasil rukyat hari 29 maka ketetapan sidang isbat hanya bisa dipastikan malam hari tanggal 29 itu. Sementara wilayah Indonesia terbentang luas dari Sabang sampai Merauke.

Prioritas B

MU lebih mendekati prioritas B dengan memilih hisab wujudul hilal.

Pertama adalah benar. Hisab wujudul hilal bernilai benar karena didasarkan pada metode hisab, analisis perhitungan, yang valid secara sains dan matematika. Sehingga, ketika menetapkan tinggi hilal misal 2 derajat, maka, sudah didasarkan pada analisis yang matang.

Kedua adalah manfaat. Hisab wujudul hilal bisa dilakukan dengan bantuan program komputer. Mudah, praktis, dan bermanfaat. Lebih dari itu, wujudul hilal mampu menentukan Idul Fitri beberapa bulan lebih awal. Karena wujudul hilal tidak memerlukan pengamatan empiris di tanggal 29, maka, penetapan Idul Fitri sudah dilakukan jauh-jauh hari dengan pasti.

Ketiga adalah bijak. Hisab wujudul hilal dengan bijak mengkaji dari beragam sudut pandang. MU yang memiliki perwakilan di seluruh Indonesia, bahkan di luar negeri, membahas dengan baik metode hisab wujudul hilal.

Prioritas C

Solusi hisab rukyat haraki lebih mendekati prioritas C. Kriteria haraki dinamis dan progresif.

Pertama adalah bijak. Haraki menerima pandangan dari seluruh pendekatan yang ada. Haraki menerima hisab imkanur rukyat dan hisab wujudul hilal. Kemudian, kita mengolah bersama seluruh masukan yang ada dan menetapkan kriteria awal haraki, misal, 1 derajat. Bagaimana pun, kriteria haraki ini bisa terus diperbarui sesuai perkembangan hisab dan rukyat.

Kedua adalah manfaat. Haraki mudah dikerjakan dengan bantuan komputer. Kemudian haraki menetapkan Idul Fitri 21 hari lebih awal dengan pasti. Rukyat dilaksanakan pada tanggal 29 sebagai penentu kriteria haraki berikutnya secara progresif. Hasil rukyat ini tidak secara langsung mengubah ketetapan Idul Fitri yang sudah diumumkan 21 hari lebih awal. Seluruh tim akan membahas hasil rukyat untuk menjamin dinamika haraki.

Ketiga adalah benar. Metode haraki dijamin bernilai benar karena mempertimbangkan hisab imkanur rukyat, hisab wujudul hilal, rukyat empiris, dan beragam pendekatan lainnya. Lebih dari itu, kebenaran haraki sejalan dengan sikap bijak dan nilai manfaat.

Pilihan Prioritas

Saya mengusulkan untuk memilih prioritas C sesuai hisab rukyat haraki. Dengan pertimbangan bahwa haraki tetap mengakomodasi hisab imkanur rukyat, hisab wujudul hilal, dan pendekatan lain.

Beberapa orang bisa saja mengajukan keberatan bahwa haraki justru menambah masalah, yaitu, menambah lebih banyak pilihan dari yang semula hanya imkanur rukyat dan wujudul hilal saja. Keberatan ini bisa kita atasi dengan pemahaman bahwa penentuan Idul Fitri hanya ada dua pilihan: Ho yaitu bulan ini 30 hari atau Ha yaitu bulan ini 29 hari. Jadi, kita tetap hanya punya dua pilihan saja antara Ho atau Ha. Haraki tidak menambah masalah.

Haraki bertujuan menyelesaikan masalah yaitu memberi cara untuk mencapai kesepakatan memilih Ho atau Ha oleh banyak pihak. Berikut beberapa langkah rekomendasi menerapkan haraki.

(1) Semua pihak bermusyawarah menetapkan kriteria awal haraki misal 1 derajat. Termasuk menyepakati metode hisab yang dipakai, sebaran lokasi pengukuran, dan pijakan bersama tanggal 29.

(2) Musyawarah menetapkan Idul Fitri berdasar kriteria awal haraki, misal 1 derajat, 21 hari lebih awal dari hari lebaran.

(3) Melaksanakan rukyat empiris, pada senja tanggal 29, di berbagai macam titik dan membuka partisipasi bagi masyarakat luas. Hasil rukyat dilaporkan ke panitia khusus dan dipublikasi. Hasil rukyat tidak mengubah ketetapan Idul Fitri tetapi berpengaruh pada kriteria haraki beriktunya.

(4) Musyawarah mengkaji hasil rukyat dan bersiap-siap menetapkan kriteria haraki yang baru. Tetapi, kita masih memiliki data rukyat tambahan sebanyak 11 bulan yaitu rukyat akhir Syawal sampai rukyat akhir Syaban tahun depan. Kita memiliki kesempatan untuk update berdasar situasi nyata di lapangan.

(5) Kembali musyawarah untuk menetapkan Idul Fitri di tahun itu dengan kriteria haraki yang baru. Proses hisab rukyat haraki ini akan berulang secara dinamis dan progresif.

Saya berharap usulan hisab rukyat haraki akan memberi kontribusi positif terhadap dinamika hisab rukyat di Indonesia dan internasional. Bagaimana pun, kita perlu menjunjung tinggi sikap toleran karena boleh jadi ada perbedaan di berbagai aspek pendekatan. Dengan keterbukan, dinamis, dan progresif, kita yakin akan berhasil bergerak menjadi lebih baik.

Catatan Akhir: Tiga Rekomendasi

Mempertimbangkan pembahasan di atas, saya mengusulkan tiga rekomendasi berikut.

(1) Hisab rukyat haraki. Imkanur rukyat dan wujudul hilal, bersama-sama, berpartisipasi dalam hisab rukyat haraki yang terbuka, dinamis, dan progresif seperti kita bahas di atas.

(2) Konsensus dinamis. Untuk awal puasa Ramadhan dan Idul Adha dibebaskan konsensus atau dissensus. Sementara, untuk Idul Fitri diharapkan serentak melalui konsensus dinamis. Misal dalam 10 tahun ke depan ada potensi 6 Idul Fitri serentak dan 4 berbeda. Untuk yang berbeda dibuat konsensus 2 kali serentak mengikuti wujudul hilal dan 2 kali lainnya serentak mengikuti imkanur rukyat.

(3) Kalender hijriah global bisa dibuat berdasar konsensus untuk kepentingan sipil – dan muamalah. Konsensus meliputi metode hisab serta waktu dan lokasi acuan. Sementara, kalender global ibadah tidak ada keharusan untuk seragam. Kalender ibadah bisa dinamis secara lokal atau regional. Tentu saja, jika ada konsensus untuk wilayah yang lebih luas, maka hal itu bagus adanya.

Bagaimana menurut Anda?

Kaca 5: Demokrasi

Aku benar
Aku adalah kebenaran
Aku paling benar
Aku adalah hakekat kebenaran

Apa yang akan terjadi
Jika setiap orang mengaku
Aku paling benar
Ditambah lagi
Pihak lain salah

Benturan demi benturan

Kita perlu bicara
Saling memahami
Komunikasi dalam demokrasi
Menghormati setiap pribadi

Bebas ekspresi
Bebas mengejar mimpi
Bebas membentuk diri
Bebas sebagai diri pribadi

Aku bisa salah
Kamu bisa salah
Mereka bisa salah
Karena bisa salah
Aku butuh berbenah
Aku butuh tanda arah
Aku butuh teman di suatu wilayah

Benturan demi benturan

Kita perlu bicara
Saling memahami
Komunikasi dalam demokrasi
Menghormati setiap pribadi

Masa lalu bisa buntu
Masa kini bisa terbebani
Masa depan selalu terbentang

Sinar masa depan
Membuka pintu masa lalu
Sinar masa depan
Mengurai beban masa kini

Ringkasan

(1) Setiap manusia berhak untuk bebas. Anda adalah manusia bebas. Karena manusia berada dalam situasi unik, ditambah memiliki kebebasan, maka, muncul keragaman. Kita perlu sikap demokratis menghargai keragaman dan mengembangkan kebebasan.

(2) Adil menjadi paling utama dalam masyarakat demokratis. Adil kepada yang kalah. Dan, tentu, adil kepada pihak yang menang. Adil adalah memberikan hak sesuai hak semua pihak. Mudah diucapkan. Tidak selalu mudah dipraktekkan. Demokrasi perlu terus-menerus berjuang menciptakan keadilan.

(3) Setiap orang adalah pakar demokrasi. Politikus dan pejabat perlu menjadi pakar demokrasi. Dalam kehidupan sehari-hari pun, kita perlu menjadi pakar demokrasi. Kesibukan di kantor, di komunitas hobi, di keluarga, dan lain-lain perlu demokrasi. Bahkan, kita perlu bersikap adil kepada binatang, tumbuhan, dan alam raya.

(4) Politik adalah wilayah kritis paling membutuhkan sikap demokratis. Suara terbanyak tidak menjamin demokrasi. Tetapi, demokrasi menjamin hak suara terbanyak. Karena, demokrasi menjamin setiap suara baik minoritas mau pun mayoritas. Politikus perlu sikap terbuka terhadap suara dari luar. Lebih dari itu, politikus perlu kritis terhadap diri sendiri. Politik menampilkan wajah asli anak manusia – baik dan buruknya.

(5) Demokrasi mengajak kita untuk menyongsong masa depan. Demokrasi merangkul keragaman dalam alunan nada-nada dinamika.

Saran Praktis

(1) Setiap hari kembangkan kebebasan diri Anda. Berbuat baik adalah cara memperluas kebebasan diri Anda. Sebaliknya, perbuatan buruk meruntuhkan kebebasan Anda. Karena perbuatan buruk, orang menjadi sakit, menjadi hidup sulit, menciptakan hutang-hutang melilit. Hindari keburukan dan perbanyak kebaikan. Anda siap menjadi manusia bebas. Amal kebaikan apa saja yang akan Anda lakukan hari ini?

(2) Selalu berlakulah adil. Ketika Anda berbuat sesuatu hari ini, tanyakan pada diri sendiri, apakah adil buat orang lain? Apakah adil bagi orang-orang yang tidak melihat perbuatan saya? Apakah adil kepada orang-orang yang mungkin kena dampaknya? Pastikan perbuatan Anda adil bagi semua pihak. Kadang tidak mudah menentukan perbuatan Anda sebagai adil atau tidak. Karena itu, dengarkan suara hati Anda. Dengarkan suara hati orang lain. Dengarkan ide-ide yang berbisik dari beragam media.

(3) Kembangkan sikap demokratis di banyak bidang. Dengarkan orang lain, lalu berusahalah untuk memahami. Kemudian, sampaikan ide Anda kepada orang lain. Berusahalah agar mereka memahami Anda. Setelah saling memahami ambil keputusan secara demokratis. Bisa saja tercapai sepakat antara Anda dengan orang lain. Bisa juga tidak tercapai sepakat, tetapi, tetap saling menghormati dalam suasana demokratis. Setiap orang adalah pakar demokrasi. Pastikan diri Anda juga sebagai pakar demokrasi.

(4) Jangan masuk ke dunia politik. Jika terpaksa Anda harus terjun ke dunia politik, maka, manfaatkan demokrasi dengan baik. Waspadalah untuk tetap konsisten di jalan keadilan, kebaikan, dan kebenaran. Jangan pernah korupsi. Jangan pula jadi korban korupsi. Kemudian, carilah cara agar Anda bisa keluar dari dunia politik dengan baik.

(5) Berpikirlah terbuka untuk hidup bersama semesta menuju masa depan cemerlang. Hiduplah demokratis dengan banyak orang. Hiduplah demokratis dengan para binatang, tumbuhan, dan semesta raya. Jalani hidup sebagai pakar demokrasi.



Suplemen Worksheet Kelas 4

Sukses selalu untuk kita semua.