Pendidikan Nasional Masih Relevan?

Mengapa bertanya relevansi pendidikan nasional. Tentu saja, pendidikan nasional masih relevan. Buktinya, kita memiliki menteri pendidikan. Dengan demikian, presiden kita adalah presiden pendidikan.

Ki Hajar Dewantara mengajarkan filosofi pendikan:

Ing ngarso sung tulodho
Ing madyo mangun karso
Tut wuri handayani.

Di depan, jadilah teladan. Di lapangan, wujudkan impian. Di belakang, berdayakanlah.

Pendidikan nasional bertujuan membangun manusia seutuhnya: bangunlah jiwanya; bangunlah raganya; untuk Indonesia Raya. Karakter pelajar Pancasila menjadi utama: iman, takwa, ilmu, teknologi, dan seni.

Tetapi, apa jadinya bila hanya rumusan kosong? Mana bukti nyatanya? Mana realitas manusia Indonesia? Semua kebaikan membutuhkan proses. Pendidikan nasional yang berkualitas membutuhkan proses yang berkualitas pula.

1. Peduli
2. Profesi
3. Pesawat Bumi

Saya mengusulkan hanya satu fokus pendidikan nasional yaitu “peduli.” Membangunkan sikap peduli bagi semua siswa dan sikap peduli bagi semua insan pendidikan kita. Lebis luas, membangunkan sikap peduli seluruh warga Indonesia.

Peduli bahwa kita selalu bebas memilih amal padahal bisa memilih dosa. Karena bebas maka kita wajib tanggung jawab; baik tanggung jawab di bumi ini mau pun tanggung jawab di hari nanti.

1. Peduli

Peduli adalah karakter unik dari manusia; keunggulan manusia; dan bekal bagi manusia.

Urusan kekuatan, gajah lebih kuat dari manusia. Urusan ketajaman, cakar harimau lebih tajam dari kuku manusia. Urusan emosi, merpati tak pernah ingkar janji. Urusan kecerdasan, AI, misal goggle dan chatgpt, lebih cerdas dan lebih cepat berpikir dari otak manusia.

Hanya sikap “peduli” adalah keunggulan kunci manusiawi.

Peduli adalah manusia sadar bisa memilih amal padahal bisa memilih dosa. Dari sikap peduli inilah berkembang sikap-sikap penting lainnya. Saya memilih dua konsekuensi terpenting: [a] menjalani profesi dengan kualitas tinggi karena peduli; [b] menjaga bumi sebagai pesawat kita bersama bagi umat manusia menjelajah tatasurya dan alam raya, tentu, karena kita peduli.

2. Profesi

Andai Anda jadi petani maka jadilah petani kualitas tinggi. Andai Anda jadi menteri maka jadilah menteri dengan kualitas tinggi. Andai Anda jadi presiden maka jadilah presiden dengan kualitas tinggi.

Profesi saya adalah guru matematika maka saya berjuang menjadi guru matematika kualitas tinggi. Saya mengajar, dan mendidik, anak-anak dengan kualitas tinggi. Saya belajar cara mengajar yang inovatif dan kreatif dari beragam sumber. Saya belajar cara membangkitkan motivasi para siswa. Bahkan, saya berusaha menciptakan inovasi dan kreativitas di bidang matematika.

Saya adalah seorang pemikir maka saya perlu menjadi pemikir kualitas tinggi. Saya belajar dari pemikir-pemikir yang ada: Sokrates, Plato, Aristo, Al Kindi, Aljabar, Al Farabi, Ghazali, Arabi, Sadra, Kalijaga, Descartes, Russell, Heidegger, Chalmers, Badiou, Agamben, Zizek, dan lain-lain.

Apa profesi Anda? Bagaimana agar berkualitas tinggi? Anda wajib peduli. Anda memang bisa menjadi berkualitas tinggi. Itu pasti.

3. Pesawat Bumi

Bumi kita terbang mengitari matahari setiap hari. Planet-planet lain, misal Mars dan Venus, juga mengitari matahari. Bumi adalah bagai pesawat bagi kita umat manusia.

Tanpa pesawat Bumi, kita tidak bisa terbang mengitari tata surya; umat manusia akan musnah tidak perlu lama. Tanpa bumi, kita tidak bisa berpijak; melayang-layang entah kemana; hilang. Tanpa bumi, kita tidak bisa bercocok tanam; tidak bisa minum dan makan; sudah pasti kelaparan.

Mari jaga bumi ini. Mari jaga tumbuhan di bumi. Mari jaga para penghuni bumi.

Bagaimana menurut Anda yang peduli?

Diterbitkan oleh Paman APiQ

Lahir di Tulungagung. Hobi: baca filsafat, berlatih silat, nonton srimulat. Karena Srimulat jarang pentas, diganti dengan baca. Karena berlatih silat berbahaya, diganti badminton. Karena baca filsafat tidak ada masalah, ya lanjut saja. Menyelesaikan pendidikan tinggi di ITB (Institut Teknologi Bandung). Kini bersama keluarga tinggal di Bandung.

Ikuti Percakapan

1 Komentar

Tinggalkan komentar