Politik adalah segalanya. Tidak ada sisi kehidupan yang terlepas dari politik. Kehidupan pribadi perlu politik. Kehidupan rumah tangga, kantor, negara, dan bahkan internasional, semuanya melibatkan politik. Politik adalah universal.
Tetapi, cinta adalah segalanya. Hanya cinta, yang menjadikan segala menjadi bermakna. Seluruh alam raya, termasuk jiwa terdalam manusia, adalah manifestasi cinta. Apakah dengan demikian, politik sama dengan cinta? Setidaknya, politik mengikat erat cinta? Kita akan membahas politisasi cinta di bagian ini.

1. Politik Universal
1.1 Luma
1.2 Tata
2. Subyek
3. Politik Cinta
3.1 Pandemi Cinta
3.2 Ledakan Kesenjangan
3.3 Solusi Tataluma
4. Sistem Kekuasaan
4.1 Kerajaan
4.2 Demokrasi
4.3 Digitalisasi
5. Transformasi
5.1 Konservatif
5.2 Progresif
5.3 Median
6. Ideologi
6.1 Teokrasi
6.2 Sosial
6.3 Liberal
7. Keadilan
7.1 Kebebasan
7.2 Kesenjangan
7.3 Kemajuan
8. Diskusi
8.1 Selalu Meledak
8.2 Alternatif Jalur
8.3 Parameter Keadilan
Politik itu kejam. Bahkan, lebih kejam dari perang. Karena, perang bisa selesai dengan damai. Politik tidak bisa selesai dengan damai: harus ada yang kalah agar ada yang menang. Dalam politik, ketika terjadi koalisi pun, semua pihak harus kalah kecuali yang terpilih jadi presiden, sebagai pemenang tunggal.
Politik adalah kompetisi menang-kalah. Agar seseorang bisa jadi bupati, maka orang lain harus kalah, orang lain tidak boleh jadi bupati. Jika ada bupati tandingan maka masuk kategori makar yang harus ditumpas, harus dikalahkan. Politik adalah merebut kekuasaan untuk mengalahkan semua lawan. Cara pandang politik seperti itu hanyalah satu sudut pandang belaka. Ada banyak sudut pandang yang berbeda.
Politik adalah cahaya. Bahkan, politik adalah cahaya yang sangat kuat menerangi alam raya. Politik mengajak umat manusia menuju cahaya, secara bersama-sama mau pun personal. Cahaya politik menembus setiap lubang semesta, menebarkan percik-percik sinar harapan. Politik adalah matahari kehidupan, yang menghangatkan hati-hati yang beku, meruntuhkan setiap belenggu. Politik adalah kudu.
Kita akan mengawali kajian dengan membahas ontologi politik universal, di mana, politik memang ada di mana-mana. Sambil jalan, pembahasan kita akan bertabur dengan tema cinta. Di bagian akhir, kita membahas yang paling penting dari politik: keadilan. Meski, hampir setiap orang paham bahwa adil adalah yang paling penting, nyatanya, keadilan bagai hanya sebuah impian di kancah politik. Kita merumuskan beberapa solusi untuk meraih politik yang adil.

1. Politik Universal
Politik bersifat universal, dalam arti, politik ada di mana-mana dan kapan saja. Karena politik, sejatinya, adalah tataluma: bersatunya antara karakter luma dan tata. Karakter “luma ” selalu bersifat “meledak” memenuhi segala yang ada. Sementara, karakter “tata” selalu bersifat menata segala yang ada.
1.1 Luma
Realitas ontologi paling fundamental adalah “luma” yang karakter utamanya adalah “selalu memberi.” Tentu saja, kita tidak bisa mendefinisikan luma dengan kata-kata. Kita hanya bisa memaknai “luma.” Luma selalu memberi tanpa henti. Jika luma berhenti memberi maka runtuhlah alam raya ini, runtuhlah segalanya. Segala yang ada bersandar kepada luma. Logika tidak bisa membatasi luma, sebaliknya, logika justru perlu bersandar kepada luma.
Politik adalah pancaran utama dari luma. Tanpa politik, umat manusia hancur. Tanpa politik, peradaban luluh lantak. Seperti dalam luma, dalam politik, logika bisa lumpuh. Logika justru perlu bersandar kepada politik. Politik seperti apakah, yang bisa, menjadi sandaran logika? Politik yang luma.
Dalam realitas politik, luma nyaris tidak pernah terbentuk dengan sempurna. Politik membelokkan luma sehingga politik menjadi bahaya. Secara ontologis, luma bersatu dengan tata, sedemikian hingga, sinaran politik selalu menabur cinta untuk seluruh semesta. Ketika politik memisahkan tata dari luma, maka, politik, yang sejatinya adalah cahaya bening, berubah menjadi hitam atau merah atau kuning.
Hitam adalah politik yang mendominasi pihak lain, menindas pihak lemah, dan mengksploitasi alam raya sampai hancur. Merah adalah politik hitam hanya saja sedikit tampak lebih lembut, yaitu, menindas pihak lain tetapi tidak sampai menghancurkannya. Pihak lemah tidak perlu hancur agar, bisa terus, diperas tenaganya. Sementara, kuning adalah politik tingkat tinggi paling licik. Mereka sejatinya hitam dan merah tetapi punya cara menutupi politik kejamnya dengan satu dan lain cara. Sehingga, kuning mengaku dirinya adalah politik yang suci nan bening bersinar. Bahkan, kuning mampu menipu diri, merasa dirinya adalah yang paling benar.
Kita perlu menyatukan kembali tata dan luma agar politik kembali menjadi bening – tidak hitam, merah, atau kuning. Sarana untuk menyatukan tata dan luma adalah politik itu sendiri. Mana mungkin politik bisa memperbaiki politik? Apakah mungkin manusia bisa memperbaiki manusia? Apakah mungkin kejahatan bisa memperbaiki kejahatan? Dunia ini adalah dunia kemungkinan. Bahkan, melebihi segala kemungkinan.
1.2 Tata
Tata adalah realitas ontologis paling fundamental. Tata adalah luma yang kita kaji dari sudut pandang berbeda. Karakter tata adalah selalu menata untuk mencapai sakina – keseimbangan dinamis. Dalam realitas fundamental, luma dan tata adalah satu kesatuan tak terpisahkan. Luma selalu memberi dan tata selalu menata.
Dalam politik, luma dan tata sering terpisah. Tanpa tata, politik menjadi kacau karena kebanyakan luma, atau kekurangan luma. Politik menjadi hanya mendominasi pihak lain. Politik menjadi lupa bahwa dia harus meraih sakina bersama tata. Sehingga, tugas kita dalam politik adalah untuk kembali menyatukan luma dan tata sehingga tercipta politik sakina. Tentu, itu adalah tugas yang sulit. Barangkali, mustahil untuk berhasil?
Karena poliik adalah luma, politik adalah tata, maka politik selalu ada di mana saja.
2. Subyek
Siapa saya? Saya adalah subyek yang bertanya. Saya adalah kulo. Dalam politik, kulo hanya sekedar sumber daya yang memberi suara dalam pemilu, kemudian, dilupakan oleh pejabat pemenang. Kulo yang seharusnya jadi subyek berubah menjadi obyek, bahkan obyek penderita.
Bagaimana pun, kulo adalah subyek. Sehingga, ketika kulo dijadikan obyek, dalam beberapa kesempatan, pasti ada perlawanan. Kulo adalah perlawanan politik. Bahkan, ketika kulo dipastikan menjadi subyek, tetap saja, kulo akan melakukan perlawanan. Kulo adalah kulo. Kulo bukan subyek seperti itu. Lebih-lebih, kulo bukanlah obyek.
Hanya saja, kadang kulo terlalu kuat karakter luma. Sehingga kulo mendominasi pihak lain. Atau, sebaliknya, kulo justru sembunyi dari hiruk-pikuk politik. Kulo perlu tata agar sakina dalam semesta politik. Kulo perlu luma dan tata.
3. Politik Cinta
Politik adalah manifestasi cinta. Politik adalah bersatunya kembali luma dan tata. Sehingga, politik adalah tataluma.
3.1 Pandemi Cinta
Saat ini, kita memasuki era pasca pandemi. Politik cinta, sebagai tataluma, menjadi lebih penting lagi. Jika tidak, politik bisa menghancurkan bumi lebih ngeri dari sekedar pandemi. Kita berada pada era pandemi cinta yang akan disusul dengan kemakmuran cinta.
Catatan sejarah menunjukkan bahwa setelah krisis, misal setelah pandemi, akan disusul masa-masa kemakmuran umat manusia. Akan lahir inovasi-inovasi baru. Akan lahir kekuatan-kekuatan politik baru. Akan lahir kekuatan-kekuatan ekonomi baru. Kabar buruknya, ketimpangan sosial makin menganga. Kaum miskin makin tertindas. Wong cilik makin terpinggirkan.
Bagaimana bisa begitu? Kemakmuran meningkat tapi kemiskinan meluas? Mengapa yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin?
Sistem politik dan ekonomi, saat ini, mendukung situasi seperti itu. Maka, kita perlu mengarahkan kembali politik cinta ke jalur tataluma.
3.2 Ledakan Kesenjangan
Dengan sedikit ilustrasi, kita lebih mudah memahami situasi. Sebelum pandemi, atau sebelum krisis, misal rakyat miskin menguasai 20% kekayaan dan rakyat kaya menguasai 80% kekayaan sisanya. Tentu saja, rakyat miskin dipenuhi oleh jutaan jiwa. Sementara, rakyat kaya hanya terdiri segelintir orang saja. Ketika terjadi pandemi, semua tatanan kacau. Kemudian, akan terbentuk tatanan baru, politik dan ekonomi.
Yang jelas terjadi, harga-harga melambung tinggi. Angka inflasi ikut melambung tinggi. Bagaimana pun, angka inflasi akan terkendali pada akhirnya. Pertama, angka inflasi dihitung berdasar berbagai macam parameter kompkles. Sehigga, rakyat tidak mudah menguji keandalan angka inflasi. Kedua, angka inflasi adalah pertumbuhan. Akibatnya, pikiran rakyat, dan politikus, mudah tertipu. Ketiga, ada pihak yang diuntungkan dengan kompleksitas angka inflasi.
2020 | 2021 | Inflasi |
50 | 100 | 100% |
Harga-harga di tahun 2020 adalah 50 rupiah. Kemudian naik menjadi 100 rupiah di tahun 2021. Maka angka inflasi adalah (100 – 50)/50 = 100%. Angka inflasi setinggi itu tentu bahaya. Semua pihak akan mencari cara untuk menanganinya. Tapi, perhatikan apa yang terjadi di tahun 2022? Semua solusi sudah tersedia.
2021 | 2022 | Inflasi |
100 | 102 | 2% |
Tahun 2022, harga naik lagi menjadi 102 rupiah dari, yang tahun 2021 adalah, 100 rupiah. Angka inflasi (102 – 100)/100 = 2%. Wow… angka inflasi sudah selesai. Inflasi 2% adalah angka inflasi terbaik untuk sistem ekonomi.
Di sisi rakyat kecil, menjerit penuh derita. Harga-harga melonjak tinggi dari 50 menjadi 102. Ongkos buruh kerja, bagi rakyat kecil, sulit sekali untuk naik. Penghasilan bahkan turun drastis akibat pandemi. Bukankah total uang beredar tetap sama? Bahkan, uang beredar bisa bertambah karena mencetak uang baru? Di mana mereka – uang yang berlimpah itu?
Tentu saja, ilustrasi di atas adalah sangat sederhana. Realitasnya, akan berupa angka-angka yang kompleks. Tetapi, kiranya cukup, memberi ilustrasi bagi kita bagaimana sistem politik dan ekonomi mengarahkan pemahaman kita ke arah yang salah. Tidak selalu salah, kadang benar, bahkan sejatinya memang benar, parameter-parameter yang ada itu. Justru, karena ada campur aduk antara benar dan salah, maka, tugas kita memang tidak mudah.
Mari kita lanjut skenario pasca pandemi. Sebelum pandemi, rakyat miskin menguasai 20% kekayaan, dan rakyat kaya menguasai 80% kekayaan. Setelah pandemi, gaji rakyat miskin, dan penghasilan petani peternak, naik dari 20 menjadi 30 rupiah. Rakyat miskin gembira, penghasilan mereka naik. Tetapi rakyat miskin menangis karena harga-harga naik lebih tinggi.
Ukuran ekonomi melonjak pasca pandemi dari 100 menjadi 200. Sementara, rakyat miskin ikut naik penghasilan mereka dari 20 menjadi 30. Dengan proporsi yang sama, aset juga bisa kita estimasi. Bagaimana dengan penghasilan rakyat kaya? Penghasilan rakyat kaya hanya meningkat sisanya. Yaitu, 200 dikurangi porsi rakyat miskin 30 maka sisa 170. Penghasilan rakyat kaya berlipat dari 80 sebelum pandemi menjadi 170 setelah pandemi. Kabar gembira!
Porsi Ekonomi | Sebelum | Pasca Pandemi |
Miskin | 20 | 30 |
Kaya | 80 | 170 |
Secara absolut, pertumbuhan ekonomi memang bagus dari 100 menjadi 200, pasca pandemi. Secara nyata, bisa berbeda.
Rakyat miskin, nilai ekonomi, tumbuh dari 20 menjadi 30. Secara proporsi turun dari 20% = 20/100 menjadi 15% = 30/200. Lebih rumit lagi daya beli orang miskin. Karena harga-harga naik berlipat 2 kali, meski inflasi terkendali pada akhir pandemi, daya beli juga turun dari 20% menjadi sekitar hanya 15%.
Rakyat kaya tumbuh dari 80 menjadi 170, pasca pandemi. Secara proporsi juga naik menjadi 85%. Lebih bagus lagi, daya beli juga naik dari 80% menjadi 85%.
3.3 Solusi Tataluma
Solusi apa yang kita perlukan? Solusi politik cinta yaitu tataluma. Tidak ada yang salah dari parameter ekonomi dan politik seperti ilustrasi di atas. Hanya saja, kita perlu melangkah lebih jauh agar, pasca pandemi, poilitik ekonomi tumbuh lebih adil makmur. Yang miskin tambah kaya, dan yang kaya boleh makin kaya. Yang lemah makin berdaya, dan yang kuat boleh lebih berdaya.
Luma, karakter politik yang terus meledak, memang akan mendorong umat manusia bergerak maju. Di saat yang sama, tata perlu menjadi lebih kuat menata sistem politik agar merata seluruh daya.
Langkah pertama paling penting adalah menguatkan posisi politik rakyat kecil. Mereka perlu sadar bahwa mereka adalah umat manusia yang berharga. Setiap jiwa rakyat miskin sama berharganya dengan jiwa orang kaya. Pendidikan bagi rakyat kecil menjadi utama. Mereka, rakyat kecil, mampu berkontribusi tinggi bagi umat manusia sebagai mana rakyat kaya juga bisa berkontribusi nyata. Rakyat kecil memiliki daya tawar yang kuat sebagai mana rakyat kaya. Rakyat kecil adalah orang merdeka, begitu juga orang kaya. Di bagian selanjutnya, kita akan membahas beragam solusi yang terbuka. Solusi kita akan bergerak di sekitar ide politik tataluma.
4. Sistem Kekuasaan
Banyak sistem kekuasaan, baik secara teori mau pun realitas yang beragam. Kita akan mendiskusikan tiga sistem kekuasaan yang paling penting. Sistem kekuasaan ini, bisa saja saling terkait.
4.1 Kerajaan
Sistem kekuasaan kerajaan, barangkali, paling sederhana. Di mana, seorang raja berkuasa dan orang lainnya adalah rakyat atau pegawai kerajaan. Orang, pada umumnya, menganggap sistem kerajaan adalah alamiah. Raja, yang paling berkuasa, mendapat hak sebagai raja karena warisan dari leluhur. Dan, warisan kekuasaan turun-temurun sudah berlangsung ratusan tahun. Hal yang sama berlaku kepada rakyat. Seorang anak mewarisi rumah dari orang tuanya.
Kekuasaan raja bisa jatuh akibat diserang oleh raja lain yang lebih kuat atau dikudeta oleh pihak-pihak tertentu dalam kerajaan itu sendiri. Perpindahan kekuasaan semacam itu kadang diwarnai pertumpahan darah yang mengerikan. Meski demikian, banyak orang memandang kudeta atau perang sebagai hal yang wajar.
Dalam banyak hal, raja perlu menguatkan klaim kekuasaannya. Meski tahta warisan atau kudeta, sudah sah, menjadikan raja sebagai pemegang kekuasaan penuh, tetapi raja perlu respek rakyat yang lebih dari itu. Raja bisa meng-klaim diri sebagai keturunan dewa atau sudah dipilih oleh tuhan untuk menjadi raja.
Dengan klaim transenden seperti itu, menjadikan raja sebagai pribadi istimewa. Kemudian, para cendekiawan bisa mencipta legenda tentang raja. Sehingga, rakyat makin hormat kepada raja sebagai manusia luar biasa.
Bagaimana pun, saat ini, berkembang sistem kerajaan modern yang bisa sejalan dengan demokrasi dan konstistusi. Sistem kerajaan mengalami evolusi menjadi lebih canggih.
Dari analisis politik tataluma, raja yang berkuasa penuh memiliki resiko besar terlalu berkuasa. Sehingga, ada peluang penyelewengan kekuasaan. Kerajaan perlu menguatkan sistem tata, sedemikian hingga, kekuasan penuh oleh raja itu bisa diarahkan untuk kebaikan rakyat semesta. Di sisi lain, raja dengan otoritas penuh bisa memobilasi seluruh kekuatan negara untuk membangun negeri. Ketika raja adalah orang yang bijaksana, maka, sistem kerajaan barangkali menjadi sistem paling efisien. Jika raja adalah seorang manusia yang berjiwa cinta, maka, seluruh kerajaan bertabur cahaya cinta bagi umat semesta.
4.2 Demokrasi
Saat ini, hampir seluruh umat manusia lebih percaya kepada demokrasi dibanding sistem lainnya. Demokrasi menempatkan kekuasaan tertinggi di tangan rakyat. Biasanya, melalui pemilihan umum, referendum, konsultasi publik, dan, tentu saja, penyusunan konstitusi.
Ide dasar demokrasi sederhana saja. Setiap orang adalah manusia bebas dan mampu menentukan jalan terbaik bagi dirinya dan sekitarnya. Karena itu, demokrasi memberi kesempatan kepada setiap orang berpartisipasi dalam kekuasaan politik. Kabar baiknya, di berbagai belahan dunia, demokrasi berhasil menjadi sistem kekuasaan yang terbaik. Di belahan dunia lain, sistem demokrasi bisa saja berlumuran korupsi.
Seiring kemajuan pendidikan umat manusia di seluruh dunia, ide demokrasi memang pantas menjadi pilihan utama. Karena setiap orang makin terdidik maka mereka mampu menentukan sikap terbaik. Salah satunya, rakyat mampu memilih pemimpin negara terbaik melalui pemilihan umum. Dengan proses pemilu, jabatan penguasa, misal presiden atau perdana menteri, terbatas pada periode tertentu. Untuk kemudian, akan dilakukan pemilihan kembali oleh rakyat. Dan, setiap rakyat berhak mencalonkan diri sebagai presiden atau jabatan penting lainnya.
Keunggulan demokrasi adalah mulusnya suksesi kekuasaan. Presiden mundur dari jabatannya secara otomatis karena masa jabatannya sudah habis. Tidak perlu upaya khusus untuk melengserkan presiden. Waktu, yang berjalan, akan melengserkan setiap presiden. Bandingkan dengan raja, misalnya. Bagaimana jika raja tidak mati sampai tua? Apa yang bisa melengserkan jabatan raja? Haruskah terjadi pembunuhan atau kudeta? Bukankah itu resiko yang ngeri?
Di sisi demokrasi, suksesi adalah wajar. Tidak perlu pertumpahan darah atau kudeta untuk suksesi. Banyak nyawa selamat dari resiko tragedi. Dalam kondisi khusus, demokrasi menyediakan kesempatan referendum atau impeachment untuk melengserkan pejabat, lebih awal dari periode yang seharusnya, karena terlibat korupsi atau kejahatan tertentu. Bila kita melihat keunggulan demokrasi dari sisi ini saja, mencegah pertumpahan darah dalam suksesi, maka wajar bagi kita untuk mengunggulkan demokrasi dari sistem lainnya.
Mari kita ringkas keunggulan utama demokrasi dari perspektif politik tataluma. Pertama, demokrasi mencegah pertumpahan darah dalam suksesi kekuasaan. Karakter ini sesuai dengan karakter tata dalam politik tataluma.
Kedua, demokrasi menghormati setiap individu sebagai subyek yang bebas. Hal ini juga selaras dengan politik tataluma yang menempatkan setiap manusia pada posisi terhormat.
Ketiga, demokrasi menyepakati konstitusi untuk pegangan bersama dalam kehidupan politik. Karakter ini juga selaras dengan penguatan karakter tata dalam politik tataluma.
Dengan demikian, apakah demokrasi pasti menjadi pilihan yang terbaik?
Hampir pasti. Tetapi tidak bisa 100%. Karena, pada kondisi tertentu, demokrasi bisa menjebak diri sendiri dalam korupsi. Maka, selamanya, kita perlu mempertimbangkan alternatif-alternatif politik yang lebih baik. Di era digital seperti sekarang, demokrasi bisa saja terjebak dalam penjara keserakahan segelintir orang.
4.3 Digitalisasi
Satu abad yang lalu, tidak ada orang yang berpikir bahwa kekuatan digital akan menguasai dunia. Lebih dari itu, kekuatan digital, atau digitalisasi, berhasil menguasai dunia sampai menembus ke pikiran terdalam umat manusia. Media digital mengendalikan pikiran dan hasrat manusia. Pada gilirannya, kekuatan digital mengendalikan sistem politik dunia.
Kita akan menggunakan term big power, bio power, dan bit power – untuk menjelaskan kekuatan politik dari digitalisasi.
Big power adalah kekuatan besar yang mendominasi banyak pihak. Kekuatan politik mengerahkan militer untuk menyerang pihak lain kemudian menindas pihak lemah dengan satu dan lain cara. Dalam makna positif, big power adalah kekuatan yang membantu manusia untuk mengelola alam raya. Pisau membantu manusia untuk memotong pohon misalnya.
Bio power adalah kekuatan yang lebih kuat dari big power dengan cara mengendalikan big power, bukan melawan big power. Big power menindas manusia dari luar, misal melalui mesin atau senjata. Sementara, bio power menguasai manusia dari dalam dirinya. Orang-orang berlomba mengejar uang. Kemudian, berlomba-lomba menghabiskan uang. Tidak ada pihak luar yang menyuruh orang untuk mengejar uang dan berfoya-foya. Mereka berhasrat dari dalam dirinya. Pada gilirannya, mereka, orang-orang itu, adalah onderdil kecil dari sistem politik ekonomi kapitalisme yang lebih besar.
Bit power melangkah lebih jauh dengan mengendalikan big power dan bio power. Bayangkan kekuatan internet dengan mesin digital yang sangat besar. Orang mengira punya freedom untuk memilih calon presiden nomor 1. Nyatanya, dia memilih nomor 1 karena dikendalikan oleh media sosial yang super cerdas. Orang, mengira, berhasrat membeli mobil mewah sebagai ekspresi jiwanya. Nyatanya, hasrat itu muncul karena kekuatan bit power internet. Semua kehidupan manusia, politik mau pun ekonomi, dalam genggaman bit power.
Hentakan besar terjadi di awal abad 21 ini. Teknologi blockchain yang canggih bermanifestasi dalam bentuk crypto currency misal bitcoin. Awal kehadirannya, bitcoin sepeti produk digital lainnya. Bahkan banyak orang pesimis terhadap bitcoin. Tetapi di tahun 2020an ini, bitcoin melonjak menjadi aset yang sangat berharga. Kekayaan Anda bisa saja berlipat 1000 kali dibanding 8 tahun lalu bila dalam bentuk bitcoin. Selanjutnya, berkembang pesaing bitcoin. Saat ini, ada sekitar 10 ribu uang kripto di pasaran dengan trend jumlah yang terus bertambah.
Kita perlu lebih waspada mencermati bitcoin dan dobrakan bit power, secara umum, karena beberapa alasan. Pertama, jelas kehidupan manusia makin besar bergantung kepada bit power. Keperluan belanja makanan sehari-hari sampai komunikasi pejabat tinggi, semuanya, melalui bit power. Sehingga, bit power mendominasi bentuk sistem politik ekonomi masa kini.
Kedua, bit power bekerja dari dalam pikiran manusia, lebih lembut dari bio power. Kita tidak sadar bahwa bacaan, tontonan, dan jadwal kita, setiap hari, didiktekan oleh bit power. Kita bisa saja merasa sebagai manusia bebas – freedom. Nyatanya, otak kita sudah dicuci oleh bit power. Lebih kompleks lagi, kekuatan bit power yang mencuci otak itu bukan murni bit power. Di balik bit power, di ujung yang jauh, memang ada orang-orang tertentu yang berhasrat memperoleh keuntungan. Mereka adalah orang yang cerdas dengan dukungan bit power yang besar. Bisakah Anda membayangkan, betapa besar, kekuatan yang dihasilkan oleh kombinasi orang-orang cerdas dengan bit power?
Ketiga, fenomena bitcoin bisa menjadi pelajaran penting. Revolusi teknologi yang canggih ini melompat maju jauh lebih cepat dari perkiraan banyak orang. Jika dulu, diasumsikan hanya orang-orang berpendidikan tinggi yang mampu mengadopsi teknologi canggih, maka, hari ini, siapa pun orangnya mampu mengadopsinya. Siapa pun bisa transaksi dengan bitcoin. Dan, bahkan contoh kasus di Indonesia, banyak orang yang awalnya tidak pernah akses komputer, langsung mahir sebagai driver gojek atau pun pedagang di marketplace dengan memanfaatkan teknologi digital versi terbaru.
Khusus untuk bitcoin, dan blockchain, memiliki karakter freedom, nyaris, tanpa batas. Bitcoin bisa diproduksi tanpa bank sentral, tanpa penjamin, dan tanpa mediator. Sehingga, pemilik bitcoin bebas menggunakan bitcoin sesuai freedom tanpa dibatasi atau diawasi siapa pun. Bebas tanpa batas ini, tentu, bisa membalikkan sistem politik dan ekonomi yang sudah ada.
Analisis kita, sejauh ini, tentang digitalisasi menunjukkan bahwa banyak resiko yang akan dihadapi oleh sistem politik ekonomi. Di bagian bawah, kita akan membahas beberapa solusi untuk antisipasi terhadap resiko digitalisasi, sekaligus, kita akan mencermati beragam prospek yang ada.
5. Transformasi
Sistem politik, secara dinamis, terus bertransformasi. Karena, luma selalu mendorong perubahan bahkan secara radikal. Sementara, tata akan melengkapi perubahan itu menjadi tertata.
5.1 Konservatif
Pendekatan konservatif melakukan perubahan dengan lebih fokus pada keamanan, stabilitas, dan tertata. Konservatif menjalankan perubahan secara bertahap dan berencana. Sehingga, pendekatan konservatif adalah pendekatan yang cocok bagi pihak yang besar atau berkuasa.
5.2 Progresif
Progresif melakukan pendekatan perubahan yang revoluioner. Untuk melakukan transformasi yang efektif, sistem politik perlu berubah secara signifikan dengan kecepatan tinggi. Sehingga, pendekatan progresif cenderung cocok untuk para pembaharu.
5.3 Median
Poros tengah atau median mengambil jalan tengah untuk melakukan perubahan politik. Posisi median bisa sangat mudah, di saat yang sama, bisa sangat susah. Posisi median bisa saja menerima segala yang ada sebagai jalan tengah. Tetapi, menerima segala yang ada, bisa berkonsekuensi kepada konflik yang mengakibatkan kemunduran bagi semua.
6. Ideologi
Ideologi adalah kerangka berpikir atau sudut pandang yang diyakini sebagai benar. Dengan ideologi, kita menafsirkan segala sesuatu. Fakta obyektif, bisa saja, tidak bermakna. Ideologi yang akan memberi makna kepada fakta.
6.1 Teokrasi
Teokrasi adalah ideologi atau pandangan yang meyakini kekuasaan politik tertinggi adalah di tangan tuhan. Karena itu, pemegang kekuasaan tertinggi adalah dia yang dipilih oleh tuhan, bisa seorang raja, presiden, imam, ketua, atau lainnya.
Teokrasi melengkapi konstitusi yang juga bersumber kepada tuhan. Baik firman tuhan secara langsung atau fatwa dari pemimpin yang sudah ditunjuk oleh tuhan.
Dengan pandangan bahwa segala kekuasaan politik bersumber dari tuhan, maka, politik teokrasi cenderung memiliki kekuatan yang besar untuk menerapkan power kepada masyarakat. Rakyat perlu mematuhi, atau setidaknya menyesuaikan, terhadap keputusan penguasa atau konstitusi.
6.2 Sosial
Ideologi sosial memandang bahwa seluruh manusia adalah sama, atau setara. Sehingga, idealnya, setiap orang memiliki posisi politik ekonomi yang sama. Ideologi sosial sangat menarik bagi pihak-pihak yang tinggi kesadaran sosialnya. Karena saat ini, terjadi banyak kesenjangan sosial di dunia, maka, ideologi sosial cenderung dekat dengan karakter progresif.
6.3 Liberal
Pandangan liberal memberi kebebasan yang tinggi kepada masing-masing individu. Liberal percaya bahwa manusia adalah kebebasan itu sendiri. Di saat yang sama, manusia memiliki kemampuan untuk memanfaatkan kebebasannya demi kebaikan dirinya. Dengan demikian, manusia bebas memilih apa pun dengan syarat tidak melanggar kebebebasan pihak lain. Atau, setiap manusia punya hak, bebas, melakukan apa pun dengan kewajiban tidak melanggar hak pihak lain.
7. Keadilan
Mana lebih utama, apakah, adil atau bebas? Kebebasan atau keadilan? Justice atau freedom?
Secara individu, bebas adalah yang paling utama. Setiap individu adalah bebas. Kita berhak menuntut kebebasan dan bebas menerapkan kebebasan. Karena bebas, maka, setiap individu bertanggung jawab atas segala konsekuensi. Menerapkan kebebasan perlu dengan cara menegakkan keadilan.
Secara lembaga, adil adalah yang paling utama. Negara, konstitusi, dan lembaga sosial perlu mengutamakan keadilan. Setiap institusi perlu menegakkan keadilan, sedemikian hingga, setiap anggota institusi berhasil menerapkan kebebasan personal. Singkatnya, kebebasan dan keadilan sama-sama penting secara politis.
7.1 Kebebasan
Politik adalah kebebasan dan kebebasan adalah politik. Subyek kulo ada subyek yang selalu bebas. Kulo tidak bisa diikat. Setiap yang terikat adalah bukan kulo. Atau, setidaknya bukan kulo sejati. Pantas bagi kita menetapkan bahwa kebebasan adalah parameter utama dari politik yang adil.
Beberapa parameter bisa kita kembangkan: kebebasan berpartisipasi dalam politik, kebebasan berpartisipasi melalui jalur politik “tidak-normal”, kebebasan berpendapat, kebebasan ekonomi, kebebasan agama, dan lain-lain.
7.2 Kesenjangan
Kesenjangan politik ada di mana-mana. Perbedaan ideologi ada di mana-mana. Perbedaan, memang, realitas alam raya ini. Kita perlu menghormati beragam perbedaan. Sementara, kesenjangan merupakan perbedaan yang terlalu tajam, sehingga, perlu ditolak. Lebih-lebih kesenjangan politik, perlu ditangani dengan serius.
Kita bisa mengembangkan parameter untuk mengukur tingkat kesenjangan politik, kemudian, mengurangi kadar kesenjangan tersebut. Parameter kesenjangan ekonomi, yang kita kembangkan di bagian sebelumnya, bisa kita adaptasi untuk mengukur kesenjangan politik: rasion Gini, rasio Palma, dan rasio Paman.
7.3 Kemajuan
Belajar dari sejarah, kita menemukan bahwa pihak-pihak lemah adalah yang paling sulit untuk bergerak maju secara politik. Secara khusus, kita perlu mengembangkan strategi agar kelompok lemah mampu bergerak maju secara politik. Pada gilirannya, gerak maju kelompok lemah ini akan mendorong kelompok menengah dan kelompok atas untuk lebih maju. Secara keseluruhan, masyarakat bergerak maju.
Aspek paling mendasar adalah membangunkan kesadaran masyarakat. Siapa pun mereka, lebih-lebih kelompok lemah, memiliki hak untuk menjadi orang maju, sukses, dan berkuasa. Mereka perlu memanfaatkan beragam hak yang mereka miliki untuk membela diri dan bahkan melejitkan diri. Beberapa hak paling penting adalah hak untuk berpendapat, hak memperoleh fasilitas kesehatan, hak memperoleh pendidikan berkualitas, dan hak berpartisipasi dalam sistem politik ekonomi. Tentu saja, masyarakat perlu sadar akan kewajiban mereka – demikian juga para pejabat.
Beberapa parameter bisa kita kembangkan. Berapa banyak dari kelompok lemah, absolut dan relatif, yang berhasil menjadi pejabat publik – bupati, gubernur, presiden? Berapa banyak yang menjadi pejabat partai politik? Berapa banyak yang menjadi anggota dewan? Berapa banyak yang menjadi pegawai sipil atau militer? Berapa banyak yang jadi pengusaha menengah dan besar?
8. Diskusi
Di bagian ini, kita akan meringkas seluruh pembahasan kita, kemudian, melakukan diskusi lebih jauh serta merumuskan beberapa prospek dan solusi politik tataluma.
8.1 Politik Tataluma Selalu Meledak
Secara ontologis, politik adalah perpaduan dan perpisahan antara tata dan luma, maka, akan selalu ada ledakan politik sewaktu-waktu sampai kapan pun.
Politik Cinta | Luma = Selalu Memberi | Tata = Selalu Menata |
Masalah utama politik adalah terlalu kuatnya karakter luma dan lemahnya karakter tata, sehingga terjadi ketidakadilan di mana-mana. Tugas utama politik adalah menyatukan kembali luma dan tata sehingga menjadi politik cinta dengan sarana politik itu sendiri.
8.2 Alternatif Jalur Politik
Berdasar sistem kekuasaan, transformasi, dan ideologi, kita bisa menyusun beragam alternatif solusi politik tataluma.
1. Kerajaan | 1. Konservatif | 1. Teokrasi |
2. Demokrasi | 2. Progresif | 2. Sosial |
3. Digitalisasi | 3. Median | 3. Liberal |
Total, kita memiliki 27 alternatif jalur dari 3 x 3 x 3 = 27. Dengan mempertimbangkan keragaman gradasi di antara mereka, maka, tersedia lebih banyak lagi alternatif jalur politik. Tentu saja, kita bisa menambah kategori lebih dari tiga.
Jalur 111 = kerajaan – konservatif – teokrasi adalah jalur politik paling efisien dan stabil. Sedangkan, jalur 323 = digitalisasi – progresif – liberal adalah alternatif paling dinamis bahkan chaos. Jalur yang lain, tampaknya, berada di antara mereka. Antara stabil dan chaos.
Studi Kasus
Berikut, kita akan mengambil studi kasus beberapa negara secara umum. Kita mulai dengan gambaran umum, lanjut beberapa problem, dan kita akhiri dengan ide alternatif solusi.
8.2.1 Indonesia 233
Indonesia adalah negara demokrasi relijius berdasar Pancasila. Saya membaca situasi politik Indonesia saat ini sebagai 233 = demokrasi-median-liberal. Indonesia melaksanakan pemilu langsung demokratis periodik 5 tahunan, kecuali ada pandemi. Indonesia mengambil jalan tengah, median, di antara transformasi progresif dan konservatif. Tentu saja, tarik ulur beragam kepentingan untuk mengarahkan jalannya reformasi. Secara ideologi, berdasar Pancasila, Indonesia terbuka dengan ragam ideologi. Gotong royong, koperasi, dan kekeluargaan ada di berbagai belahan Indonesia yang menunjukkan dekat dengan sosial. Di saat yang sama, lembaga keagamaan – misal lembaga syariah – tumbuh subur yang menunjukkan Indonesia dekat dengan teokrasi. Dan, perusahaan swasta bebas tumbuh subur secara privat mau pun publik. Secara total, lebih dekat ke liberal.
Problem serius yang dihadapi dunia politik Indonesia, di antaranya, pertama, demokrasi cacat. Hasil kajian lembaga internasional menunjukkan demokrasi cacat. Meski tersedia konstitusi demokratis, proses demokratis, dan lembaga demokratis, tetapi karena cacat, maka ada lubang di sana-sini.
Kedua, kebebasan kalah bersaing. Indonesia adalah negara bebas tetapi sering kalah oleh yang lain. Kebebasan berpendapat dijamin oleh konstitusi. Ketika bertabrakan dengan pencemaran nama baik atau penodaan agama, maka, kebebasan sering kalah.
Ketiga, mobilitas politik relatif rendah. Di era orde baru, KKN memastikan hanya kroni saja yang bisa menjabat jabatan politik penting. Di era reformasi, sudah ada kemajuan. Bahkan, Jokowi dari orang biasa berhasil menjadi walikota, gubernur, dan presiden dua periode. Sebuah tanda mobilitas yang baik. Kemudian, anak dan menantu menjadi pejabat politik – bukan tanda memperbaiki mobilitas politik orang biasa.
Apa solusi yang kita usulkan? Untuk memperbaiki demokrasi yang cacat perlu komitmen serius secara demokrasi memperbaiki demokrasi. Mana mungkin? Memang buntu. Memang sikular. Memang macet. Tetapi, bukankah itu satu-satunya jalan?
Tentu saja ada alternatif: memperbaiki demokrasi dengan cara non-demokrasi. Meski ada peluang, tampaknya, lebih sulit lagi, bagaimana bisa dari non-demokrasi berubah menjadi demokrasi.
Solusi demokratis pertama adalah menguatkan posisi rakyat sebagai agen demokrasi yang aktif. Rakyat Indonesia, yang hampir 300 juta jiwa itu, perlu memiliki edukasi, kesehatan, dan daya ekonomi yang memadai. Kemudian, sebagian “besar” dari mereka aktif secara politis. Maka, tersedia kader-kader politik yang berkualitas tinggi. Di saat yang sama, rakyat yang cerdas adalah kontrol bagi penguasa untuk menjalankan amanah demokrasi. Tentu saja, ini bukan tugas yang mudah.
Solusi kedua, untuk mengatasi “kebebasan” yang sering kalah bertarung adalah dengan menetapkan prioritas konstitusi. Saat ini, prioritas mereka tampak berimbang atau sama penting: kebebasan, pencemaran, dan penodaan. Konstitusi perlu menegaskan bahwa “kebebasan” adalah yang paling utama. Ketika terjadi benturan, maka, “kebebasan” yang dimenangkan. Sementara, pencemaran dan penodaan menyesuaikan – bila masih dianggap perlu.
Ketika saya menulis ini, saya membaca bahwa presiden sedang membahas kebebasan berbicara. Dari detik,
“Apa benar kita kurang bebas berbicara?” cuit Jokowi.
Dalam wawancara itu, Jokowi ditanya soal anggapan yang menyebut kebebasan berbicara masih kurang. Jokowi menepis anggapan itu sambil mencontohkan adanya orang yang menghina presiden.
Dan, di bagian akhir,
“Ya tapi kalau sudah masuk ke menghina orang kemudian orangnya itu marah dan melaporkan ke polisi ya itu sudah wilayah yang lain, itu wilayah hukum yang bekerja,” sambung Jokowi.
Dalam wawancara itu, Jokowi ditanya soal anggapan yang menyebut kebebasan berbicara masih kurang. Jokowi menepis anggapan itu sambil mencontohkan adanya orang yang menghina presiden.
Jika benar bahwa Indonesia sudah bebas maka tidak perlu memperjuangkan kebebasan lagi. Prespektif orang bisa berbeda-beda.
Solusi ketiga, untuk meningkatkan mobilitas politik rakyat, kita dengan mudah menggunakan pengukuran statistik. Persentase, dan data absolut, tentang jabatan politik perlu terus dikaji. Berapa banyak rakyat jelata yang akhirnya jadi pejabat publik? Berapa persen dari total rakyat jelata? Tentu persentasenya kecil. Berapa persen orang kaya yang jadi pejabat? Tentu persentasenya jauh lebih besar dari rakyat jelata. Berbagai macam ukuran mobilitas politik ini, kemudian, menjadi panduan memperbaiki demokrasi masa depan.
Tampaknya, Indonesia perlu bersiap bergerak dari 233 menjadi 333 = digitalisasi-median-liberal. Kemajuan tekonologi digital perlu dipastikan menjamin kemajuan demokrasi dan rakyat banyak. Teknologi digital bagai pedang bermata dua bagi demokrasi: bisa menguatkan atau menghancurkan.
8.2.2 Amerika 333
Amerika berada pada 333 = digitalisasi-median-liberal. Untuk liberal, barangkali sudah cukup jelas bagi US. Meski pun, akhir-akhir ini mulai terasa ada ancaman kebebasan. Demokrasi sudah relatif maju meski ada jebakan sistem dua partai dan korporatokrasi. Teknologi digital dan kemajuan ekonomi sudah berkembang maju.
US menghadapi beragam problem politik dan demokrasi: korporatokrasi, dominasi digital, dan diskriminasi. Seperti Chomsky amati: siapa pun pemenang pemilu presiden US, maka, pemenang sejati adalah korporasi raksasa. Baik pemenangnya Demokrat atau Republik, tetap saja, mereka didukung korporasi. Dana kampanye dan lain-lain mendapat dukungan dari korporasi – langsung atau tidak. Sehingga, setelah presiden terpilih, dia akan menetapkan kebijakan yang menguntungkan korporasi – langsung atau tidak. Dengan resiko, mengorbankan kepentingan orang banyak.
Kedua, dominasi digital. Kemajuan media digital yang begitu besar di US dan dunia mengerucut hanya dikuasai oleh segelintir orang kaya. Media digital berbeda dengan teknologi yang lainnya. Media digital memiliki kekuatan untuk mengendalikan opini publik sehingga mampu menentukan pilihan politik masyarakat luas. Dengan media digital, politik tidak lagi bebas, tapi dikendalikan oleh pihak-pihak tertentu. Kasus Cambridge Analytic, misalnya, adalah contoh nyata bagaimana media digital mengendalikan pilihan warga.
Problem ketiga adalah kesenjangan sampai diskriminasi. Perempuan dan kulit hitam adalah beberapa minoritas yang sering menjadi korban perilaku rasis. Kesenjangan politik dan ekonomi tercermin dari beragam data statistik yang menunjukkan bahwa US tidak sedang baik-baik saja.
Solusi politik untuk problem di US tampaknya sulit ditemukan. Karena, US mengalami problem di mana hanya sedikit negara, atau bahkan tidak ada, yang pernah menghadapinya. Problem korporatokrasi di US tampak jauh lebih besar dari negara-negara lain. Bahkan korporatokrasi berimbas sampai ke manca negara. Solusi terhadap korporatokrasi adalah membatasi power dari korporasi. Ketika pembatasan diterapkan, korporasi selalu punya cara untuk mengatasinya. Atau, politikus justru yang mampu menanganinya. Di sisi lain, pembatasan itu sendiri bertentangan dengan prinsip freedom. Saya mengusulkan solusi berupa solusi sistem dan personal.
Kabar menarik, di US saat ini, sedang berkembang filosofi Stoic. Perkembangan Stoic bagus untuk solusi personal. Lebih dari itu, US perlu lebih kuat mengembangkan filosofi Epicurean yang mengandalkan pembatasan diri untuk meraih bahagia sejati. Bisa juga, US mengembangkan filosofi sufi sebagai solusi.
Solusi untuk masalah kedua, dominasi digital, sama peliknya. Teknologi digital berkembang dari “different” bukan dari suatu standar. Sehingga, sangat sulit untuk mengatur teknologi digital. Bandingkan, misal, dengan teknologi jembatan. Untuk membangun jembatan, seorang insinyur wajib memenuhi beragam standar keamanan, kelayakan, dan sebagainya. Sedangkan, teknologi digital adalah freedom. Siapa saja berhak mengembangkan perusahaan start-up, nyaris, bebas tanpa batas. Bagaimana pun, freedom memang keunggulan dari teknologi digital itu sendiri.
Di sini, para pemikir, perlu berpikir ulang tentang aturan anti-monopoli misalnya. Raksasa digital mendominasi semesta digital, di saat yang sama, mereka aman dari aturan anti-monopoli. Karena, aturan anti-monopoli dirancang untuk bisnis pra-digital. Kita perlu mengembangkan konsep baru anti-dominasi digital, misalnya. Demikian juga perlu revisi konsep hak intelektual, hak siar, hak ekonomi, hak politik, dan lain-lain agar mencegah terjadinya dominasi digital. Tentu saja, ini adalah pekerjaan besar yang pelik.
Solusi untuk problem ketiga, kesenjangan sampai diskriminasi, adalah konsep konsumsi sehat yang berupa batas atas dan batas bawah – yang kita bahas di “Ekonomi-Cinta.” Kesenjangan dapat diselesaikan dengan konsep konsumsi sehat karena rakyat termiskin tetap terjamin bisa konsumsi dengan sehat. Sementara, kelas kaya berhak konsumsi sampai batas maksimal yang masih sehat. Jika kelas kaya berniat untuk konsumsi lebih dari batas maksimal maka perlu kompensasi dengan melakukan beberapa “amal” untuk masyarakat.
Dengan cara yang sama, kita bisa merumuskan konsumsi-sehat-politik. Kelas paling lemah, terjamin, memiliki hak politik dalam jumlah yang sehat. Kelas paling kuat memiliki hak politik sampai maksimal sejauh terjaga sehat politik.
Sementara, solusi terhadap diskriminasi jelas berupa penegakan hukum. Karena, diskriminasi termasuk sebagai kriminal. Tanggung jawab berikutnya adalah revisi dan update sistem hukum serta komitmen personal untuk taat hukum.
Secara umum, US menghadapi problem serius dalam sistem politik – dalam dan luar negeri. Problem personal, memang, tidak akan pernah ada solusi tuntas. Karena subyek kulo adalah bebas, tidak bisa tunduk begitu saja kepada sistem politik. Fokus paling penting adalah mencermati pergeseran dari demokrasi ke digitalisasi. Sebagaimana negara lain mengalami juga, US perlu menjamin bahwa digitalisasi bisa memperkuat demokrasi, bukan melemahkan demokrasi. Hanya saja, di US, proses digitalisasi sudah dan sedang terjadi.
8.2.3 Cina 212
Cina mengalami revolusi politik sekitar satu abad yang lalu. Sistem pemerintahan kerajaan diganti menjadi komunis, atau kita sebut sosialis di sini. Sehingga saat ini, Cina berada pada 212 = demokrasi-konservatif-sosial. Di satu sisi, sebelum pandemi, Cina adalah negara paling pesat dalam pertumbuhan ekonomi, budaya, teknologi, dan lain-lain. Di sisi lain, Cina menghadapi masalah besar: lokal dan global.
Problem pertama adalah sistem demokrasi di Cina. Banyak pihak menilai sistem sosialis di Cina mengekang kebebasan para warga. Kekuatan penuh ada pada partai penguasa. Sementara, rakyat banyak cenderung hanya bisa mengikuti aturan yang ada. Misal, dalam menghadapi pandemi, Cina menetapkan kebijakan zero-covid. Meski situasi pandemi Cina sudah membaik, kebebasan masyarakat dibatasi dengan ketat di beberapa tempat.
Problem kedua adalah keterbukaan. Ketika warga dunia menikmati keterbukaan informasi, di Cina, terjadi banyak pembatasan informasi. Akses internet, misalnya, hanya situs-situs tertentu yang boleh diakses.
Problem ketiga adalah krisis global. Cina sering mendapat kritikan keras karena tidak menjaga kelestarian lingkungan. Banyak pihak menuding Cina, sebagai, merusak lingkungan demi pertumbuhan ekonomi. Tentu saja, tudingan semacam itu perlu dikaji dari segala sisi.
Negara, dan warga, Cina tampak sadar dengan masalah yang mereka hadapi. Berbagai macam solusi telah mereka kembangkan. Misalnya, dijinkannya beberapa perusahan berkembang dengan sistem mirip kapitalis. Sehingga, kita mengenal beberapa perusahaan swasta kelas dunia dari Cina semisal Huawei dan Alibaba.
Sementara, solusi untuk menciptakan keterbukaan dan kebebasan, tampaknya, masih belum menemukan jalan terang. Cina perlu terus mengembangkan komitmen yang lebih besar untuk itu.
8.2.4 Palestina 123
Palestina adalah negara yang menanggung banyak beban derita. Wilayah Palestina diduduki oleh Israel, maka, makin mempersulit situasi. Palestina berada pada situasi 123 = kerajaan – progresif – liberal.
Problem pertama adalah kedaulatan negara. Saat ini, Palestina tidak memiliki kedaulatan politik yang mandiri. Untuk melakukan pemilihan umum harus mendapat ijin dari Israel. Anggaran ditentukan oleh Israel. Kegiatan politik, ekonomi, dan budaya diawasi secara ketat oleh militer Israel. Saya menyebut Palestina sebagai kerajaan dalam arti ada kekuatan dari luar bagai raja, yaitu Israel, yang mengendalikan Palestina.
Problem kedua adalah stabilitas yang tidak terjamin. Di Palestina, sewaktu-waktu bisa pecah perang. Warga Palestina bisa saja ditangkap, atau dilumpuhkan, oleh pasukan keamanan Israel dengan hak hukum yang tidak berimbang.
Problem ketiga adalah komplikasi problem itu sendiri. Dengan situasi yang begitu sulit, Palestina terjerat dalam campur aduknya beragam masalah.
Solusi bagi Palestina adalah memastikan kedaulatan negara yang merdeka dari Israel. Di satu sisi, warga Palestina perlu berjuang untuk itu. Di sisi lain, warga dunia perlu membantu. Khususnya, Israel dan US, perlu melepas dominasi mereka terhadap Palestina. Rakyat Palestina adalah manusia seutuhnya yang berhak hidup merdeka sepenuhnya.
Yang cukup aneh juga, dalam situasi yang sulit seperti itu, terjadi korupsi di pemerintahan Palestina – berdasar info beberapa media. Sehingga, Palestina perlu memastikan sistem pemerintahan yang mencegah korupsi. Di sisi lain, solusi personal tetap dibutuhkan. Masing-masing warga Palestina perlu terus berjuang untuk membangun negeri.
8.2.5 Brunei 111
Brunei adalah negara paling unik di masa kini. Brunei berada dalam situasi 111 = kerajaan – konservatif – teokrasi. Dengan situasi seperti itu, kebebasan warga Brunei nyaris terbatas. Menariknya, warga Brunei bisa menjalani hidup dengan baik di bidang sosial, ekonomi, dan lainnya. Sehingga, kita boleh bertanya, “Seberapa pentingkah kebebasan?”
Problem pertama adalah terbatasnya kebebasan. Tentu kita, sebagai pengamat dari luar, menilai bahwa pembatasan di Brunei mengerikan. Sultan dan pejabat adalah turun-menurun dari keluarga Sultan. Rakyat biasa tidak akan bisa menjadi sultan atau pejabat tinggi. Anda perlu lahir dari keluarga bangsawan untuk bisa menjadi sultan.
Problem kedua adalah kesenjangan ekonomi. Tidak banyak data tentang kesenjangan ekonomi di Brunei. Salah satunya menyebutkan bahwa rasio Gini kekayaan adalah di atas 0,7 yang menunjukkan ketimpangan tajam.
Problem ketiga adalah kualitas pendidikan di Brunei masih di bawah rata-rata dunia (OECD). Meski dibanding negara tetangga terdekat, kualitas pendidikan Brunei tidak teralalu buruk, tetapi, tidak memadai untuk menyongsong masa depan yang lebih menantang.
Solusi untuk Brunei adalah meningkatkan kebebasan warga untuk berpartisipasi aktif secara politik. Tetapi kondisi ekonomi warga Brunei, saat ini, sesuai income perkapita adalah baik atau sangat baik. Jadi, mengapa warga harus berpolitik jika kondisi ekonomi baik-baik saja? Bukankah perubahan politik bisa saja, justru, memperburuk situasi ekonomi? Status quo memiliki beragam dalih penguat. Bagaimana pun, setiap negara perlu untuk bergerak menjadi lebih baik. Termasuk Brunei.
Solusi untuk bidang pendidikan, tampaknya, menjadi keharusan bagi Brunei. Dengan kekayaan yang berlimpah, sepatutnya, Brunei meningkatkan kualitas pendidikan menjadi salah satu yang terbaik di dunia. Masa depan Brunei menjadi makin cerah dengan meningkatnya kualitas pendidik bagi seluruh warga.
Ringkasan Alternatif
Dari yang paling demokratis sampai tidak demokratis, dari yang paling stabil Brunei 111 sampai paling chaos US 333, semuanya bisa sukses dalam politik. Pun, semuanya bisa runtuh dalam politik. Dengan demikian, tersedia jalur politik yang beragam bagi umat manusia. Saat ini, sistem demokrasi termasuk yang paling besar mendapat dukungan. Dengan harapan setiap warga dunia mampu menerapkan hak politiknya dengan baik, demokrasi memang paling menjanjikan.
Dari sisi teknologi, berkembang media digital yang mendorong digitalisasi. Umat manusia masih gagap merespon media digital untuk kepentingan politik. Sementara, media digital memiliki kekuatan politik yang sangat besar, bit power, maka semua sistem politik perlu waspada penuh terhadap teknologi digital.
8.3 Parameter Keadilan
Politik tataluma perlu menyusun parameter keadilan yang komprehensif, di saat yang sama, layak untuk dicapai di masa kini.
Kebebasan | Kesetaraan | Kemajuan |
Indikator utama dari keadilan adalah: kebebasan, kesetaraan, dan kemajuan. Selanjutnya, kita perlu menyusun parameter dari masing-masing indikator di atas agar sistem politik berada pada arah yang benar.
Kebebasan: positif, negatif, modal
Kebebasan positif adalah setiap warga bebas menggunakan hak politiknya – tentu saja bebas juga tidak menggunakannya. Ukuran minimal adalah setiap warga bebas, dengan aman, menyuarakan isi pikirannya dan bebas menentukan pilihan politik.
Misal dalam menentukan suara pemilihan presiden, setiap warga bebas melakukan pemilihan meski belum terdaftar. Syarat wajib terdaftar, dan lain-lain, adalah hanya aspek administrasi, yang, bisa diatur sedemikian hingga proses pemilihan berjalan lancar. Bukan sebaliknya. Bukan syarat administrasi membatalkan hak pilih warga.
Ukuran maksimal, barangkali, setiap warga berhak mendaftarkan diri sebagai calon kontestan pemilihan presiden. Pendaftaran bisa melalui media digital, misalnya. Untuk menjamin keluasan akses warga, maka, media pendaftaran bisa beragam, lebih dari satu platform. Selanjutnya, dengan teknologi digital, kita bisa melakukan seleksi awal.
Tentu saja, kebebasan ada batasnya dan perlu modal. Kebebasan menjadi terbatas, atau dilarang, bila kebebasan tersebut mengganggu kebebasan pihak lain. Kita perlu mengaturnya dengan konstitusi. Bagaimana pun, pengaturan ini hanya berjumlah sedikit karena setiap warga memiliki “simpati” yaitu intuisi bahwa sesuatu melanggar kebebasan orang lain atau tidak.
Kebebasan negatif adalah setiap warga terbebas, terlepas, dari setiap ancaman. Setiap warga terbebas dari beban yang tidak wajar. Negara perlu menjamin setiap warga terbebas dari kebodohan misal dengan menyediakan sekolah sampai lulus SMA atau setara D1 dengan gratis sepenuhnya.
Setiap warga negara terbebas dari penyakit. Misal, negara menjamin tersedianya fasilitas kesehatan dasar yang tersebar di seluruh daerah dengan gratis sepenuhnya dan mudah diakses.
Modal awal menjadi penting untuk kebebasan dan kesetaraan. Setiap warga perlu memiliki modal awal yang memadai agar dapat menerapkan kebebasan politiknya. Negara menjamin ketersediaan modal awal ini bagi setiap warga. Tampaknya, belum ada negara di dunia yang menerapkan ini.
Kita bisa mengembangkan ide, contoh kasus di Indonesia, bahwa setiap pemuda mendapat hibah uang 500 juta rupiah ketika berusia 20 tahun. Pemuda itu bebas memanfaatkan sebagai modal awal. Barangkali, dia bisa mulai wirausaha, bertani, menabung, atau lainnya. Pemuda itu memiliki kebebasan – baik dia pemuda kaya atau miskin sama-sama bebas.
Penerapan modal-awal ini bisa bertahap agar lebih stabil.
Usia | Modal Awal |
20 | 200 juta |
21 | 100 juta |
22 | 100 juta |
23 | 50 juta |
24 | 50 juta |
Angka 500 juta hanyalah asumsi, bisa diganti dengan angka yang lebih tepat. Kita memerlukan yang tepat, sedemikian hingga, angka itu memberi kebebasan kepada pemuda untuk mengejar cita-citanya. Di saat yang sama, angka itu tidak akan cukup untuk bertahan hidup dalam beberapa tahun ke depan jika pemuda itu malas.
Kesetaraan: hak, modal, kecelakaan
Setiap warga memiliki kedudukan yang setara. Ukuran kesetaraan adalah konstitusi menyatakan dengan jelas kesetaraan politik dan menjamin kebebasan untuk menerapkan hak.
Ukuran hak adalah setiap perkumpulan perlu menyatakan hak dan kewajiban dengan memberi prioritas kepada hak. Atau, pernyataan hak dipisahkan dengan kewajiban. Sehingga, pernyataan hak merupakan pernyataan eksplisit. Sementara, pernyataan kewajiban adalah konsekuensi logis dari pernyataan hak. Pernyataan kewajiban adalah penjelas dari pernyataan hak.
Modal awal adalah modal kesetaraan, seperti di bahas di atas. Setiap warga setara, setidaknya, dalam modal awal: pendidikan minimal lulus SMA, sehat jasmani rohani, dan hibah modal ekonomi 500 juta per orang. Dengan posisi setara, setiap warga siap bersaing dengan bebas dan adil secara politik.
Bagaimana pun, kecelakaan bisa terjadi sewaktu-waktu akibat bencana alam atau ulah manusia. Kecelakaan merubah situasi menjadi tidak setara. Maka, kita perlu menjamin pengaman bagi korban kecelakaan misal dengan sistem asuransi yang dinamis.
Ukuran kesenjangan sudah tersedia di antaranya: rasio Gini, rasio Palma, dan rasio power Paman. Perbedaan adalah realitas fundamental sebagaimana kesetaraan. Tetapi, perbedaan yang terlalu tajam mengakibatkan kesenjangan yang perlu dicegah. Kita perlu menetapkan batas-batas dari kesenjangan. Kemudian memberi koreksi-koreksi yang diperlukan.
Kemajuan: minimal, kecepatan
SDG menetapkan batas garis kemiskinan, misal konsumsi di bawah 2 dolar per hari. Dengan cara yang sama, kita bisa menetapkan batas minimal politik. Misal, minimal 90% penduduk dewasa terdaftar sebagai pemilih. Maksimal 0,01% warga yang tidak bisa, atau tertunda, memberikan suara.
Ukuran kecepatan menjadi penting untuk mengetahui seberapa besar dan cepat perubahan menuju sistem politik yang lebih sehat.
Sistem politik adalah sistem empiris – bukan sistem aksiomatik murni layaknya sistem matematika. Sistem politik lebih mirip dengan sistem statistik. Karena itu, dalam politik, tidak ada klaim kebenaran universal akibat dari karakter empirisnya. Sehingga, setiap ukuran yang kita kembangkan selalu berupa interval – bukan satu titik angka. Kita perlu menetapkan batas atas dan batas bawah bagi setiap ukuran.
Demikian juga tingkat keyakinan, atau kebenaran, dari suatu ukuran selalu dinamis – tidak bisa benar mutlak 100%. Kita perlu mengkaji ulang dan mengukur ulang untuk mendapatkan klaim kebenaran yang diharapkan.
Dengan lengkapnya ukuran yang dinamis, kita berharap sistem politik menjadi manifestasi cinta umat manusia dan alam semesta. Politik adalah perpaduan serasi antara luma dan tata membentuk politik tataluma.
Lanjut ke Agama Cinta
Kembali ke Philosphy of Love
Tinggalkan komentar