Salah Berkaca

Mengapa hidup ini penuh derita? Mengapa kesulitan selalu datang? Mengapa beban kehidupan selalu silih berganti?

Pertanyaan bisa kita ubah. Mengapa, di sana, banyak orang pesta pora? Mengapa mereka merayakan kemenangan? Mengapa mereka bertumpuk harta kekayaan?

Kita bisa berkaca; bercermin. Ketika senyum, bayangan di cermin itu ikut senyum. Tetapi, ketika Anda membalikkan badan; membelakangi cermin; tidak ada yang bisa Anda lihat dari cermin. Anda salah menghadap sehingga tidak melihat apa-apa pada cermin. Banyak orang salah melihat di dunia ini dan dunia nanti. Mari kita melihat ke arah yang tepat. Dalam buku “Renungan Takwa,” saya menyebut tema salah berkaca sebagai “Semua Gelap” dan “Gelap Semua.”

[1] Saatnya Memberi. Kita sudah menerima banyak. Tanpa meminta; tanpa usaha; kita menerima udara segar di dunia ini gratis. Kita memiliki hidung dan paru-paru yang sehat sehingga bisa bernafas dengan gratis. Tiba gilirannya, kita berbagi udara segar kepada orang lain; kita berbagi kebaikan kepada orang lain; kita membantu orang lain.

Banyak orang salah berkaca; mereka mengharap pemberian orang lain; mereka berharap pertolongan orang lain. Padahal hidup ini menjadi lebih bahagia dan lebih bermakna ketika kita berharap bisa menolong orang lain; bisa membantu orang lain; bisa meringankan beban orang lain. Tentu, kita sadar bahwa hidup ini memang perlu untuk saling membantu.

[2] Kekuatan yang berlimpah. Beberapa orang salah berkaca; mereka mengira sumber materi itu terbatas; jumlah uang terbatas; ukuran rumah terbatas; kesempatan kerja terbatas; semua serba terbatas.

Kita bisa melihat kaca pada arah yang berbeda; pada arah yang tidak-terbatas. Pikiran kita tidak terbatas; doa-doa kita tidak terbatas; ide-ide kita tidak terbatas; niat ikhlas kita tidak terbatas; karunia Tuhan tidak terbatas. Mari manfaatkan sumber daya yang tak terbatas ini untuk kebaikan bersama. Selalu ada anugerah yang berlimpah untuk kita semua.

[3] Waktu yang terbatas. Benar, waktu kita di bumi memang terbatas; dari lahir sampai mati. Tetapi, mati adalah adalah pintu yang membuka kehidupan tanpa batas itu sendiri.

Ketika mati, kita menjadi diri kita sendiri yang sejati tanpa gangguan kehidupan yang ada di bumi. Sudah siapkah kita berjalan sendiri?

Kemudian, kehidupan di bumi tetap bergulir entah sampai kapan. Beberapa kebaikan Anda; amal sedekah Anda; nasehat-nasehat baik Anda; berkembang penuh manfaat bagi masyarakat. Generasi penerus bisa belajar banyak dari pengalaman hidup Anda. Setelah Anda mati, kebaikan apa yang akan Anda berikan kepada generasi penerus?

Bagaimana menurut Anda?

Diterbitkan oleh Paman APiQ

Lahir di Tulungagung. Hobi: baca filsafat, berlatih silat, nonton srimulat. Karena Srimulat jarang pentas, diganti dengan baca. Karena berlatih silat berbahaya, diganti badminton. Karena baca filsafat tidak ada masalah, ya lanjut saja. Menyelesaikan pendidikan tinggi di ITB (Institut Teknologi Bandung). Kini bersama keluarga tinggal di Bandung.

Join the Conversation

  1. avatar Tidak diketahui

1 Comment

Tinggalkan komentar