Kita sadar bahwa berbuat baik adalah baik; berdampak baik bagi diri kita, bagi orang lain, dan bagi alam sekitar. Tetapi, mengapa ada orang memilih berbuat jahat? Berdampak buruk bagi dirinya; dan buruk bagi orang lain.

Saya diskusi di WAG; teman saya membahas khatir dari Ghazali. Saya pikir teori Ghazali tentang khatir ini berhasil menjelaskan mengapa orang memilih berbuat jahat berulang kali. Kemudian, saya mencoba bertanya kepada gemini tentang khatir.
1. Khatir Ghazali
1.1 Khatir Qalbi
1.2 Khatir Aqli
1.3 Khatir Rabbani
2. Wrong Kind of Reason
3. Pikiran Futuristik
3.1 Loop Jahat Indera
3.2 Loop Jahat Rasional
3.3 Koreksi Futuristik
3.4 Loop Kebaikan RKR
3.5 Mengapa Berbuat Jahat
Kita akan mulai pembahasan tentang khatir dari Ghazali; kemudian, mencermati mengapa seseorang berpikir salah yaitu WKR: wrong kind of reason; terakhir, saya mengusulkan solusi berupa pikiran futuristik.

1. Khatir Ghazali
Imam Al-Ghazali, seorang filsuf dan teolog Muslim terkemuka, mengemukakan teori tentang tiga jenis khatir (pemikiran) dalam bukunya “Ihya’ Ulumuddin”:
1.1 Khatir Qalbi (Pemikiran Hati):
- Berasal dari nafsu dan keinginan duniawi.
- Seringkali bersifat negatif dan menyesatkan.
- Dapat memicu kecemasan, kesedihan, dan kemarahan.
Contoh:
- Menginginkan harta kekayaan yang berlebihan.
- Merasa cemburu atau iri terhadap orang lain.
- Terobsesi dengan penampilan fisik.
1.2 Khatir Aqli (Pemikiran Akal):
- Berasal dari akal dan penalaran logis.
- Seringkali bersifat objektif dan rasional.
- Dapat membantu dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah.
Contoh:
- Menganalisis situasi dan mencari solusi yang terbaik.
- Mempertimbangkan konsekuensi dari tindakan yang akan diambil.
- Berpikir kritis dan objektif dalam menilai suatu perkara.
1.3 Khatir Rabbani (Pemikiran Ilahi):
- Berasal dari inspirasi ilahi dan kejernihan hati.
- Seringkali bersifat positif dan membimbing.
- Dapat membawa ketenangan, kebahagiaan, dan kedamaian.
Contoh:
- Merasa terdorong untuk melakukan kebaikan dan membantu orang lain.
- Mendapatkan ide-ide kreatif dan inovatif.
- Mengalami rasa cinta dan syukur kepada Allah SWT.
Khatir adalah semacam persepsi dalam bahasa jaman sekarang. Khatir qalbi adalah persepsi indera, atau persepsi sensori, terhadap lingkungan. Kita merasa tersengat panas matahari; merasa kedinginan oleh angin malam; terasa lapar oleh aroma masakan; terasa muak terhadap bau sampah.
Seorang pejabat bisa saja lapar terhadap uang korupsi; lapar untuk mencuri uang rakyat. Pengusaha besar lapar akan uang dan harta kekayaan. Pengumbar nafsu lapar akan hasrat birahi. Persepsi sensori ini mendorong terjadinya kejahatan. Tetapi, dalam dirinya sendiri, persepsi inderawi adalah baik-baik saja. Merasa dingin, panas, atau lapar adalah wajar-wajar saja.
Persepsi sensori muncul secara intuitif berupa intuisi pasif.
Beberapa orang merasa ingin berbuat amal; melihat kampung kumuh, dia tergerak untuk membersihkan; melihat anak-anak kecil, dia tergerak mengajarkan matematika; melihat hijau daun, dia tergerak menjaga alam.
Sedangkan, khatir aqli adalah persepsi rasional atau konseptual; muncul sebagai intuisi aktif.
Tersedia anggaran pendidikan. Bila disalurkan dengan adil maka kualitas pendidikan negeri meningkat; bila dikorupsi, uang rakyat ini dicuri, maka kantong pribadi makin tebal; bisa pesta pora melampiaskan hasrat birahi.
Khatir rabbani adalah persepsi futuristik; muncul sebagai intuisi imajinasi penuh peduli.

2. Wrong Kind of Reason
Apa makna-baik? Apa makna-jahat? Apa makna-buruk?
Kita menganggap makna baik mau pun jahat sudah jelas begitu adanya. Tetapi, benarkah makna-makna itu sudah jelas? Asumsikan kita berhasil memahami makna-baik dan makna-jahat. Lalu, mengapa ada orang yang memilih jahat? Mengapa muncul WKR: wrong-kind-of-reason?
Sebagai persepsi-sensori, WKR baik-baik saja. Maksudnya, Anda memiliki ide jahat itu tidak masalah asalkan kemudian Anda tidak berbuat jahat tetapi Anda berbuat baik. Sebaliknya, ide baik juga kurang bermakna bila, selanjutnya, orang tersebut justru bertindak jahat.
Persepsi-rasional, atau konsepsi, menjadi penting pada tahap ini. Secara rasional, Anda mampu menganalisis bahwa WKR adalah buruk. Kemudian, Anda meninggalkan WKR dan menggantinya dengan berbuat amal. Tentu, Anda perlu menukar WKR dengan RKR (right-kind-of-reasos) pada tahap tertentu. Proses penukaran WKR menjadi RKR itu sendiri sudah didorong oleh RKR. Dari mana RKR muncul pertama kali?
3. Pikiran Futuristik
Persepsi futuristik, atau pikiran futuristik, menjadi penentu akhir.
Persepsi futuristik niscaya RKR; pasti baik dan benar. Setiap orang perlu berjuang untuk mencapai persepsi futuristik. Kondisi ideal adalah, kita berharap, terjadi loop RKR; terjadi putaran kebaikan. Kondisi paling sulit adalah terjadi loop WKR; terjadi putaran kesalahan; kesalahan lama memicu kesalahan baru dan seterusnya.
WKR pada persepsi-indera bisa dikoreksi oleh persepsi-rasional; WKR pada persepsi-rasional bisa dikoreksi oleh persepsi-futuristik; pada akhirnya, menjadi kebaikan yaitu RKR.
Problem besar adalah WKR pada persepsi-indera langsung memicu kejahatan; lalu kejahatan ini memicu WKR tanpa henti. Atau, WKR persepsi-indera memicu WKR persepsi-rasional kemudian memicu kejahatan; pada gilirannya, kejahatan ini memicu WKR. Terjadi loop WKR yang perlu kita tangani.
3.1 Loop Jahat Indera
Kita buat ilustrasi untuk memudahkan.
Adi melihat lembaran uang 100 ribu rupiah di toilet umum yang sepi. Apa yang harus dilakukan Adi?
[1] WKR persepsi-indera: Adi refleks untuk memiliki uang itu. Adi memasukkannya dalam dompet. Kemudian, menggunakannya untuk beli makan, minum, dan lain-lain. Dalam kasus ini, Adi terjebak dalam kejahatan WKR persepsi-indera.
3.2 Loop Jahat Rasional
[2] WKR persepsi-rasional: Adi refleks untuk memiliki uang itu. Kemudian, Adi berpikir jangan-jangan orang yang punya uang itu sedang membutuhkan. Tapi, tidak akan ada orang yang tahu bahwa Adi yang mengambil uang itu. Akhirnya, Adi memasukkan uang itu ke dalam dompet. Lalu menikmatinya untuk membeli makan, minum, dan lain-lain. Adi terjebak dalam kejahatan WKR persepsi-rasional.
3.3 Koreksi Futuristik
[3] RKR persepsi-futuristik: meski Adi refleks ingin mengambil uang, yakin tidak ada orang yang tahu, dia terbersit bahwa ada masa depan yang lebih baik. Adi membawa uang itu ke petugas, misal satpam, dan berpesan, “Barangkali ada orang yang merasa ketinggalan uang 100 ribu rupiah maka kasihkan uang ini yang ditemukan di toilet umum.” Bila sampai batas waktu tertentu tidak ada yang klaim kehilangan uang silakan uang itu diberikan kepada fakir miskin atau orang yang membutuhkan. Dalam kasus ini, Adi selamat dari WKR dan masuk ke dalam kebaikan RKR.
3.4 Loop Kebaikan RKR
[4] Loop RKR lebih bagus lagi: sebelumnya, Adi sudah berbuat baik; kemudian, Adi refleks persepsi indera, rasional, dan futuristik yang baik. Adi berada dalam loop RKR; berada dalam lingkaran kebaikan. Melihat uang tergeletak, Adi terpikir refleks untuk mengembalikan kepada yang punya (persepsi-indera); Adi berpikir rasional untuk menitipkan ke satpam (persepsi-rasional); Adi komitmen untuk meraih kebaikan bersama (persepsi-futuristik).
3.5 Mengapa Berbuat Jahat
Mengapa manusia berbuat jahat lagi? Karena dia terjebak di [1] WKR persepsi-indera; atau di [2] WKR persepsi-rasional. Lebih tepatnya, dia bukan terjebak, tetapi dia menjerumuskan dirinya sendiri. Dalam situasi loop WKR ini, suatu kejahatan memicu kejahatan berikutnya. Loop WKR perlu dipotong.
Mengapa manusia berbuat baik? Karena dia menembus sampai [3] RKR persepsi-futuristik; atau lebih baik lagi, dia berada dalam [4] Loop RKR. Persepsi-futuristik adalah harapan untuk memotong loop WKR agar berubah menjadi RKR. Sementara, loop RKR adalah suatu kebaikan memicu kebaikan lanjutan.
Bagaimana proses WKR atau RKR itu muncul pertama kali? WKR atau RKR muncul secara spontan.
Kita sadar bahwa kata spontan ini tidak banyak membantu. Demikian juga istilah lain yang setara. WKR muncul secara misterius, secara random, secara kontingen, secara tersembunyi, secara tak pasti, secara tak sadar, atau sejenisnya. Bagaimana pun, kita memang menghadapi situasi pelik seperti ini.
Solusi perlu fokus kepada waktu: masa lalu (past, wingi); masa kini (present, sekarang); dan masa depan (future, paran).
Secara umum, orang menduga bahwa WKR yang muncul saat ini adalah akibat dari kejadian masa lalu. Kajian mendalam terhadap perspektif ini, past menjadi sebab bagi present, mengantarkan kita kepada spontanitas WKR dan RKR. Sehingga, kita perlu kajian alternatif.
Perspektif alternatif memandang kejadian masa kini menjadi sebab bagi WKR masa kini. Bagaimana pun, secara rasional, WKR butuh waktu untuk proses kemunculannya. Sehingga, kajian fokus hanya kepada kajian masa kini memunculkan kesulitan pelik.
Alternatif terakhir adalah fokus kepada masa depan atau futuristik: masa depan, atau paran, menjadi sebab bagi munculnya WKR dan RKR.
Kajian futuristik perlu memantapkan konsep bahwa paran, yaitu masa depan, adalah nyata dan konkret. Paran ini menarik realitas masa lalu dan masa kini menuju masa depan. Tarikan oleh paran ini memunculkan WKR dan RKR; paran otentik akan menghasilkan RKR; paran yang tidak otentik menghasilkan WKR.
Lebih lanjut, paran itu sendiri ditarik oleh paran lain yang lebih akhir; ditarik oleh paran yang lebih jauh di masa depan; tarikan ini berujung pada paran paling akhir yaitu Maha Akhir. Bagaimana pun paran hanya bisa mendekati Maha Akhir.
Untuk pembahasan RKR, kita cukup membahas paran yang cukup jauh: 1 hari ke depan sampai beberapa tahun ke masa depan. Paran yang terlalu dekat, misal 1 detik ke masa depan, berubah menjadi present dengan segera. Jadi, futuristik menuntut komitmen paran jangka panjang.
Kembali ke contoh Adi yang menemukan uang 100 ribu rupiah di toilet umum yang sepi. Ketika paran terlalu pendek, Adi terjebak kepada persepsi-indera dan persepsi-rasional mencari kenikmatan sesaat. Adi, refleks, menghadirkan WKR. Bila kejadian berulang maka Adi terjebak dalam loop WKR; suatu kejahatan memicu kejahatan lanjutan. Adi perlu solusi futuristik.
RKR akan muncul ketika Adi komitmen masa depan. Adi terbiasa untuk membantu orang lain; terbiasa membantu banyak orang; membantu kepada siapa saja. Ketika melihat lembaran uang 100 ribu, Adi berpikir, “Apa yang bisa aku bantu?” Komitmen masa depan menghadirkan RKR kepada Adi. Komitmen masa depan ini memicu kebaikan akan menghasilkan kebaikan lanjutan. Adi berapa dalam loop RKR. Kita perlu berjuang agar kita berada dalam loop RKR; lingkaran kebaikan.
Dengan kajian futuristik, WKR dan RKR tidak lagi random tetapi freedom; bukan acak tetapi bebas. Paran adalah posibilitas luas yang bebas dan menuntut tanggung jawab.
Sejatinya, kita masih bisa mengajukan pertannyaan apa maksud benar? Apa makna-salah? Apa makna-jahat? Apa makna-baik? Kita membahas pertanyaan-pertanyaan ini pada tulisan yang berbeda.
Bagaimana menurut Anda?

Tinggalkan komentar