Tuhan Futuristik

Membaca buku Sejarah Tuhan karya Karen Armstrong sangat mempesona. Saya membacanya di awal tahun 2000an ketika usia saya akhir 20an. Selang 20 tahun kemudian, saya membaca ulang; makin banyak hal mempesona; khususnya karena saya sudah menulis dua dari tiga buku trilogi Futuristik; dan sedang menulis buku ketiga. Saya tergoda untuk mengambil beragam inspirasi serta membandingkan dengan buku Futuristik saya.

Saya terpikir untuk membuat tulisan dengan tema Tuhan Futuristik. Sejarah Tuhan mencoba menelusuri sejarah umat manusia dalam memahami Tuhan sejak ribuan tahun yang lalu; kemudian menganalisis ide Tuhan di masa kontemporer ini; dan bertanya adakah masa depan bagi Tuhan? Jawaban saya jelas: Tuhan adalah Maha Akhir. Di depan masa depan akan ada masa lebih depan lagi dan seterusnya; perjalanan jauh ke masa depan; perjalanan jauh futuristik akan mengantar kita lebih dekat kepada Maha Akhir yaitu Tuhan Futuristik.

Jadi pertanyaannya bukan sekedar adakah masa depan bagi Tuhan tetapi Tuhan adalah yang melimpahkan masa depan kepada alam semesta; sehingga alam semesta memiliki masa depan; konsekuensinya, kita memiliki makna. Tanpa masa depan, apakah ada makna? Jadi, masa depan menjadi ada karena anugerah Tuhan. Tuhan memang Futuristik.

1. Masa Depan Agama Cinta
1.1 Haus Dogma
1.2 Pembebasan
1.3 Simbol Dinamika
1.4 Diskusi
2. Adakah Masa Depan?
2.1 Kiamat Dipercepat
2.2 Ateis Normal
2.3 Perang Sains
2.4 Tumpukan Kontradiksi
2.5 Teologi Alternatif
2.6 Filosofi Wujud
2.7 Fundamentalis
2.8 Sikap Terbuka
3. Masa Depan Tuhan
3.1 Tugas Agama
3.2 Tuhan Sains
3.3 Dialog Antagonis
3.4 Kepastian Komitmen
4. Futuristik
4.1 Cara Melihat Tuhan
4.2 Masa Depan Futuristik
4.3 Bertumpuk Masa Depan
5. Dialog Masa Depan
5.1 Solusi Posmodern
5.2 Solusi Mistikus
5.3 Solusi Futuristik

Di bagian awal, kita akan diskusi masa depan agama cinta. Saya akan mengutip tulisan saya tentang agama dalam tema Filosofi Cinta. Selanjutnya, kita akan membahas masa depan Tuhan dengan mempertimbangkan tulisan Armstrong. Di bagian akhir, kita akan kristalisasi konsep futuristik dan membuka diskusi lebih luas.

1. Masa Depan Agama Cinta

Agama masa depan adalah agama pembebasan, bernuansa dinamika, dan senantiasa berputar.

1.1 Haus Dogma

Agama tetap diperlukan sampai hari ini. Agama tetap berperan penting di masa depan. Agama tetap menjadi harapan di masa lalu, masa kini, dan masa depan.

Beberapa pemikir mengira bahwa orang-orang akan meninggalkan agama karena ilmu pengetahuan dan teknologi makin maju. Dengan sains, semua misteri alam raya bisa diungkap. Akibatnya, manusia tidak perlu lagi mitologi. Dan, manusia juga tidak perlu lagi agama. Tetapi, benarkah seperti itu yang ada?

Di beberapa tempat, ada orang yang meninggalkan agama atau dari kecil memang tidak beragama. Di beberapa tempat lainnya, justru, orang berbondong-bondong memeluk agama. Agama, masih, terus tumbuh.

Kita adalah subyek. Saya adalah kulo. Anda adalah subyek. Subyek kulo tidak pernah puas hanya dengan sains dan teknologi. Kulo membutuhkan yang lebih tinggi. Kulo butuh doktrin atau dogma. Barangkali, bentuk dogma bisa berbeda-beda seiring waktu berjalan. Bagaimana pun, manusia membutuhkannya, dalam satu dan lain variasi. Manusia haus dogma. Singkatnya, di masa depan, manusia tetap butuh agama.

Dalam bahasa asalnya, dogma adalah kebenaran yang lebih dari kata-kata; lebih dari konsep abstrak. Dogma adalah kebenaran yang mengarahkan kita untuk merenungkan, mengalami, dan mengamalkan beberapa praktek kebaikan. Seiring waktu, kita akan memahami kebenaran-kebenaran itu.

1.2 Pembebasan

Agama, di awal kehadirannya, adalah gerakan pembebasan. Pembebasan dari kebodohan, pembebasan dari kebohongan, dan pembebasan dari penindasan. Dalam perkembangannya, agama bisa menempuh jalan aneka ragam. Di masa kini dan masa depan, agama tetap bisa menjadi gerakan pembebasan bagi umat manusia.

A. Kodifikasi Politik

Agama membebaskan umat manusia dari kebodohan. Agama memberi percik pencerahan setiap saat. Seiring waktu, ajaran-ajaran agama berkembang. Langkah wajar adalah membukukan ajaran agama tersebut. Di satu sisi, kodifikasi ajaran agama dalam bentuk buku, memberi kemudahan bagi umat untuk memperoleh pencerahan dari agama. Di sisi lain, kodifikasi dapat melumpuhkan ajaran agama menjadi hanya sekedar konsep yang tertulis.

Kemudian, kodifikasi ajaran agama menjadi pedoman menentukan benar atau salah. Segala sesuatu yang melanggar kodifikasi dianggap salah. Sementara, pihak-pihak tertentu memanfaatkan kodifikasi sebagai dalil untuk mengeruk beragam keuntungan materi. Agama berubah menjadi alat kepentingan tertentu bagi pihak tertentu.

Lebih parah lagi, ketika, kepentingan politik ikut bermain. Penguasa menetapkan aliran kodifikasi tertentu saja yang sah. Kodifikasi yang lain dianggap sesat. Dengan cara ini, penguasa memperoleh dukungan politik untuk mencengkeramkan kekuasaan. Penguasa korup bisa mengenakan topeng agama untuk menutupi dosa mereka.

Bagaimana pun, kodifikasi ajaran agama tetap mengandung ajaran agama. Dari kodifikasi itu, tetap, muncul percik-percik cahaya cinta. Suatu cahaya yang membebaskan umat manusia. Cahaya yang menjadikan kodifikasi itu kembali menjadi salah satu sumber ajaran agama terbaik.

B. Kebebasan

Jelas. Bebas. Agama membebaskan umat manusia. Agama adalah kebebasan. Agama adalah pembebasan. Dengan kebebasan, manusia berkonsekuensi menerima tanggung jawab. Tanpa kebebasan, maka, tidak ada tanggung jawab. Tanggung jawab memastikan adanya kebebasan.

Pertama, agama membebaskan umat manusia untuk memeluk suatu agama. Jika seseorang memeluk agama A maka dia bertanggung jawab sesuai ajaran A. Jika seseorang memeluk agama lain maka dia bertanggung jawab terhadap agama lain tersebut. Jika, seandainya, seseorang tidak beragama maka tetap saja dia harus bertanggung jawab atas pilihannya itu.

Perjalanan sejarah, tentu saja, bisa berbeda. Seorang penguasa bisa saja memaksa penduduk untuk memeluk agama A. Mereka yang tidak memeluk agama A diusir dari negara tersebut. Atau, minimal mereka kena diskriminasi sebagai minoritas, misalnya. Aliran tertentu menafsirkan ajaran A sebagai diskriminatif seperti itu. Tetapi, kita bisa mengkaji lebih mendalam tentang ajaran agama A dengan interpretasi lebih kuat: ajaran agama A adalah agama pembebasan. Agama A memberi kebebasan kepada umat manusia.

Beberapa agama bersifat ekspansif, yaitu, ada ajaran untuk mengajak orang lain memeluk agama tersebut. Hal seperti itu wajar. Karena, ketika kita yakin dengan kebenaran dan kebaikan agama A, maka, kita mengajak teman-teman kita memilih yang benar dan baik. Tentu saja, tetap dalam koridor kebebasan. Sementara, agama yang lain ada yang bersifat eksklusif, dalam arti, agama tersebut hanya diperuntukkan kelompok tertentu. Dengan demikian, mereka mencukupkan diri kepada kelompoknya sendiri. Bahkan, kelompok lain tidak boleh masuk dengan memeluk agama khusus tersebut. Kedua jenis agama di atas, sama-sama, menjaga kebebasan beragama.

Kedua, agama memberi kebebasan di dalam agama. Bahkan, ketika seseorang sudah masuk agama A, misalnya, dia tetap bebas memilih banyak hal berdasar agama A. Dia bebas memilih madzhab X atau Y atau Z. Kemudian, di dalam madzhab itu, dia masih bebas menjalani ibadah sesuai aturan atau melanggarnya. Tentu saja, dia harus bertanggung jawab atas konsekuensi pilihannya. Beribadah memperoleh pahala, sementara, melanggar bisa mendapat dosa.

Bagaimana dengan tindakan mencuri, menipu, atau korupsi? Tentu saja, agama melarang umat manusia untuk mencuri atau korupsi. Tetapi, manusia bebas saja mau mencuri atau tidak. Kemudian, dia harus bertanggung jawab atas konsekuensi kebebasan itu di dunia dan akhirat. Agama memberi petunjuk kepada umat manusia agar memilih hidup yang benar, memilih jalan yang lurus. Bagaimana pun, pilihan bebas ada di tangan Anda.

Yang menarik, agama sering memberi beban kepada manusia, justru, tujuannya agar manusia menjadi bebas. Manusia wajib puasa agar dia terbebas dari nafsunya. Manusia wajib sedekah agar dia terbebas dari serakah. Manusia wajib berdoa agar dia terbebas dari beban tiada tara. Anda memang manusia bebas.

C. Sumber Ruhani

Pancaran spirit terus menerus bersinar. Air mancur ruhani terus mengalir. Sisi ruhani terdalam umat manusia menembus setiap batas. Manusia adalah bebas.

(1) Alam fenomena. Adalah alam yang kita alami biasa setiap hari. Pagi, bangun tidur, mandi, makan, lalu kegiatan. Malam hari, tidur lagi. Terjadi seperti itu berulang kali. Di dunia fenomena bercampur antara pengetahuan dan kebodohan. Bercampur antara kepastian dan keraguan. Bercampur antara kebaikan dan kejahatan. Segala yang ada di dunia fenomena adalah sarana bagi manusia untuk bertumbuh menjadi lebih baik secara dinamis. Tetapi, justru banyak manusia yang terjebak pada kenikmatan sesaat di dunia fenomena. Agama membebaskan umat dari jeratan fenomena dan memastikan agar dunia fenomena menjadi bekal yang sempurna bagi umat manusia.

(2) Alam noumena, finitude, kepastian, hakikat. Kebaikan pasti berbuah kebaikan dan dibalas kebaikan. Kejahatan pasti dibalas dengan setimpal. Alam noumena ini pasti dan ada di sini, saat ini. Serta kekal sampai jaman abadi. Hanya saja, orang pada umumnya tidak bisa melihat noumena dengan jelas. Yang tampak bagi mereka adalah fenomena, ketidakpastian. Perlu ilmu yang tinggi agar kita bisa melihat noumena – yang benar adalah benar. Agama memastikan bahwa hukum hakikat berlaku secara benar, adil, dan baik. Ketika manusia bebas menentukan sikap, maka, dunia noumena memastikan hasilnya.

(3) Infinity, tak-terbatas, tak-hingga, chaos, anarki, bebas. Mengapa manusia bebas? Karena manusia adalah infinity, tak-terbatas. Anda bebas memilih apa saja. Anda bebas berpikir apa saja. Anda bebas sebebas-bebasnya. Bahkan chaos atau anarki. Tetapi, mengapa manusia tidak bebas terbang tinggi? Karena, selain infinity, manusia berada dalam alam fenomena dan noumena. Bagaimana pun, manusia tetap bebas menyikapi fenomena dan noumena. Agama menyadarkan manusia akan sikap bebasnya dan mengingatkan manusia agar menerapkan kebebasan dengan baik.

(4) Absolut, Mutlak, Tak-Terperi. Tuhan adalah Sang Maha Mutlak, Sang Maha Bebas, Sang Absolut. Bahasa tidak bisa membahas Absolut. Angka tidak bisa menghitung Absolut. Kita tidak mampu menggambarkan Sang Absolut. Agama membimbing umat manusia untuk lebih dekat kepada Absolut.

Dengan empat prinsip di atas, agama mendorong umat manusia untuk menjadi bebas dan membebaskan.

Beberapa orang bisa saja fokus ke prinsip (2) noumena yang bersifat pasti atas nama agama. Dengan cara itu, mereka bisa mengklaim sebagai pasti paling benar dan pihak lain sebagai salah. Tetapi, prinsip (2) tetap berhubungan dengan prinsip (1) fenomena sehingga selalu ada dinamika dan ketidakpastian. Serta, terhubung dengan prinsip (3) infinity sehingga ada kebebasan melintasi batas. Dan, apalagi jika kita sadar bahwa segalanya bersumber dari prinsip (4) Absolut, maka, wajar bagi kita untuk senantiasa memohon bimbingan melalui ajaran agama.

(5) Nothing, void, hampa, ketiadaan. Prinsip ini menyatakan, “Tiada yang nyata kecuali Sang Maha Nyata.” Manusia bebas memilih apakah akan menghadapkan wajah kepada Sang Maha Nyata atau malah ke arah kehampaan. Bagaimana pun, menatap kehampaan bisa menyadarkan manusia akan betapa pentingnya kenyataan.

1.3 Simbol Dinamika

Agama kaya akan simbol, atau perlambang. Karenanya, masing-masing orang bisa memperoleh inspirasi tiada henti dari ajaran agama. Tentu saja, agama juga mengajarkan tentang fakta. Bagaimana pun, fakta-fakta di masa lalu yang penuh makna itu, menjadi sumber inspirasi dinamis di masa kini.

Makna Tak-Terbatas

Apa makna dari simbol? Makna dari simbol atau perlambang adalah makna yang tak-terbatas. Ketika kita memaknai simbol agama, misal ajaran kitab suci, maka kita akan memukan makna vertikal dan horisontal yang sama-sama infinity.

“Perhatikan biji yang tumbuh jadi benih. Kemudian, tumbuh akar, batang, dan daun. Tiba saatnya, menjadi pohon yang menjulang tinggi, lebat, dan akhirnya berbuah. Apakah kamu yang menciptakan itu?”

Makna vertikal mengajak kita mengkaji benih tumbuhan sampai mengembangkan rekayasa genetika. Sehingga, kita bisa mengembangkan bibit unggul yang kualitas dan kuantitas benih sangat bermanfaat bagi umat manusia. Pada saatnya, benih itu menghasilkan buah yang meningkatkan taraf hidup umat manusia. Apakah kamu yang menciptakan itu? Tidak. Manusia tidak bisa menciptakan apa-apa. Manusia hanya bisa mempelajari dan rekayasa. Tuhan adalah Sang Maha Pencipta.

Makna horisontal lebih leluasa. Benih adalah simbol diri kita yang masih janin kemudian menjadi bayi. Lalu, tumbuh besar menjadi anak-anak, remaja, dan dewasa. Sebagai manusia, kita perlu berbuah, memberi manfaat nyata bagi sesama umat manusia dan semesta. Bisa juga, makna horisontal benih adalah proses kita mengembangkan suatu usaha bisnis digital. Awalnya hanya ide sebagai benih. Kemudian, melakukan beberapa eksperimen di media sosial. Dan akhirnya, berkembang menjadi bisnis digital yang berbuah memberi manfaat kepada masyarakat luas. Apakah kamu yang menciptakan itu semua? Tidak. Manusia tidak bisa menciptakan apa-apa. Manusia hanya mempelajari, mencoba-coba, dan rekayasa. Tuhan adalah Sang Maha Pencipta.

Makna vertikal dan horisontal yang tak terbatas, seperti di atas, mendorong umat manusia untuk terus bergerak dinamis.

Simbol Konkret

Meski bahasa simbol atau perlambang, bisa saja berupa ungkapan konkret. Benih adalah simbol konkret. Perahu Nabi Nuh juga simbol konkret. Tongkat Nabi Musa sama konkretnya.

Di satu sisi, simbol konkret, misal perahu, bisa kita pahami dengan mudah. Bahkan, anak-anak bisa memahami perahu Nabi Nuh dalam ukuran besar untuk menyelamatkan umat manusia pilihan dan berbagai macam binatang dari bencana banjir. Di sisi lain, simbol konkret tetap saja bisa bermakna dinamis.

Perahu bisa saja simbol dari perjalanan hidup kita. Atau, perjalanan umat manusia. Atau, simbol bagi perjalanan bumi yang terapung-apung di lautan galaksi semesta raya. Ajaran agama penuh dinamika.

Dinamika Individu

Masing-masing individu bisa memaknai simbol sesuai kapasitas dan kebutuhannya. Yang menarik adalah makna individu itu beragam dan tidak bisa diseragamkan. Ketika seorang guru menceritakan tentang perahu Nabi Nuh, maka, para siswa memaknai perahu dengan imajinasi yang berbeda-beda. Keragaman makna ini justru menunjukkan kekayaan khasanah umat.

Di satu sisi, kita perlu belajar untuk memaknai secara tepat, presisi, dan akurat. Di sisi lain, makna itu sendiri terus bergerak seiring waktu dan tempat. Sehingga, segalanya penuh warna dinamika. Terhadap keragaman makna, kita perlu saling menghargai dan mengembangkan sikap saling hormat.

1.4 Diskusi

Menimbang begitu penting peran agama bagi umat manusia, sepantasnya, kita membahas agama cinta dengan diskusi yang lebih mendalam di bagian ini.

1.4.1 Ringkasan

Kita bisa memandang agama sebagai urutan 123: (1) agama formal, (2) spirit agama, (3) pembebasan. Sebaliknya, kita bisa juga memandang agama sebagai urutan 321: (3) pembebasan, (2) spirit agama, (1) agama formal. Kedua urutan di atas sama baiknya, tetapi, berbeda dalam kadar resiko.

(1) agama formal(2) spirit agama(3) pembebasan

Urutan 123 atau 321 sama baik karena sama-sama bergerak lengkap. Resiko muncul ketika gerakan hanya berhenti di langkah tertentu saja. Misal ketika 123 hanya berhenti di (1) saja, maka, agama berubah menjadi formalisme belaka. Agama menjadi sekedar identitas diri, di mana, orang yang beragama lain bisa dianggap sebagai orang berbeda atau bahkan sebagai orang yang sesat. Cara pandang seperti ini, beresiko, memunculkan kerusuhan dalam masyarakat.

Agama bisa juga direduksi menjadi hanya ritual ibadah dan legalitas dalam beberapa aspek. Bahkan, dalam identitas satu agama yang sama, bisa saja terjadi pertikaian saling menyesatkan karena perbedaan sudut pandang terhadap ritual, misal penetapan kalender hari raya. Bisa juga, aspek legal agama digunakan untuk mengeruk keuntungan bagi pihak tertentu dan menindas pihak yang lemah.

Padahal, urutan 123 tetap sempurna ketika kita berlanjut sampai (2) spirit agama dan (3) pembebasan.

Resiko urutan 321 juga sama besar ketika, misal, berhenti hanya di (3) pembebasan. Agama direduksi hanya urusan pemahaman dan hati belaka. Mereka bebas menjalani agama, yang penting, bersumber dari suatu penafsiran tertentu. Mereka, bebas, tidak harus melakukan ritual-ritual ibadah. Mereka, bebas, tidak harus menghormati situs-situs agama masa lalu. Apa yang terjadi kemudian?

Mereka menemukan hidup yang hampa. Kebebasan tanpa pijakan yang kuat menjadikan mereka hanya melayang-layang di semesta. Mereka terlunta-lunta dalam kembara belantara pikirannya. Kebebasan tetap membutuhkan spirit agama dan ritual agama.

Kita, umat manusia, membutuhkan agama cinta. Agama yang sempurna formal, spirit, dan pembebasan.

1.4.2 Filosofi Roda Tiga

Kita akan mengingat kembali konsep filosofi siklis roda tiga. Pemahaman kita bersifat siklis. Bagai roda berputar 123, lanjut 123, dan seterusnya 123. Arah putaran bisa saja sebaliknya, 321 lanjut 321, dan seterusnya.

Agama masa depan adalah agama cinta, agama pembebasan, dan agama dinamika.

Kehidupan agama kita berputar dinamis: (1) agama formal, (2) spirit agama, (3) pembebasan, (1) agama formal, (2) spirit agama, dan seterusnya.

Alternatif arah putaran sebaliknya, sama-sama sah: (3) pembebasan, (2) spirit agama, (1) agama formal, (3) pembebasan, (2) spirit agama, dan seterusnya.

Sejak awal, agama adalah pembebasan. Di masa kini, agama adalah pembebasan. Di masa depan, agama adalah pembebasan. Agama adalah pembebasan dinamis yang berputar sempurna.

1.4.3 Agama Cinta Absolut

Nilai kebenaran agama adalah benar absolut, sudah kita bahas di bagian sebelumnya, karena merupakan kebenaran aksiomatik. Dengan konsisten mengikuti aturan logika, maka nilai kebenaran ajaran-ajaran agama adalah benar absolut. Ketika agama Islam, misalnya, mengajarkan pemeluknya untuk sholat tiap hari maka itu adalah ajaran yang benar absolut.

Yang unik dari kebenaran absolut agama adalah, di saat yang sama, bersifat dinamis. Jadi, ajaran agama bernilai benar mutlak dan dinamis. Karakter seperti ini selaras dengan karakter cinta yang kreatif. Cinta selalu benar dan dinamis. Agama memang agama cinta.

Pertama, agama benar absolut atau benar mutlak karena agama sebagai sistem aksiomatik. Perintah sholat tiap hari, misalnya, didasarkan pada kitab suci dan riwayat. Dari teks kitab suci, dan sejarah, para ahli agama menyimpulkan bahwa sholat adalah kewajiban tiap hari. Demikian juga, misalnya, menolong orang lemah adalah kewajiban bagi setiap orang beragama berdasar teks kitab suci. Dalam sistem aksiomatik seperti itu, perintah sholat dan perintah menolong orang lemah adalah selalu sah.

Kedua, agama selalu dinamis karena sistem aksiomatik agama dibangun berdasar “interpretasi” terhadap teks kitab suci dan sejarah. Kita tahu bahwa karakter interpretasi selalu dinamis terhadap ruang dan waktu. Dengan demikian, agama selalu dinamis terhadap ruang dan waktu. Ditambah lagi, ajaran agama bisa saja bersifat umum, sehingga pada tataran praktis, perlu penyesuaian di sana-sini yang dinamis.

Usaha untuk membuat interpretasi yang baku terhadap ajaran agama, tentu saja, bisa dilakukan. Standarisasi ajaran baku ini, jika berhasil, akan mampu bertahan dalam jangka waktu yang, relatif, pendek. Sebaliknya, dalam jangka panjang, pasti, kita perlu melakukan beragam revisi karena situasi dan kondisi yang sudah berubah. Kita perlu revisi terhadap setiap standar yang ada.

Ketiga, agama selalu dinamis karena agama mampu mengantisipasi masa depan dengan bahasa lambang. Agama mampu meramalkan masa depan umat manusia. Agama mampu meramalkan masa depan alam semesta. Tentu saja, semua ramalan ini berupa bahasa-bahasa lambang atau simbol. Meski, kadang menggunakan ungkapan konkret, tetap saja, ungkapan tersebut bisa dipandang sebagai lambang.

Dengan bahasa lambang, umat manusia mampu mereguk aliran air inspirasi tiada henti dari teks kitab suci dan ajaran agama secara umum. Inspirasi demi inspirasi mendorong agama bergerak lebih dinamis lagi.

Saatnya, umat manusia untuk jatuh cinta, lagi, kepada agama yang suci. Agama yang selalu dinamis. Agama yang menebarkan cinta untuk seluruh semesta raya.

2. Adakah Masa Depan?

2.1 Kiamat Dipercepat

Ancaman perang nuklir bisa menghancurkan bumi dan kehidupan ini hanya butuh waktu beberapa menit saja. Pengalaman pandemi covid menunjukkan betapa lemah sistem kesehatan umat manusia. Dan, masih banyak ancaman ngeri lainnya.

Akankah kiamat terjadi dipercepat?

Potensi bumi hancur akibat perang manusia makin mengerikan. Kita berharap masih banyak orang yang bertekad menjaga kelestarian; kemudian, berdampak lebih banyak orang untuk ikut menjaga bumi. Andai bumi tetap lestari tetapi usia matahari hanya beberapa milyar tahun ke depan saja. Reaksi nuklir di matahari akan habis. Tidak ada lagi cahaya matahari. Bumi menjadi dingin, makin dingin, dan sangat dingin. Umat manusia tidak bisa hidup lagi; manusia musnah pada kondisi seperti itu; hewan dan tumbuhan juga musnah dari bumi.

Kiamat bumi pasti terjadi. Kiamat adalah futuristik itu sendiri. Pilihannya kapan dan bagaimana kiamat itu akan terjadi.

2.2 Ateis Normal

Pemikir masa kini tidak bersikap adil terhadap pemikir masa lalu; mereka menilai penulis ajaran agama di masa lalu terjangkiti kesadaran yang keliru; sementara, mereka menganggap pemikiran masa kini adalah murni. Apakah adil?

Ateisme hanya untuk kalangan elit masa lalu; tetapi menjadi respon masyarakat normal masa kini; semua orang bisa ngaku sebagai ateis.

Nietzsche, Sartre, Ponty, dan Camus dianggap sebagai tokoh ateis; padahal, mereka hanya seakan-akan ateis bukan ateis.

Ateis bebas untuk malas.

Ayer bertanya apa gunanya percaya Tuhan.

Menurut Freud agama sebagai tidak dewasa.

Problem bagi penafsiran harfiah dan doktrin fakta obyektif.

Altizer: ide kematian tuhan adalah membebaskan; kemudian mengenali Tuhan sejati.

Tahun 60an tidak mungkin membahas Tuhan karena sudah diganti sains.

2.3 Perang Sains

Tahun 1990an, sains kembali memanggil Tuhan.

Rubenstein setuju Sartre bahwa hidup adalah kehampaan.

Auschwitz membuat polemik kekuasaan Tuhan.

Karl Bath menyatakan menjelaskan Tuhan dalam terma rasional adalah keliru radikal.

2.4 Tumpukan Kontradiksi

Paul Tillich: kecemasan tak bisa disembuhkan. Ateis yang menolak tuhan tiran, barangkali, bisa dibenarkan.

Doa adalah kontradiksi; bicara kepada yang tidak bisa dibicarakan; simbol yang menjelaskan ketersembunyian; psikologi normal. Tuhan tidak bisa dipisahkan dengan psikologi; ateis menjadi teis baru.

Teilhard de Chardin, teolog liberal, memadukan agama dengan sains (evolusi); Yesus sebagai Omega.

Williams, terpengaruh Whitehead, mengembangkan teologi proses: Tuhan adalah sahabat peristiwa.

2.5 Teologi Alternatif

Di sisi lain, teolog mempertahankan transendensi Tuhan; akal kerap tersandung.

Balthasar menganjurkan menemukan Tuhan konkret melalui seni.

Azad menekankan watak simbolis Al Quran; metaforik figuratif dan Tuhan tak bisa dibandingkan.

Schuon menegaskan Kesatuan Wujud melalui pengalaman esoterik.

Syariati reinterpretasi simbolisme agama semisal haji.

Martin Buber momen Aku-Dia dan Aku-Engkau sebagai kreativitas dinamis.

Heschel berpegang pada mitzvot dan “teologi kedalaman.”

2.6 Filosofi Wujud

Heidegger: Wujud berbeda dengan wujud-wujud partikular; Wujud yang memungkinkan eksistensi menjadi ada.

Bloch: ide tentang Tuhan adalah alamiah; mengarahkan ke masa depan.

Horkheimer memandang Tuhan sebagai cita-cita penting.

Realitas selalu kembali kepada tema sentral: Tuhan.

Pemahaman bahwa Tuhan sebagai Ada atau Tiada.

2.7 Fundamentalis

1970an, fundamentalis sebagai spiritualis politis.

Rasa benar sendiri … adalah tidak otentik; dan harus ditolak.

Tuhan bisa juga dijadikan obat mujarab dan obyek fantasi (558).

Nabi Muhammad sebagai jenius politik dan spiritual yang membangun masyarakat adil dan bermoral.

Tuhan menuntut kesucian dan keterpisahan; hanya Nabi Musa yang diijinkan berbicara dengan Tuhan di gunung Sinai; bangsa Israel tidak diijinkan.

Ateis menolak gambaran Tuhan yang terlalu harfiah.

2.8 Sikap Terbuka

Eksperimen falsafah untuk harmonisasi iman dan rasionalisme.

Al Quran bersikap sangat positif terhadap agama lain.

Einstein mengapresiasi agama mistikal. Konsmologi simbolis dan interpretasi sains.

Tuhan kaum mistik menjadi alternatif bagi konsep Tuhan personal dan abstrak rasional; misteri tak terlukiskan, keindahan, dan nilai kehidupan yang nyata. Tuhan kaum mistik butuh praktek dan rasio; bukan paket siap pakai; bukan ekstasi instan.

Mistisisme tangan kedua barangkali tidak banyak guna; seperti cerita indahnya alunan musik.

Manusia selalu menciptakan simbol-simbol baru sebagai pusat spiritualitas; menguatkan keyakinan; menumbuhkan pesona; dan memberi makna hidup. Tanpa spiritual jadi putus asa.

90% penduduk US beriman pada Tuhan tetapi berkembang fundamentalisme, sektarianisme, dan mati sengsara.

Berhala kaum fundamentalis, mau pun ateis, bukan pengganti yang tepat bagi Tuhan.

3. Masa Depan Tuhan (430)

3.1 Tugas Agama

Agama harus memberi informasi. Apakah Tuhan ada? Bagaimana dunia terbentuk? Bagaimana kecerdasan muncul? Pemahaman ini adalah penyimpangan era modern. Tugas logos untuk menjawabnya.

Tugas agama, mirip dengan seni, membantu kita hidup dengan bahagia, kreatif, dan penuh pesona bersama hal-hal sulit.

Agama adalah disiplin amaliah spiritual dan gaya hidup konkret bersahaja; lebih dari sekedar spekulasi rasional abstrak. Demikian juga dialog Sokrates menawarkan pengalaman konkret saling memberi dan menerima gagasan dengan hati terbuka.

Rasionalisme, trio Sokrates-Plato-Aristo, mengantar kita sampai kondisi tidak tahu; bukan frustasi, kondisi tidak tahu adalah mengajak kita untuk kagum, takjub, dan pesona.

Agama memupuk pengalaman transenden. Einstein, Wittgenstein, dan Popper merasa cukup nyaman berada di antara rasionalisme dan transendensi.

Terdapat perbedaan penting antara Brahman, Nirvana, Allah, dan Dao; tetapi tidak berarti yang satu “benar” dan yang lain “salah.”

Tuhan itu sangat mengagumkan; tetapi definisi umum tentang Tuhan justru membosankan; menghilangkan rasa kagum.

3.2 Tuhan Sains

Tillich sadar bahwa sulit bicara tentang Tuhan saat ini; karena mereka langsung bertanya apakah Tuhan ada; asumsi mereka bahwa Tuhan sekedar fakta. Jika Tuhan seumpama seorang dewa maka sains akan menggantikan dewa itu.

Makna asli iman dan yakin adalah Anda harus terlibat dengan simbol secara imajinatif, etis, dan amalan sehingga menimbulkan perubahan dalam diri Anda.

Penyembahan berhala selalu menjadi ancaman bagi monoteisme; berhala mendukung kelompok sendiri dan menolak pihak lain.

Ateis menolak berhala; sudah benar. Tetapi, ateis menolak iman orang lain maka ateis menjadi berhala lagi. Baggini menyebut ateis adalah komitmen dengan hati-terbuka terhadap kebenaran dan penyelidikan rasional. (435)

Awal modern, Barat bercita-cita menemukan kebenaran mutlak tetapi gagal. Kemudian kompensasi mereka adalah meganggap keyakinan relatif menjadi doktrin mutlak. Kemudian tidak serius mengkaji alternatif.

3.3 Dialog Antagonis

Diskusi antagonis: fundamentalis makin ekstrem.

Modern tidak selalu superior.

Misteri dianggap sebagai kemalasan mental dan omong kosong.

Dogma, bagi Yunani kuno, adalah kebenaran yang sulit diungkapkan dalam kata-kata; bisa dipahami melalui proses ritual, amalan, dan pengalaman. Dogma, bagi era modern, adalah klaim kebenaran yang ditetapkan pihak tertentu.

Yahudi, Kristen, dan Muslim berpikir terbuka terhadap kebenaran dari mana pun di masa awal-awal dulu.

Kritik ateis yang cerdas bisa membantu membilas pikiran kita.

3.4 Kepastian Komitmen

Adakah landasan komitmen yang pasti? Pengalaman keagamaan dan seni. Praktek belas kasih tiap hari; keluar dari preferensi diri untuk terpesona.

Individu-individu tertentu menjadi ikon kemanusiaan. Sama halnya, dengan atlit yang bergerak cepat tanpa sulit, tokoh-tokoh ini menunjukkan potensi ilahiah dan tercerahkan bagi setiap manusia.

Orang religius itu ambisius; ingin hidup penuh makna.

4. Futuristik

Selanjutnya, kita akan membahas Tuhan lebih dekat sebagai Tuhan Futuristik yaitu Sang Maha Akhir. Tuhan memiliki 99 Nama, 100 Nama, bahkan tak terhingga Nama. Dalam kesempatan ini, kita fokus kepada Sang Maha Akhir atau Futuristik.

4.1 Cara Melihat Tuhan

Seorang anak kampung mengeluh kepada gurunya,”Mohon maaf guru. Selama ini, guru sudah mengajari kami banyak hal untuk berbuat baik, bermoral, dan berakhlak. Kiranya, guru berkenan mengajari kami cara melihat Tuhan?”

Guru menjawab, “Anakku, apa kamu memiliki saringan?”
“Saya punya saringan, guru.”
“Tolong bawa saringan itu ke mari.”

Murid itu pulang lalu datang lagi dengan membawa saringan.

“Ini saringan saya, guru.”
“Tolong isi penuh saringan itu dengan air,” perintah gurunya.

Murid itu menuruti perintah guru untuk mengisi saringan dengan air. Tentu saja, air bocor dari saringan. Murid itu, lebih banyak, menumpahkan air ke saringan lagi. Hasilnya, saringan tetap tidak terisi penuh dengan air.

“Mohon maaf guru, saya tidak bisa mengisi penuh saringan ini dengan air.”
“Ikuti aku, anakku,” kata guru.

Guru mengambil saringan dari murid, lalu, berjalan menuju sungai. Murid mengikuti guru di belakangya. Tiba di tepi sungai, guru melemparkan saringan ke tengah sungai.

“Perhatikan, saringan itu sekarang terisi penuh dengan air.”

“Kamu tidak bisa melihat Tuhan dengan cara menjauhiNya. Kamu hanya bisa melihat Tuhan dengan cara berani menceburkan diri dalam Maha Baiknya Tuhan.”

Sang murid mencoba memahami maknanya.

Di bagian ini, saya akan membahas cara melihat Tuhan. Kabar baiknya, semua orang bisa melihat Tuhan. Tetapi, tidak semua orang akan berhasil. Karena ada harga yang harus dibayar: berani menceburkan diri dalam Maha Baiknya Tuhan.

(a) Belajar, Bekerja, dan Jatuh Cinta

Belajar adalah kegiatan paling penting bagi manusia untuk mampu mengenali Tuhan. Belajar matematika dan bahasa adalah utama. Lebih utama lagi, belajar untuk selalu berpikir terbuka. Membuka pikiran dan hati untuk menerima kebenaran.

Bekerja adalah memberi kebaikan. Awalnya, bekerja bisa saja tidak dibayar. Selanjutnya, bekerja memang perlu mempertimbangkan bayaran, yaitu, saling memberi dan menerima kebaikan. Lebih dari itu, bekerja adalah tanggung jawab diri kita untuk hidup mandiri dan membantu orang terdekat. Kesulitan dan tantangan kerja menguatkan kita untuk mengenali anugerah Tuhan.

Jatuh cinta menjadikan diri Anda penuh warna, penuh bahagia, dan penuh makna. Jatuh cinta kepada pasangan, suami atau istri, memudahkan Anda mengenal anugerah Tuhan. Jatuh cinta secara umum sama baiknya. Anda bisa mencintai anak, orang tua, saudara, tetangga, dan seluruh alam raya.

Komitmen Anda yang kuat untuk belajar, bekerja, dan jatuh cinta akan membuka mata dan hati Anda untuk melihat Tuhan.

(b) Karya

Awalnya, Anda cukup dengan kerja. Selanjutnya, kerja Anda perlu meningkat menjadi karya. Karya adalah kerja unik menabur kebaikan sesuai situasi paling tepat. Untuk menghasilkan karya, Anda perlu meningkatkan ilmu melalui belajar. Anda perlu sepenuh hati mencurahkan cinta dalam hasil karya. Anda mengenali Tuhan ada di sana dan di dalam dada.

(c) Maha Karya

Karya Anda bukan biasa-biasa saja. Karya Anda melejit menjadi sebuah maha karya. Ada banyak rintangan untuk mempersembahkan maha karya. Tuhan selalu ada di sisi Anda dalam proses mempersembahkan maha karya. Apa maha karya Anda?

(d) Maha Cinta

Cinta, awalnya, menggoda. Akhirnya, makin mempesona. Anda boleh jatuh cinta, bahkan, lanjutkan kepada Maha Cinta. Untuk lebih menghayati Maha Cinta, Anda bisa belajar dari maha karya terdahulu. Anda bisa membaca maha karya dari Ibnu Arabi, Rumi, Iqbal, Sunan Kalijaga, Khalil Gibran, Goethe, dan lain-lain. Tuhan adalah Maha Cinta Sejati.

(e) Serasi

Akhirnya, Anda tidak pernah berakhir menuju tujuan akhir sebagai manusia yang sempurna dalam serasi antara maha karya dan Maha Cinta. Anda sedang menghadapkan wajah kepada Tuhan semesta.

4.2 Masa Depan Futuristik

Di depan masa depan masih ada masa depan lagi. Setelah yang terakhir akan ada lebih akhir lagi. Demikianlah pikiran kita sebagai manusia; pikiran manusia adalah futuristik tanpa henti. Tuhan Yang Maha Akhir melimpahkan kapasitas futuristik kepada pikiran manusia dan kepada alam semesta. Tuhan adalah Maha Akhir atau Maha Futuristik.

Para pemikir besar menyibak rahasia atau misteri Maha Akhir dengan beragam cara. Kitab suci menyatakan dengan tegas bahwa Tuhan adalah Maha Awal dan Maha Akhir; kemudian memberi penjelasan konkret dengan ragam contoh-contoh bahasa simbolis. Sebagai manusia, kita mampu mencerna maksud simbolis kitab suci.

Bagaimana pun, akal manusia memunculkan beragam pertanyaan rasional. Pertanyaan ini sering membingungkan manusia itu sendiri meski setiap pertanyaan adalah manusiawi. Kita akan merujuk pemikiran Ibnu Arabi untuk menjawab pertanyaan penuh misteri ini.

(1) Tuhan adalah tersembunyi dalam dirinya sendiri. Tuhan adalah Al Haq yaitu kebenaran sejati; The Real.

(2) Tuhan menampakkan diri dalam bentuk Nama-Nama Indah: Maha Kasih; Maha Sayang; Maha Bijak; Maha Dahir; Maha Batin; Mawa Awal; Maha Akhir; dan lain-lain. Nama Maha Akhir adalah yang paling selaras dengan pembahasan kita yaitu Maha Futuristik.

(3) Tuhan beraksi. Tuhan menciptakan manusia maka Tuhan adalah Maha Pencipta; Tuhan mendesain alam sangat indah maka Tuhan adalah Maha Inovasi. Berkat aksi Tuhan, atau limpahan anugerah Tuhan, maka alam semesta mengalami proses dinamis tanpa henti.

(4) Alam khayal, atau alam barza atau alam mitsal atau alam imajiner, adalah penghubung antara alam indera dengan alam yang lebih tinggi. Barza bertingkat dan beragam: imajinasi, pikiran, intelek, spirit, dan lain-lain.

(5) Alam indera adalah alam fisika dan alam yang bisa dikenali oleh indera.

Lima tingkatan ontologi di atas adalah satu kesatuan. Alam yang lebih tinggi memberi fondasi bagi yang lebih rendah. Alam indera hanya bisa eksis bila ada alam barza; hanya bisa eksis bila ada aksi Tuhan. Ontologi yang lebih tinggi bermanifestasi, tajali, ke alam yang lebih rendah.

Pembahasan ontologi futuristik di atas adalah kita melakukan interpretasi simbol-simbol; bukan sekedar kajian rasional faktual; kita perlu membuka diri seluas-luasnya. Kita perlu mengalami “cara melihat Tuhan.”

Tuhan sebagai The Real selalu tersembunyi; sehingga, kita hanya bisa membahas mulai dari Nama. Maha Akhir atau Maha Futuristik adalah Nama Tuhan yang melimpahkan masa depan ke alam raya. Alam raya, baik barza mau pun fisik, menjadi eksis karena menerima limpahan masa depan dari Futuristik. Alam berproses menuju masa depan mereka. Atau, lebih tepatnya, masa depan menarik alam raya untuk menuju masa depan.

Budi, sebagai ilustrasi, adalah pemuda yang baik. Hari itu, Budi memberi paket makan siang yang enak kepada anak yatim dengan ikhlas; anak yatim tersenyum bahagia; Budi ikut bahagia.

Saat itu juga, untuk Budi, tercipta surga yang indah di alam barza. Budi bahagia bersama anak yatim yang bahagia juga. Surga ini adalah futuristik; yaitu konkret dan real tetapi seperti belum bisa diakses di hari ini. Surga futuristik ini menarik Budi, yang ada di masa kini, untuk menuju masa depan. Tarikan surga ini bisa dirasakan oleh Budi berupa rasa bahagia.

Esok harinya, Budi membelikan buku matematika untuk anak yatim itu. Surga futuristik menjadi makin indah dan makin mempesona. Andai, saatnya nanti tiba, Budi datang ke surga itu maka surga itu sudah memiliki bentangan masa depan yang lebih futuristik lagi.

Situasi bisa berubah bila, misal, Budi marah-marah tak terkendali kepada anak yatim itu. Kemarahan Budi menciptakan jurang yang tajam penuh kabut hitam; sehingga, Budi tidak bisa lagi menuju surga futuristik. Kemarahan itu menghilangkan, atau memperkecil, posibilitas Budi datang ke surga.

Budi bisa bertobat; meminta maaf kepada anak yatim; menebus kesalahan dengan berbuat baik lebih banyak kepada anak yatim. Tobat ini menciptakan jembatan kuat menuju surga futuristik diiringi cahaya terang mengalahkan kabut hitam gelap. Budi berbahagia menuju surga futuristik.

Tetapi, apakah Budi benar-benar bisa menciptakan surga futuristik? Tentu tidak. Tuhan Maha Futuristik yang melimpahkan anugerah surga kepada Budi. Tugas Budi adalah memilih berbuat amal kebaikan meski ada pilihan dosa. Tuhan yang Maha Baik melimpahkan anugerah yang besar kepada umat manusia.

Mari mengajukan pertanyaan utama kita: bagaimana masa depan futuristik? Masa depan futuristik adalah berlimpah cahaya kebaikan. Karena Tuhan yang Maha Akhir melimpahkan anugerah masa depan kepada seluruh alam. Anugerah futuristik ini lebih akhir dari yang paling akhir; setelah yang paling akhir masih ada masa depan lagi; sebagai anugerah dari Maha Akhir.

Bagaimana masa depan Tuhan? Pertanyaan ini hanya berguna untuk memancing tanda tanya. Karena Tuhan adalah Maha Akhir yang melimpahkan anugerah masa depan ke seluruh alam raya.

4.3 Bertumpuk Masa Depan

Masa depan itu banyak dan bertumpuk-tumpuk.

Anggap Budi berbuat baik kepada anak yatim, seketika tercipta taman surga futuristik, lalu Budi diam saja. Meski Budi diam tetapi tidak pernah bisa diam. Karena taman surga itu menarik Budi untuk bahagia menuju surga futuristik; Budi selalu bergerak ke masa depan. Lebih dari itu, taman surga itu sendiri juga bergerak ke masa yang lebih depan lagi.

Sementara, Budi sendiri tidak akan diam begitu saja. Budi menambah banyak amal kebaikan. Konsekuensinya, taman surga bagi Budi makin bertumpuk-tumpuk kebaikan. Jadi, masa depan adalah berlimpah tumpukan masa depan.

Tobat untuk mengubah masa lalu; orang mengira tidak bisa mengubah masa lalu. Tetapi, Anda bisa mengubah masa lalu dengan jalan tobat. Demikian juga, seseorang bisa memperburuk masa lalu dengan cara menambah dosa-dosa.

Ilustrasikan ada pejabat yang mencuri uang rakyat; pejabat itu menjadi koruptor tahun ini, tahun 2024. Pejabat itu menjerumuskan diri dalam neraka di tahun 2024. Di tahun 2025, pejabat itu tobat; dia mengembalikan semua hasil korupsi; bersedekah semua sisa harta yang ada; mengabdikan sisa hidupnya untuk membantu warga miskin. Pejabat itu mengubah masa lalu, yang berupa neraka, menjadi taman surga yang indah penuh pesona.

Dalam skenario yang berbeda, pejabat itu bisa saja menyuap jaksa dan hakim. Sehingga, pejabat itu terbebas dari hukuman di tahun 2024. Kemudian, di tahun 2025, pejabat itu korupsi lagi, mencuri uang rakyat lagi. Neraka yang sudah menyala sejak 2024 menjadi makin membara akibat suap dan korupsi tambahan. Pejabat itu makin sengsara terperosok dalam neraka.

Anda bisa mengubah masa lalu karena masa lalu dipengaruhi oleh masa depan. Komitmen Anda kepada amal kebaikan, yang membentang dari masa depan sampai masa kini, berhasil mengubah masa lalu Anda menjadi taman surga penuh pesona.

5. Dialog Masa Depan

Saatnya, kita untuk diskusi komprehensif dan dialog masa depan. Bagaimana masa depan agama dan agama masa depan? Masa depan agama adalah cerah; dan agama masa depan akan mengalami keragaman dinamika. Meski terjadi serangan dari ateis dan pencemaran agama oleh teroris berkedok agama, masa depan masih tetap cerah.

Apakah masih ada masa depan? Ada. Bahkan, di depan masa depan masih ada masa yang lebih depan lagi; realitas adalah futuristik. Tentu ada ancaman masa depan kelam semisal perang nuklir dan pandemi; tetapi tetap ada garis-garis sinar masa depan. Futuristik lebih optimis dari perkiraan.

Bagaimana masa depan Tuhan? Pertanyaan semacam ini hanya pemicu tanda tanya. Karena Tuhan adalah Maha Akhir; sehingga, Tuhan adalah yang melimpahkan masa depan sebagai anugerah kepada alam raya; Tuhan adalah Maha Futuristik.

Bagaimana manusia bisa meraih masa depan cemerlang? Dengan menjadi kamil. Manusia menjalani hidup konkret sehari-hari; berbuat baik kepada keluarga, tetangga, dan semesta luas; menghadapi beragam kesulitan dan kecemasan hidup; besyukur dan bersabar. Kemudian, manusia terbang tinggi ke alam barza; alam intelektual dan spiritual; menjadi penghuni kerajaan langit Tuhan. Manusia memilih, berusaha, dan komitmen untuk menjadi sempurna: insan kamil. Dari sisi Tuhan, anugerah tercurah kepada manusia; melalui anugerah Tuhan, manusia bisa memilih dan komitmen; manusia ditarik oleh Futuristik untuk menjadi anggota kerajaan Tuhan.

5.1 Solusi Posmodern

Posmodern, atau posmo, menawarkan solusi yang menarik berupa mikro-narasi. Posmo menolak meta-narasi; menolak narasi-besar; menolak grand-narasi. Meta-narasi perlu diganti dengan mikro-narasi; berupa narasi-narasi kecil yang beragam. Setiap kelompok manusia berhak mengembangkan narasi kecil yang sesuai dengan situasi dan kondisi konkret mereka. Kemudian, narasi kecil ini berinteraksi dengan narasi kecil lain dengan saling menjaga keharmonisan.

Bagai mikro-narasi, Tuhan hadir secara konkret dalam situasi dan kondisi tertentu. Tuhan hadir di desa Botoran bisa berbeda dengan Tuhan hadir di desa Simo, misalnya. Di Botoran, Tuhan hadir dengan mengajak warga untuk kerja dan ibadah. Warga Botoran bekerja saling membantu mengembangkan industri konveksi; memproduksi pakaian dari kain tekstil; kemudian, menjual produk konveksi di pasar atau pun online. Sementara di Simo, Tuhan hadir dengan mengajak warga bekerja sebagai perajin bubut; memproduksi beragam alat berbahan kayu semisal permainan catur, hiasan kursi, dan peralatan dapur; kemudian, mereka menjualnya di pasar atau online. Praktek ibadah warga Botoran dan Simo menampakkan kesamaan hampir di semua aspek. Perbedaan barangkali ketika mereka berbagi berkat, makanan khas daerah. Warga Botoran berbagi lebih terkonsentrasi pada warga terdekat; sementara, warga Simo berbagai ke wilayah yang lebih luas.

Perbedaan mikro-narasi antara Botoran dan Simo adalah sah dan sehat. Posmo mendukung mikro-narasi agar tumbuh secara harmonis dengan saling hormat. Mikro-narasi tumbuh subur dalam segala bidang; kerja, ibadah, seni, sains, politik, dan lain-lain.

Kita perlu mencermati beragam ide posmo yang mudah disalah-pahami. Posmo mendukung mikro-narasi tetapi menolak meta-narasi; mendukung realitas konkret tetapi menolak abstraksi belaka; mendukung absolut konkret tetapi menolak abstraksi relatif.

5.2 Solusi Mistikus

Mistikus memandang bahwa seluruh realitas adalah manifestasi dari Tuhan. Realitas menunjukkan eksistensi Tuhan yang selalu hadir tetapi, di saat yang sama, menyembunyikan hakikat Tuhan. Tuhan adalah segalanya tetapi bukan segalanya adalah Tuhan.

Sang mistikus menuliskan ajaran-ajarannya dalam bentuk syair puisi penuh inspirasi. Puisi membangkitkan rasa dalam diri manusia. Puisi menghubungkan manusia dengan semesta. Puisi menghadapkan wajah manusia kepada Tuhan.

Puisi bukan bahasa sains sehingga puisi tidak bisa ditolak oleh logika formal. Puisi mengajak logika untuk membuka mata; menatap semesta; dan menjelajahi jiwa. Puisi adalah ayat-ayat cinta dari semesta merindu Tuhan.

Langit Semesta

Saya kagum dengan trilogi Kritik dari Kant. Dalam Kritik Akal Praktik, Kant membuktikan bahwa kewajiban moral adalah paling utama: menghormati ibu, membela korban, dan cinta Tuhan. Di mana pun Anda berada, Anda wajib menjunjung moral. Bahkan di dunia fiksi pun, Anda wajib menghormati ibu dan cinta Tuhan. Bagaimana pun masih banyak tanda tanya di semesta.

Bagi Iqbal, Kant sudah berhasil mengantarkan umat manusia sampai ke pintu langit melalui pencerahan akal. Kemudian, Kant mondar-mandir antara bumi dan laingit. Ghazali membuka pintu langit untuk Kant. Kita bisa tamasya di semesta langit. Ghazali menyalakan beragam pelita; semesta langit makin mempesona.

Di langit tertinggi, Iqbal melihat seorang pemuda berkumis tebal yang sedang termenung. Iqbal heran dan bertanya kepada gurunya,

“Siapakah pemuda pemberani itu, Guru?”
“Dia adalah Nietzsche. Kata-katanya sangat tajam membelah dunia. Sebagian orang salah paham tentangnya. Sebagian yang lain, berjuang untuk memahaminya,” jelas Rumi.

Di atas langit tertinggi hanya ada rahasia demi rahasia.

Rumi menceritakan pengalaman ketika muda: Aku mencari Tuhan ke seluruh dunia. Aku datangi setiap rumah ibadah. Aku ketuk pintu-pintu rumah Tuhan. Baru sadar, bahwa aku mengetuk pintu dari dalam.

5.3 Solusi Futuristik

Futuristik meyakini bahwa masa depan lebih baik dari masa lalu; meski semua masa adalah baik. Di depan masa depan ada masa depan lagi; Tuhan adalah Maha Akhir; lebih akhir dari masa depan yang paling depan; Tuhan melimpahkan masa depan kepada semesta sehingga semesta memiliki masa depan; semesta bergerak menuju masa depan penuh makna.

Jejak Masa Depan

Tuhan meninggalkan jejak masa depan berupa tanda-tanda bagi manusia yang siap menggapainya. Tanda ini begitu jelas mengajak manusia menuju masa depan dan, di saat yang sama, tanda ini tersembunyi penuh misteri. Tanda membuka realitas dan menutupi misteri. Manusia menangkap tanda dan ditinggalkan tanda.

Kristalisasi Nama

Tanda-tanda mengkristal menjadi bahasa bagi manusia. Tentu ada beragam bahasa yang kita kenal. Bahasa mana yang paling tepat mewakili tanda? Bahasa puisi cinta semesta. Manusia perlu membaca tanda sebagai bahasa puisi cinta.

Bahasa puisi paling kuat adalah Nama-Nama Tuhan alam semesta. Kita mengenal 99 Nama, 100 Nama, 1000 Nama, atau bahkan tak hingga Nama. Siapa Nama Anda?

Merangkul Semesta

Bagaimana menurut Anda?

Diterbitkan oleh Paman APiQ

Lahir di Tulungagung. Hobi: baca filsafat, berlatih silat, nonton srimulat. Karena Srimulat jarang pentas, diganti dengan baca. Karena berlatih silat berbahaya, diganti badminton. Karena baca filsafat tidak ada masalah, ya lanjut saja. Menyelesaikan pendidikan tinggi di ITB (Institut Teknologi Bandung). Kini bersama keluarga tinggal di Bandung.

Join the Conversation

  1. avatar Tidak diketahui

1 Comment

Tinggalkan komentar