Saya bersyukur dapat mengikuti kuliah Prof Dim berulang kali. Saya kira sudah lebih dari 40 kali dengan beragam tema. Sejak saya masih mahasiswa sampai sekarang saya sudah tua. Makin dalam saya memikirkan kuliah Prof Dim maka makin banyak mutiara hikmah yang merekah.
“Orang secerdas Ibnu Sina membaca buku Aristoteles khatam lengkap 40 kali. Memang beda, kualitas pemahaman kita, bila membaca 1 kali dengan 40 kali,” Prof Dim bercerita tentang tokoh-tokoh filsuf dunia.
“Wow… Ibnu Sina memang hebat,” saya berpikir dalam hati.

“Jika untuk memahami buku fisika misal karya Halliday Resnick maka cukuplah kita membacanya 10 kali saja,” Prof Dim melanjutkan.
Selesai kuliah, lalu kami ngobrol-ngobrol santai.
“Kuliah filsafat sains Prof Dim ini membuat saya penasaran untuk membaca lagi buku Kant,” saya membuka obrolan.
“Buku tulisan Kant, ya, Mas Angger?” Prof Budi penasaran.
“Ringkasan dari buku Kant,” saya jawab. Kemudian, terpikir, bagaimana jika saya baca lagi saja buku tulisan Kant.
1. Trilogi Kritik
2. Cantik ke Rasional sampai Moral
3. Jalan Realitas
3.1 Sikap Ikhlas
3.2 Jalan Luas
3.3 Menatap Akhir
3.4 Sudah Pasti
3.5 Modal Nyata
3.6 Studi Kasus
4. Diskusi
4.1 Analisis Pemahaman ke Freedom
4.2 Analisis Estetis
4.3 Analisis Pemahaman
5. Spiritual
Benar saja, beberapa hari kemudian, saya membaca buku tulisan Kant (1724 – 1804). Saya tidak yakin bahwa itu membaca yang ke 10 atau ke 40 kali. Yang pasti, membaca berulang memunculkan banyak inspirasi-inspirasi baru. Saya meluncur membaca ulang Kritik Akal Murni (Kritik 1); sangat mengagumkan konsep aksioma intuisi dan postulat empiris. Kemudian berpindah ke Kritik Kekuatan Penilaian (Kritik 3); sangat mempesona; sejak awal, saya memang terpesona oleh Kritik 3 ini. Kali ini, penilaian estetis cantik dan teleologis menjadi perhatian utama saya.
1. Trilogi Kritik
Bertrand Russell (1872 – 1970) mengagumi Kant sebagai filsuf dan guru sejati. Ketika pecah perang di Jerman, Rusia, dan belahan Eropa, Kant tetap konsisten mengajar untuk menegakkan hidup damai penuh moral. Kant menulis banyak buku dan paling terkenal adalah trilogi Kritik.
Kritik 1: Kritik Akal Murni
Para rasionalis, misal Leibniz atau Descartes, yakin bahwa akal murni mampu menjangkau kebenaran melalui berpikir reflektif. Para empiris, misal Locke atau Hume, yakin bahwa kebenaran bersumber dari data empiris. Kant melakukan sintesa keduanya: rasionalis dan empiris.
Pengetahuan merupakan hasil kerja akal murni, melalui skema kategori apriori, terhadap dunia empiris yang bersifat partikular. Sintesa antara pengetahuan apriori dan data empiris ini menghasilkan pengetahuan posteriori yang valid. Kant melangkah lebih jauh dengan menyatakan bahwa proses sintesa juga terjadi secara apriori; sebelum Kant, pengetahuan apriori hanya berupa analisis.
Kritik 2: Kritik Akal Praktis
Awalnya, Kant berpikir bahwa Kritik 1 sudah mencukupi. Akhirnya, Kant berpikir bahwa kita perlu Kritik 2: Kritik Akal Praktis. Meski kita memiliki pemahaman yang sempurna terhadap suatu fenomena maka apa sikap Anda berikutnya? Freedom. Anda bebas untuk memilih berbuat baik atau jahat. Pilihan Anda ini adalah pilihan moral dari akal praktis. Demikian juga, ketika pengetahuan Anda terhadap fenomena hanya terbatas maka Anda tetap bebas untuk memilih sikap baik atau jahat.
Lalu apa itu baik atau jahat? Akal itu sendiri yang menetapkan aturan sebagai baik atau jahat. Hanya saja, akal membutuhkan masyarakat untuk menetapkan suatu aturan. Dinamika sosial, termasuk dinamika politik, berkontribusi besar terhadap pembentukan aturan moral. Apakah aturan moral itu valid?
Kritik 3: Kririk Kekuatan Penilaian
Tidak. Aturan moral dari dinamika sosial tidak selalu valid; aturan moral kadang valid, kadang tidak. Bagaimana cara menentukan aturan moral itu sebagai valid? Kita menghadapi dilema.
Bukan hanya kita butuh Kritik 2, kita butuh Kritik 3: Kritik Kekuatan Penilaian. Pada tahap akhir, penilaian kita bersifat estetis: cantik, sublim, dan teleologis. Obyek cantik, misal pemandangan kebun teh yang indah, adalah cantik secara obyektif. Tetapi, hanya subyek tertentu yang mampu merasakan cantiknya kebun teh. Penilaian estetis cantik membutuhkan harmoni antara akal, pemahaman, dan imajinasi. Sedangkan, untuk penilaian sublim membutuhkan hentakan besar dari akal, pemahaman, dan imajinasi.
Penilaian teleologis adalah paling istimewa. Di sisi subyek, penilaian teleologis membutuhkan harmoni, atau hentakan besar, antara akal, pemahaman, dan imajinasi. Di sisi “obyek,” penilaian teleologis membutuhkan fenomena terjauh; atau bahkan, noumena terjauh. Penilaian teleologis kita membutuhkan Tuhan Yang Maha Akhir.
Dengan lengkapnya trilogi Kritik berupa tiga buku maka apakah semua menjadi lebih jelas? Atau makin kompleks? Atau makin memunculkan banyak tanda tanya?
Russell adalah pendukung filosofi Kant; Russell menolak filosofi Hegel. Sepanjang hayat, Russell mengkaji filosofi. Meski demikian, Russell selalu hati-hati ketika berbicara pemikiran Kant. Karena akan ada pendukung Kant yang mengatakan bahwa Russell salah paham terhadap Kant. Kemudian, Russell mengoreksi pemahamannya sesuai saran pendukung Kant itu. Berikutnya, pendukung Kant lainnya akan mengatakan bahwa Russell salah paham lagi.
Trilogi kritik terdiri sekitar 1000 halaman. Jadi, wajar saja Russell salah paham. Anda juga bisa mengatakan bahwa apa yang saya tulis di atas adalah saya salah paham terhadap Kant. Kemudian, Anda memberi koreksi. Berikutnya, saya dan orang lain bisa mengatakan bahwa koreksi Anda itu adalah salah paham terhadap Kant. Jangan-jangan, Kant sendiri memang salah paham terhadap Kant.
2. Cantik ke Rasional sampai Moral
Awal membaca trilogi Kritik, saya langsung menjatuhkan pilihan sebagai karya terbaik adalah Kritik 3: Kritik Kekuatan Penilaian. Di satu sisi, Kritik 3 meliputi dan menyempurnakan Kritik 1 dan Kritik 2. Di sisi lain, Kritik 3 mengenalkan proses penilaian yang kompleks dari pemahaman, akal, imajinasi, obyek, dan lain-lain. Obyek cantik, misal karya seni yang indah, hanya mampu dikenali oleh subyek dengan kemampuan khusus.
Setelah beberapa kali membaca, saya memilih Kritik 1: Kritik Akal Murni sebagai karya terbaik; melebihi Kritik 3. Kritik 1 membahas proses bagaimana manusia memahami setiap fenomena; melibatkan konsep kategori apriori (benar universal dan niscaya) dan data empiris partikular. Dengan demikian, sains dan teknologi bisa berkembang pesat. Lebih dari itu, Kant memastikan terjadinya sintesis apriori terhadap pengetahuan. Sebelum Kant, pengetahuan apriori hanya merupakan analisis.
Pada kesempatan lain, saya mengunggulkan Kritik 2: Kritik Akal Praktis sebagai paling utama. Karena Kritik 2 menempatkan freedom manusia untuk memilih sikap moral. Lagi pula, derajat tertinggi dari manusia adalah menjadi manusia moral dengan seluruh modal. Singkat cerita, saya tidak bisa memutuskan mana yang terbaik dari trilogi Kritik. Masing-masing memiliki keistimewaan.
3. Jalan Realitas
Saya sudah menulis banyak catatan tentang pemikiran Kant. Kali ini, saya akan membuat catatan spesial karena mungkin saya sudah membaca berulang ke 40 kalinya.
3.1 Sikap Ikhlas
Sikap ikhlas menjadi dasar realitas. Hanya dengan ikhlas, kita akan bisa melihat realitas. Tanpa ikhlas, kita akan merusak realitas; terutama merusak realitas dalam diri kita sendiri.
3.2 Jalan Luas
Terbentang jalan yang luas bagi setiap manusia. Anda, dan saya, memiliki kesempatan yang amat besar untuk meraih kebahagiaan teratas. Meski kadang, kita menghadapi kesulitan, tetapi itu semua adalah bentangan jalan luas bagi kita. Dengan bekal ikhlas, kita memilih beberapa di antara bentangan jalan luas.
3.3 Menatap Akhir
Secara apriori, pasti, setiap manusia akan mati. Semua bentangan jalan yang luas itu, sejatinya, mengantarkan kita menuju mati. Pilihan ada di diri kita masing-masing: Anda ingin mati sebagai apa? Kita ingin mati sebagai orang yang baik moralnya. Jalan memang tersedia untuk tinggi moral. Pertanyaan lanjutan: apakah Anda ikhlas? Karena orang yang egois, serakah, atau rakus akan sulit memilih jalan moral. Anda bisa memperoleh akhir yang baik, moral tinggi, hanya dengan bekal ikhlas.
3.4 Sudah Pasti
Pasti. Niscaya. Apa yang kita bahas di atas akhirnya menjadi niscaya atau pasti. Awalnya, barangkali sebagai posibilitas; setiap orang punya peluang memilih moral atau khianat. Pada akhirnya, ketika Anda ikhlas sampai akhir hayat maka pasti Anda menjalani hidup dan mati yang indah. Siapa pun orangnya, yang ikhlas, pasti menjalani hidup yang indah.
3.5 Modal Nyata
Bagaimana caranya untuk menjadi ikhlas? Bagaimana caranya menjadi manusia moral? Bagaimana caranya meraih akhir yang baik? Lakukan saja. Semua realitas yang ada adalah modal nyata untuk Anda. Semua orang bisa menjadi ikhlas. Kaya atau miskin; terdidik atau polos; laki atau perempuan; desa atau kota; digital atau fisikal semua bisa menjadi ikhlas.
3.6 Studi Kasus
Kita akan diskusi lebih mendalam dengan studi kasus. Pembahasan di atas, tentang jalan realitas, tampak seperti tema moral; bukan obyektif; bukan ilmiah; hanya subyektif; hanya spekulasi. Kita bisa memastikan bahwa pembahasan realitas bersifat obyektif dan, memang, ada peran subyek. Karena kita tahu pasti bahwa manusia, yaitu diri kita, adalah realitas nyata sebagai subyek.
3.6.1 Yono dan Samsu. Yono adalah seorang pemimpin, misal presiden, punya anak bernama Samsu. Seharusnya, berdasar aturan yang ada, Samsu tidak boleh mencalonkan diri sebagai calon presiden atau wakil karena kurang usia. Ada suatu cara yaitu dengan mengubah aturan agar Samsu bisa daftar calon presiden. Apakah Yono perlu setuju untuk mengubah aturan?
3.6.2 Pulan Pencuri. Pulan adalah pencuri. Apakah Pulan perlu mengubah cara hidupnya sebagai pencuri? Kita menduga bahwa Pulan harusnya mengubah dirinya; tidak jadi pencuri lagi. Tetapi mengapa banyak pencuri yang tetap jadi pencuri?
3.6.3 Kang Anu Pegawai. Kang Anu memiliki hidup yang mapan sebagai pegawai; pegawai negeri atau pegawai perusahaan besar. Kang Anu tidak jahat; Kang Anu menjalankan tugasnya sebagai pegawai sesuatu aturan. Apakah Kang Anu perlu berubah?
Mari kita bahas studi kasus secara bertahap.
4. Diskusi
Bagaimana menurut Anda? Banyak hal yang masih bisa kita diskusikan. Kita diskusi dengan cara studi kasus agar tampak lebih konkret. Bisa juga, studi kasus ini, kita anggap sebagai eksperimen pikiran.
Yono dan Samsu
Aksioma intuisi. Secara intuisi, Yono paham bahwa Samsu tidak cukup umur untuk daftar calon presiden. Dengan intuisi yang sama, Yono memunculkan alternatif yaitu dengan mengganti peraturan melalui mahkamah konstitusi agar Samsu bisa daftar calon presiden. Intuisi muncul secara refleks.
Antisipasi persepsi. Yono mengantisipasi bahwa akan ada pro kontra bila terjadi perubahan peraturan demi mengijinkan Samsu daftar calon pilpres. Yono mengantisipasi lanjut bahwa dia akan menemukan beragam cara untuk mengatasinya. Antisipasi persepsi muncul secara refleks serentak dengan intuisi. Di sini, kita membahas secara bertahap hanya memudahkan pemahaman.
Prinsip eksperiensial. Semua proses akan berjalan seiring waktu. Yono yakin, pada akhirnya, akan lebih banyak orang mendukungnya; yaitu mendukung Samsu jadi capres. Jadi, Yono punya peluang besar untuk menang.
Postulat empiris. Dalam tataran empiris hanya ada satu kepastian yaitu Samsu berhasil capres atau gagal capres. Yono paham benar itu. Pilihan ada pada keputusan Yono; bila Yono setuju maka peraturan akan diubah dan Samsu berhasil daftar capres.
Apakah Yono akan setuju mengubah peraturan? Sampai tahap ini. Yono tidak bisa menjawab setuju atau tidak. Analisis pemahaman ini hanya memberikan informasi obyektif-subyektif apa adanya. Untuk bisa memutuskan, atau menjawab, Yono perlu analisis freedom. Perlu dicatat bahwa kejadian di atas, pikiran oleh Yono, terjadi secara refleks meski Yono bisa menimbang ulang berkali-kali.
4.1 Analisis Pemahaman ke Freedom
Semua orang; apakah semua orang akan setuju dengan keputusan Yono? Ada orang yang tidak setuju; yaitu mereka adalah capres lain yang sudah tua; akan merasa dipersulit oleh datangnya Samsu. Tetapi sebagian besar orang, yaitu rakyat, akan setuju.
Semua tempat; apakah bila Yono berada di negara lain maka warga negara lain itu akan setuju? Tampaknya, warga negara lain ada yang tidak setuju. Tetapi di negaranya sendiri, banyak warga yang akan setuju.
Semua waktu; apakah keputusan Yono bisa dilakukan ulang berkali-kali sepanjang waktu? Tidak bisa diulangi karena peraturan bisa saja mencegah itu.
Sampai analisis freedom di atas, seharusnya, Yono membatalkan niatnya mengubah peraturan; seharusnya, Yono tidak memaksakan Samsu daftar sebagai capres atau wakil. Karena banyak orang yang tidak setuju. Benarkah Yono akan membatalkan niatnya mengubah aturan? Tidak juga. Karena, Yono tetap memiliki freedom untuk menggulirkan perubahan peraturan; di saat yang sama, Yono memiliki freedom untuk membatalkan niatnya. Jadi apa keputusan Yono?
4.2 Analisis Estetis
Pada akhirnya, kita perlu analisis estetis untuk memastikan apakah Yono akan mengubah aturan atau tidak mengubahnya.
Estetika cantik atau indah; perubahan peraturan akan menghasilkan dinamika yang indah. Yono tertarik untuk menikmati keindahan perubahan peraturan melalui mahkamah konstitusi. Bisakah Yono bersikap ikhlas?
Estetika sublim atau agung; perubahan peraturan akan menghasilkan perubahan dahsyat dalam tata negara. Yono terpesona dengan hentakan besar ini. Bisakah Yono bersikap ikhlas?
Estetika paran atau teleologis konkret; perubahan peraturan akan mengantarkan kekacauan demokrasi. Demokrasi kacau tetapi Samsu, anak Yono, berhasil menjadi presiden atau wakil. Apakah Yono akan membela demokrasi dengan ikhlas? Atau, Yono membela kepentingan anak dan dirinya?
Dari analisis estetis ini, Yono menghadapi dilema; tidak mudah bagi Yono mengambil keputusan. Karena estetika indah dan sublim mendukung Yono untuk menikmati perubahan aturan; dan hanya estetika paran yang menghadang; maka, kesimpulan akhir, Yono akan memutuskan untuk mengubah peraturan sehingga Samsu jadi capres atau wakil.
Bagaimana pun, dilema tetap menjadi dilema bagi Yono. Seharusnya, Yono meningkatkan ikhlas sehingga menguatkan estetika paran untuk membela rakyat dan membela demokrasi. Menikmati estetika sublim berupa perkembangan generasi baru dari wilayah yang berbeda bila ikhlas membela demokrasi; menikmati estetika indah dari dinamika demokrasi rakyat banyak bila Yono ikhlas. Bila demikian, Yono akan membatalkan perubahan peraturan dan melanjutkan proses demokrasi yang sehat.
Ketika analisis estetis di atas memastikan keputusan Yono maka apakah Yono menjadi kehilangan freedom? Tidak, Yono tidak kehilangan freedom. Yono tetap memiliki freedom. Hanya saja, freedom Yono tidak berada dalam ruang hampa; freedom berinteraksi kuat dengan analisis estetis terutama estetika paran. Pilihan freedom oleh Yono ini yang akan dipertanggung-jawabkan di dunia dan akhirat.
Polan Pencuri
Sangat jelas bahwa Polan harus mengubah perilaku agar tidak lagi mencuri. Analisis pemahaman menunjukkan bahwa pencurian berdampak kerugian dan kerusakan banyak pihak. Analisis freedom menunjukkan bahwa Polan bebas untuk tidak mencuri. Tetapi mengapa Polan tetap mencuri?
Analisis estetis dan sikap ikhlas akan menjadi solusi.
Polan perlu menguatkan sikap ikhlas sehingga bisa melihat paran, masa depan, dari pencurian. Paran pencurian adalah kerusakan bersama. Polan akan berusaha menghindari kerusakan itu. Paran hidup sederhana, yaitu tidak mencuri, adalah hidup damai meski dalam keterbatasan.
Ikhlas juga menunjukkan bahwa estetika agung, atau sublim, dari pencurian hanyalah tantangan-tantangan sia-sia; gairah-gairah hampa. Sementara estetika hidup sederhana, tanpa mencuri, adalah tekanan beragam kesulitan karena keterbatasan materi. Kesulitan-kesulitan ini menempa kekuatan jiwa Polan.
Ikhlas menyingkap estetika keindahan palsu dari pencurian; pencurian menawarkan kemewahan nafsu hewani. Sementara estetika hidup sederhana, tanpa mencuri, adalah petualangan indah dalam kesempitan materi.
Dengan menguatkan sikap ikhlas maka Polan berhenti dari mencuri. Bagaimana cara menguatkan sikap ikhlas? Polan sudah memiliki modal nyata untuk menguatkan sikap ikhlas. Sama juga, kita semua memiliki modal nyata untuk sikap ikhlas.
Kang Anu Pegawai
Memang apa masalah dari Kang Anu yang jadi pegawai? Semua berjalan baik-baik saja. Kang Anu beda dengan Yono karena Yono berniat mengubah aturan; beda dengan Polan karena Polan mencuri. Kang Anu adalah pegawai yang menjalankan tugasnya dengan baik sesuai aturan.
Masalahnya adalah Kang Anu tidak punya masalah. Setiap manusia punya masalah. Jika ada manusia tidak punya masalah maka, justru, itu masalah besar. Jadi, Kang Anu dalam masalah besar berupa sikap banal.
Kang Anu adalah banal; biasa-biasa saja; hampa normal-normal saja. Bukankah sebagian besar orang adalah banal seperti Kang Anu? Apakah Anda berminat menjadi banal? Apakah Anda tidak sadar sedang banal? Tetapi Anda membaca tulisan ini. Orang yang membaca tulisan ini sulit menjadi banal. Jadi, saya yakin bahwa Anda adalah orang yang peduli; bukan orang banal; tetapi orang yang peduli terhadap paran sebagai tujuan akhir yang konkret.
4.3 Analisis Pemahaman
Saya baru membahas sekilas analisis pemahaman di atas. Padahal sebagian besar tulisan Kant justru membahas analisis pemahaman. Kita bisa mendekati analisis pemahaman dari sisi obyektif atau subyektif; pada akhirnya, terjadi sintesa.
Mari kita kaji pemahaman Yono dari sisi obyektif.
Postulat empiris. Saat ini terdapat aturan yang melarang Samsu, yaitu anak Yono, untuk daftar sebagai calon presiden atau wakil karena Samsu masih di bawah umur. Aturan ini niscaya berkontradiksi dengan aturan baru yang membolehkan Samsu untuk daftar capres. Realitasnya, aturan baru itu tidak eksis. Tetapi, aturan baru itu bisa eksis bila mahkamah konstitusi mengubah aturan lama; ada posibilitas yang nyata.
Analisis di atas menunjukkan realitas empiris “kategori niscaya” yaitu ada aturan melarang Samsu; realitas aturan itu memang eksis dari masa lalu sampai masa kini sebagai “kategori eksistensi”; terdapat “kategori posibilitas”: untuk mengubah aturan lama dan menggantinya dengan aturan baru. Semua kategori bersifat apriori: niscaya, eksistensi, posibilitas.
Prinsip eksperensial. Perubahan aturan lama menjadi aturan baru butuh proses dan waktu. Perubahan aturan terjadi pada mahkamah konstitusi adalah independen dari jabatan ekskutif; mereka hanya komunitas. Mahkamah konstitusi melihat tidak ada larangan dari presiden; bahkan MK melihat semacam ada harapan dari Yono. Hal ini menjadi inspirasi dan sebab bagi MK untuk menggulirkan proses perubahan aturan. Begitu MK menetapkan aturan baru maka, secara inheren, Samsu diijinkan daftar capres atau wakil.
Analisis eksperensial di atas menunjukkan 3 kategori apriori: “kategori komunitas” yaitu hanya ada relasi saja; “kategori kausalitas” menunjukkan ada hubungan sebab ke akibat; “kategori inheren” yaitu ada hubungan niscaya.
Antisipasi persepsi. Desakan fakta empiris dan proses yang dinamis mendorong Yono untuk antisipasi. Yono mempersepsi aturan, yang melarang Samsu capres karena di bawah umur, adalah sekedar pembatasan; masih banyak alternatif-alternatif aturan lain. Bahkan, Yono sadar bahwa setiap aturan bisa dibatalkan (negasi) kemudian ditetapkan aturan baru (afirmasi) yang berbeda.
Analisis persepsi ini makin canggih karena peran subyek Yono makin kuat untuk antisipasi dengan 3 kategori: “kategori pembatasan” yaitu suatu fenomena selalu terbatas; “kategori negasi” yaitu aturan bisa dibatalkan; dan akhirnya, “kategori afirmasi” yaitu aturan baru bisa ditetapkan, yang membolehkan Samsu capres. Lagi, 3 kategori ini bersifat apriori.
Aksioma intuisi. Peran subyek Yono makin besar dalam menghasilkan intuisi. Yono membayangkan sebuah peraturan (partikular) tertentu yang mengijinkan Samsu daftar capres. Tetapi, banyak sekali alternatif peraturan itu dari UU, Perpu, PMK, dan lain-lain. Akhirnya, terbayang nyata satu jenis peraturan saja yang sudah mencakup seluruh yang dibutuhkan (universal).
Analisis intuisi menerapkan 3 jenis kategori apriori: “kategori-partikular” yaitu satu peraturan tertentu; “kategori-plural” yaitu banyak bentuk aturan sebagai alternatif; dan akhirnya, “kategori-universal” yaitu cukup satu peraturan saja yang mencakup seluruh kebutuhan.
Selesai: dari realitas empiris aturan lama, berupa larangan capres, menjadi satu bentuk aturan baru yang universal.
Analisis pemahaman rasional di atas hanya membahas realitas fenomena apa adanya; tidak mendorong Yono untuk bertindak atau menahan diri. Apakah, akhirnya, Yono mengubah aturan? Untuk menjawabnya, kita perlu analisis freedom dan analisis sikap ikhlas seperti sebelumnya sudah dibahas.
Secara singkat, pemahaman terbentuk oleh 12 macam kategori apriori bersintesa dengan realitas empiris partikular; terbentuk realitas pemahaman fenomena aposteriori.
5. Spiritual
Kant menggunakan istilah transendental; bukan transenden. Apa makna transendental? Transendental adalah bersifat transenden, bersifat ruhani, bersifat spirit. Jadi, transendental bermakna spiritual.
Kant percaya kepada agama, kepada hari akhir, dan kepada Tuhan. Hanya saja, Kant melihat argumen rasional para pendukung agama tidak terlalu kuat; meski pun argumen penolak agama juga tidak kuat. Kant mengusulkan argumen moral yang lebih kuat dan meyakinkan.
Dari penilaian estetis teleologis berlanjut kepada argumen moral dan teologi alamiah, yang secara meyakinkan, menguatkan argumen eksistensi Tuhan.
“Bagaimana jika Mas Angger membuat workshop 2 hari dengan tema pemikiran Immanuel Kant?” Prof Dim memberi usul.
“Siap Prof!” saya menjawab cepat. Baru kemudian, terpikir seperti apa bentuk workshopnya? Siapa saja pesertanya?
Untuk peserta, Prof Dim sudah terpikir yaitu para mahasiswa pasca sarjana, khususnya, program doktoral S3 STEI ITB.
Bagaimana menurut Anda?
Heidegger (1889 – 1976) membahas filsafat metafisika Kant dengan serius. Di bagian akhir, Heidegger menulis,
“Therefore, there is only one thing to do: we must hold open the questions posed by our inquiry.”
“Oleh karena itu, hanya ada satu hal yang harus dilakukan: kita harus terbuka terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh penyelidikan kita.”
Hebatnya sistem metafisika Kant, tetap perlu penyempurnaan. Justru metafisika ini mengajak kita untuk terus mengajukan pertanyaan-pertanyaan baru; menemukan jawabannya; untuk kemudian memunculkan pertanyaan lebih baru; selalu berpikir terbuka.
Heidegger mengakhiri bukunya dengan mengutip Aristoteles,
“Και δε και το πάλαι τη και νυν και αει ζητούμενων και αει απορούμενων τη το ων …”
“Baik di masa lalu maupun sekarang, dan selamanya, kita telah mencari dan dibuat terpesona tentang pertanyaan hakikat keberadaan…”
Berikut adalah tulisan Deleuze (1925 – 1995) tentang Kant yang bisa memantik diskusi.
1. As it bears exclusively on phenomena, knowledge is
forced in its own interest to posit the existence of things in
themselves, as not being capable of being known, but
having to be thought in order to serve as a foundation for
sensible phenomena themselves. Things in themselves
are thus thought as ‘noumena’, intelligible or suprasensible things which mark the limits of knowledge and return it to the conditions of sensibility. (CPR Analytic: ‘The Ground of the Distinction of all Objects in general into Phenomena and Noumena’).
1. Karena pengetahuan secara eksklusif berkaitan dengan fenomena, pengetahuan dipaksa untuk menempatkan keberadaan sesuatu-dalam-dirinya sendiri, sebagai sesuatu yang tidak dapat diketahui, tetapi harus dipikirkan agar dapat berfungsi sebagai landasan bagi fenomena yang dapat dirasakan itu sendiri. Dengan demikian, hal-hal dalam dirinya sendiri dianggap sebagai ‘noumena’, hal-hal yang intelligible atau yang super-sensible yang menandai batas-batas pengetahuan dan mengembalikannya ke kondisi-kondisi yang dapat dirasakan. (CPR Analytic: ‘Dasar Pembedaan Semua Objek secara Umum ke dalam Fenomena dan Noumena’).
2. In one case at least, freedom is attributed to the thing in
itself and the noumenon must be thought as free: when the
phenomenon to which it corresponds enjoys active and
spontaneous faculties which are not reducible to simple
sensibility. We have an understanding, and above all a
reason; we are intelligences (CPR Dialectic, ‘Explanation of
the Cosmological Idea of Freedom’). As intelligences or
rational beings, we must think of ourselves as members of an
intelligible or suprasensible community, endowed with a
free causality.
2. Setidaknya dalam satu kasus, kebebasan dikaitkan dengan sesuatu-dalam-dirinya dan noumenon harus dianggap bebas: ketika fenomena yang berhubungan dengannya memiliki kemampuan aktif dan spontan yang tidak dapat direduksi menjadi perasaan sederhana. Kita memiliki pemahaman, dan terutama akal; kita adalah kecerdasan (CPR Dialectic, ‘Penjelasan tentang Ide Kosmologis tentang Kebebasan’). Sebagai makhluk berakal atau makhluk rasional, kita harus menganggap diri kita sebagai anggota suatu komunitas intelligible atau supraindrawi, yang dianugerahi kausalitas bebas.
3. This concept of freedom, like that of noumenon, would
still remain purely problematic and indeterminate (although
necessary) if reason had no other interest apart from its
speculative interest. We have seen that only practical reason
determined the concept of freedom by giving it an objective
reality. Indeed, when the moral law is the law of the will, the latter finds itself entirely independent of the natural conditions of sensibility which connect every cause to an antecedent cause: ‘Nothing is antecedent to this determination of his will’ (CPrR 97/101). This is why the concept of freedom, as Idea of reason, enjoys an eminent privilege over all the other Ideas: because it can be practically determined it is the only concept (the only Idea of reason) which gives to things in themselves the sense or the guarantee of a ‘fact’ and which enables us really to penetrate the intelligible world. (CJ para. 91, CPrR Preface).
3. Konsep kebebasan ini, seperti halnya konsep noumenon, akan tetap bermasalah dan tidak pasti (meskipun perlu) jika akal tidak memiliki kepentingan lain selain kepentingan spekulatifnya. Kita telah melihat bahwa hanya akal praktis yang menentukan konsep kebebasan dengan memberinya realitas objektif. Memang, ketika hukum moral adalah hukum kehendak, hukum kehendak menemukan dirinya sepenuhnya independen dari kondisi alami kepekaan yang menghubungkan setiap sebab dengan sebab anteseden: ‘Tidak ada yang anteseden terhadap penentuan kehendaknya ini’ (CPrR 97/101). Inilah sebabnya mengapa konsep kebebasan, sebagai Ide akal, menikmati hak istimewa yang menonjol atas semua Ide lainnya: karena dapat ditentukan secara praktis, konsep itu adalah satu-satunya konsep (satu-satunya Ide akal) yang memberikan makna atau jaminan ‘fakta’ pada sesuatu-dalam-dirinya dan yang memungkinkan kita benar-benar menembus dunia yang intelligible. (CJ para. 91, Kata Pengantar CPrR).

Tinggalkan komentar