“Orang mengira bahwa kita tidak bisa mengubah masa lalu.”
“Bagaimana cara mengubah masa lalu?” saya tanya ke Kyai Miftah.
“Bertobat, amal shaleh, dan khidmat kepada sesama adalah cara mengubah masa lalu,” jawab KH Miftah.
Saya mengangguk-angguk. Sedikit paham tapi lebih banyak tidak paham. Barangkali, saya butuh waktu lebih lama untuk merenung agar paham.

Demi waktu, kita perlu waspada terhadap waktu. Banyak orang terlena oleh waktu sehingga mereka rugi. Sedikit orang yang beruntung seiring bergulirnya waktu: komitmen, berbuat baik, dan berpikir terbuka.
Butuh waktu untuk memahami rahasia waktu. Konsep yang membutuhkan waktu, membutuhkan proses, membutuhkan pengalaman agar kita bisa paham disebut sebagai dogma.
1. Berpikir Terbuka
2. Proses Dogma
3. Masa Lalu Futuristik
Pierre Hadot (1922 – 2010) menyebut dogma dan doktrin sebagai bermakna positif. Dogma berbeda dengan sikap dogmatis. Dogma adalah konsep yang sulit dipahami bila hanya melalui teori atau praktek sekilas. Kita butuh berjuang, bahkan pengorbanan, untuk bisa memahami konsep dogma. Misal ajaran “puasa.” Kita butuh berjuang untuk menjalani puasa dalam lapar dan haus. Bahkan, kita perlu berkorban untuk bersedekah kepada fakir miskin. Baru setelah itu, kita akan memahami makna ajaran “puasa.”
Tetapi, orang yang tidak pernah “puasa” tetap sulit memahami puasa. Mengapa orang menyiksa diri dengan lapar dan haus? Mengapa orang sedekah dengan menguras rekening pribadi? Mengapa orang berpikir ilusi ajaran kuno? Mereka menuduh dogma sebagai dogmatis. Mereka menuduh dogma sebagai buruk. Padahal, dogma menuntut kita untuk berpikir terbuka dengan hati terbuka dan jiwa terbuka.
1. Berpikir Terbuka
“Untuk bisa mengubah masa lalu kita perlu membuka diri dan membersihkan diri,” lanjut Kyai Miftah.
Tetapi Kyai Miftah bukan mengajarkan untuk berpikir terbuka; beliau menjadi teladan hidup dengan berpikir terbuka. Setahap demi setahap mulai jelas cara mengubah masa lalu. Berpikir terbuka adalah dengan saling membuka diri.
Membuka diri untuk menerima nasehat; membuka diri untuk mencari nasehat; membuka diri untuk hikmah setiap nasehat. Pada saat yang tepat, kita membuka diri untuk berbagi nasehat.
2. Proses Dogma
Dogma butuh proses; berbagai ajaran penting dalam hidup (dan mati) membutuhkan proses. Beda dengan konsep matematika misalnya. Ketika Anda sudah paham konsep matematika bilangan asli “2 + 1 = 3” maka Anda tidak perlu proses lama untuk memahaminya. Sementara, ajaran penting perlu proses, misal “bersedekah ketika puasa.”
AI (artificial intelligence) tidak perlu proses signifikan untuk menjawab banyak masalah. Tanyakan kepada AI: apakah saya perlu menambah doa hari ini? Kurang dari 1 detik, AI akan menjawab cepat. Tanyakan kepada diri Anda sendiri: apakah saya perlu menambah doa hari ini? Perlu proses berpikir bagi Anda untuk menjawabnya. Barangkali Anda memang perlu menambah doa, atau perlu menambah kerja, atau perlu menambah merenung. Atau, malahan, Anda perlu mengambil jeda cuti dari beragam aktivitas; perlu meluangkan waktu lebih banyak untuk sekedar istirahat.
Berikut jawaban AI ketika saya tanya. AI menjawab kurang dari 1 detik. Saya membaca jawaban itu lebih dari 30 detik.
“Setiap hari adalah kesempatan untuk berdoa dan mendekatkan diri kepada Tuhan. Apakah Anda perlu menambah doa hari ini tergantung pada kebutuhan dan keinginan pribadi Anda.
Berikut adalah beberapa alasan mengapa Anda mungkin ingin menambah doa hari ini:
- Perasaan atau kebutuhan khusus: Jika Anda sedang menghadapi masalah, merasa khawatir, atau ingin meminta berkat khusus, doa dapat memberikan penghiburan dan kekuatan.
- Meningkatkan kedekatan dengan Tuhan: Doa adalah cara yang efektif untuk mendekatkan diri kepada Tuhan dan memperkuat hubungan spiritual Anda.
- Mengucapkan syukur: Doa dapat digunakan untuk mengungkapkan rasa syukur atas berkat-berkat yang telah Anda terima.
Namun, penting juga untuk diingat bahwa kualitas doa lebih penting daripada kuantitasnya. Doa yang tulus dan penuh perhatian dapat lebih bermakna daripada doa yang panjang tetapi tidak fokus.
Jadi, apakah Anda ingin menambah doa hari ini? Jika ya, Anda dapat berdoa secara pribadi atau bersama orang lain. Anda juga dapat menggunakan doa-doa yang telah ada atau menulis doa sendiri. Yang terpenting adalah agar doa Anda datang dari hati yang tulus.”
Kita membutuhkan proses yang bermakna sebagai manusia. Kita berbeda dengan AI; kita berbeda dengan robot; kita berbeda dengan mesin ekonomi. AI bila makin cepat maka makin efisien. Manusia tidak cukup hanya cepat; kita butuh tujuan tepat dan proses yang bermakna.
3. Masa Lalu Futuristik
Pada waktunya, saya menulis trilogi futuristik: [1] Logika Futuristik; [2] Pintu Anugerah Futuristik; [3] Visi Futuristik. Kita bisa mengubah masa lalu dengan wawasan futuristik. Buku Futuristik 1 terbit 2023; buku Futuristik 2 terbit awal 2024; dan buku Futuristik 3 masih sedang dalam proses penerbitan.
Apa yang disampaikan oleh Kyai Miftah bahwa kita bisa mengubah masa lalu adalah benar-benar berwawasan futuristik.
Kang Anu berbuat dosa di 2020; Pak Polan berbuat dosa di 2020; dan Pak Yono berbuat amal kebaikan di 2020. Saat ini, tahun 2024, apakah masa lalu mereka bisa diubah? Tentu saja bisa.
Kang Anu setelah berbuat dosa di 2020 itu langsung tobat; kemudian memperbanyak amal soleh; tidak mengulangi dosa; dan berkhidmat kepada sesama sampai 2024 ini. Kang Anu mengubah dosa masa lalu, di 2020, menjadi hikmah sampai 2024. Kang Anu adalah orang beruntung.
Pak Polan beda lagi. Setelah berdosa di 2020, Polan malah menambah dosa lagi. Dosa di 2020 itu yang ukurannya dosa moderat berubah menjadi dosa bertumpuk dosa. Tentu saja, Polan perlu mengubah dosa dengan menjalani tobat.
Tetapi, bukankah yang terbaik adalah tidak berdosa di 2020? Sehingga, tidak perlu tobat?
Pak Yono tidak berdosa di 2020; akibatnya, Pak Yono tidak bisa bertobat di 2024 ini. Pak Yono berbuat amal di 2020 lalu; apakah di masa kini Pak Yono akan berbuat amal lagi? Ya, sebaiknya Pak Yono tetap berbuat amal di masa kini. Bila Pak Yono berbuat dosa di 2024 ini maka Pak Yono bisa membakar semua amal di 2020; Pak Yono mengubah masa lalunya. Bila Pak Yono beramal konsisten sampai 2024 maka Pak Yono makin menguatkan kebaikan masa depan.
Mengapa kita berpikir masa depan? Mengapa berpikir futuristik? Karena masa depan adalah lebih baik bagi kita. Masa depan yang baik menarik masa kini untuk menuju kebaikan.
Lebih baik Pak Yono atau Kang Anu? Kita berharap mereka berhasil meraih masa depan yang baik; yaitu akhir yang baik atau husnul khatimah. Mereka sama-sama baik ketika berhasil meraih akhir yang baik.
Bagaimana menurut Anda?

Tinggalkan komentar