AI menjanjikan beragam manfaat. AI (akal imitasi atau artificial intelligence) menawarkan beragam keuntungan dari sisi teknologi, pemanfaatan bidang kesehatan, pemanfaat bidang pendidikan, pemanfaatan bidang ekonomi, dan lain-lain. Beberapa resiko AI bisa ditangani dengan baik; atau, resiko itu cukup kecil dibanding manfaat AI yang besar.

Narasi kelas optimis adalah narasi-narasi yang memandang AI secara optimis; AI akan membawa kebaikan bagi manusia; AI akan meringankan kerja manusia; AI akan menyehatkan manusia dan lain-lain. Kurzweil, Bostrom, Andreessen adalah beberapa tokoh dalam kelas narasi optimis ini.
1. Singularitas dari Kurzweil
2. Deep Utopia dari Bostrom
3. Data Berbicara dari Anderson
4. Teknopoli dari Andreessen
Kita akan membahas beberapa narasi optimis AI dari beberapa tokoh; melengkapi dengan beberapa analisis kritis dan rekomendasi. Secara prinsip, narasi optimis adalah narasi yang memantik imajinasi kreatif manusia. Kita akan cenderung menikmati setiap narasi optimis.
1. Singularitas dari Kurzweil
Kurzweil makin optimis dengan dampak positif dari singularitas. Bagian ini akan membahas ide optimis dari Kurzweil. Semua kutipan bersumber dari buku karya Kurzweil “The Singularity is Nearer” terbit Juli 2024; kecuali disebut lain.
Terjadi 2045
“Singularitas, yang merupakan metafora yang dipinjam dari fisika, akan terjadi saat kita menggabungkan otak kita dengan awan (cloud). Kita akan menjadi kombinasi dari kecerdasan alami dan kecerdasan sibernetik kita dan semuanya akan digabungkan menjadi satu. Antarmuka otak-komputer akan memungkinkan hal itu, yang pada akhirnya akan menjadi nanobot – robot seukuran molekul – yang akan masuk ke otak kita tanpa invasif melalui kapiler. Kita akan memperluas kecerdasan sejuta kali lipat pada tahun 2045 dan itu akan memperdalam kesadaran dan kewaspadaan kita.” (guardian.com)
Apakah singularitas yang diramalkan Kurzweil akan terjadi? Sulit terjadi. Benar bahwa manusia akan menyatukan pikirannya dengan AI atau internet; pikiran Anda juga sudah berinteraksi dengan tulisan saya ini; pikiran Anda menyatu dengan tulisan saya dalam perspektif tertentu. Tetapi, singularitas pada tahun 2045 sesuai skenario Kurzweil adalah spesifik dan sulit terjadi.
Lebih Cerdas Sejuta Lipat
Melipatkan kecerdasan sampai jutaan kali adalah inti dari singularitas.
“Ini akan menjadi proses penciptaan bersama — mengembangkan pikiran kita untuk membuka wawasan yang lebih dalam, dan menggunakan kekuatan ini untuk menghasilkan ide-ide baru yang transenden untuk dijelajahi oleh pikiran masa depan kita. Akhirnya kita akan memiliki akses ke kode sumber (source code) kita sendiri, menggunakan AI yang mampu mendesain ulang dirinya sendiri. Karena teknologi ini akan memungkinkan kita menyatu dengan kecerdasan super yang kita ciptakan, pada dasarnya kita akan menciptakan kembali diri kita sendiri. Terbebas dari kurungan tengkorak kita, dan memproses pada substrat jutaan kali lebih cepat daripada jaringan biologis, pikiran kita akan diberdayakan untuk tumbuh secara eksponensial, yang pada akhirnya memperluas kecerdasan kita jutaan kali lipat. Inilah inti dari definisi saya tentang Singularitas.” (Halaman 73)
Bebas Selaras Nilai
“Janji Singularitas adalah membebaskan kita semua dari [berbagai] keterbatasan. Selama ribuan tahun, manusia secara bertahap memperoleh kendali yang lebih besar atas siapa kita nantinya… Akses yang lebih luas terhadap informasi memungkinkan kita membebaskan pikiran dan membentuk kebiasaan mental yang secara fisik mengubah otak kita… Bayangkan betapa lebih banyak kita dapat membentuk diri kita sendiri ketika kita dapat memprogram otak kita secara langsung.”
“Jadi, penggabungan dengan AI superintelijen akan menjadi pencapaian yang layak, tetapi ini adalah cara untuk mencapai tingkat yang lebih tinggi. Begitu otak kita didukung oleh substrat digital yang lebih canggih, kekuatan modifikasi diri kita dapat terwujud sepenuhnya. Perilaku kita dapat selaras dengan nilai-nilai kita, dan hidup kita tidak akan dirusak dan dipersingkat oleh kegagalan biologi kita. Akhirnya, manusia dapat benar-benar bertanggung jawab atas siapa diri kita.” (109).
Ungkapan “manusia dapat benar-benar bertanggung jawab” merupakan ungkapan paling penting. Apakah tanpa singularitas manusia tidak bisa benar-benar bertanggung jawab? Apakah selama ini manusia tidak bisa bertanggung jawab?
Peluang Kerja Baru
“Jadi, meskipun perubahan teknologi membuat banyak pekerjaan menjadi usang, kekuatan yang sama itu membuka banyak peluang baru yang berada di luar model ‘pekerjaan’ tradisional. Meskipun bukan tanpa keterbatasan, apa yang disebut ekonomi pertunjukan sering kali memberi orang lebih banyak fleksibilitas, otonomi, dan waktu luang daripada pilihan sebelumnya. Memaksimalkan kualitas peluang ini adalah salah satu strategi untuk membantu pekerja saat tren otomatisasi semakin cepat dan mengganggu tempat kerja tradisional.” (219).
Kurzweil tampak meremehkan resiko kehilangan kerja dampak AI. Wajar saja, karena Kurzweil justru makin kaya raya dampak AI dan kawan-kawan. Sederhana saja, “Bagaimana jika keuntungan ekonomi dari kemajuan AI dibagi rata untuk seluruh warga?” Baik mereka yang kerja atau tidak, mereka yang paham atau tidak, mereka yang menang atau kalah, semua dapat bagian yang rata dari keuntungan ekonomi kemajuan AI. Bukankah ini skenario yang adil?
“Secara keseluruhan, kita harus optimis dengan hati-hati. Meskipun AI menciptakan ancaman teknis baru, AI juga akan secara radikal meningkatkan kemampuan kita untuk menghadapi ancaman tersebut. Mengenai penyalahgunaan, karena metode ini akan meningkatkan kecerdasan kita terlepas dari nilai-nilai kita, metode ini dapat digunakan untuk hal yang menjanjikan maupun berbahaya. Oleh karena itu, kita harus berupaya mewujudkan dunia di mana kekuatan AI didistribusikan secara luas, sehingga dampaknya mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan secara keseluruhan.” (285).
Singularitas vs Nexus
Pantaskah kita berpandangan seoptimis itu terhadap kemajuan AI?
Harari menolak pandangan singularitas Kurzweil. Harari menyebut pandangan Kurzweil sebagai pandangan naif terhadap informasi. Buku Singularitas Kurzweil terbit Juli 2024, sedangkan buku Nexus Harari terbit September 2024. Tersedia jendela waktu sekitar 3 bulan bagi Harari untuk mengkritik Kurzweil di bagian pendahuluan Nexus.
Pada analisis akhir, kita perlu menolak pandangan optimis Kurzweil sebagai terlalu optimis. Bagaimana pun, kita perlu mempertimbangkan beragam ide Kurzweil yang memperkaya perspektif tentang singularitas AI.
Dalam buku Filsafat Sains, terbit 2022, Dimitri Mahayana mengenalkan lima paradigma utama sains dan teknologi. Narasi singuralitas Kurzweil ini bersesuaian dengan paradigma pertama, yaitu positivisme, yang memandang teknologi dari sisi positifnya saja. Paradigma kedua, yaitu rasionalisme kritis, kurang berkembang dalam narasi singularitas. Demikian juga untuk tiga paradigma lain – yaitu interpretivisme, posmodernisme, dan pragmatisme – Kurzweil tampak kurang mendalami. Sehingga, rekomendasi kami: kita perlu menolak narasi singularitas kecuali memperbaikinya dengan mempertimbangkan paradigma-paradigma lain yang lebih komprehensif.
2. Deep Utopia dari Bostrom
Bostrom (lahir 1973) mengembangkan narasi deep-utopia dalam bentuk satu buku yang terbit 2024. Bersama AI, kehidupan manusia menjadi sangat indah mirip dengan hidup di surga.
Postwork
Fenomena pertama yang muncul adalah postwork; pascakerja; yaitu manusia tidak perlu kerja lagi. Nick Bostrom (1973) memberi ilustrasi menarik tentang fenomena postwork dalam bukunya Deep Utopia. AI yang supercerdas menggantikan semua tugas manusia. Kita, manusia, tinggal menikmati hasil kerja oleh AI ini bagai hidup di surga dunia.
Bayangkan Anda, saat ini, berdesak-desakan kerja di kota Jakarta. Anda bangun tidur sebelum subuh; lalu berangkat ke kantor pukul 04.00 wib. Tiba di kantor pukul 06.00 wib atau lebih pagi. Tetapi, Anda tidak bisa berangkat lebih lambat; misal agak siang pukul 05.00. Begitu Anda kesiangan, maka terjebak macet kota Jakarta dan tiba kantor terlambat bisa pukul 9 atau 10. Pulang kerja, seharusnya Anda bisa pulang pukul 5 sore tetapi Jakarta sangat macet. Anda perlu menunda pulang pukul 7 malam; tiba rumah sekitar pukul 9 malam. Anak-anak sudah tidur dan istri sudah capek sibuk seharian.
Di era postwork, warga Jakarta tidak perlu sibuk kerja lagi; Anda tidak perlu sibuk kerja. Biarkan AI bekerja untuk Anda. Manusia tinggal menikmati hasil kerja oleh AI bagai hidup di surga dunia.
Postinstrumen
Kita tidak perlu kerja lagi. Bahkan sebaiknya, memang tidak lagi kerja. Karena pekerjaan kita, sebagai manusia, berkualitas buruk. AI mampu bekerja lebih efisien dan lebih efektif. Pekerjaan oleh AI lebih berkualitas dari manusia. Era ini disebut sebagai postinstrumen.
Bila ada orang yang ingin bekerja maka dia harus dicegah. Karena kerja manusia berkualitas rendah berdampak turunnya kualitas keseluruhan sistem postinstrumen. Jadi, Anda dan saya hanya perlu menikmati hidup bagai di surga dunia.
Lalu, apa nikmatnya hidup di surga dunia seperti itu?
Kita menduga bahwa manusia akan menghadapi kebosanan luar biasa. Jangan khawatir! AI bisa menghibur Anda; menyelesaikan problem kebosanan itu. AI bisa mengajak Anda main catur yang seru; AI bisa mengajak Anda main game bersama teman-teman Anda dengan kualitas suara dan grafis paling canggih. Atau, Anda ingin bersenda-gurau bersama bidadari? AI menghadirkan avatar bidadari mengikuti liarnya imajinasi Anda. Atau, AI bisa lebih liar dari segala imajinasi yang liar.
Atau, Anda kangen dengan ibu dan bapak yang sudah meninggal dunia? AI bisa menghidupkan kembali ibu dan bapak Anda. Begitu bahagianya bercengkerama dengan ibu dan bapak tercinta. Atau, Anda ingin ibadah haji? AI siap mengantar Anda ibadah haji lengkap dengan pengalaman ruhani yang suci.
Wow… benarkah surga itu terjadi di bumi ini?
Kita bisa diskusi dari banyak sisi. Era postinstrumen bisa kita sebut sebagai surga dunia; atau lebih singkat sebagai surga. Apakah manusia bisa hidup bermakna di surga dunia? Bagaimana cara manusia menemukan, atau menciptakan, makna? Atau, apakah perlu makna?
Masalah Dunia
Banyak masalah di dunia ini; kita menghadapi banyak kesulitan; sesaat ada solusi, kemudian, masalah muncul lagi. Di buku “Futuristik 2,” saya menyebut kesulitan sebagai anugerah yang lebih tinggi dari kemudahan.
Sulit lebih bernilai dari mudah; sakit lebih bernilai dari sehat; miskin lebih bernilai dari kaya; gagal lebih bernilai dari sukses; masalah lebih bernilai dari jawaban; pertanyaan lebih bernilai dari solusi.
Meski demikian, solusi tetap bernilai tinggi. Manusia bertugas untuk menemukan solusi dari setiap masalah; untuk kemudian, akan menemukan masalah baru yang lebih tinggi lagi. Jadi, masalah bernilai lebih tinggi dari solusi; meski solusi tetap bernilai tinggi.
Bila demikian, hidup kita saat ini, di dunia ini lebih bernilai dari hidup di surga dunia postinstrumen. Karena, di surga dunia, tidak ada masalah. Sementara, kita butuh masalah sebagai bernilai tinggi.
Bagaimana pun banyak orang meyakini bahwa solusi lebih bernilai dari masalah; kemudahan lebih bernilai dari kesulitan. Sehingga, hidup di surga dunia lebih bernilai dari hidup di dunia yang bertabur masalah ini. Karena itu, kita perlu membahas makna di surga dunia postinstrumen.
Makna Surga Dunia
Surga dunia berupa postinstrumen menawarkan pesona kenikmatan tiada tara dengan bantuan AI yang super cerdas. Tentu saja, banyak manusia, terpuaskan dengan nikmatnya makanan mewah, nikmatnya teknologi canggih, nikmatnya bergembira bersama bidadari, nikmatnya petualangan game tanpa henti, dan beragam kenikmatan lainnya.
Apakah hidup penuh kenikmatan surga dunia itu bermakna?
Kenikmatan lebih penting dari segalanya; kenikmatan lebih penting dari makna. Di surga dunia, manusia hidup bahagia dengan bertabur segala kenikmatan. Tidak ada lagi yang dibutuhkan selain kenikmatan yang selalu tersedia oleh AI di postinstrumen.
Sebagian orang tidak setuju bahwa berlimpahnya kenikmatan sebagai cukup. Manusia membutuhkan makna lebih dari nikmat itu sendiri. Bagi orang-orang seperti ini, mereka perlu mencari makna dalam ombak besar kenikmatan surga dunia. Beberapa alternatif sumber makna yang tersedia adalah: melibatkan diri dalam petualangan game; bertanding dalam hobi olahraga; barangkali petualangan judi online; dan menikmati karya seni tanpa henti.
Game Petualangan
Olahraga
Judi
Seni
Pesona Surga
Kita bisa belajar dari orang-orang bijak masa lalu. Benar bahwa surga menawarkan beragam kenikmatan sensual. Lebih dari itu, beberapa orang khusus melangkah lebih jauh dari pesona kenikmatan sensual. Mereka mengarungi pesona intelektual dan pesona spiritual.
Hidup di surga dunia, postinstrumen, menawarkan pesona intelektual dan pesona spiritual; atau beberapa orang ini sengaja mengejar, dan menciptakan, pesona intelektual spiritual.
Maha Futuristik
Tuhan Maha Esa, Maha Awal, dan Maha Akhir. Di surga dunia atau pun surga sejati, manusia tetap rindu kepada Tuhan Maha Akhir atau Maha Futuristik. Dengan demikian, makna terindah hidup di dunia dan di surga adalah pancaran cahaya Tuhan Maha Esa.
AI Menuju Surga
Benarkah AI akan mengantarkan manusia ke surga dunia? Postinstrumen?
Andai AI berhasil menciptakan surga dunia maka apakah surga untuk semua manusia atau khusus bagi orang kaya?
Sayangnya, teknologi canggih yang super mahal itu hanya khusus untuk orang kaya. Handphone paling canggih hanya untuk orang kaya; orang miskin tidak mampu beli. Mobil listrik paling canggih hanya untuk orang kaya; gelandangan tidak mampu beli. Andai, surga bernama postinstrumen itu terjadi, maka hanya akan khusus untuk orang kaya.
Janji para politikus untuk pemerataan ekonomi dan pemerataan politik tidak terjadi sampai tahun ini, sampai tahun 2024 ini. Banyak pihak lemah yang tertindas. Jika postinstrumen hanya mempertajam penindasan maka sebaiknya postinstrumen dicegah sejak awal.
Apakah surga dunia, postinstrumen, itu benar-benar bisa terjadi? Apakah AI bisa memberi solusi kepada setiap situasi? Sehingga, manusia bisa hidup bagai di surga?
Postinstrumen itu tidak bisa terjadi; setidaknya dalam waktu 50 tahun ke depan, tidak akan ada surga dunia bernama postinstrumen. Mengapa? Karena, manusia adalah masalah itu sendiri. Andai, suatu saat nanti, AI berhasil memberi semua solusi maka manusia akan memunculkan problem baru lagi; begitu seterusnya. Sehingga, surga dunia tidak akan pernah terjadi.
Di sisi lain, kita perlu waspada dengan narasi AI karena AI bisa saja mirip ganja yang menaburkan berjuta pesona khayal belaka. Bagaimana pun, ganja tetap memberi manfaat. Demikian juga, AI tetap memberi manfaat dalam konteks tertentu.
3. Data Berbicara dari Anderson
Biarkan data berbicara. Kita hanya perlu mendengar data, melihat data, dan analisis data. Tidak perlu macam-macam, biarkan data berbicara sendiri.
Narasi data berbicara langsung mendapat respon keras ketika Anderson melontarkannya pada awal abad 21 ini. Seperti sudah terbukti dengan jelas bahwa data berbicara adalah kebenaran yang nyata. Data menunjukkan, misal, negara yang memanfaatkan internet lebih maju dari negara tanpa internet. Akses internet yang lebih cepat memberi keuntungan dari akses internet yang lambat. Perusahaan, dan orang, yang memanfaatkan AI lebih unggul dari perusahaan tanpa AI. Data berbicara bahwa AI adalah keunggulan. Benarkah demikian?
4. Teknopoli dari Andreessen
Narasi teknopoli memandang bahwa teknologi adalah kewajiban.
Bagaimana menurut Anda?

Tinggalkan komentar