Prabu, baru resmi diangkat sebagai raja di Gemaripa beberapa saat, sudah menghadapi tugas berat. Salah satunya pagar sepanjang 30 km, secara misterius, ditemukan di pantai ujung barat pulau utama. Siapa pelakunya? Apa tujuannya? Apa hak mereka?
Prabu ingin memastikan bahwa seluruh kekayaan negara dipergunakan untuk kemakmuran rakyat seluas-luasnya dengan adil makmur. Warga Gemaripa mendukung raja baru sang Prabu.

Iwan, sang cendekiawan, mengkritisi bagaimana hak memasang pagar laut bisa dimiliki oleh pihak tertentu? Bukankah laut ada dalam penguasaan negara? Apakah ada sistem yang perlu diteliti?
1. Ekonomi Sosial
2. Distribusi
3. Diskusi
Iwan usul ke Prabu agar mencermati sistem pasar bebas sekarang ini. Bila pagar laut menguntungkan pihak tertentu secara ekonomi maka mereka akan memasang pagar laut itu. Tetapi bila pagar laut menguntungkan warga Gemaripa maka baik-baik saja. Iwan curiga ada pihak tertentu yang ambil keuntungan dari pagar laut 30 km yang misterius itu.
1. Ekonomi Sosial
Iwan tampak setuju dengan Foucault bahwa manusia adalah biopolitik atau biopower; manusia menjadi sempurna dengan cara berpartisipasi di dunia politik; praktis atau non-praktis. Prabu setuju saja dengan pandangan Iwan. Apa hubungannya dengan pagar laut?
Tesis Iwan sederhana: pagar laut 30 km itu terjadi karena ada pihak tertentu mengeruk keuntungan besar darinya; dan warga Gemaripa yang dirugikan secara langsung atau tidak, sadar atau tidak.
Sebut saja yang membangun pagar laut itu adalah Polan si orang besar. Tentu saja, Polan orang besar karena butuh kekuatan besar untuk bisa investasi membangun pagar laut sepanjang 30 km dilengkapi dengan beragam sertipikat legal.
Prabu bertanya: bagaimana bisa terbit sertipikat legal? “Ya, tidak tahu kok tanya saya,” jawab Iwan, “tanya saja kepada raja sebelum kamu yaitu raja Mulyana!” Kata Prabu, “Dia pasti jawab ndak tahu lah…” Mereka tertawa bersama.
Biopower atau biopolitik adalah situasi di mana setiap individu sadar bahwa dirinya harus mencari keuntungan sebesar-besarnya; karena banyak tekanan dari luar. Polan mungkin tidak berniat membangun pagar laut 30 km. Tetapi tekanan dari luar memaksa Polan. Jika Polan tidak membangun pagar laut maka orang lain akan membangunnya; orang lain itu yang akan untung. Jika Polan tidak untung maka Polan tidak bisa membayar setoran ke banyak pihak; ke pejabat, ke cukong, ke istri simpanan, dan lain-lain. Polan tertekan dan terpaksa membangun pagar laut penuh ceria.
Menariknya, awalnya, Polan merasa tertekan. Selanjutnya, Polan menikmati tekanan biopower itu. Polan menikmati pagar laut, menikmati setor ke pejabat, setor ke cukong, setor ke istri simpanan, dan lain-lain. Lebih parah lagi, awalnya, Polan merasa berdosa membangun pagar laut mau pun suap ke mana-mana. Seiring pengalaman, Polan merasa bangga berbagi rejeki ke banyak pihak. Lagi pula, Polan bisa mendirikan yayasan sosial.
Solusinya bagaimana? Iwan berpikir keras. Pertama, Prabu perlu menelusuri kasus pagar laut sampai tuntas. Kedua, Prabu perlu mengembangkan sistem sertipikat tanah terpadu yang aman. Ketiga, Prabu perlu menggeser sistem ekonomi dari mencari keuntungan pribadi menuju distribusi yang penuh arti.
2. Distribusi
Transaksi ekonomi wajar terjadi secara personal; jual beli satu orang dengan orang lain adalah sah. Tetapi transaksi personal perlu berada dalam wadah yang lebih besar: distribusi ekonomi; pemerataan ekonomi; adil makmur di bidang ekonomi.
Terdapat transaksi, di atas transaksi personal, yaitu transaksi antar kepala suku; bukan pejabat; kepala suku adalah orang bijak yang mirip ketua kelas atau ketua OSIS di SMP. Kepala suku jual beli dengan kepala suku lain atas keperluan warga sukunya; bukan keperluan kepala suku; bukan keperluan pejabat; bukan pula keperluan sang raja baru Prabu. Kemudian, kepala suku mendistribusikan hasil jual beli kepada warganya secara adil makmur.
Transaksi kepala suku memegang dua peran penting: [1] menjamin distribusi adil makmur bagi warga masing-masing suku; [2] menjaga distribusi adil antar suku-suku di sekitar dan meluas ke alam semesta. Peran raja Prabu menjadi besar untuk mewujudkan Gemaripa adil makmur. Di saat yang sama, raja Prabu perlu mendengarkan masukan dari Iwan sang cendekiawan.
Sayangnya, Iwan sudah makin tua. Sehingga, nasehat Iwan lebih lembut; buka perspektif luas; utamakan kehidupan warga minoritas; dan kuatkan sikap ikhlas. Beda dengan Iwan muda yang dulu; yang sering meneriakkan lagu BONGKAR karya musisi Indonesia; yang menuntut revolusi lebih dari sekedar reformasi.
Jadi, kita perlu jeli menangkap pesan-pesan tersembunyi sang cendekiawan tua itu.
3. Diskusi
Pagar laut 30 km pasti terjadi karena melanggar prinsip adil makmur; ada pihak tertentu mengeruk keuntungan besar. Prabu perlu bertindak cepat untuk melindungi kekayaan negara.
Bagaimana menurut Anda?
