Filsafat Teknologi: Kritik Akal Imitasi

Pekan lalu, saya menerima kiriman tiga buku AI (akal imitasi / artificial intelligence) dari Prof Dim. Seluruh buku baru terbit, masih hangat, di akhir 2024 atau awal 2025. Terima kasih banyak Prof Dim.

“Buku Religion and Artificial Intelligence ini sangat bagus. Saya baca sekilas, pembahasannya mendalam dan luas,” ungkap Prof Dim.

Setelah saya membaca buku-buku itu, “Saya setuju bahwa buku-buku itu sangat kita perlukan. Kita perlu mengkajinya lebih mendalam.”

Saya sudah membaca bab 7 “Islam and Artificial Intelligence” versi digital beberapa bulan sebelumynya. Chaudhary, penulis, membahas teknologi dan filsafat Islam yang berkembang pesat sepanjang sejarah. Islam berhasil menempatkan teknologi pada posisi yang tepat sebagai teman manusia untuk memakmurkan alam dan mengabdi kepada Tuhan. Tidak ada masalah serius terhadap teknologi. Hanya saja, perkembangan AI memang luar biasa. Ada resiko pelanggaran global: tidak adil, merusak alam, mempertajam ketimpangan sosial, dan lain-lain. Sehingga, kita perlu membahas AI dengan baik.

Beth Singler melanjutkan dengan buku yang dia tulis sendiri dengan judul yang sama: Religion and Artificial Intelligence. Singler menunjukkan karakter niscaya ikatan agama dan AI. Respon agama terhadap AI ada tiga macam: rejection, adoption, dan adaptation.

Buku ketiga, saya sebut sebagai Kritik Akal Imitasi; meniru judul buku Kant yaitu Kritik Akal Murni yang terbit sekitar 300 tahun yang lalu. Judul asli buku itu adalah Inside AI karya Akli Adjaoute.

Kritik Akal Imitasi membahas AI secara lengkap serta batas-batas bagi AI. Pemahaman mendalam terhadap AI dan tidak melampaui batas itulah yang kita sebut sebagai Kritik Akal Imitasi. Mereka yang melampaui batas, misal menganggap AI memiliki kesadaran, perlu dikritik dengan keras. Karena AI memang tidak mungking memiliki kesadaran menurut penulis. Bahkan, AI tidak sanggup sekedar untuk memahami. AI adalah sekedar program komputer.

1. Kritik AI
2. Outside AI
3. Futuristik
4. Histori
5. Diskusi

Dari kacamata filsafat teknologi, kita perlu mengembangkan kritik terhadap AI. Dengan kritik, AI bisa berkembang pesat dan mencegah resiko-resiko yang mungkin bisa terjadi.

1. Kritik AI

Kita perlu melihat realitas AI sampai saat ini dan membedakan dengan sains fiksi. Realitas AI memang mempesona, mengagumkan, dan luar biasa. Di masa depan, kita menduga, AI akan berkembang makin hebat. Bagaimana pun, AI tetaplah sebuah teknologi. AI bukan robot mirip transformer; AI tidak memiliki kehendak; AI tidak memiliki kesadaran; AI tidak mirip dengan kecerdasan manusia.

Kita perlu mengembangkan: kritik inside AI.

2. Outside AI

Kita perlu melihat AI dari luar: outside AI. Dari luar, AI merusak lingkungan dengan menambah polusi udara; AI mengancam pekerja dengan PHK, pemecatan pekerja, di beberapa tempat; minimal, AI menutup banyak lowongan kerja; AI memperlebar kesenjangan sosial; AI memperbodoh para siswa dan umat manusia, dan lain-lain.

Adakah dampak positif AI dilihat dari luar? Tentu, AI menjadikan orang kaya makin kaya. AI menjadikan orang mabuk kepayang judi online terpesona impian kosong. AI menjadikan emak-emak kecanduan nikmatnya media sosial. AI menjadikan manusia menikmati hidup penuh manja.

3. Futuristik

Bagaimana masa depan AI?

Masa depan adalah posibilitas luas bagi AI; adalah bebas dan untuk membebaskan; masa depan menuntut komitmen tanggung jawab bagi setiap orang.

4. Histori

AI adalah produk dari histori dan membentuk histori. Bagaimana narasi histori AI?

5. Diskusi

Bagaimana menurut Anda?

Diterbitkan oleh Paman APiQ

Lahir di Tulungagung. Hobi: baca filsafat, berlatih silat, nonton srimulat. Karena Srimulat jarang pentas, diganti dengan baca. Karena berlatih silat berbahaya, diganti badminton. Karena baca filsafat tidak ada masalah, ya lanjut saja. Menyelesaikan pendidikan tinggi di ITB (Institut Teknologi Bandung). Kini bersama keluarga tinggal di Bandung.

Join the Conversation

  1. avatar Tidak diketahui

1 Comment

Tinggalkan komentar