Bahkan lebih hebat dari Einstein?
Karena Alhazen lahir sebelum era Descartes. Sedangkan Newton lahir setelah Descartes.
Bahkan ketika Einstein membahas cahaya yang mirip dengan Alhazen maka teman-teman Einstein sudah terpengaruh oleh dualisme Descartes. Sehingga rumus Einstein e = mc^2 menjadi senjata bom atom yang berbahaya.

Memang apa masalahnya dengan Descartes? Tidak masalah dengan Descartes tetapi murid-murid Descartes memang bermasalah. Dualisme Descartes berhasil mendamaikan konflik sains dan agama di sekitar abad 17. Di abad 19, 20, dan 21, dualisme Descartes menjadi masalah besar.
Bagaimana menurut Anda?

1. Sains Cahaya vs Mekanika
2. Dualisme Cartesian (Descartes)
3. Kecepatan Cahaya Einstein
4. Positivisme Lingkaran Wina
5. Diskusi
Alhazen (970 – 1040) mengembangkan sains secara teoritis dan empiris. Jika Anda mengenal trigonometri yang canggih maka itulah keahlian Alhazen. Lebih dari itu, Alhazen menguji teori sains, misal tentang cahaya dan optik, melalui eksperimen. Alhazen adalah ilmuwan pertama yang mengenalkan metode ilmiah melalui perangkat eksperimen yang sistematis. Sebelum Alhazen, ilmuwan cenderung memanfaatkan uji koherensi logika sesuai ajaran Aristo; tanpa mengembangkan eksperimen empiris yang sistematis.
Alhazen pernah bekerja di perpustakaan Syam. Dia menerjemahkan ke bahasa Arab dari buku-buku bahasa Yunani atau Latin meliputi karya Plato, Aristo, Euclid, Galen, dan lain-lain. Lebih dari itu, Alhazen juga menulis buku karya orisinal yang jumlahnya puluhan sampai ratusan.
Gubernur Syam sangat puas dengan hasil kerja Alhazen dan memberi gaji bulanan sangat besar yaitu 100 dinar (barangkali sekitar 200 juta rupiah di jaman kita sekarang). Alhazen menolak gaji besar dan ia hanya mengambil 4 dinar saja; Alhazen merasa cukup dengan gaji yang sedikit saja.
“Mengapa begitu Alhazen?” gubernur heran.
Alhazen menjawab, “Biarlah segini saja sudah cukup buat saya. Bila Tuan terlalu banyak memberi gaji ke saya maka saya akan menjadi penjaga harta Tuan. Bila Tuan terlalu sedikit memberi gaji ke saya maka saya akan menanggung derita akibat ulah Tuan.”
1. Sains Cahaya vs Mekanika
Alhazen fokus mengkaji sains cahaya dan optik berbeda dengan Newton yang fokus utama adalah mekanika dan kalkulus; tentu Newton juga membahas cahaya dan optik melanjutkan Alhazen.
Riset cahaya dan optik adalah untuk memahami realitas. Tetapi, mekanika dan kalkulus adalah untuk mendominasi realitas; atau untuk rekayasa realitas. Sangat berbeda kan?
Ketika umat manusia fokus riset cahaya dan optik maka masyarakat makin memahami alam semesta dengan lebih baik. Sehingga manusia lebih bersyukur atas karunia cahaya dan manusia mengambil lebih banyak hikmah. Ilmuwan bisa menciptakan kacamata untuk membantu penglihatan bagi orang-orang yang membutuhkan. Ilmuwan bisa menciptakan teleskop untuk mengagumi keindahan semesta. Ilmuwan bisa menciptakan lensa/cermin pembakar untuk menghasilkan energi panas sekedar untuk penghangat ruangan atau untuk memasak.
Kajian optik di atas berbeda dengan kajian mekanika pasca Newton (1643 – 1727).
Dengan kajian mekanika maka manusia bisa mengendalikan alam bukan sekedar memahami alam. Dengan mekanika, manusia bisa membangun bendungan, jembatan, kereta api, mobil, tenaga listrik, senjata perang, dan lain-lain. Kajian mekanika memberi keuntungan kekuatan bagi pihak yang menguasainya; keuntungan finansial; dan keuntungan politik. Pandangan ini selaras dengan tujuan murid-murid Descartes.
2. Dualisme Cartesian (Descartes)
Descartes (1596 – 1650) membedakan materi dan jiwa: dualisme Descartes. Sains berfokus kepada kajian materi. Sedangkan agama mengkaji jiwa. Sehingga tidak perlu ada konflik antara sains dan agama; mereka memiliki wilayah kajian yang berbeda.
Konsekuensi lanjutan adalah sains bebas melakukan apa saja. Terjadilah dominasi terhadap alam mau pun dominasi terhadap bangsa lain; melalui kolonialisme atau kapitalisme misalnya. Umat manusia mengalami kemunduran peradaban di berbagai penjuru dunia. Tentu saja, ada pihak-pihak tertentu yang justru mengambil keuntungan besar dari kolonialisme dan kapitalisme. Kabarnya, awal abad 21 ini, Elon Musk rencana akan menciptakan koloni di planet Mars dengan proyek-proyek SpaceX.
3. Kecepatan Cahaya Einstein
Einstein mirip Alhazen: mengkaji sains cahaya. Einstein membuat postulat bahwa kecepatan maksimal adalah kecepatan cahaya dalam ruang hampa. Teori Einstein menghasilkan formula e = mc^2 yang menjadi dasar senjata bom atom. Setelah bom atom meledak di Nagasaki Hiroshima, Einstein menyesal seumur hidup. Tetapi Einstein tidak terlibat dalam peledakan bom atom kan?
Manusia memang sulit dipercaya meski bisa dipercaya.
Einstein bersama Russell mendorong gerakan anti-senjata nuklir; mendorong pemusnahan senjata nuklir sejak selesai perang dunia dua. Bagaimana pun, proyek pengembangan nuklir masih terjadi di berbagai penjuru dunia meski dengan alasan untuk kepentingan damai.
4. Positivisme Lingkaran Wina
Pada awal abad 20, Barat terjebak dalam positivisme Lingkaran Wina. Mengapa Alhazen tidak terjebak positivisme? Mengapa Alhazen bisa antisipasi deduksi-hipotesis mau pun falsifikasi Popper?
Alhazen berbeda dengan ilmuwan pasca Newton. Alhazen mengembangkan sains, filsafat, dan agama adalah untuk mengungkap kebenaran hikmah kebijaksanaan. Ilmuwan pasca Newton, apalagi ilmuwan adab 20, mengembangkan sains adalah untuk memperoleh keuntungan; finansial mau pun politis. Ketika sains terbukti pernah memberi keuntungan itu maka Lingkaran Wina menetapkan bahwa sains adalah kebenaran itu sendiri. Yang berbeda dengan sains adalah bukan kebenaran atau tidak bermakna.
Jika sains berbeda pendapat dengan ajaran tradisi maka mana yang lebih benar? Sains lebih benar menurut Lingkaran Wina.
Positivisme Lingkaran Wina bergerak lebih jauh: (a) kebenaran harus bisa diverifikasi oleh sains; (b) atau kebenaran harus bisa dianalisis logis berdasar definisi sains. Yang lebih heboh lagi adalah sisi penolakan oleh Positivisme. Bila suatau gagasan tidak memenuhi dua kriteria positivisme di atas maka tidak masuk akal; tidak bermakna; atau omong kosong.
Metafisika tidak memenuhi kriteria positivisme maka dianggap sebagai omong kosong. Tradisi, budaya, seni, agama, hikmah, tata-krama, dan lain-lain juga tidak memenuhi kriteria positivisme maka dianggap sebagai omong kosong.
Tentu saja, banyak pihak yang menolak positivisme Lingkaran Wina. Einstein menolak diajak gabung Lingkaran Wina. Husserl menolak Lingkaran Wina. Heidegger menyebut sains positivisme sebagai tidak otentik. Pada pertengahan abad 20, falsifikasi Popper meruntuhkan positivisme Lingkaran Wina. Disusul oleh revolusi pergeseran paradigma Kuhn maka positivisme Lingkaran Wina tersisa hanya puing-puing belaka.
Anehnya, ketika positivisme sains sudah runtuh, masih banyak ilmuwan yang mengira bahwa sains adalah kebenaran itu sendiri semacam Lingkaran Wina. Bagaimana bisa begitu? Mereka kurang belajar dari sejarah.
5. Diskusi
Bagaimana menurut Anda?
Descartes adalah penentu. Alhazen lebih hebat dari Newton karena Alhazen terbebas dari dualisme Descartes; sedangkan Newton terpengaruh dualisme Descartes. Bila demikian maka kita tidak bisa membandingkan Alhazen dengan Newton kan?
Tepat. Kita perlu memahami Alhazen-Newton dalam dinamika sejarah, sains, dan manusia. Jadi kita tidak bisa membandingkan mereka sebagaimana membandingkan angka-angka. Perbandingan mereka hanya untuk membantu kita agar mudah memahami mereka. Kemudian, kita mengambil pelajaran hikmah dari sejarah.
(a) Sejarah. Alhazen, Newton, dan Einstein hanya bisa kita pahami sesuai sejarah mereka. Bila dilepaskan dari sejarah, tokoh-tokoh itu menjadi kehilangan makna. Kita perlu mencermati hikmah dari sejarah mereka.
(b) Sains. Sejarah mendorong munculnya sains tertentu dan menyembunyikan jenis sains lain. Selanjutnya, sains itu sendiri ikut kontribusi kepada arah sejarah. Jadi terdapat hubungan timbal balik sejarah dan sains.
(c) Manusia. Faktor unik dari semua adalah manusia: Anda dan saya. Sejarah dan sains menjadi seru karena ada manusia yang terlibat. Tanpa manusia, sejarah dan sains akan tampak begitu-begitu saja. Burung akan membangun sarang yang seperti itu. Semut-semut akan merangkai benteng seperti itu. Burung-burung mendendangkan lagu yang seperti itu.
Manusia memang berbeda. Manusia akan mencipta lagu yang merdu: gembira atau sendu. Manusia mencipta rumah berbahan beton mau pun kayu. Manusia menciptakan kisah fiksi penuh atraksi. Manusia berpolitik dengan trik-trik licik. Sebagian manusia menjadi sempurna dengan akhlak mulia. Anda termasuk yang mana?

Tinggalkan komentar