Solusi bagi negara Indonesia agar manjadi negara adil makmur adalah sederhana: bangunan vs bangunlah.
Kita perlu membedakan dengan tegas antara bangunan dengan bangunlah. Negara yang ingin adil makmur harus fokus kepada “bangunlah”. Sejak perjuangan kemerdekaan, sekitar 100 tahun yang lalu, para pendiri bangsa sudah fokus tepat kepada “bangunlah”.
Bangunlah jiwanya
Bangunlah badannya
Untuk Indonesia Raya

Seiring perjalanan sejarah, Indonesia bergeser dari “bangunlah” menjadi fokus kepada “bangunan”. Hasilnya adalah puluhan juta rakyat jelata sengsara dalam kemiskinan. Laporan resmi BPS (Badan Pusat Statistik Indonesia) ada sekitar 27 juta jiwa orang Indonesia di bawah garis kemiskinan. OECD melaporkan lebih dari 50 juta jiwa rakyat Indonesia berada dalam kondisi miskin ekstrem. Baru-baru ini, ada laporan yang menyatakan hampir 200 juta jiwa rakyat Indonesia adalah miskin. Di sisi lain, segelintir orang Indonesia adalah kaya raya yang bisa hura-hura. Aturan resmi membolehkan pejabat menyewa kamar semalam dengan harga 9 juta rupiah. Pengusaha kaya bisa saja sewa kamar di atas 9 juta semalam.
1. MBG: Makan Bergizi Gratis
2. Pendidikan Gratis
3. Diskusi
3.1 Berpikir
3.2 Bahasa
3.3 Eksistensi
Di depan kuliah mahasiswa S3 (doktoral) ITB, saya menyatakan bahwa saya mendukung program makan siang gratis untuk siswa sejak era kampanye 2024. Lebih dari itu, saya mendukung makan gratis 3 kali sehari: makan siang, makan pagi, dan makan sore. Dan bukan hanya siswa yang makan gratis tetapi makan gratis bagi seluruh rakyat Indonesia. Siapa pun presiden terpilih, makan gratis untuk rakyat adalah baik.
“Bagaimana dengan anggarannya, Pak?” seorang mahasiswa bertanya.
“Tidak ada APBN yang mampu membiayai anggaran makan gratis,” saya mengawali jawaban. Lalu saya melanjutkan, “Kecuali dengan sistem keuangan yang inovatif dan kreatif.”
1. MBG: Makan Bergizi Gratis
Berpikir kreatif dan inovatif adalah tugas semua orang. Tugas kita semua. Saya beruntung, dan berterima kasih kepada ITB, mendapat tugas menyusun kurikulum dan silabus kuliah “Kreativitas dan Inovasi” untuk SBM ITB pada awal tahun 2000-an. Dalam kuliah ini, saya berdiskusi dengan mahasiswa-mahasiswi yang sangat kreatif dan dari dosen-dosen tamu yang luar biasa. Teman-teman dosen di ITB memberi inspirasi yang luas sekali.
Saya terpikir agar kuliah “Kreativitas dan Inovasi” dapat dinikmati oleh seluruh mahasiswa. SBM dengan baik membuka kuliah “Kreativitas dan Inovasi” bagi seluruh mahasiswa ITB segala jurusan sebagai mata kuliah pilihan. Salut untuk SBM ITB.
Saya menilai MBG (makan bergizi gratis) adalah program yang kreatif untuk membangun badan generasi muda: bangunlah badannya untuk Indonesia Raya. Kita perlu mendukung MBG. Tetapi, saya siap kecewa. Jika MBG dijalankan dari bawah, dari kebutuhan nyata siswa dan kebutuhan rakyat, maka MBG akan sukses. Sebaliknya, jika MBG dijalankan dari atas, dari pusat, maka akan menghadapi problem yang luar biasa.
Kita tahu, dari berita, MBG dijalankan dari pusat. Kita tahu dari berita MBG meracuni ratusan siswa di Bogor. Kita tahu dari berita MBG meruntuhkan kantin sekolah dan warung sebelah.
Jadi solusinya bagaimana? Solusinya: jalankan MBG dari bawah; bangunlah pengawasan yang memadai; kembangkan anggaran dari uang-pokok berupa koin-pokok bukan rupiah; sehingga tidak mengganggu APBN mau pun valuta asing.
Setelah MBG sukses membangun badan (dan jiwa) para siswa Indonesia, lanjutkan makan gratis bagi seluruh rakyat Indonesia. Jika semua makanan gratis maka buat apa bekerja? Bekerja memang bukan untuk cari makan; bukan karena terpaksa untuk bertahan hidup; bukan terpaksa oleh keadaan. Rakyat dan pejabat tetap bekerja karena kerja adalah untuk menghasilkan karya sampai maha karya. Kerja adalah ungkapan amal kebaikan Anda kepada sesama dan kepada alam raya. Kerja adalah tugas kita sebagai manusia.
2. Pendidikan Gratis
Problem muncul karena kita salah fokus kepada “bangunan” bukan “bangunlah”. Bangunan setara dengan building; bangunlah setara dengan bildung. Meski kita butuh building tetapi kita lebih membutuhkan bildung.
“The word “building” traces back to Old English byldan, meaning “to construct a house,” and the related Middle English byldynge.
The word “Bildung” originates from the Old High German word “bildunga,” which referred to the act of creating or shaping objects, particularly pottery. It’s related to the German words for “image” (Bild) and “to form, shape, construct” (bilden). When applied to humans, it signifies a process of self-cultivation and development of character, often used in the context of education and philosophy.”
Bildung adalah “bangunlah” karakter jiwa raga dari putra-putri bangsa.
Untuk mengembangkan bildung: kita, yaitu negara, perlu menyelenggarakan pendidikan gratis bagi seluruh warga dari tingkat SD sampai sarjana/diploma bagi yang berminat. Pendidikan gratis dibiayai oleh rakyat melalui APBN.
“APBN dapat uang dari mana untuk pendidikan gratis itu?” tanya seorang anggota wag.
“APBN Indonesia sekarang sudah mampu untuk pendidikan gratis sampai sarjana,” jawab saya, “dengan syarat pendidikan berkualitas tanpa foya-foya.”
Jika pendidikan ingin foya-foya; jika guru, dosen, dan rektor ingin hura-hura; jika orang tua ingin gedung sekolah yang mewah maka APBN tidak pernah cukup. Berapa pun porsi pendidikan dari APBN tidak pernah cukup bila fokusnya bangunan (building). Kita perlu geser fokus menjadi bildung: bangunlah jiwanya, bangunlah badannya, untuk Indonesia Raya.
3. Diskusi
Untuk membangun Indonesia menjadi adil makmur sudah terbuka jalan yang jelas: fokus pada bildung bukan building; fokus kepada “bangunlah” bukan “bangunan.” Ketika bildung berkembang maka building akan mengikuti secara wajar.
Bagaimana menurut Anda?
Saya terpikir 3 ide untuk “bangunlah” bildung: berpikir; bahasa; dan eksis.
3.1 Berpikir
Bildung membutuhkan generasi muda, dan generasi tua, untuk mahir berpikir. Sayangnya kemampuan berpikir kita sudah digerus oleh teknologi. Anak-anak tidak mampu berpikir hitungan karena sudah tersedia kalkulator di setiap hp. Remaja tidak mampu berpikir karena kena bombardir media: reel, tiktok, wa, dan lain-lain. Orang dewasa tidak mampu berpikir karena kena racun hoaks atau fitnah; tanpa hoaks segalanya jadi hambar belaka.
Kemampuan berpikir apa yang perlu kita kembangkan? Kemampuan berpikir terbuka; berpikir futuristik; berpikir penuh peduli.
Berpikir matematika dan bahasa dasar adalah modal utama. Cukup yang dasar saja; tidak membebani; malah membantu siswa berpetualang dengan matematika dan bahasa. Tujuan bildung tahap ini adalah membekali siswa dan rakyat mampu berpikir matematis dan bahasa yang logis. Kemudian, rakyat mampu melihat masa depan berdasar matematika dan bahasa. Atau lebih tepatnya, dari masa depan melihat masa kini untuk ditarik menuju cita masa depan itu: berpikir futuristik.
3.2 Bahasa
Bahasa perlu pendidikan lanjutan. Bahasa adalah ungkapan kebenaran-realitas. Bahasa memengaruhi jiwa, emosi, dan bahkan ruhani setiap orang. Bahasa adalah anugerah dari Tuhan untuk manusia sehingga manusia bahagia tinggal di rumah-realitas yang berupa bahasa.
Dalam pengertian bahasa sebagai ungkapan kebenaran-realitas, posisi bahasa lebih lembut dari setiap disiplin; bahasa lebih lembut dari sains, teknologi, ekonomi, seni, dan lain-lain. Tetapi kelembutan bahasa bisa dipaksa oleh pihak tertentu menjadi “keras”: hanya ada satu makna bahasa paling benar; yaitu makna yang saya katakan saja; makna yang lain salah. Dominasi bahasa “keras” seperti ini perlu dihindari dengan bildung mengenalkan bahasa yang lembut itu.
Kita sering menemui bahasa lembut dalam bentuk puisi. Baik puisi karya sastrawan mau pun kitab suci.
Bildung membekali warga mahir membaca puisi dan menulis puisi. Bahkan, warga membaca setiap tulisan sebagai bait-bait puisi yang lembut; tulisan WA, berita, mau pun media sosial. Fenomena realitas nyata semisal terbitnya matahari pagi pun, kita baca sebagai puisi.
3.3 Eksistensi.
Setiap warga perlu dibekali dengan kemampuan untuk menjaga eksistensi diri dan masyarakat sekitar sebagai bildung.
Eksistensi paling dasar adalah menjalani hidup ini menuju kesempurnaan sampai wafat. Keperluan hidup cukup yang sedang-sedang saja; atau sedikit agak kurang; ikhlas untuk memberikan fasilitas kepada orang lain; terutama kepada mereka yang sedang dalam kesulitan. Foya-foya dalam hidup adalah sia-sia belaka. Setiap warga perlu waspada.
Eksistensi yang lebih tinggi adalah eksis untuk meraih anugerah tertinggi; berbagi anugerah untuk sesama; dan menjaga alam raya sebagai limpahan anugerah.
Bagaimana menurut Anda?

Tinggalkan komentar