Tidak repot lagi. Tidak capek lagi. Tidak pusing lagi. Untuk membaca buku yang berat dan sulit; ratusan halaman atau ribuan halaman; cukup minta AI untuk membuat ringkasan yang mudah dipahami. Dalam 5 detik, semua beres. Sangat mudah kan? Apakah seperti itu baik? Apakah bijak?
Murid Ibnu Arabi berbincang dengan murid Rumi tentang kehebatan guru-guru mereka. Ibnu Arabi (1170 – 1240) adalah tokoh besar, penyair, sufi, dan filsuf dunia. Rumi (1207 – 1273) adalah tokoh besar, penyair, sufi, dan filsuf dunia yang lebih muda sekitar 30 tahun dari Arabi. Buku-buku karya Ibnu Arabi terkenal sangat sulit untuk dipahami misal Futuhat mau pun Fusus. Buku karya Rumi lebih mudah dipahami misal Matsnawi.

Murid Arabi, “Saya sangat kagum dengan guru Anda yaitu Jalaluddin Rumi. Bagaimana beliau bisa menulis masalah yang begitu sulit menjadi sangat mudah?”
Murid Rumi menjawab, “Saya justru heran mengapa guru Anda menulis masalah yang mudah menjadi begitu sulit?”
1. Kemudahan AI
2. Kemudahan Rumi
3. Kesulitan Arabi
4. Diskusi
4.1 Buku Kriptik Modern
4.2 Berbagi Ringkasan Kita
4.3 Membaca Konkret
Kabar baiknya, saat ini, kita bisa meminta AI (akal imitasi / artificial intelligence) untuk membuat ringkasan dalam 5 detik saja.
1. Kemudahan AI
“Tolong buat ringkasan buku Futuhat karya Ibnu Arabi yang mudah dipahami.”
Berikut jawaban dari Gemini:
“Buku “Al-Futuhat al-Makkiyya” (Pembukaan-Pembukaan Mekkah) adalah karya monumental dari seorang sufi dan filosof Muslim agung, Muhyiddin Ibnu Arabi (wafat 1240 M). Ini adalah ensiklopedia spiritual dan metafisika yang sangat kompleks, ditulis selama Ibnu Arabi berada di Mekkah. “Futuhat” berarti “pembukaan” atau “wahyu,” menunjukkan bahwa isinya adalah pengetahuan yang terbuka kepadanya melalui inspirasi ilahi.
Inti dari pemikiran Ibnu Arabi dalam Futuhat dapat diringkas melalui beberapa konsep utama:
- Wahdat al-Wujud (Kesatuan Wujud): Ini adalah konsep paling sentral dan sering disalahpahami. Ibnu Arabi tidak berarti bahwa Tuhan adalah sama dengan ciptaan (pantheisme), melainkan bahwa hanya ada satu Wujud sejati, yaitu Tuhan (Allah). Segala sesuatu selain Tuhan adalah manifestasi, penampakan, atau bayangan dari Wujud Ilahi tersebut. Ibaratnya, cahaya matahari adalah satu, tetapi ia menampakkan diri dalam berbagai bentuk dan warna ketika mengenai objek-objek yang berbeda. Jadi, alam semesta dan segala isinya adalah cermin yang memantulkan Wujud Tuhan.
- Al-Insan al-Kamil (Manusia Sempurna): Konsep ini merujuk pada manusia yang telah merealisasikan sepenuhnya sifat-sifat dan nama-nama Ilahi dalam dirinya. Manusia sempurna adalah mikrokosmos (dunia kecil) yang mencerminkan makrokosmos (Tuhan dan alam semesta). Nabi Muhammad SAW adalah contoh utama dari Manusia Sempurna, yang menjadi jembatan antara Tuhan dan ciptaan-Nya. Melalui Manusia Sempurna, Wujud Ilahi dapat dikenal dan dipahami.
- Asma’ al-Husna (Nama-Nama Indah Tuhan): Ibnu Arabi menjelaskan bagaimana Tuhan menampakkan diri melalui nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Setiap makhluk di alam semesta adalah manifestasi dari satu atau lebih Nama Ilahi. Memahami nama-nama ini adalah kunci untuk memahami Tuhan dan ciptaan-Nya.
- Khayal (Imajinasi): Imajinasi memiliki peran yang sangat penting dalam sistem Ibnu Arabi. Ia bukan sekadar fantasi, melainkan fakultas kognitif yang memungkinkan manusia memahami realitas antara dunia fisik dan spiritual. Dunia imajinal adalah tempat di mana kebenaran-kebenaran spiritual dapat dialami dan diwujudkan.
- Perjalanan Sang Arif (Sufi): Buku ini juga menguraikan berbagai tahapan dan pengalaman dalam perjalanan spiritual seorang ‘arif (orang yang mengenal Tuhan). Ini mencakup aspek-aspek syariat (hukum), thariqat (jalan spiritual), dan haqiqat (kebenaran ilahi) yang saling terkait.
Secara keseluruhan, Al-Futuhat al-Makkiyya adalah upaya Ibnu Arabi untuk menyajikan pandangan komprehensif tentang Tuhan, alam semesta, dan manusia dari perspektif pengalaman mistik dan pemikiran filosofis yang mendalam. Ini adalah karya yang menantang namun sangat berpengaruh dalam tradisi intelektual dan spiritual Islam.”
“Tolong buat ringkasan buku Matsnawi karya Jalaluddin Rumi yang mudah dipahami.”
Berikut jawaban Gemini:
““Matsnawi” atau sering disebut juga “Matsnawi Ma’nawi” adalah mahakarya monumental dari penyair sufi Persia abad ke-13, Maulana Jalaluddin Rumi. Kitab ini sering digambarkan sebagai “Al-Quran dalam bahasa Persia” atau “tafsir sufistik atas Al-Quran” karena kedalaman spiritual dan hikmah yang terkandung di dalamnya.
Apa Itu Matsnawi?
Secara harfiah, “matsnawi” adalah bentuk puisi Persia yang terdiri dari bait-bait berpasangan dengan rima yang sama. Namun, dalam konteks karya Rumi, “Matsnawi” adalah sebuah ensiklopedia spiritual yang luas, terdiri dari enam jilid dan ribuan bait syair. Rumi menulisnya atas permintaan murid setianya, Husamuddin Chalabi, sebagai panduan bagi para pencari kebenaran.
Tema Utama dan Inti Ajaran:
Inti dari Matsnawi adalah Cinta Ilahi (Ishq-e Ilahi). Rumi menggunakan berbagai kisah, perumpamaan, anekdot, dan dialog untuk menjelaskan perjalanan jiwa manusia dalam mencari dan bersatu dengan Tuhan. Beberapa tema kunci yang selalu muncul meliputi:
- Cinta sebagai Kekuatan Universal: Bagi Rumi, cinta adalah kekuatan fundamental yang menggerakkan seluruh alam semesta. Bukan hanya cinta antarmanusia, tetapi cinta yang melampaui batas, yang menyatukan segala sesuatu dengan Sang Pencipta.
- Kerinduan Jiwa: Jiwa manusia digambarkan sebagai seruling yang terpisah dari rumpun bambunya (Tuhan), dan kerinduan inilah yang mendorongnya untuk kembali kepada Asalnya.
- Meleburkan Ego (Nafs): Rumi menekankan pentingnya melampaui egoisme dan hawa nafsu duniawi yang menjadi penghalang utama dalam perjalanan spiritual.
- Pentingnya Guru Spiritual (Syekh/Pir): Peran seorang pembimbing spiritual sangat vital dalam menuntun murid melewati berbagai tahapan dan tantangan di jalan tasawuf.
- Kebenaran di Balik Bentuk: Matsnawi sering membedakan antara “bentuk” (lahiriah) dan “makna” (batiniah). Rumi mengajak pembaca untuk melihat melampaui penampilan luar dan menyelami hakikat atau esensi segala sesuatu.
- Penderitaan sebagai Jalan Pencerahan: Rumi sering menggambarkan penderitaan dan kesulitan sebagai alat pemurnian jiwa yang mendekatkannya kepada Tuhan.
- Harmoni dan Perdamaian: Meskipun karya sufistik, Matsnawi juga mengajarkan tentang kerukunan, toleransi, dan perdamaian antarmanusia, bahkan antaragama, dengan penekanan pada cinta universal.
Struktur dan Gaya Bahasa:
Meskipun pada pandangan pertama Matsnawi mungkin terlihat seperti kumpulan cerita yang acak, beberapa ahli berpendapat bahwa ada struktur batiniah yang koheren. Rumi menggunakan gaya bahasa yang puitis, simbolis, dan metaforis, seringkali beralih dari satu kisah ke kisah lain tanpa transisi yang jelas, namun semua cerita itu pada akhirnya mengarah pada pengajaran spiritual yang sama. Ia menggunakan kisah-kisah dari Al-Quran, Hadis, cerita rakyat, dan pengalaman pribadinya.
Kesimpulan:
“Matsnawi” adalah sebuah permata kebijaksanaan yang tak lekang oleh waktu, menawarkan panduan praktis dan inspirasi mendalam bagi siapa pun yang mencari makna hidup, kebahagiaan sejati, dan kedekatan dengan Ilahi. Ini adalah undangan untuk memulai perjalanan spiritual ke dalam diri, dipandu oleh kekuatan cinta.”
Wow… hebat banget kan jawaban AI (Gemini) di atas? Gratis pula. Anda bisa mencoba AI yang lain. Apakah yang seperti itu baik?
2. Kemudahan Rumi
Saya setuju: membaca Rumi lebih mudah dari Arabi. Memang benar membaca Arabi adalah sangat sulit. Tetapi, membaca Rumi, meski lebih mudah, tidak mudah juga. Kita perlu membuka pikiran, membuka hati, dan membuka diri untuk membaca Rumi; mau pun membaca Arabi.
Umumnya, tulisan Rumi berupa kisah pendek yang penuh inspirasi. Kita memahami kisah itu. Bila kita membacanya dengan khidmat, kemudian merenungkannya maka akan berbuah puluhan hikmah. Tetapi, bila seseorang membaca dengan buru-buru maka dia akan kehilangan makna dan kehilangan hikmah. Mengapa buru-buru? Hidup ini terlalu berharga untuk dilewatkan secara buru-buru.
3. Kesulitan Arabi
Membaca Arabi memang sulit karena pembahasan Arabi sangat mendalam dan sangat tinggi; dan tentu luas juga. Sebenarnya Ibnu Arabi sudah membantu pembaca dengan menyediakan puisi indah di banyak tempat. Puisi penuh pesona ini menjadi permata inti dari pembahasan bab yang bersangkutan.
Bagaimana pun tetap sulit untuk membaca Arabi. Mengapa? Karena kesulitan itu (a) menambah makna bagi karya Arabi; (b) menambah makna bagi perjuangan para pembaca; (c) menambah makna bagi proses menuju dewasa setiap manusia.
Barangkali mengkaji Arabi bisa diawali dengan membaca Fusus yang “hanya” terdiri sekitar 100 halaman. Sangat tipiskan? Membaca 1 kali, sulit memahami maksudnya. Membaca 10 kali, terasa kedalaman maknanya. Membaca 20 kali, makin berkilau taburan cahaya makna.
Sedikit catatan tentang karya Rumi, yang meski lebih mudah dari Arabi, adalah tetap sebagai buku kriptik; buku sulit. Demikian juga buku Ihya karya Ghazali adalah buku kriptik meski lebih mudah dari Rumi.
4. Diskusi
Bagaimana menurut Anda?
Seperti contoh di atas, AI memberi ringkasan yang jelas dari karya Arabi dan Rumi. Apakah masih perlu membaca langsung karya Arabi dan Rumi? Bukankah sudah ada ringkasan oleh AI?
4.1 Buku Kriptik Modern
Dalam sejarah modern, setelah era Arabi dan Rumi, berkembang pula karya-karya yang sulit dipahami; disebut sebagai kriptik; tidak bisa diakses; tidak bisa ditembus. Kant (1724 – 1804) adalah tokoh pertama yang menulis karya sangat sulit dipahami berupa trilogi kritik. Hegel (1770 -1831) menulis karya yang menambah kesulitan karena membahas Kant dan menambahkan prinsip kontradiksi yang tampak tidak masuk akal. Heidegger (1889 – 1976) terkenal paling sulit dipahami karena membahas Hegel dan meruntuhkan metafisika dari Plato sampai Nietzsche. Derrida (1930 – 2004) tampak melanjutkan kerumitan Heidegger dengan gaya yang lebih renyah. Severino (1929 – 2021) sangat sulit dipahami karena bertumpu pada ajaran Parmenides tentang wujud abadi. Dan paling sulit, barangkali, adalah Laruelle (1937 – 2024) yang membahas Esa dari sudut pandang Yang Esa.
4.2 Berbagi Ringkasan Kita
Jangan khawatir! Kita bisa minta AI untuk membuat ringkasan itu semua agar menjadi mudah. Keunggulan ringkasan AI adalah (a) mudah dipahami dan memang ringkas. Bila kita merasa perlu untuk lebih ringkas maka kita bisa meminta AI untuk membuat lebih ringkas lagi. Bila ada bagian tertentu dari ringkasan yang kita belum paham maka kita bisa minta AI untuk lebih lengkap menjelaskan bagian itu; benar-benar fleksibel sesuai kebutuhan.
(b) Ringkasan AI bukanlah ringkasan oleh orang lain tetapi seakan-akan ringkasan oleh diri kita; seakan-akan kita sudah membaca buku sulit yang asli kemudian membuat ringkasan itu. Jadi, ada semacam kesan bahwa kita sudah memahami buku aslinya yang super sulit itu.
(c) Karena ringkasan oleh AI itu seakan-akan tulisan kita sendiri maka kita bisa share (berbagi) ringkasan itu ke medsos misal di WA, FB, IG, blog, dan lain-lain. Jadi tersedia lebih banyak tulisan di berbagai media.
4.3 Membaca Konkret
Kita tetap perlu membaca buku kriptik asli tulisan manusia. Kita tetap perlu menulis buku karya kita sendiri sebagai manusia; baik buku kriptik atau pun buku sederhana. Membaca buku berupa ringkasan oleh AI, ulasan oleh AI, atau kritik oleh AI adalah tidak memadai. Kita butuh membaca secara konkret; yaitu kita membaca buku karya manusia konkret; dan posisi kita sebagai pembaca adalah sebagai manusia konkret.
Saya mencoba membaca ulang Bab 2 Fusus karya Ibnu Arabi tentang Nabi Syits (Seth); memang kriptik yang sulit dipahami. Kemudian saya minta AI untuk membahas Bab 2 Fusus itu. AI membahasnya dengan sangat mudah. Tetapi jelas berbeda. Membaca Fusus asli karya Ibnu Arabi benar-benar penuh pesona. Kemudian, saya mencoba membaca karya William Chittick yang membahas karya Arabi. Benar, karya Chittik juga bertabur pesona.
Untuk buku kriptik modern saya mencoba membaca ulang “Letter on Humanism” karya Heidegger. Benar juga, sangat sulit dipahami memang kriptik. Saya minta AI membahas “Letter on Humanism”. AI membahasnya dengan sangat mudah dan sederhana. Tetapi jelas berbeda. Karya Heidegger yang asli itu bertabur pesona konkret. Saya mencoba membaca tulisan murid-murid Heidegger tentang “Letter on Humanism” hasilnya benar-benar bertabur pesona.
Kita butuh membaca buku kriptik mau pun menulis buku kriptik.
Bagaimana menurut Anda?

Tinggalkan komentar