Solusi Tunjangan DPR Indonesia: Lottocracy

Tunjangan DPR yang 50 juta rupiah per bulan, dana aspirasi, dana reses, dan uang-uang lainnya telah memicu aksi demo Agustus 2025. Ketika rakyat sulit untuk sekadar bertahan hidup, sulit kerja dan sulit dapat uang, DPR justru berlimpah dana tambahan. Kesenjangan sosial ini tampak makin tajam menambah luka para warga. Tetapi problem keuntungan DPR terjadi baik di Indonesia mau pun di negara lain juga misal usa. Apa solusi terbaik untuk DPR? Salah satu solusi terbaik adalah: lottocracy.

Di halaman depan web lottocracy menampilkan:

Demokrasi sedang menghadapi masalah serius.
Sistem yang ada saat ini tidak berjalan dengan baik. Ketimpangan semakin meningkat, banyak orang hidup dalam kesulitan, sementara segelintir elit menguasai lembaga-lembaga politik kita. Bumi—satu-satunya tempat tinggal kita—semakin memanas dari tahun ke tahun. Masyarakat pun semakin terpecah, dan kita kesulitan bekerja sama untuk mengatasi berbagai tantangan yang ada.

Apakah mungkin justru sistem pemilu itu sendiri yang menjadi masalah?

Buku Lottocracy mengajukan argumen bahwa demokrasi perwakilan berbasis pemilu—meskipun merupakan bentuk pemerintahan terbaik yang pernah dicoba—mengalami hambatan besar di dunia modern.

Namun, ini bukanlah pesan keputusasaan. Sebaliknya, Lottocracy menawarkan visi yang jelas dan terperinci tentang bentuk baru demokrasi: sebuah sistem yang menggunakan undian (lotre), bukan pemilu, untuk memilih wakil-wakil politik kita.”

1. Masalah Demokrasi Indonesia
2. Arisan Politik
3. Solusi Panarko
4. Diskusi

Indonesia menghadapi masalah besar demokrasi; baik masalah pemilu presiden, pemilu legislatif DPR, kesenjangan ekonomi, judi online dan kecanduan AI (artificial intelligence / akal imitasi) yang mahir produksi hoaks. Solusi lottocracy adalah mirip arisan politik yang memerlukan dukungan pendidikan sampai pembentukan panarko-kopanarko.

1. Masalah Demokrasi Indonesia

Sejak awal, demokrasi memang bermasalah. Begitu demokrasi datang ke Indonesia, masalahnya makin membesar. Awal demokrasi dalam sejarah terjadi di Yunani Kuno yang memakan korban Sokrates: orang paling bijak di dunia. Sokrates dihukum mati akibat suara terbanyak oleh demokrasi. Padahal, Sokrates tidak salah. Sokrates hanya menjadi korban fitnah.

Bagaimana dengan demokrasi Indonesia?

Anggota dewan, anggota DPR, penuh sesak oleh artis-artis yang mahir fleksing yaitu pamer kekayaan. Tentu saja, fleksing menjadikan anggota DPR tidak peka terhadap penderitaan rakyat yang parah. Itu adalah masalah besar.

2. Arisan Politik

Mengapa artis-artis yang suka fleksing itu memenuhi gedung DPR di Senayan? Karena tersedia jalur istimewa bagi artis untuk jadi anggota dewan. Dikenal luas sebagai artis merupakan salah satu jalur istimewa itu sendiri.

Sementara keluarga istana, keluarga pejabat, keluarga pengusaha, dan keluarga politikus memiliki jalur istimewa tersendiri. Dampaknya, mereka wajar investasi besar di jalur istimewa ini dan berharap akan panen bila nanti terpilih jadi anggota DPR. Apa solusinya? Jalur istimewa perlu dihapus. Lottocracy menawarkan solusi: arisan politik.

Anggota dewan, anggota DPR, dipilih berdasar arisan; dikocok nama seluruh warga Indonesia yang sudah dewasa; nama warga yang keluar dari kocok arisan ini terpilih sebagai anggora DPR. Arisan politik ini berhasil menghapus jalur istimewa untuk menjadi anggota DPR.

Siapa pun Anda, setiap warga Indonesia, berpeluang untuk menjadi anggota dewan DPR. Sekitar ada 200 juta jiwa orang dewasa yang layak menjadi calon anggota dewan DPR. Jika dipilih 400 orang maka akan terpilih 2 orang DPR dari setiap 1 juta penduduk. Kecil sekali peluangnya; dengan metode arisan politik ini. Sehingga jalur istimewa akan hilang.

3. Solusi Panarko

Karena setiap warga berpeluang menjadi anggota DPR maka ratusan juta orang Indonesia perlu memiliki kemampuan yang memadai sebagai seorang leader, seorang pemimpin, seorang arko. Pembentukan panarko, serba-pemimpin, menjadi penting.

4. Diskusi

Bagaimana menurut Anda?

Diterbitkan oleh Paman APiQ

Lahir di Tulungagung. Hobi: baca filsafat, berlatih silat, nonton srimulat. Karena Srimulat jarang pentas, diganti dengan baca. Karena berlatih silat berbahaya, diganti badminton. Karena baca filsafat tidak ada masalah, ya lanjut saja. Menyelesaikan pendidikan tinggi di ITB (Institut Teknologi Bandung). Kini bersama keluarga tinggal di Bandung.

Tinggalkan komentar