Metafisika adalah Teknologi, Uang, dan Sains

Apa itu metafisika? Metafisika adalah onto-teo-logi; yaitu, secara konkret, metafisika adalah teknologi, uang, dan sains.

Bagaimana bisa begitu? Onto-teo-logi adalah metafisika dalam versi abstrak universal; tekno-uang-sains adalah metafisika dalam versi nyata konkret.

Apakah metafisika itu penting? Penting. Bahkan lebih penting dari uang; lebih penting dari teknologi; dan lebih penting dari sains. Karena metafisika menggabungkan tekno-uang-sains dengan cara yang amat canggih. Metafisika adalah sinergi dari ontologi, teologi, dan sains-logi yang amat memesona.

Tetapi, metafisika amat bahaya. Karena metafisika mudah berubah menjadi penjara. Teknologi-uang-sains adalah penjara bagi banyak orang. Padahal, metafisika sejatinya adalah rumah kita; yaitu rumah bagi umat manusia. Sehingga, tugas kita adalah untuk mendobrak jeruji-jeruji penjara itu agar metafisika kembali menjadi rumah kita yang indah. Seiring, kita membuka pintu pikiran seluas-luasnya.

1. Onto-Teo-Logi
2. Tekno-Uang-Sains
3. Mendobrak Jeruji Penjara
4. Diskusi

Kita akan membahas secara bertahap.

1. Onto-Teo-Logi

Metafisika adalah onto-teo-logi. Apa yang paling utama? Yang paling utama; yang paling fundamental; yang paling mendasar adalah onto. Yang paling mendasar adalah Being, Wujud, atau Onto. Being menjadi dasar dari segala sesuatu; menjadi dasar dari segala realitas.

Apa yang paling bermakna? Apa yang paling bernilai? Apa yang paling luhur? Yang paling luhur adalah Yang Maha Tinggi yaitu Tuhan Maha Tinggi.

Apa yang paling benar? Yang paling benar adalah logika. Segala yang tidak tepat menurut logika maka salah. Segala yang benar harus sesuai dengan logika.

2. Tekno-Uang-Sains

Metafisika adalah tekno-uang-sains. Apa yang paling utama? Yang paling mendasar? Yang paling mendasar adalah teknologi seperti mobil, pesawat, dan AI (artificial intelligence – akal imitasi). Dengan mobil, kita bisa pergi ke banyak tempat dengan cepat; dengan pesawat keliling dunia; dengan AI bisa menguasai segalanya.

Apa yang paling bernilai tinggi? Uang adalah yang paling bernilai. Uang bisa membeli teknologi bahkan uang bisa membeli kekuasaan politik. Dengan uang, seseorang bisa menikmati apa saja.

Apa yang paling benar? Yang paling benar adalah sains. Sudah terbukti sains lebih benar dari lainnya; sesuai pandangan umum. Tes DNA bisa membuktikan bocah kecil ini anak seorang pejabat atau anak seorang penjahat dengan tepat; meski emaknya mengaku bocah itu anak pejabat; tetapi emaknya berhubungan badan juga dengan orang lain. Tes DNA secara sains akan membutktikan bocah itu anak pejabat atau anak penjahat. Dengan sains, orang-orang mudah sepakat.

3. Mendobrak Jeruji Penjara

Metafisika itu hebat banget karena metafisika adalah tekno-uang-sains dan onto-teo-logi. Apa masalahnya? Masalahnya metafisika tiba-tiba menjadi penjara. Bagaimana cara mendobraknya?

4. Diskusi

Masalah utama dari metafisika adalah mengarahkan semua kepada nothing yang berujung nihilisme; hampa belaka.

Uang adalah metafisika yang menguasai segalanya; uang bisa membeli apa saja; hegemoni. Orang yang mengejar uang, pada akhirnya, akan merasa hampa sebagai nihilisme; bukan penuh bahagia; bukan penuh makna. Hampa nihilisme adalah penjara yang perlu kita dobrak jeruji-jerujinya.

Demikian juga teknologi dan sains akan mengantar kepada hampanya penjara nihilisme.

Heidegger menutup What is Metaphysic dengan dua paragraf penting:

“Human existence can relate to beings only by projecting itself into nothingness. Transcending beings occurs within the very essence of Dasein—and this act of going beyond is metaphysics itself. This means that metaphysics belongs to the “nature of man.” It is neither a subdivision of academic philosophy nor a domain of arbitrary ideas. Metaphysics is the fundamental event of Dasein; indeed, it is Dasein itself. Because the truth of metaphysics dwells in this groundless ground, it stands in closest proximity to the ever-present possibility of profound error. For this reason, no degree of scientific rigor can equal the seriousness of metaphysics. Philosophy can never be measured by the standards of scientific methodology.

If the question of nothingness developed here has truly questioned us, then we have not merely placed metaphysics before ourselves externally, nor have we simply been “transported” into it. We cannot be transported there at all, because insofar as we exist, we are already there. “For by nature, my friend, the human mind dwells in philosophy” (Plato, Phaedrus, 279a). As long as human beings exist, some form of philosophizing takes place. Philosophy—what we call philosophy—is metaphysics in motion, in which philosophy comes into its own and takes up its explicit tasks. Philosophy begins only through a distinctive insertion of our own existence into the fundamental possibilities of Dasein as a whole. For this insertion, it is crucial first that we make room for beings as a whole; second, that we let ourselves be released into nothingness—that is, free ourselves from the idols everyone possesses and to which we tend to cling; and finally, that we allow the sweep of our suspense to run its full course, so that it swings back into the fundamental question of metaphysics that nothingness itself demands:

“Why are there beings at all, and why not rather nothing?”


Terjemahan Bahasa Indonesia

Eksistensi manusia hanya dapat berhubungan dengan keberadaan (beings) sejauh ia memproyeksikan dirinya ke dalam ketiadaan (nothingness). Melampaui keberadaan terjadi dalam hakikat Dasein—dan tindakan melampaui ini adalah metafisika itu sendiri. Ini berarti bahwa metafisika merupakan bagian dari “hakikat manusia.” Metafisika bukanlah cabang dari filsafat akademik, dan bukan pula ranah gagasan-gagasan sewenang-wenang. Metafisika adalah peristiwa dasar dari Dasein; bahkan, ia adalah Dasein itu sendiri.

Karena kebenaran metafisika berdiam dalam landasan yang tanpa dasar ini, metafisika berada dalam kedekatan paling intim dengan kemungkinan kekeliruan terdalam yang selalu mengintai. Oleh sebab itu, tidak ada ketelitian ilmiah apa pun yang dapat menyamai keseriusan metafisika. Filsafat tidak dapat diukur dengan standar gagasan tentang ilmu pengetahuan (sains).

Jika pertanyaan mengenai ketiadaan yang dikembangkan di sini benar-benar telah mempertanyakan diri kita, maka kita tidak sekadar menghadirkan metafisika secara lahiriah, dan kita pun tidak sekadar “dipindahkan” kepadanya. Kita sama sekali tidak dapat dipindahkan ke sana, karena sejauh kita eksis, kita sudah berada di sana.

“Sebab secara kodrati, sahabatku, akal budi manusia berdiam dalam filsafat” (Plato, Phaedrus, 279a).

Selama manusia ada, suatu bentuk pemikiran filosofis akan selalu berlangsung. Filsafat—apa yang kita sebut filsafat—adalah metafisika yang mulai bergerak, tempat filsafat menemukan dirinya sendiri dan tugas-tugasnya yang eksplisit. Filsafat hanya dapat dimulai melalui suatu penyisipan khas dari eksistensi kita ke dalam kemungkinan-kemungkinan fundamental Dasein secara keseluruhan. Untuk penyisipan ini, sangat penting pertama-tama (1) bahwa kita memberi ruang bagi keberadaan sebagai keseluruhan; kedua, (2) bahwa kita melepaskan diri ke dalam ketiadaan—yakni membebaskan diri dari berhala-berhala yang dimiliki setiap orang dan yang cenderung ia junjung; dan akhirnya, (3) bahwa kita membiarkan hembusan ketegangan kita mencapai keseluruhannya, sehingga ia berayun kembali pada pertanyaan dasar metafisika yang dituntut oleh ketiadaan itu sendiri:

“Mengapa terdapat keberadaan semua, dan mengapa tidak sebaliknya: ketiadaan?”


Kita selalu berhadapan dengan metafisika; tugas kita adalah melampauinya.

Bagaimana menurut Anda?

Diterbitkan oleh Paman APiQ

Lahir di Tulungagung. Hobi: baca filsafat, berlatih silat, nonton srimulat. Karena Srimulat jarang pentas, diganti dengan baca. Karena berlatih silat berbahaya, diganti badminton. Karena baca filsafat tidak ada masalah, ya lanjut saja. Menyelesaikan pendidikan tinggi di ITB (Institut Teknologi Bandung). Kini bersama keluarga tinggal di Bandung.

Tinggalkan komentar