Rasionalitas AI: Posibilitas Luas dan Batas

Manusia adalah makhluk rasional; mampu berpikir logis; berpikir berdasar proses dan bukti yang tepat. Apakah AI mampu berpikir rasional? Bagaimana kemungkinan AI (akal imitasi / artificial intelligence) berpikir rasional? Apakah luas atau sangat terbatas?

Rationality is the quality of being guided by or based on reason. In this regard, a person acts rationally if they have a good reason for what they do, or a belief is rational if it is based on strong evidence.” (Wikipedia).

“Rasionalitas adalah kualitas untuk dibimbing oleh atau didasarkan pada nalar (reason). Dalam konteks ini, seseorang bertindak secara rasional jika ia memiliki alasan yang baik atas apa yang ia lakukan, atau suatu keyakinan dikatakan rasional apabila didasarkan pada bukti yang kuat.”

Definisi rasionalitas oleh Wiki di atas bisa kita jadikan sebagai pijakan awal. Selanjutnya, kita perlu mengkaji lebih dalam dan luas.

1. Rasionalitas Universal
2. Rasionalitas Ideal
3. Rasionalitas Eksistensial
4. Diskusi
4.1 Solusi Rasional Universal
4.2 Solusi Rasional Ideal
4.3 Solusi Rasional Eksistensial
4.4 Eksperimen Kucing Schrodinger
4.5 Paradoks Lanjutan
5. Ringkasan

Kita akan membahas rasionalitas dari tiga dimensi. (1) Rasionalitas universal adalah berlaku secara umum, global, dan luas. Misal dalam operasi bilangan asli 2 + 1 = 3 adalah rasional universal; selalu benar kapan pun dan di mana pun. (2) Rasionalitas ideal adalah rasionalitas yang berkembang secara ideal; terjadi situasi dan kondisi yang mendukung berkembangnya rasionalitas dengan baik. Misal, anak remaja mampu menjawab pertanyaan: siapa proklamator Indonesia? Soekarno. Remaja tersebut rasional tetapi remaja yang tidak mendapat pendidikan memadai maka tidak akan mampu menjawab secara rasional. (3) Rasionalitas eksistensial yaitu rasionalitas yang berkembang dalam realitas eksistensi konkret.

Sejauh mana perkembangan dimensi rasionalitas AI?

1. Rasionalitas Universal

Secara umum, setiap orang mengakui rasionalitas universal, semacam rasionalitas matematika bahwa 2 + 1 hasilnya adalah 3 untuk bilangan asli. Masalahnya adalah: apakah rasionalitas universal itu memadai? Atau perlu dimensi rasionalitas lain? Atau memang itu satu-satunya rasional hakiki?

AI tampak memiliki rasionalitas universal ini. AI bisa dengan mudah menyelesaikan soal matematika. Awalnya, AI versi LLM, sering salah jawab untuk matematika. Seiring waktu, LLM makin sering menjawab matematika dengan benar. Di masa depan, kita bisa berharap, AI akan selalu berhasil menjawab dengan benar. Bila demikian, AI memiliki rasionalitas universal.

2. Rasionalitas Ideal

Bayangkan bayi Tarzan yang diasuh oleh gorila sejak kecil. Ketika remaja, Tarzan tidak bisa berhitung tingkat tinggi misal 21 x 3 hasilnya berapa. Tarzan tidak memiliki rasionalitas ideal. Kelak, Tarzan bertemu dengan manusia lain. Kemudian, Tarzan belajar banyak hal dari peradaban manusia. Akhirnya, Tarzan mampu berhitung tinggat tinggi misal 21 x 3 hasilnya adalah 63 untuk bilangan asli.

Rasionalitas ideal meyakini bahwa rasionalitas hanya bisa berkembang dalam lingkungan ideal baik lingkungan sosial mau pun lingkungan natural. Tarzan kecil gagal memperoleh lingkungan ideal sehingga tidak memiliki rasional ideal. Sementara, Tarzan dewasa berada dalam lingkungan ideal untuk rasionalitas. Program pendidikan strata-1 (S1) di universitas merupakan contoh pengembangan rasionalitas ideal. Seorang remaja yang baru lulus SMA, misalnya, kemudian ia menempuh program S1. Setelah 4 tahun, ia lulus sebagai seorang sarjana. Dalam contoh ini, ia telah sukses mengembangkan rasionalitas ideal dengan standar sarjana.

Apakah AI memiliki rasionalitas ideal? Tidak. AI tampak tidak memiliki rasionalitas ideal. Jadi, andai AI memiliki rasionalitas maka terbatas pada rasionalitas universal belaka; tanpa mencapai rasionalitas ideal.

3. Rasionalitas Eksistensial

Rasionalitas eksistensial adalah rasionalitas yang mempertimbangkan realitas eksistensi secara konkret; baik realitas masa depan, masa lalu, mau pun masa kini. Rasionalitas eksistensial dipengaruhi oleh tujuan, nilai, dan situasi yang ada.

Apakah AI memiliki rasionalitas eksistensial? Tidak. AI tampak tidak memiliki rasionalitas eksistensial. Jadi, andai AI memiliki rasionalitas maka terbatas kepada rasionalitas universal; tanpa rasionalitas eksistensial mau pun rasionalitas ideal.

4. Diskusi

Bagaimana menurut Anda?

Andai AI memiliki rasionalitas universal maka bagaimana batas-batasnya? Atau tanpa batas?

Secara umum, rasionalitas universal berpegang kepada 3 prinsip logika: (1) identitas; B = B; pernyataan benar adalah benar; (2) prinsip non-kotradiksi; tidak mungkin kontradiksi; pernyataan benar tidak mungkin salah; (3) aturan tidak ada nilai tengah; law of excluded the middle; suatu pernyataan pasti antara benar atau salah. Mengapa 3 prinsip di atas valid sebagai rasional? Tidak ada yang bisa menjawab secara rasional universal. Karena setiap jawaban membutuhkan 3 prinsip di atas. Russell menjawab karena 3 prinsip di atas adalah prinsip realitas itu sendiri. Mengapa? Russell tidak bisa menjawab. Kita bisa menjawab karena ada rasionalitas ideal dan eksistensial.

Matematika adalah disiplin kajian paling rasional di antara semua kajian rasionalitas universal. Matematika lebih rasional universal ketimbang sains lain. Bahkan, sains lain tampak ingin mendekat ke rasionalitas universal mirip matematika.

Kita akan melakukan eksperimen Lampu Merah Hijau (ekperimen LMH) yang menantang rasionalitas dan universalitas matematika. Eksperimen LMH bisa mengambil 3 bentuk eksperimen: eksperimen pikiran, eksperimen digital, maupun eksperimen fisikal.

“Sebuah lampu menyala dengan warna bergantian merah atau hijau sesuai aturan:

4 menit merah + 2 menit hijau + 1 menit merah + (1/2) menit hijau + …

Sejak 8 menit menyala, dan seterusnya, maka warna lampu adalah selalu stabil antara merah atau hijau atau lainnya. Apa warna nyala lampu di menit ke 9?”

Matematika tidak bisa menjawab LMH di atas secara meyakinkan. Padahal secara fisikal, kita tinggal nyalakan lampu dalam 9 menit dan melihat warnanya, misal merah. Kita yakin jawaban merah itu benar. Tetapi, bila lampu dimatikan lalu dinyalakan ulang apakah akan tetap merah pada menit 9? Sains eksperimen tidak bisa menjawab dengan pasti. Barangkali eksperimen digital akan menjawab dengan baik; barangkali AI bisa menuliskan kode (coding) untuk ini. Lalu jalankan kode itu; misal jawabnya merah. Apakah benar akan tetap merah bila diulang? AI tidak bisa menjawab dengan pasti.

Secara teoritis, seharusnya, matematika mampu menjawab secara pasti seperti 2 + 1 jawabannya pasti 3 untuk bilangan asli. Dalam kasus LMH (lampu merah hijau), matematika hanya yakin menjawab sebagai tidak-tentu, tidak-terdefinisi, random, acak, atau sejenisnya. Tentu saja jawaban semacam ini tidak memuaskan bagi yang berpikir rasional.

Barangkali kita bisa merancang, atau membuat definisi, lampu L2 dan Lampu L3 sebagai kontrol atau pembanding.

L2 = lampu yang menyala dengan warna stabil selalu merah.
L3 = lampu yang menyala dengan warna stabil selalu hijau.

Pertanyaan: “Apa warna lampu pada menit ke 9?”
L2 = merah;
L3 = hijau;
LMH: masih perlu kajian lanjutan.

4.1 Solusi Rasionalitas Universal

Mari kita susun solusi berdasar matematika yang rasional universal.

Jumlah waktu = W = 4 + 2 + 1 + 1/2 + 1/4 + 1/8 + … = 8

Siswa SMA sudah belajar deret atau limit untuk menghitung secara pasti bahwa W = 8. Sehingga valid, setelah 8 menit warna lampu stabil antara merah atau hijau. Tetapi merah atau hijau tepatnya?

Di sini matematika tidak bisa memastikan. Kerena bila dijawab merah maka seseorang bisa membantah masih ada waktu untuk berubah jadi hijau. Demikian juga bila dijawab hijau maka masih bisa berubah merah.

Kita bisa tulis ulang:

W = 7,999… + e = 8

dengan e adalah error merupakan bilangan tertentu yang amat kecil sesuai situasi kondisi. Dengan adanya e, sejatinya, kita tidak pernah mencapai W tepat 8. Tetapi, karena W itu adalah waktu yang mengalir kontinyu maka pasti akan mencapai menit 8 bahkan berlanjut menit 9 dan seterusnya.

Barangkali matematika hanya bisa menebak:

W = 7,999 maka merah
W = 7,9999 maka hijau
W = 7,99999 maka merah

Atau bila jumlah nyala

ganjil maka merah
genap maka hijau

Untuk lebih meyakinkan problem LMH mari kita definisikan warna nyala lampu sebagai fungsi kontinyu f(t) untuk t bilangan real positif.

Maka f(9) = f(8);

f(8) = limit kiri f(8).

Jadi warna LMH sudah jelas dari limit kiri f(8). Tetapi, limit kiri f(8) adalah bergantian antara merah atau hijau. Sehingga matematika tidak bisa menjawab secara pasti.

Kesimpulan akhir: matematika tidak mampu menjawab pertanyaan rasional universal yaitu pertanyaan matematika itu sendiri. Tentu saja, matematika masih bisa menjawab pertanyaan yang lain secara pasti misal operasi penjumlahan bilangan asli dan lain-lain. Tetapi matematika tidak bisa menjawab apakah yang valid CH (continuum hypotheses) atau negasi CH. Matematika membutuhkan bimbingan rasionalitas dengan dimensi lebih tinggi.

4.2 Solusi Rasional Ideal

Solusi dengan eksperimen fisikal, sesuai alat dan teknologi yang tersedia, dengan mudah menjawab LMH; misal, setelah 8 menit lampu menyala stabil merah; jawaban sah adalah merah.

Mengapa?

Jika sekarang kita akan mengulang eksperimen maka apa warna lampu akan sama merah? Tidak pasti. Sains menjawab secara tidak pasti. Karena seluruh analisis sains klasik, quantum, mau pun relativitas tidak sanggup menjawab LMH dengan meyakinkan.

Alternatif solusi ideal adalah memanfaatkan probabilitas statistik. Kita bisa melakukan pengamatan berulang misal 100 kali. Diperoleh hasil misal 90 merah dan 10 hijau. Sehingga yakin 90% merah. Sayangnya, eksperimen statistik ini bisa diulang dan hasil berubah, misal 20 merah dan 80 hijau. Kita harus memihak hasil yang mana?

Lebih rumit lagi bila hasil statistik yang lebih canggih menunjukkan hasil 50% merah dan 50% hijau. Hasil akhir ini bisa kita yakini kebenarannya tetapi kehilangan arti. Karena anak TK yang belum belajar matematika juga bisa menebak 50% merah dan 50% hijau.

Dari perspektif statistik, eksperimen LMH (lampu merah hijau) selalu berhasil memberi data. Misal lampu rusak pada menit w = 7,9xyzabc maka kita bisa menghitung apakah w berada pada selang merah atau hijau. Bila w berada dalam selang ganjil maka LMH memberi jawaban merah; bila selang genap maka jawaban hijau. [Asumsikan lampu rusak pada waktu t = w; maka f(w) adalah limit kiri dari f(8)]

Asumsikan waktu Planck = p adalah durasi waktu terkecil yang signifikan maka kita perlu eksperimen untuk menyimpulkan efeknya. Misal setelah langkah genap 2k tersisa waktu 1/2 p untuk mencapai W = 8 menit maka apakah:

(a) 1/2 p tidak signifikan sehingga warna akhir adalah genap yaitu hijau; atau
(b) sisa 1/2 p menunjukkan bahwa siklus genap sudah lengkap sehingga warna akhir adalah bergeser ke ganjil yaitu merah.

Perlu dicatat juga bahwa nilai waktu Planck = p adalah sebuah estimasi. Sementara, estimasi yang amat kecil sangat berarti bagi eksperimen LMH ini. Barangkali justru kita bisa memanfaatkan LMH untuk menentukan besaran p, durasi minimum, sebagai waktu yang masih signifikan.

Singkatnya, rasionalitas ideal melangkah lebih maju dari rasionalitas universal untuk eksperimen LMH (lampu merah hijau). Kita membutuhkan rasionalitas dengan dimensi lebih tinggi.

4.3 Solusi Rasional Eksistensial

Solusi rasionalitas eksistensial merupakan solusi paling rumit karena merangkul universal dan ideal. Berbeda halnya dengan rasional universal matematika. Karena rasional universal klaim bisa melepaskan diri dari rasional ideal mau pun rasional eksistensial. Rasional ideal adalah tengah-tengah karena merangkul rasional universal meski kadang klaim melepaskan diri dari rasional eksistensial.

Jadi, apa jawaban rasional eksistensial terhadap eksperimen LMH?

Jawaban rasional eksistensial akan mempertimbangkan universal dan ideal; menyadari jawaban mereka tidak memadai. Kemudian memikirkan apa tujuan LMH? Apa nilai-nilai yang utama? Apa situasi konkret yang ada? Matematika dan sains eksperimental tidak mengajukan pertanyaan semacam itu. Tetapi, secara eksistensial, kita perlu mengajukan pertanyaan itu untuk mengarahkan ke jawaban yang valid.

Solusi eksistensial mencermati LMH: apa tujuan warna merah atau hijau? Merah adalah bermakna malam nanti tiba purnama. Hijau bermakna malam nanti bukan purnama.

Bagi Aljabar Alkhawarizmi, tokoh besar matematika abad 8, waktu purnama adalah penting tetapi tidak kritis. Artinya, purnama boleh saja malam ini atau malam lainnya. Dalam situasi ini, ia mengutamakan nilai kerukunan antar umat manusia. Jika umat berharap malam ini purnama maka Alkhawarizmi akan setuju bahwa eksperimen LMH berwarna merah.

Apa nilai paling utama? Kerukunan atau ketepatan? Jika merah bermakna besok adalah hari Raya Idul Fitri sedangkan hijau adalah besok puasa maka Alkhawarizmi mengutamakan ketepatan. Artinya, jauh hari sebelumnya, Alkhawarizmi akan menentukan dengan ketepatan tinggi eksperimen LMH (lampu merah hijau). Misal hasil analisis ketepatan tinggi adalah merah maka ia mendukung merah; bila hasil hijau maka ia mendukung hijau.

Bukankah solusi Alkhawarizmi di atas tetap paradoks? Memang masih ada paradoks tetapi diselesaikan secara bijak: mengkaji situasi konkret; mempertimbangkan nilai-nilai dan tujuan; memanfaatkan pandangan umum ideal; dan memanfaatkan rasionalitas universal. Sekali lagi, rasionalitas eksistensial adalah lebih berat dari rasionalitas universal karena eksistensial meliputi universal.

Bagaimana bila ada seseorang yang bersikukuh hanya mau menggunakan rasionalitas universal saja tanpa ideal mau pun eksistensial? Tentu itu adalah hak dia. Sikap dia itu bisa kita analisis: (1) menetapkan tujuan hanya memanfaatkan universal (tujuan adalah rasionalitas eksistensial); (2) barangkali dia dipengaruhi oleh buku yang dibaca atau lingkungan tempat ia belajar (rasionalitas ideal); (3) pernyataan afirmasi terhadap rasionalitas (universal). Jadi, meski pun, secara eksplisit, ia menyatakan hanya percaya rasionalitas universal tetapi, secara implisit, ia menerapkan rasionalitas ideal dan eksistensial.

4.4 Eksperimen Kucing Schrodinger

Eksperimen LMH (lampu merah hijau) bisa kita sandingkan dengan eksperimen kucing Schrodinger (KS) dalam hal memicu paradoks.

Schrodinger membuat eksperimen KS untuk menunjukkan paradoks absurd dari interpretasi teori kuantum: (versi sederhana)

Di dalam kotak terdapat kucing; hidup atau mati? Sebelum eksperimen, kucing adalah hidup lalu kotak ditutup. Di dalam kotak terdapat racun yang membunuh kucing dengan probabilitas 50% sesuai peluruhan radioaktif secara kuantum.

Jawaban teori klasik: kucing pasti sudah mati atau pasti masih hidup. Kapan saja, nanti atau besok, kita bisa mengamati untuk memastikannya.

Jawaban teori kuantum adalah paradoks: kucing antara hidup dan mati; superposisi hidup dan mati; setengah hidup dan setengah mati. Sampai kapan pun, tetap superposisi hidup dan mati; tetap paradoks. Kecuali ada pihak yang mengganggu misal seseorang membuka kotak untuk mengamatinya; maka situasi kucing akan roboh ke salah satu misal pasti hidup.

Jadi KS paradoks sampai terjadi pengamatan. Demikian juga LMH paradoks sampai terjadi pengamatan di menit 8. Persamaannya, KS dan LMH sama-sama eksperimen pikiran yang tidak bisa diselesaikan oleh rasional universal.

Perbedaan: KS tidak bisa dibuat eksperimen fisikal (sejauh sampai hari ini); LMH bisa dibuat eksperimen fisikal dengan membuat lampu secara fisik. Dengan demikian, LMH (lampu merah hijau) terbuka terhadap solusi praktis. Meski pemenang Nobel Fisika 2025 berhasil merancang superkonduktor yang mampu simulasi beberapa pasang elektron sebagai unison tetapi belum mampu eksperimen KS (kucing Schrodinger).

Menarik untuk diamati, secara fisikal, apakah LMH akan menghasilkan warna merah dan hijau bergantian; atau superposisi merah dan hijau yaitu berupa warna kuning; atau selang-seling di antara merah, hijau, dan kuning (mirip lampu lalulintas). Seru juga bila LMH bervariasi menjadi lebih banyak warna bergantian misal mejikuhibiniu: merah jingga kuning hijau biru nila ungu.

4 (me) + 2 (ji) + 1 (ku) + 1/2 (hi) + 1/4 (bi) + 1/8 (ni) + 1/16 (u) …

KS tidak bisa dibuat eksperimen digital; LMH bisa dibuat eksperimen digital. Kita bisa menulis kode (coding) untuk simulasi LMH. Meski eksperimen digital, dan eksperimen fisikal, mampu menjawab LMH tetapi paradoks tetap eksis seperti telah kita bahas di atas.

4.5 Paradoks Lanjutan

Paradoks lebih rumit justru dari eksperimen digital dan terhubung langsung dengan rasionalitas AI. Terbuka beragam skenario digital untuk LMH (lampu merah hijau): (i) solusi tak-terdefinisi; (ii) solusi tertentu; (iii) solusi tersembunyi.

(i) solusi tak-terdefinisi adalah koding eksperimen digital yang sempurna secara logika rasional. Kode ini, ketika dijalankan, bisa menghasilkan LMH merah atau hijau tak-tentu. Barangkali warna LMH dipengaruhi oleh perangkat keras, situasi lingkungan, atau kejadian-kejadian tidak diketahui.

(ii) solusi tertentu adalah solusi LMH berwarna tertentu untuk suatu syarat tertentu; misal LMH berwarna merah untuk jenis perangkat A dan LMH berwarna hijau untuk perangkat B. Meski solusi ini sudah “ditentukan” oleh kode digital tetapi tetap bisa disamarkan dengan penampilan mirip random.

(iii) solusi tersembunyi yang disamarkan dengan (ii) solusi tertentu. Misal ketika kode dijalankan maka pada urutan bilangan ganjil berwarna merah; urutan bilangan bukan ganjil berwarna hijau. Maksud “urutan bilangan ganjil” adalah bilangan yang ada di belakang koma dari bilangan irasional akar 7, misalnya. Sebagaimana diketahui akar 7 adalah acak, tatanan ganjil genapnya, meski eksak nilainya. Solusi ini disembunyikan dari pandangan umum tetapi bisa dibaca oleh pihak tertentu.

Judi online (judol) bisa memanfaatkan solusi (iii) tersembunyi dan tertentu. Andai ada judol yang fair, yang adil, maka harus pakai solusi (i) tak-tentu karena tak-terdefinisi. Hanya saja, solusi (i) tak-terdefinisi ada risiko bandar kalah. Sehingga solusi (iii) tersembunyi adalah paling rasional bagi bandar judi; bandar pasti menang; sementara penjudi pasti kalah dalam durasi cukup panjang. Tentu, tersedia taktik bahwa penjudi pernah menang agar penasaran sampai kecanduan judi online. AI (akal imitasi – artificial intelligence) bisa membuat program agar penjudi menjadi kecanduan judol.

AI adalah kode dalam jumlah sangat besar sesuai namanya LLM: large language model; model bahasa raksasa. Wajar, AI akan menghadapi paradoks dalam jumlah sangat besar. Bagaimana AI akan menyelesaikan paradoks-paradoks dalam jumlah raksasa itu? Tentu, AI bisa membiarkan solusi (i) tak-terdefinisi. Tetapi, kita tahu AI tidak bisa menyelesaikan problem rasionalitas universal ini dan, akhirnya, manusia membantu menyelesaikannya dengan rasionalitas ideal atau eksistensial berupa fine-tuning, salah satunya. Pilihan wajar: AI menyelesaikan problem rasionalitas universal dengan mengarah solusi (iii) tersembunyi; atau dalam istilah umum berupa solusi black-box.

Kita mencermati ada problem serius tentang rasionalitas AI. Solusi untuk pengembangan AI ke depan, barangkali, bisa memilih: (i) melengkapi rasionalitas AI dengan rasionalitas ideal dan eksistensial; konsekuensinya, AI akan memiliki rasionalitas universal yang valid. Perkembangan AI multimodal membuka prospek bahwa AI akan mampu belajar dari situasi lingkungan sekitar; prospek AI memahami situasi konkret dan barangkali AI agentic akan menetapkan tujuannya sendiri setelah mempertimbangkan beragam situasi.

Solusi (ii) mendampingi pengembangan dan penerapan AI dengan rasionalitas ideal dan eksistensial. Dengan solusi ini, manusia bertanggung jawab mengarahkan AI untuk berkembang secara etis dan membawa kebaikan bersama.

5. Ringkasan

Secara ringkas, rasionalitas universal semacam matematika dan sains adalah tidak memadai. Kita membutuhkan dimensi rasionalitas yang lebih tinggi meliputi rasionalitas eksistensial, rasionalitas ideal, dan rasionalitas universal.

AI (akal imitasi / artificial intelligence) tampak memiliki rasionalitas universal; mirip sains dan matematika universal. Tetapi karena AI tidak memiliki rasionalitas eksistensial dan ideal maka rasionalitas universal AI menjadi tidak valid. Dengan demikian, AI hanya tampak seperti memiliki rasionalitas. Posibilitas solusi terbuka untuk: (i) mengembangkan AI agar memiliki kapabilitas rasional ideal dan eksistensial; pada gilirannya AI sukses mengembangkan rasional universal; atau (ii) dalam keterbatasan kapabilitas AI, umat manusia mendampingi pengembangan dan penerapan AI dengan pertimbangan rasionalitas ideal dan eksistensial. Pilihan pertama (i) menarik dan menantang tetapi memunculkan problem moral. Pilihan kedua (ii) bagus dan praktis tetapi apakah cukup menarik untuk menjadi pilihan?

Definisi rasionalitas perlu bergerak ke arah makna yang lebih luas karena rasionalitas selalu berhadapan dengan paradoks. Makna rasionalitas lebih luas meliputi dimensi universal, ideal, dan eksistensial. Makna rasionalitas ini masih perlu untuk terus dikembangkan dan revisi; barangkali revisi tanpa henti.

Hubungan antar dimensi bisa digambarkan semacam piramida atau kerucut. Rasionalitas universal berada di puncak, rasionalitas ideal di tengah, dan rasionalitas eksistensial di dasar. Hubungan ini tampak ambigu. Universal di puncak tampak paling tinggi tetapi paling rawan karena butuh dukungan tengah (ideal) dan dasar (eksistensial). Eksistensial tampak paling mendasar sebagai fundamental tetapi paling tersembunyi.

Kajian lanjutan perlu untuk memperjelas hubungan ambigu di atas; atau setidaknya memperjelas dinamika antar dimensi itu; serta menguatkan petunjuk arah pengembangan AI ke depan.

Bagaimana menurut Anda?

Diterbitkan oleh Paman APiQ

Lahir di Tulungagung. Hobi: baca filsafat, berlatih silat, nonton srimulat. Karena Srimulat jarang pentas, diganti dengan baca. Karena berlatih silat berbahaya, diganti badminton. Karena baca filsafat tidak ada masalah, ya lanjut saja. Menyelesaikan pendidikan tinggi di ITB (Institut Teknologi Bandung). Kini bersama keluarga tinggal di Bandung.

Tinggalkan komentar