Telah tiba saatnya kita menuju sains deflasi dan menjadikan kenangan indah sains inflasi masa lalu. Kemajuan demi kemajuan mengajak kita berpegang ke sains deflasi. Apa itu sains deflasi mau pun inflasi?

1. Puncak Sains Positif
2. Falsifikasi dan Paradigma
3. Interpretasi Posmo dan Pragmatis
4. Matematika Pasti Tidak Pasti
5. Penutup
Dulu, kita terkesima dengan perkembangan sains. Kemudian, manusia memanfaatkan sains untuk menguasai alam raya mau pun sesama. Krisis iklim, pemanasan global, pencemaran, kemiskinan ekstrem, sakit mental, dan banyak problem lagi dampak dari sains dan teknologi. Apa tersedia solusi?
1. Puncak Sains Positif
Sains inflasi adalah sains yang terus berkembang menjadi makin besar kepala. Dalam sejarah, positivisme mewakili jenis sains inflasi; yang perlu kita jadikan sebagai kenangan indah dalam sejarah.
Positivisme meyakini hanya ada dua jenis kebenaran: (1) kebenaran empiris yang dibuktikan oleh sains secara induksi; (2) kebenaran analisis yaitu kebenaran yang didasarkan pada analisis logika yang, akhirnya, berujung kepada definisi. Selain dua jenis kebenaran di atas, menurut positivisme, adalah tidak bermakna. Banyak hal menjadi tidak bermakna: sastra, puisi, etika, spiritualitas, dan lain-lain. Atau, agar bernilai benar, sastra misalnya harus sesuai sains. Terjadi konflik besar waktu itu.
2. Falsifikasi dan Paradigma
Popper (1902 – 1994) memberi kritik keras terhadap positivisme: (1) induksi tidak bisa dijustifikasi untuk sains; (2) analisis logika tetap perlu mempertimbangkan kajian sains empiris. Popper mengusulkan falsifikasi sebagai solusi. Teori sains hanya bisa dibuktikan sebagai salah; atau untuk sementara, terkoroborasi (dikukuhkan).
Falsifikasi berhasil membuka pintu sains deflasi yaitu sains yang rendah hati dan terbuka untuk selalu revisi. Sains deflasi lebih ramah untuk saling diskusi dan keragaman wacana.
Kuhn (1922 – 1996) berhasil menggulirkan revolusi sains berupa pergeseran paradigma. Setiap teori dan klaim sains didasarkan pada konteks suatu paradigma. Kita bisa menerima klaim sains sebagai benar berdasar paradigma tertentu. Bila paradigma berganti, atau bergeser, maka klaim sains itu bisa salah; dan perlu diganti dengan teori sains lain yang berbeda.
Sains deflasi menjadi lebih rendah hati dengan bersikap terbuka terhadap keragaman paradigma sesuai konteks masing-masing sejarah.
3. Interpretasi Posmo dan Pragmatis
Sains adalah sebentuk satu interpretasi oleh manusia terhadap realitas. Interpretasi selalu terhubung dengan perspektif dan sejarah. Karena itu sains bersikap terbuka terhadap keragaman perspektif; itulah sains deflasi.
Pertengahan abad 20 berkembang seni interpretasi yaitu hermeneutika misal oleh Gadamer. Awalnya, hermeneutika adalah seni interpretasi untuk kitab suci kemudian berkembang menjadi seni interpretasi untuk seluruh realitas; baik nyata mau pun maya. Sains adalah salah satu bentuk interpretasi terhadap realitas oleh manusia. Karakter interpretasi adalah melingkar: untuk memahami detil, kita butuh memahami global; untuk memahami global, kita butuh memahami detil; interpretasi bisa terus-menerus direvisi. Dengan demikian, makin kuat menjadi sains deflasi yang rendah hati.
Banyak tokoh posmo terkenal misal Lyotard dan Derrida. Lyotard (akhir abad 20) menolak narasi-besar sains. Yang valid adalah narasi-narasi kecil sesuai situasi lingkungan masyarakat tertentu. Sains tidak bisa klaim sebagai benar universal. Sains adalah mikro-narasi yang perlu menyesuaikan situasi lokal maka terbentuklah sains deflasi.
Derrida mengembangkan dekonstruksi termasuk terhadap sains. Setiap klaim bisa didekonstruksi untuk menunjukkan ada pihak dominan dan pihak lemah; bukan hanya sains yang mendominasi. Kita perlu mempertimbangkan pihak lemah untuk dibela. Sains perlu revisi mempertimbangkan pihak lemah itu; terbentuklah sains deflasi yang rendah hati.
4. Matematika Pasti Tidak Pasti
Tetapi bukankah matematika bersifat pasti eksak? Sehingga, bila sains didasarkan kepada matematika maka sains bersifat pasti eksak? Matematika bersifat pasti eksak bila dibatasi dengan syarat-syarat tertentu. Bila syarat-syarat diperluas maka matematika akan menjadi matematika deflasi selaras dengan sains deflasi.
Peralihan abad 19 ke abad 20 ditandai dengan perkembangan matematika fondasional yang progresif. Salah satunya, matematika menjadi sistem formal paling logis dan kokoh. Wajar saja, sains dan teknologi mengandalkan seluruh teorinya kepada matematika.
Awal 1930an, Godel membuktikan bahwa setiap sistem matematika, yang cukup serius, pasti antara tidak lengkap atau tidak konsisten. Dampaknya, matematika perlu terus-menerus revisi untuk melengkapi teori. Akibatnya, sains juga perlu terus-menerus merevisi setiap teori maka terbentuklah sains deflasi yang rendah hati.
Sampai sekarang, abad 21 ini, matematika fondasional masih terus melengkapi teorinya misal dengan “large cardinal number” atau kardinal besar. Makin dalam matematika mengkaji kardinal besar maka makin terbuka betapa luasnya matematika bagai tak bertepi. Sains dan matematika memang perlu menjadi deflasi yang rendah hati dan terbuka untuk selalu revisi. Ketika membuka hati kita sadar: matematika pasti tidak pasti; yang lebih pasti kita perlu rendah hati.
5. Penutup
Sudah terbukti bahwa sains adalah deflasi yaitu rendah hati yang terbuka untuk selalu revisi. Sayangnya ada beberapa saintis, atau orang awam, yang angkuh. Mereka yakin bahwa sains adalah paling benar. Sehingga segala sesuatu harus dikaji berdasar sains menurut mereka: seni harus berdasar sains; olahraga harus berdasar sains; agama harus berdasar sains; jatuh cinta harus berdasar sains; politik harus berdasar sains. Tidak benar sikap saintis yang angkuh seperti itu.
Karena sains adalah sains deflasi maka sains membuka diri: sains belajar dari seni; belajar dari olahraga; belajar dari agama; belajar dari politik; belajar dari cinta; dan lain-lain. Atau lebih tepat: kita semua adalah deflasi yang rendah hati. Sehingga kita perlu saling belajar untuk instropeksi diri.
Bagaimana menurut Anda?
