Jamu Sehat Medsos AI: Parresia

Sudah banyak jatuh korban dampak media sosial dan AI (akal imitasi – artificial intelligence). Apa obat sehat, atau jamu penyembuh, terhadap AI? Parresia adalah jamu sehat yang kita butuhkan.

Parresia adalah berani-benar seperti bendera Indonesia merah-putih; berani karena benar; berani adalah benar. Dengan sikap berani-benar maka beragam problem di dunia digital bisa ditangani secara baik.

1. Berani Benar vs Retorika
2. Berani Benar vs Opini Gerombolan
3. Peduli Diri vs Narsis
4. Ringkasan
5. Diskusi

Kita bisa belajar parresia dari leluhur nusantara misal dari Gajah Mada atau Kalijaga. Kita juga bisa belajar dari sejarah Yunani misal dari Sokrates dan Diogenes.

1. Berani Benar vs Retorika Topeng Digital

Problem utama dari medsos, yang dikuatkan AI, adalah pencitraan; serba diedit; serba dimanipulasi; serba sok-bahagia; sok-sempurna. Semua adalah topeng-topeng digital belaka.

Seorang bapak-bapak, usia 40 atau 50an tahun, menyesal melihat foto teman SMP nya dulu di media sosial saat ini; sekarang cewek itu tambah cantik, bersih, dan awet muda. Bapak itu menyesal kenapa dulu pas SMP kok tidak naksir ke cewek itu. Tetapi, waktu SMP, cewek itu tampak biasa-biasa saja.

Ketika mereka bertemu darat di usia yang tak lagi muda itu, si bapak itu kaget lagi karena cewek teman SMP itu beda dengan foto di media sosial; dia tidak begitu cantik, tampak garis keriput di wajah, dan memang sudah tua. Media sosial adalah topeng digital. Tidak ada kejujuran di media sosial. Meski Anda berusaha jujur maka Anda akan gagal karena foto Anda sudah diedit otomatis oleh media sosial; dimanipulasi otomatis.

Topeng digital tampak sederhana tapi berbahaya karena mengandung ribuan racun. Obatnya adalah berani-benar di media sosial: parresia.

Anda hanya berbagi kebenaran saja. Tentu saja, untuk bisa berbagi kebenaran, kita perlu lebih awal menemukan kebenaran. Bagaimana caranya?

2. Berani Benar vs Opini Gerombolan

Berani-benar menjadi jamu pahit di dunia politik Indonesia. Karena semua pihak politik tampak koalisi dengan pemerintah; di pusat atau di daerah. Dampaknya, tidak ada politikus yang berani-benar; tidak ada parresia. Mereka semua sama-sama mencari kursi; tidak ada oposisi. Mereka adalah kelompok yang seragam dalam opini; meski beragam dalam gaya dan aksi.

Apa obatnya? Obatnya adalah berani-benar: parresia.

Berani-benar memang beda dengan menuduh-salah ke para gerombolan. Berani-benar adalah menunjukkan kebenaran sehingga para gerombolan memahami mana yang benar; kemudian, sebagian dari gerombolan berubah diri menuju yang benar. Sebaliknya, menuduh-salah adalah mudah. Karena cukup dengan prasangka, siapa saja bisa menuduh-salah ke pihak sebelah. Kita tidak terlalu butuh menuduh-salah; yang kita butuh adalah berani-benar; sesuai bendera kita sang merah putih.

3. Peduli Diri vs Narsis

Apa yang paling indah dari seluruh realitas yang eksis? Berani-benar adalah eksistensi terindah: parresia.

Saya sering bercerita tentang Diogenes yang lebih hebat dari kaisar Aleksander yang agung. Diogenes adalah gelandangan yang bijak; atau orang bijak yang memilih jadi gelandangan; tanpa rumah, tanpa kekayaan. Tetapi, Diogenes memiliki eksistensi terindah yaitu berani-benar atau parresia.

Di pagi yang cerah, Diogenes menikmati hari dengan santai bermandi cahaya matahari dekat tong besar tempat ia tidur malam. Kaisar Aleksander pelan-pelan mendekati dengan hati-hati agar tidak mengagetkan Diogenes.

Kaisar: Apakah Anda Diogenes? Saya adalah kaisar Aleksander agung.
Diogenes (sedikit melirik): Benar, saya Diogenes.
Kaisar: Katakan kepada saya apa yang Anda butuhkan maka saya akan memberikannya untuk Anda.
Diogenes: Tolong bergeser sedikit agar Anda tidak menghalangi cahaya matahari.

Kaisar kaget dengan jawaban Diogenes itu; kita juga kaget. Biasanya, orang yang dapat tawaran dari kaisar seperti itu akan merespon: (a) kaget karena tak percaya; gemetar; bahkan takut sampai pingsan; (b) gembira tiada tara; lalu minta harta; atau minta jabatan; atau minta kenikmatan lainnya. Diogenes tidak melakukan itu semua.

Diogenes justru menunjukkan kesalahan kaisar yaitu menghalangi cahaya matahari. Kemudian, ia menunjukkan cara memperbaiki kesalahan itu dengan sedikit bergeser.

Kaisar Aleksander, benar saja, bergeser sedikit agar Diogenes tetap bisa melanjutkan menikmati matahari pagi.

Kaisar: Anda memang aneh.
Diogenes: Saya tidak aneh. Yang aneh itu kamu, mengejar-ngejar kekuasaan dan kekayaan di seluruh dunia agar bahagia. Tetapi kamu tidak bahagia; tidak pula menjadi penguasa dunia.
Kaisar: Bagaimana dengan kamu?
Diogenes: Aku lebih berkuasa dari kamu, hai Aleksander. Lihatlah, untuk datang ke sini kamu butuh puluhan pengawal itu; aku tidak butuh pengawal. Untuk bisa makan nikmat, kamu butuh pelayan dan istana yang megah; aku tidak butuh semua itu untuk menikmati makanan.

Kaisar: Aku memiliki seluruh kekayaan dan kekuasaan dunia. Kamu tidak memiliki apa pun.
Diogenes: Tuhan adalah paling sempurna. Tuhan tidak membutuhkan apa pun. Orang yang paling sempurna adalah yang paling dekat meniru Tuhan yaitu orang yang paling sedikit dalam membutuhkan apa pun.

Setelah dialog berlanjut cukup panjang,

Kaisar: Andai aku terlahir tidak sebagai Aleksander maka aku ingin terlahir sebagai Diogenes.
Diogenes: Andai aku terlahir tidak sebagai Diogenes maka aku ingin terlahir sebagai Diogenes.

Diogenes memiliki parresia: berani-benar. Diogenes berani berkata benar kepada kaisar karena ia tidak takut kehilangan apa pun; tidak takut kehilangan jabatan; tidak takut kehilangan kekayaan; atau apa pun.

Dio = Tuhan; genes = gen, benih, atau pewaris. Makna kata “diogenes” adalah “pewaris Tuhan.” Ajaran Diogenes dikenal sebagai Kinis yang berbeda dengan Sinis modern. Saya terpikir ide menyebut ajaran Diogenes sebagai Diogis yaitu pewaris ajaran bersumber ke Tuhan.

Apa realitas paling indah? Apa eksistensi paling indah? Diogenes menjawab: yang paling indah adalah parresia; berani-benar.

Dua estetika eksistensi terindah:

a) courage to slowly transform oneself, to maintain style in a moving existence, to last and to persist; sabar memperbaiki diri tanpa henti.

b) a more prompt and more intense courage of provocation, to bring out by action, truths which everyone knows but no one says; provokasi ke arah kebaikan yang nyata / makruf.

Bukankah sikap Diogenes seperti itu adalah narsis? Bukan narsis. Diogenes adalah peduli-diri. Ia peduli kepada seluruh umat manusia; peduli kepada alam raya; peduli kepada Tuhan Maha Esa. Dari peduli itu, Diogenes berpikir, meditasi, dan memilih jalan hidup terbaik: hidup sederhana dan parresia.

(a) Sabar tanpa henti memperbaiki diri. Diogenes tidak narsis; Diogenes sudah mempelajari kisah kematian pemuda bernama Narsisus itu. Diogenes belajar hikmah dari Sokrates melalui Antisthenes. Perenungan terhadap hikmah Sokrates ini mengantar Diogenes memilih hidup sederhana; bahkan, menurut pandangan Epictetus sang guru Stoic, cara hidup Diogenes terlampau sederhana.

Hidup sederhana atau zuhud atau asketis ini mengantar Diogenes terbebas dari nafsu harta dan tahta; nafsu terhadap wanita masih tetap ada sebagai seorang pria. Kebebasan itu, mengantarnya bebas berbicara dengan berani: parresia. Perlu kita catat: ia berbicara setelah banyak mendengar, banyak merenung, dan banyak berpikir.

(b) Provokasi menuju ke arah yang benar dengan menunjukkan diri yang salah: satire atau kadang sarkas. Di siang bolong yang cerah, Diogenes membawa lentera yang menyala ke pasar. Orang-orang tertawa, “Sedang cari apa kamu, Diogenes?” “Aku sedang mencari manusia!” jawab Diogenes.

“Aku sudah mencari ke mana-mana tidak aku temukan satu pun manusia!” lanjut Diogenes.

Satire atau sarkas ini mengena ke hati umat manusia. Tetapi satire tidak menunjuk hidung salah seorang anak manusia sebagai salah. Mereka sadar bahwa mereka tidak menjalani hidup sebagai manusia sejatinya. Sebagian dari mereka, juga dari kita, mengubah hidup untuk menjadi manusia lebih sempurna.

Bukankah Diogenes mengolok-olek Aleksander? Tidak. Diogenes hanya memberi nasehat kepada Aleksader. Karena Aleksander datang kepada Diogenes maka ia berpikir bahwa Aleksander sudah siap mendapat nasehat darinya. Kemudian ia memberi nasehat yang tepat sasaran untuk Aleksander.

4. Ringkasan

Jamu sehat untuk kehidupan yang sehat di dunia digital bersama AI adalah: parresia yaitu berani-benar. Buang topeng-topeng digital Anda dan jalani hidup Anda dengan berani-benar.

Dua langkah sangat indah untuk berani-benar atau parresia adalah:

(a) sabar memperbaiki diri tanpa henti;
(b) provokasi untuk menuju kebaikan nyata.

5. Diskusi

Solusi parresia tampak bersifat personal maka apakah bisa menjadi solusi bagi lembaga sosial politik?

Bisa. Parresia atau berani-benar memang tampak kuat peran personal. Sejatinya, parresia berdimensi sosial politik secara langsung.

(a) Parresia adalah berani-benar bukan ingin-benar. Matematika, sains, dan teknologi ingin-benar dengan meraih kebenaran obyektif. Sehingga sains tutup telinga terhadap dimensi sosial politik. Tetapi saintis yang berani-benar maka dia akan mengungkap dimensi sosial politik dari sains. Parresia mendobrak telinga, mata, dan hati para saintis untuk berani mengungkap kebenaran.

(b) Parresia adalah berani-benar menjadi saksi kebenaran bukan menyaksikan kebenaran; peduli mengendalikan diri sebagai teladan sesama bukan menindas orang lain.

(c) Provokasi menuju kebenaran adalah satire menertawakan diri sendiri dengan menyadarkan kesalahan banyak pihak lain.

Bagaimana menurut Anda?

Diterbitkan oleh Paman APiQ

Lahir di Tulungagung. Hobi: baca filsafat, berlatih silat, nonton srimulat. Karena Srimulat jarang pentas, diganti dengan baca. Karena berlatih silat berbahaya, diganti badminton. Karena baca filsafat tidak ada masalah, ya lanjut saja. Menyelesaikan pendidikan tinggi di ITB (Institut Teknologi Bandung). Kini bersama keluarga tinggal di Bandung.

Tinggalkan komentar