Narasi AI terus bergulir. Ketika kami menulis buku “19 Narasi Besar Akal Imitasi”, narasi utama adalah mirip dengan narasi Farmakon dari Stiegler; meski berbeda. AI (akal imitasi / artificial intelligence) adalah obat yang bisa menyembuhkan tetapi dengan kadar racun terlalu besar. Sehingga kita perlu waspada terhadap AI.
Narasi farmaror memandang AI makin mirip dengan horor. Sebelum ke sana, AI adalah mirror atau cermin menurut Shannon Vallor.

AI sebagai mirror melengkapi narasi AI sebagai farmakon maka kita gabung menjadi AI sebagai farmaror.
1. Farmakon
2. Mirror
3. Diskusi
Narasi AI lebih luas dari sains AI, teknologi AI, atau politik AI. Narasi AI mengajak kita keluar dari tempurung pengetahuan: jangan menjadi bagai katak dalam tempurung
1. Farmakon
Sebagai farmakon, AI mengambil tiga bentuk utama: (1) vitamin yang menyehatkan; (2) doping yang menguatkan tetapi sangat bahaya; dan (3) narkoba yang benar-benar bahaya karena memabukkan.
Lebih cocok mana peran AI bagi Anda sebagai farmakon?
2. Mirror
Sebagai mirror (cermin), AI memiliki dua aspek penting: (1) bahan penyusun; (2) jiwa dari AI.
Bahan penyusun AI utamanya bukan algoritma; bukan bit-bit digital; bukan silikon. Tetapi bahan penyusun AI adalah kreativitas umat manusia. Akibatnya, AI mampu mencerminkan kreativitas manusia dengan cara yang mengagumkan. Sayangnya, kreativitas manusia sering berbelok menjadi serakah; demikian juga AI.
Jiwa AI bukan efisiensi tetapi murah hati. Sayangnya, jiwa AI sering dikerdilkan menjadi hanya efisiensi. Sehingga pengembangan AI dan penerapan AI adalah untuk meningkatkan efisiensi.
3. Diskusi
Bagaimana menurut Anda?
Vitamin AI memang menguatkan Anda. AI meningkatkan kinerja Anda, meningkatkan keuntungan, dan meningkatkan keunggulan. Vitamin AI mudah berubah menjadi narkoba yang menjadikan Anda ketagihan AI; Anda kecanduan AI. Tanpa AI, Anda menjadi linglung bahkan terhuyung-huyung. Bila ada orang mengkritik AI maka Anda marah kepada orang itu; wajar saja karena Anda kecanduan AI. Apakah itu baik?
Tetapi mengapa AI bisa menjadi candu bagai narkoba? Bukankah itu karena kesalahan pengguna belaka? Karena kesalahan Anda?
Bagi produsen AI dan para pengedarnya yakin itu kesalahan Anda dan para pengguna belaka. AI adalah baik-baik saja menurut para produsennya. Kita wajib kritis terhadap para produsen dan pengedar yang mengeruk beragam keuntungan itu.
Narasi farmaror mengajak kita analisis lebih lanjut dari narasi mirror setelah farmakon.
Bahan penyusun cermin AI adalah kreativitas umat manusia; AI baik-baik saja pada mulanya. Tahap selanjutnya, kreativitas berbelok menjadi serakah. Beberapa orang ingin kaya raya karena AI; ingin berkuasa karena AI; ingin menang karena AI. Korban dari keserakahan AI ini adalah para pengguna yang menjadi kecanduan. Kecanduan AI bukan murni kesalahan pengguna tetapi sengaja ada pihak-pihak tertentu yang serakah itu.
Solusinya: hindari serakah dan kembali menjadi kreatif.
Tidak mudah! Karena jiwa AI sudah dikerdilkan menjadi jiwa efisiensi. Ketika seseorang mengejar efisiensi AI maka ia jadi kerdil plus serakah lagi. Sejatinya, AI tidak punya jiwa. AI hanya mencerminkan jiwa umat manusia belaka. Jiwa umat manusia adalah murah hati; suka menolong dan membantu orang lain.
Dalam kehidupan yang serba cepat saat ini, jiwa manusia yang murah hati sering dikerdilkan menjadi jiwa efisiensi. Cermin AI memantulkan jiwa efisiensi itu dengan presisi tinggi.
Jadi apa solusinya? Solusinya jelas: mari kembali kreatif dan murah hati. Tentu tidak mudah, kita butuh perjuangan untuk itu semua.
