Wacana 1.3: Falasi dan Solusi

Filosofi Visi Iluminasi

1. Pendahuluan
2. Kritik Logika
3. Judgement (Hukumat)
Wacana 1.3.1: Wujud Mental
Wacana 1.3.2: Kategori
Wacana 1.3.3 (4-5): Materi, Bentuk, dan Bodi
Wacana 1.3.6: Jiwa
Wacana 1.3.7: Bentuk Plato
Wacana 1.3.8(9-10): Huduri

1. Pendahuluan

Wacana ketiga membahas falasi dalam tiga seksi. Seksi pertama dan kedua membahas falasi umum dan cara mengatasinya. Seksi tiga adalah paling penting karena menjadi bangunan utama bagi filosofi visi dari Suhrawardi. Suhrawardi menolak sepuluh doktrin Peripatetik dan menggantinya dengan yang baru. Suhrawardi menyebut seksi ini sebagai “judgement” atau “hukumat.” Secara tidak langsung, HI membahas fisika, metafisika (ontologi), dan matematika. Sehingga, wacana “judgment” ini menjadi fondasi penting bagi seluruh HI.

Bahkan, Suhrawardi merasa perlu untuk menambahkan intro guna “memastikan istilah teknis.” Lebih dari sekedar definisi, Suhrawardi membahas secara mendalam substansi dan aksiden, niscaya dan kontingen, sebab, mungkin dan tidak mungkinnya infinity. Pembahasan ini mengkritisi Peripatetik sekaligus membuka jalan HI untuk mengembangkan sistem ontologi baru – ontologi cahaya. Beberapa ide penting adalah: (1) kontingen adalah bermakna niscaya oleh adanya sebab, (2) sebab adalah lebih prior dari akibat secara ontologi tetapi tidak harus secara temporal, (3) sebab bisa saja majemuk meliputi kondisi dan hilangnya halangan, (4) infinity yang tersusun, simultan, dan aktual adalah tidak mungkin tetapi bila tidak memenuhi syarat di atas maka mungkin saja.

2. Kritik Logika

Dengan cukup panjang, di bagian ini, Suhrawardi melancarkan kritik keras terhadap logika Aristoteles (Ibnu Sina) dilengkapi dengan alternatif solusi. Di bagian awal, seksi 2 dan seksi 3, kritik diarahkan pada kesalahan formal dalam menyusun silogisme dan kesalahan semantik itu sendiri. Bagian selanjutnya, Suhrawardi meng-kritik definisi esensial Aristoteles Ibnu Sina.

Definisi esensial tidak akan pernah berhasil “menjadi” pengetahuan. Definisi esensial dibentuk dengan menggabungkan genus dan diferensia. Orang yang tidak paham akan genus atau diferensia, maka, dia tidak akan paham definisi esensial. Sementara, orang yang sudah tahu genus dan diferensia yang dimaksud, maka, sudah paham apa yang akan didefinisikan tanpa perlu definisi esensial. Sehingga, definisi esensial tetap tidak berhasil baik bagi orang yang sudah paham mau pun yang belum paham.

Contoh menarik, Suhrawardi membuat prinsip “falsifikasi” terhadap “verifikasi universal.” Proposisi yang berlaku universal bisa dibatalkan cukup dengan satu contoh negasinya saja.

(48) The universality of a rule stating that something is predicated of something else is disproved by a single instance where the second thing is absent.

(48) Pernyataan universal yang menghubungkan hal pertama dengan hal kedua bisa dibatalkan, cukup, dengan satu contoh tidak ada hubungan antar mereka.

Kelak, pada abad 20, Karl Popper mengembangkan konsep falsifikasi untuk sains empiris. Proposisi sains harus bisa difalsifikasi empiris. Satu bukti falsifikasi yang membatalkan proposisi sains sudah mencukupi untuk menolak proposisi tersebut. Tentu saja, konsep falsifikasi ini memancing perdebatan filosofis yang panjang dan mendalam.

Suhrawardi memberi solusi lengkap terhadap masalah logika ini yang melibatkan epistemologi dan ontologi, khususnya, di seksi 3 yaitu “judgement” atau “hukumat.” Suhrawardi mengkritik 10 doktrin Peripatetik, kemudian, menawarkan solusi HI secara logis.

Bagian dua dari HI, bagian selanjutnya, membahas tuntas solusi Suhrawardi. Dan, sebagai konsekuensi, terbentuklah sistem filsafat lengkap: filosofi visi iluminasi.

3. Judgement – Hukumat

Kita akan fokus ke seksi 3: judgement. Penomoran di bawah ini bermaksud bagian 1, wacana 3 dan seksi 3, dan doktrin demi doktrin berurutan. Karena wacana 3 dan seksi 3 memiliki angka yang sama maka saya menulis sekali saja demi kesederhanaan.

Wacana 1.3.1: Wujud Mental

Suhrawardi mengkritik Peripatetik karena tidak tegas membedakan wujud alam eksternal dengan wujud mental, “being of reasons”, “wujud dzihni”, “itibarat aqliyah”. Termasuk wujud mental adalah eksistensi, keniscayaan, kontingensi, unity, duality, warna umum, privatisasi, relasi, dan substansialitas. Warna hitam, misalnya, adalah “hitam” yang nyata di alam eksternal. Berbeda dengan “warna” yang hanya konsep, produk pikiran, belaka tanpa ada di dunia eksternal. Meskipun, konsep pikiran tentang warna adalah hasil dari memikirkan obyek alam eksternal. Tanpa pembedaan tegas akan mengakibatkan “problem orang ketiga.”

(58) If quiddity had existence, the existence would have relation to it. This relation would then also have an existence that would have a relation to the relation – and so on to infinity.

(58) Jika kuiditas memiliki eksistensi, maka eksistensi akan memiliki relasi dengan kuiditas. Relasi ini, selanjutnya, harus memiliki eksistensi yang memiliki relasi terhadap relasi – dan seterusnya tanpa henti.

Kita perlu mencatat bahwa istilah “eksistensi” sangat kontroversial. Bagi Suhrawardi, eksistensi hanya mental. Tetapi, bagi Sadra, eksistensi adalah realitas paling konkret di alam eksternal dan seluruh alam. Heidegger, di abad 20, menyadari kesulitan ini sehingga menggunakan istilah dasein (being-there), tidak cukup dengan istilah sein (being). Saya yakin Suhrawardi menggunakan istilah cahaya, sengaja, untuk mengatasi kesulitan yang sama.

Wacana 1.3.2: Kategori

Judgement selanjutnya menegaskan kelemahan dari definisi esensial. Definisi hanya berhasil sebagai petunjuk. Kemudian HI menyederhanakan jumlah kategori dari 10 menjadi hanya 5 saja: substansi, kualitas, kuantitas, gerak, dan relasi. Di masa sebelumnya, Stoic juga menyederhanakan kategori menjadi 4 saja: substansi, relasi, disposisi, dan disposisi relasi. Sedangkan, Immanuel Kant justru menambah kategori menjadi 12 di era modern. Jumlah kategori menjadi diskusi seru termasuk oleh filsuf besar Mulla Sadra.

(71) The categories they list are all beings of reason with respect to their being categories and predicates.

(71) Semua kategori yang mereka daftar adalah wujud mental dari, yang berhubungan dengan, realitas kategori dan predikat.

Wacana 1.3.3 (4-5): Materi, Bentuk, dan Bodi

Suhrawardi mengkritik konsep hilomorfisme yang memandang bodi sebagai kombinasi materi dan bentuk. Pemisahan materi dari bodi adalah tidak perlu. Suhrawardi memandang bodi adalah besaran mandiri saja. (Doktrin ini barangkali terinspirasi Timeaus, “receptacle” Plato sering dipahami sebagai “ruang” oleh pemikir kuno dan pertengahan. Barangkali, lebih tepat sebagai arena, gelanggang, media, atau medan.) Termasuk, Suhrawardi mengkritik “form” Aristo dan substansi kedua.

(82) Humanity only occurs individually; absolute humanity never occurs among concrete things.

(82) Humanity hanya terjadi secara individual; humanity absolut tidak pernah terjadi di antara sesuatu yang konkret.

Selanjutnya, Suhrawardi membahas fisika dan metafisika. Tentu saja, pembahasan akan berbeda dengan fisika modern: quantum dan relativitas. Tetapi banyak ide menarik di sini. Di antaranya: kompresi, pemuaian, panas, unsur, dan spesies alamiah. Dilanjutkan penolakan terhadap atomisme dan posibilitas vacum.

Wacana 1.3.6: Jiwa

Jiwa tetap hidup setelah kematian badan. Suhrawardi setuju dengan immortalitas jiwa. Hanya saja, Suhrawardi mengkritik argumentasi Peripatetik sebagai tidak memadai berkenaan dengan kausalitas dan kontingensi. Jiwa tetap abadi setelah kematian karena jiwa adalah cahaya incorporeal – yang dibahas di bagian 2 buku HI.

(91) All the intellects are contingent; and none are worthy in themselves of existence!

(91) Semua intelek adalah kontingen; dan tak ada yang layak eksis dalam dirinya sendiri!

Wacana 1.3.7: Bentuk Plato

Bentuk atau form Platonis sering disalahpahami sebagai abstraksi. Suhrawardi merevisi, dengan mengembangkan konsep, bahwa sebab majemuk mungkin saja menghasilkan akibat sederhana. Konsep ini berkembang lebih matang di bagian 2 buku HI sebagai teori form versi Suhrawardi.

(96) A thing may have a cause compounded of parts… the totality has an influence, which is precisely the unitary effect.

(96) Sesuatu bisa saja memiliki suatu sebab majemuk yang tersusun bagian-bagian… totalitas memiliki satu pengaruh, tepatnya satu efek.

Wacana 1.3.8(9-10): Huduri

Huduri atau ilmu huduri adalah pengetahuan langsung. Pengetahuan adalah pengalaman langsung.

Suhrawardi mengkritik teori visi: sinar masuk atau sinar keluar. Sinar masuk, teori sains, menyatakan bahwa penglihatan adalah karena ada sinar dari obyek yang masuk ke mata. Kemudian, sinar ini diolah mata dan otak sehingga menghasilkan citra obyek pada pikiran. Sinar keluar, teori matematika, menyatakan bahwa mata memancarkan sinar ke obyek sehingga obyek terlihat oleh pikiran. Huduri menyatakan bahwa penglihatan terjadi ketika obyek bercahaya hadir di depan mata yang sehat sehingga terjadi kesatuan antara obyek dan subyek. Penglihatan adalah pengalaman langsung.

(105) Someone with the senses of hearing and sight has no need definition of luminosity and sound. Sound is a simple entity whose form in the mind is exactly like the form in sense. Its reality just it is sound.

(105) Seseorang yang memiliki indera pendengaran dan penglihatan tidak membutuhkan definisi kecerahan dan suara. Suara adalah entitas sederhana yang bentuknya dalam pikiran sama persis dengan bentuknya dalam indera. Realitasnya, memang itulah suara.

Judgement kesepuluh memperluas huduri untuk kasus pendengaran. Suhrawardi menolak bahwa pendengaran terhadap suara bisa direduksi ke getaran atau gelombang. Pendengaran adalah pengalaman langsung. Kita memang mendengar suara dan kata-kata secara langsung. Bagian 1 diakhiri dengan pertanyaan apa realitas sebenarnya dari bayangan dalam cermin?

Lanjut ke: Wacana 2.1: Ontologi Cahaya Sejati
Kembali ke: Filofi Visi

Diterbitkan oleh Paman APiQ

Lahir di Tulungagung. Hobi: baca filsafat, berlatih silat, nonton srimulat. Karena Srimulat jarang pentas, diganti dengan baca. Karena berlatih silat berbahaya, diganti badminton. Karena baca filsafat tidak ada masalah, ya lanjut saja. Menyelesaikan pendidikan tinggi di ITB (Institut Teknologi Bandung). Kini bersama keluarga tinggal di Bandung.

Join the Conversation

  1. avatar Tidak diketahui

2 Comments

Tinggalkan komentar