Filosofi Visi, karya Suhrawardi (1154 – 1191), hanya terdiri dari dua bagian. Bagian satu membahas tentang logika, kritik, dan gagasan solusi. Bagian dua membahas ontologi cahaya sebagai solusi tuntas dari filosofi visi.

Pendahuluan oleh Suhrawardi
Bagian 1: Logika
Wacana 1.1: Semiotika
Wacana 1.2: Logika Formal Silogisme
Wacana 1.3: Kritik Logika
Bagian 2: Ontologi Cahaya
Wacana 2.1 Ontologi Cahaya Sejati
Wacana 2.2: Struktur Cahaya
Wacana 2.3: Dinamika Cahaya
Wacana 2.4: Realisasi Cahaya
Wacana 2.5 Cahaya Masa Depan
Wasiat oleh Suhrawardi
Bagian 1: Logika: makna proposisi, silogisme formal, dan kritik logika
Wacana 1.1: Semiotika. Suhrawardi dengan cerdik menyatakan bahwa makna dari suatu ungkapan bahasa bisa beragam: sesuai yang diharapkan, berbeda dengan yang diharapkan, atau bahkan berlawanan dari yang diharapkan. Pengetahuan ada dua jenis: pengetahuan fitri (bawaan) dan pengetahuan non-fitri (bukan-bawaan). Pada analisis akhir, semua pengetahuan didasarkan pada pengetahuan fitri. Bagian akhir dari wacana ini, mengungkapkan kritik Suhrawardi terhadap teori “definisi esensialis” dari Aristoteles yang dikembangkan oleh Ibnu Sina.
Wacana 1.2: Logika Formal Silogisme. Luar biasa! Di abad 12, Suhrawardi berhasil menyederhanakan beragam bentuk silogisme menjadi satu bentuk tunggal yang bersifat: niscaya, universal, dan afirmatif. Kelak, di abad 20, kita mengenal metode Karnaugh Map untuk menyederhanakan sistem digital yang rumit menjadi paling sederhana, dan hemat. Suhrawardi sudah mengantisipasi proses “penyederhanaan” logika 8 abad lebih awal. Dengan kemahiran Suhrawardi ini, maka dia berhak melakukan kritik terhadap logika silogisme, khususnya, pada bagian fondasinya: definisi esensial.
Wacana 1.3: Kritik Logika. Dengan cukup panjang, di bagian ini, Suhrawardi melancarkan kritik keras terhadap logika Aristoteles (Ibnu Sina) dilengkapi dengan alternatif solusi. Di bagian awal, kritik diarahkan pada kesalahan formal dalam menyusun silogisme dan kesalahan semantik itu sendiri. Bagian selanjutnya, Suhrawardi meng-kritik definisi esensial Aristoteles Ibnu Sina.
Definisi esensial tidak akan pernah berhasil “menjadi” pengetahuan. Definisi esensial dibentuk dengan menggabungkan genus dan diferensia. Orang yang tidak paham akan genus atau diferensia, maka, dia tidak akan paham definisi esensial. Sementara, orang yang sudah tahu genus dan diferensia yang dimaksud, maka, sudah paham apa yang akan didefinisikan tanpa perlu definisi esensial. Sehingga, definisi esensial tetap tidak berhasil baik bagi orang yang sudah paham mau pun yang belum paham.
Suhrawardi memberi solusi lengkap terhadap masalah logika ini yang melibatkan epistemologi. Bagian dua, bagian selanjutnya, membahas tuntas solusi Suhrawardi. Dan, sebagai konsekuensi, terbentuklah sistem filsafat lengkap: filosofi visi iluminasi.
Bagian 2: Ontologi Cahaya: cahaya sejati, struktur cahaya, dinamika cahaya, realisasi cahaya, dan cahaya masa depan.
Wacana 2.1 Ontologi Cahaya Sejati. Suhrawardi menyelesaikan problem filosofis melalui prinsip paling dasar: ontologi cahaya. Sejak awal, Suhrawardi mendefinisikan bahwa cahaya adalah realitas yang paling jelas dengan dirinya sendiri. Segala sesuatu yang lain, yang bukan cahaya, membutuhkan cahaya agar menjadi jelas, agar dapat didefinisikan.
Cahaya ini memenuhi dua syarat utama untuk mendefinisikan yang lain: lebih jelas dan lebih awal diketahui. Meski kita bisa memikirkan cahaya secara fisika, tetapi, kita perlu melangkah lebih jauh untuk membahas cahaya sejati sampai Cahaya Segala Cahaya yang bersifat incorporeal.
Wacana 2.2: Struktur Cahaya. Bagaimana sesuatu yang tunggal bisa menghasilkan keragaman? Cahaya Segala Cahaya adalah tunggal. Maka dari yang tunggal akan memancarkan efek tunggal juga: Cahaya Pertama. Di mana, Cahaya Pertama (C1) identik dengan Cahaya Segala Cahaya (C0), hanya sedikit berbeda dalam kadar intensitas.
Bagian selanjutnya, menunjukkan kemahiran Suhrawardi dalam matematika: bagaimana bilangan pangkat 2 menjadi rumus keragaman yang bersumber tunggal.
(C2) Cahaya Kedua mendapat 2 macam sinaran: dari (C0) Cahaya Segala Cahaya dan (C1) Cahaya Pertama.
(C3) Cahaya Ketiga mendapat 4 macam sinaran: C0, C1, [C0+C2], [C1 + C2]
(C4) Cahaya Keempat mendapat 8 macam sinaran: 2 kali lipat dari banyaknya sinaran pada Cahaya Ketiga. Dan seterusnya akan selalu 2 kali lipat.
Dengan demikian, dari tunggal akan menghasilkan tunggal, pada gilirannya, menghasilkan keragaman. Kita hidup dalam keragaman dan ketunggalan.
Wacana 2.3: Dinamika Cahaya. Setiap cahaya memiliki dua karakter: dominating-light dan managing-light. Dominating-light memancarkan sinar ke segala arah dengan kekuatan penuh. Sementara, managing-light mengatur agar arah tepat, ukuran tepat, waktu tepat, dan segala sesuatu dengan tepat. Dua karakter utama dari cahaya ini, yang merupakan satu kesatuan, menjamin bahwa ontologi cahaya bersifat dinamis dan harmonis.
Dari perspektif cahaya-lebih-rendah, cahaya memiliki dua karakter: terlindungi dan cinta. Cahaya-lebih-rendah merasa dilindungi oleh cahaya-lebih-tinggi, di saat yang sama, merasa cinta dan rindu untuk menggapainya.
Wacana 2.4: Realisasi Cahaya. Selanjutnya, Suhrawardi membahas lebih detil ontologi cahaya yang bermanifestasi dalam dunia materi fisik: realisasi. Suhrawardi mengenalkan beragam sifat “barzakh” (perantara, penghalang, jembatan) atau badan fisik. Transparan adalah barzakh yang bersifat meneruskan cahaya seutuhnya. Translusen meneruskan sebagian cahaya. Dan, ada pula yang buram. Di bagian ini, kita bisa belajar banyak hal-hal praktis dan nyata dari ontologi cahaya.
Wacana 2.5 Cahaya Masa Depan. Kita bisa belajar banyak filosofi moral dan etika pada bagian ini. Suhrawardi membuktikan bahwa jiwa manusia tidak sirna akibat kematian badan, immortal. Setiap kebaikan berbalas kebaikan berlimpah. Kejahatan mendapat balasan secara adil.
Lebih dari itu, manusia memiliki potensi untuk mendapat informasi masa depan melalui wahyu, ilham, dan mimpi. Karena ontologi cahaya dinamis maka masa depan, memang, benar-benar dinamis. Selanjutnya, mari kita nikmati dinamika semesta raya!
###
Berikut adalah terjemah Kitab Hikmah Al Isyraq karya Suhrawardi bagian 2 wacana ke 1 atau (2.1).

BAGIAN DUA
###Terjemah dari English ke Indonesia
Tentang Cahaya Sejati, Cahaya dari Cahaya, dan Dasar dan Tatanan dari Eksistensi, dalam Lima Wacana
Wacana Pertama
Tentang cahaya dan realitasnya, Cahaya dari Cahaya, dan apa yang pertama dihasilkan-Nya, dalam sembilan topik dan aturan
Topik [satu]
[Petunjuk bahwa cahaya tidak membutuhkan bukti]
(107) Segala sesuatu dalam eksistensi yang tidak memerlukan definisi atau tidak memerlukan penjelasan adalah terbukti. Karena tidak ada yang lebih terbukti dari cahaya, tidak ada yang kurang dalam membutuhkan definisi.
Topik [dua]
[Definisi tentang mandiri]
(108) Jika bukan esensi atau bukan kesempurnaan dari sesuatu terletak pada yang lain, dia adalah “mandiri.” Jika esensinya atau suatu kesempurnaannya terletak pada yang lain, dia adalah “tidak mandiri.”
###Terjemah dari Arab ke Indonesia
Tentang Cahaya Sejati, Cahaya dari Cahaya, dan Dasar dan Tatanan dari Eksistensi, dalam Lima Wacana
Wacana Pertama
Tentang cahaya dan realitasnya, Cahaya dari Cahaya, dan apa yang pertama dihasilkan-Nya, dalam sembilan topik dan aturan
Topik [satu]
[Tentang: Sesungguhnya cahaya tidak memerlukan definisi]
(107) Segala sesuatu dalam eksistensi yang tidak memerlukan definisi atau tidak memerlukan penjelasan adalah terbukti. Dan tidak ada yang lebih terbukti dari cahaya, maka tidak ada yang lebih sempurna dari cahaya tentang definisi.
Topik [dua]
[Definisi tentang mandiri]
(108) “Mandiri” adalah dia yang esensinya atau kesempurnaannya bukan pada yang lainnya. “Tidak mandiri” adalah dia yang esensinya atau kesempurnaannya terletak pada yang lainnya.

BAGIAN DUA












Melompat ke paragraf (155) tentang dua kelas cahaya: domimating-light dan managing-light.



Tinggalkan komentar