Filosofi Visi Iluminasi
1. Pendahuluan
2. Sains Fisika
3. Sumber Gerak
4. Asal Mula Jiwa
5. Huduri

1. Pendahuluan
Realisasi cahaya membahas tentang topik fisik. Pertama, Suhrawardi menyusun ulang 4 unsur dengan menolak api sebagai unsur mandiri. Tiga unsur adalah: (1) buram, opaque; (2) tembus pandang, translucent, dan (3) lembut, subtle. Selanjutnya, Suhrawardi menunjukkan bahwa setiap gerak, pada analisis akhir, bersumber dari cahaya. Akhirnya, Suhrawardi membahas tema psikologi tradisional: asal mula jiwa, indera, relasi antara jiwa rasional dengan animal, jumlah indera dalam secara alami, yang semuanya mengarah kepada teori ilmu huduri.
Saya melihat Suhrawardi dengan cermat, dan tepat, menolak api untuk dianggap sebagai unsur. Kita mempertimbangkan maksud unsur adalah materi atau benda maka ada keselarasan opaque = benda padat, translucent = benda cair, dan subtle = benda gas. Sedangkan api adalah kalor atau energi panas. Fisika modern menunjukkan hukum kesetaraan massa energi yaitu formula Einstein E = mc^2. Sehingga benar bahwa energi tidak mandiri terhadap materi. Jadi, Suhrawardi benar bahwa api tidak mandiri dari unsur-unsur lain.
2. Sains Fisika
Selanjutnya, Suhrawardi membahas lebih detil ontologi cahaya yang bermanifestasi dalam dunia materi fisik: realisasi. Suhrawardi mengenalkan beragam sifat “barzakh” (perantara, penghalang, jembatan) atau badan fisik. Transparan, subtle, adalah barzakh yang bersifat meneruskan cahaya seutuhnya. Translusen meneruskan sebagian cahaya. Dan, ada pula yang buram. Di bagian ini, kita bisa belajar banyak hal-hal praktis dan nyata dari ontologi cahaya.
(194) Each single body is either opaque and blocks light entirely, or is transparent and does not block light at all, or is translucent and blocks lights incompletely in some degrees.
(194) Masing-masing bodi adalah (1) opaque dan menahan cahaya sepenuhnya, atau (2) transparan dan tidak menahan cahaya sama sekali, atau (3) translusen dan menahan sebagian cahaya dalam derajat tertentu.
3. Sumber Gerak
Sumber gerak adalah cahaya sejati. Fisika modern, saat ini, mengakui sumber gerak bukanlah materi. Suatu materi tidak bisa menyebabkan materi lain untuk gerak. Perlu energi, atau gaya, agar terjadi gerak. Lalu dari mana sumber gaya atau energi itu sendiri? Tentu, kita bisa menjawab sumber energi adalah materi itu sendiri. Terjadi logika sirkular di sini. Materi perlu energi dan energi perlu materi. Dari mana sumber materi dan energi tersebut? Cahaya sejati akan menjadi solusi. Bagaimana pun, subyek yang bergerak adalah alam itu sendiri.
Sumber gerak adalah cahaya sejati dan subyek yang bergerak adalah alam: (1) aksidental, misal perpindahan tempat, atau (2) substansial misal pertumbuhan kualitas substansi.
Ketika cahaya sejati, selain Cahaya Maha Cahaya, memancarkan cahaya sejati maka diiringi pancaran bayangan barzakh. Misal, ketika C1 memancarkan C2 maka, bersamaan itu, C1 menjadi penghalang bagi C2 untuk menatap C0. Jadi, C1 menghasilkan barzakh. Demikian juga ketika C2 memancarkan C3 maka menghasilkan lebih banyak barzakh lagi.
Karakter dari hasil pancaran adalah mencintai, dan rindu, kepada sumbernya. C2 rindu dan cinta kepada C1. Demikian juga, barzakh rindu kepada C1 dan cahaya sejati lainnya. Cinta dalam dunia cahaya sejati menghasilkan dinamika cahaya. Tetapi, karena cahaya sejati lebih utama dari ruang dan waktu, maka, tidak terjadi gerak dalam ruang dan waktu pada umumnya. Berbeda halnya, cinta barzakh kepada cahaya sejati menghasilkan gerak dalam ruang dan waktu seperti pada umumnya. Konsekuensinya, alam raya bergerak mengejar cintanya, yaitu, cahaya sejati.
(206) If you investigate things, you will find nothing has an effect both near and far save light.
(206) Jika kamu mengkaji sesuatu, kamu akan menemukan setiap efek, dekat atau jauh, bersumber dari cahaya.
Gerak alam raya adalah sirkular, melingkar, karena volume bola adalah paling efisien dan efektif. Sementara, gerak lurus hanya terjadi pada kondisi khusus dan asumsi-asumsi khusus. Tentu saja, alam raya terus-menerus gerak melingkar tanpa henti karena cahaya sejati melampaui bola-bola semesta. Mereka terus bergerak mengejar cintanya meski belum tergapai juga.
Sementara, perubahan waktu juga berlangsung terus-menerus, maga. Waktu sebagai ukuran gerak, terus-menerus, menuju masa depan. Di depan masa depan masih ada masa depan lagi. Demikian seterusnya gerak alam raya dan waktu adalah maga yang tak pernah berhenti.
Untuk keperluan kajian sains, misal fisika, kita bisa menggunakan asumsi-asumsi tertentu, misal, dalam batasan ruang dan waktu. Dengan asumsi ini, sains terus berkembang. Tentu saja, perkembangan sains adalah valid. Yang tidak valid adalah, ketika, sains melupakan asumsi mereka sendiri.
Fisika Newton berasumsi ada gerak lurus partikel di ruang hampa. Asumsi ini valid ketika gerak lurus dalam jarak pendek. Tetapi, bila gerak lurus itu diperpanjang sampai ukuran alam raya, maka, asumsi menjadi tidak valid. Karena gerak lurus menjadi, sejatinya, gerak melingkar. Teori relativitas Einstein lebih tepat dalam hal ini. Bagaimana pun, teori relativitas memegang asumsi bahwa alam raya diatur oleh hukum alam yang konsisten. Tetapi, cahaya sejati tidak bisa dibatasi oleh konsistensi hukum alam. Pada gilirannya, teori sains akan menghadapi beragam paradoks yang menantang logika konsistensi.
Tantangan sains juga muncul dari arah subyek pengamat itu sendiri yaitu manusianya. Sains berasumsi siapa pun orangnya akan menghasilkan pengamatan sama konsistennya. Teori quantum mulai menantang konsistensi itu. Proses pengukuran dan subyek pengamat ikut menentukan hasil kajian sains. Sains menjadi tidak “obyektif” seperti dugaan semula. Ditambah lagi, manusia, sebagai pengamat, memang memiliki kebebasan atau freedom. Akibatnya, manusia sering melanggar konsistensi aturan fisika. Karena, jiwa manusia adalah cahaya sejati itu sendiri, yang tidak bisa dibatasi oleh konsistensi hukum fisika. Bagian berikutnya akan membahas jiwa manusia sebagai cahaya sejati.
Bagaimana pun, kajian sains tetap valid dan bagus selama kita menyadari batas-batas asumsi yang tepat.
4. Asal Mula Jiwa
Problem asal mula jiwa sudah menjadi tanda tanya abadi sampai masa kini. Pendekatan materialisme murni, atau bald naturalism, sulit menemukan solusi. Andai naturalisme berhasil menjawab asal mula jiwa, tetapi, sulit menjelaskan mengapa jiwa bisa bersikap spontan atau freedom? Cahaya sejati akan menjadi solusi. Bagaimana pun, peran materi atau badan manusia memang tetap penting untuk menghadirkan jiwa manusia.
Mari kita coba perhatikan beberapa alternatif solusi asal mula jiwa.
(a) Alam ideal Plato menyatakan bahwa jiwa sudah eksis di alam ideal. Kemudian, jiwa ini masuk ke badan manusia, mengendarai badan, tiba waktunya, meninggalkan badan untuk melanjutkan perjalanan abadi. Jiwa bagai seorang pilot. Badan bagai sebuah pesawat. Pilot dari luar masuk ke dalam pesawat, kemudian mengendarai pesawat. Setelah cukup perjalanan bersama pesawat, kemudian, pilot meninggalkan pesawat.
(b) Naturalisme atau sains menyatakan bahwa jiwa adalah gejala dari alam materi. Yang benar-benar nyata adalah materi atau sebut saja sains fisika. Jiwa muncul akibat dari interaksi materi-materi sel otak dengan materi-materi lainnya. Kita bisa mempelajari asal mula kesadaran jiwa dengan mempelajari cara kerja sel otak manusia. Psikologi, ilmu jiwa, perlu mempelajari cara kerja otak mekanis dihubungkan dengan reaksi bahan-bahan obat kimia. Dengan itu semua, kita bisa memahami jiwa. Lebih dari itu, kita bisa mengendalikan jiwa. Dari mana asal mula jiwa pada manusia pertama? Kita bisa mempelajarinya berdasar teori evolusi. Kita tahu bahwa teori evolusi juga mengalami evolusi.
Kita perhatikan, naturalisme sains tampak berlawanan dengan idealisme Plato. Wajar saja, banyak pemikir yang mengajukan jalan tengah di antara mereka. Bahkan, Aristo, murid Plato, sudah mengajukan solusi jalan tengah. Jiwa adalah bentuk penyempurnaan badan.
(c) Jiwa adalah enteleki (penyempurnaan) badan. Awalnya adalah badan. Kemudian badan bergerak, berubah, dan menyempurna. Hasil penyempurnaan ini adalah jiwa manusia. Selanjutnya, jiwa itu sendiri terus bergerak menyempurna – dengan merenung dan perilaku moral, misalnya. Sampai tingkat penyempurnaan tinggi, jiwa mampu hidup terbebas dari badan. Jiwa menjadi abadi setelah kematian badan.
(d) Teori emergent menyatakan bahwa jiwa muncul “emerge” begitu saja dari interaksi, relasi, dan koordinasi bagian-bagian yang berupa materi. Meski bagian-bagian dari jiwa adalah materi-materi badan, tetapi, sifat-sifat jiwa tidak bisa direduksi menjadi sifat-sifat materi. Misal, jiwa yang berpikir kreatif tidak bisa direduksi menjadi materi-materi sel otak. Sifat “emerge” dari jiwa adalah baru dan berbeda dari sifat penyusunnya yang materi. Seperti mobil adalah alat transportasi yang nyaman. Tidak bisa mobil ini direduksi menjadi roda, tempat duduk, bensin, dan kemudi. Menjumlahkan roda dengan bensin tidak akan menghasilkan transportasi. Kemampuan transportasi adalah sifat baru yang muncul “emerge” dari komponen-komponennya. Demikian juga dengan jiwa.
(e) Jiwa konseptual lahir ketika manusia mampu berpartisipasi secara konseptual. Ketika masih bayi, atau janin, jiwa manusia masih bersifat potensial. Jiwa baru menjadi jiwa seutuhnya ketika mampu berpartisipasi di alam konseptual, terutama, berupa bahasa. Awalnya, jiwa adalah anggota alam biasa sebagaimana batu, tumbuhan, dan hewan lainnya. Seiring perjalanan sejarah, seorang bocah belajar bahasa, kemudian memahami beragam konsep: adil, baik, buruk, bagus, jahat, salah, benar, dan lain-lain. Saat itu, seorang bocah mulai memiliki jiwa seutuhnya. Dengan demikian, jiwa manusia adalah anggota alam raya yang merupakan produk kompleks dari perjalanan sejarah. Bagaimana pun, alam konseptual jiwa berbeda dengan alam materi. Alam jiwa adalah alam normatif yang bebas untuk menentukan baik dan buruk. Sedangkan, alam materi adalah alam yang tunduk dengan aturan hukum alam.
Beberapa alternatif teori di atas membantu kita memahami asal mula jiwa, khususnya jiwa manusia, dengan pendekatan cahaya sejati berikut ini.
(211) This light was not existent before the body, for each individual has an essence that knows itself and those its state that are hidden from others.
(211) Cahaya ini, yaitu jiwa, belum ada ketika badan belum ada, karena masing-masing individu memiliki esensi yang mengenali dirinya dan state masing-masing, di mana, hal ini tersembunyi dari individu lain.
Asal mula jiwa adalah cahaya sejati tetapi penentunya adalah alam materi. Akibatnya, jiwa berasal dari materi. Kemudian, jiwa menjalani karir bersama materi. Sampai, akhirnya, jiwa kembali ke cahaya sejati menjadi abadi terbebas dari ikatan materi.
Dinamika cahaya sejati terjadi antara dominating-light dan managing-light. Pada tahap akhir, managing-light berperan besar mengatur dinamika cahaya. Semetara, dominating-light terus-menerus memancarkan kekuatan cahaya. Managing-light bermaksud mengatur materi melalui cahayanya. Tetapi, pengaturan semacam itu tidak bisa terjadi. Perlu relasi yang sesuai antara managing-light dengan materi. Kita tahu, bahwa sudah ada jiwa manusia sebelum jiwa diri kita, yaitu jiwa ibu dan bapak kita. Dengan demikian, managing-light meliputi cahaya proto-humanity secara universal. Untuk kasus manusia pertama, cahaya proto-humanity bersifat murni. Bagaimana pun, managing-light berhasil mewakili seluruh kompleksitas dinamika cahaya sejati.
Dari sisi materi, perlu kapasitas yang tepat untuk menghadirkan jiwa manusia yang baru. Sel sperma dari ayah cukup dekat dengan karakter dominating-light tetapi tidak memadai untuk menghasilkan jiwa. Sel telor dari ibu lebih sempurna karena bersifat managing-light. Bagaimana pun, sel telor belum siap menghadirkan jiwa.
Materi masih perlu terus bergerak, lebih sempurna, agar memiliki kapasitas menghadirkan jiwa. Sel sperma bertemu sel telur membentuk janin awal. Pertemuan karakter dominating dengan managing, pada akhirnya, menghasilkan karakter managing-light pada janin. Hal ini lebih tepat. Janin bertumbuh kembang di rahim ibu.
Perkembangan janin membuatnya siap untuk menghadirkan jiwa. Managing-light datang untuk mengatur, management, janin. Tetapi, managing-light tidak berhasil membangun relasi dengan janin. Pihak janin terus mengembangkan kapasitas untuk lebih berkembang. Janin berhasil membangun relasi dengan managing -light. Relasi ini adalah commanding-light yaitu awal dari jiwa manusia. Jadi, di tahap ini, janin material berhasil menghadirkan jiwa manusia.
Mari kita ringkas proses awal mula jiwa manusia dengan solusi cahaya sejati.
(a) Cahaya sejati berinteraksi dinamis dari Cahaya Maha Cahaya, dominating-light, sampai managing-light. Semua dinamika ini menjadi persiapan untuk menghadirkan jiwa.
(b) Alam materi bergerak menyempurna dengan mempertemukan sel sperma dan sel telor membentuk janin. Perkembangan kapasitas janin berhasil membangun relasi dengan managing-light yaitu jiwa manusia berupa commanding-light.
(c) Jiwa manusia adalah perkembangan dari janin material sebagai relasi dengan managing-light sampai Cahaya Maha Cahaya. Jadi, jiwa memiliki relasi yang kuat dengan materi dan cahaya sejati.
Jiwa memiliki kapasitas reseptif, imajinatif, dan rasional. Kapasitas reseptif memungkinkan jiwa berinteraksi dengan alam sekitar. Kapasitas rasional bebas menerapkan kemampuan freedom miliknya. Interaksi ini menghasil konsep-konsep imajinatif oleh jiwa. Lebih jauh, kita akan membahas karir jiwa pada bagian selanjutnya.
5. Huduri
Dengan jiwa rasionalnya, bagaimana manusia bisa mengenali realitas alam eksternal. Huduri atau pengetahuan langsung adalah jawabannya. Kita akan membahas lagi huduri di bagian ini.
(a) Panca indera. Kita memiliki indera-luar untuk mengenali dunia luar yaitu panca indera. Mata adalah indera manusia paling aktif. Sementara, pendengaran lebih pasif. Tidak sengaja, kita bisa mendengar suara atau kata-kata. Tetapi, untuk mata, kita perlu aktif melihat dengan membuka mata. Binatang dan tumbuhan memiliki indera yang mirip dengan manusia dalam beberapa aspek. Bagaimana pun manusia memiliki tingkat kesempurnaan istimewa.
Jiwa manusia memiliki rasa cinta kepada cahaya sejati yang lebih tinggi. Karena itu, manusia cinta kebaikan, keindahan, keadilan, dan lain-lain. Di saat yang sama, manusia memiliki pancaran kekuatan untuk mengendalikan alam sekitar. Konsekuensinya, manusia merasa bahagia ketika memiliki kendali mengatur satu dan lain hal sampai batas tertentu.
Kita sudah membahas bahwa panca indera adalah kapasitas yang kita perlukan untuk mengakses alam eksternal. Lebih dari itu, kita berhasil akses alam eksternal secara huduri, secara pengetahuan langsung. Ketika kita melihat bunga mawar indah, maka, kita memang sedang mengalami melihat bunga mawar indah itu. Bukan karena ada sinyal-sinyal dari mawar masuk ke mata, diolah sistem syaraf, diinterpretasikan oleh otak, lalu kita memahaminya sebagai bunga mawar yang indah. Bukan seperti itu. Yang benar adalah huduri, kita mengalami secara langsung bunga mawar lengkap dengan seluruh konteksnya. Tentu saja, orang bisa mengalami ilusi atau delusi. Bagaimana pun, dia mengalami delusi secara langsung.
Mari kita ambil contoh huduri yang lebih ekstrem. Suami istri yang sedang bercinta mengalami rasa bahagia dan kenikmatan puncak secara langsung. Kenikmatan ini bukan melalui sentuhan, lalu diubah menjadi sinyal-sinyal indera sentuhan, sinyal diolah sistem syaraf berpusat di otak, akhirnya diinterpretasikan sebagai kenikmatan bercinta. Bukan seperti itu. Yang benar, suami istri itu mengalami kebahagiaan dan kenikmatan secara langsung.
(b) Indera-dalam. Semua panca indera memiliki padanannya berupa indera-dalam dari jiwa. Hanya saja, jumlah indera-dalam jauh lebih banyak dari panca indera yang hanya lima itu. Di antara indera-dalam adalah imajinasi, penilaian, dan kreativitas. Pemahaman indera-dalam memperkuat konsep huduri.
(c) Bayangan cermin. Apa realitas sejati dari bayangan di cermin? Kita sudah mengajukan pertanyaan ini di awal. Kali ini, kita akan membahas solusinya.
(225) The forms in mirrors and the imaginative forms are not imprinted. Instead, they are suspended fortresses – fortresses not in a locus at all.
(225) Bayangan-bayangan dalam cermin dan imajinasi bukanlah ditempelkan. Tetapi, mereka adalah model-model yang melayang – model yang tidak bertempat sama sekali.
Bayangan cermin jelas eksis. Anda silakan berdiri di depan cermin. Anda melihat bayangan wajah di cermin. Tetapi, bayangan cermin itu tidak berlokasi di cermin. Memang benar, cermin menjadi lokasi bayangan cermin untuk teramati. Tetap saja, bayangan tidak berlokasi di sana. Bayangan cermin adalah suspended-image, citra-terangkat, model-melayang.
Sebagaimana bayangan mimpi tidak berlokasi di mana pun. Mimpi adalah suspended-image. Otak, atau badan, manusia adalah lokasi di mana bayangan mimpi menjadi teramati oleh subyek. Tetapi, bayangan mimpi tidak berlokasi.
Jiwa manusia memiliki kemampuan imajinasi yang mampu mengenali, secara huduri, bayangan cermin – dan bayangan mimpi.
Secara umum, kita bisa mengatakan penglihatan imajinasi lebih kuat dari penglihatan mata. Meski mereka sama-sama huduri. Atau, penglihatan mata terhadap alam eksternal tetap membutuhkan bantuan imajinasi. Tetapi, penglihatan oleh kekuatan imajinasi di dunia imajinasi tidak harus membutuhkan mata. Bila demikian, bisakah kita melihat obyek luar tanpa eksistensi obyek luar tersebut, cukup dengan imajinasi saja? Tidak bisa. Karena penglihatan adalah cahaya-subyek berhadapan dengan cahaya-obyek-luar secara langsung tanpa halangan.
Pembahasan dunia imajinasi akan menjadi fokus pembahasan wacana berikutnya. Dunia imajinasi menjadi penting karena menentukan karir puncak dan masa depan dari jiwa manusia.
Lanjut ke: Wacana 2.5: Cahaya Masa Depan
Kembali ke: Filosofi Visi
Lampiran




Tinggalkan komentar