Terlalu Percaya Capres 2024

Orang bisa tertipu oleh pikiran mereka sendiri. Karena mereka terlalu percaya pada diri sendiri. Padahal, kita perlu berpikir kritis meski kepada diri sendiri. Terhadap capres 2024, kita juga bisa terlalu percaya. Akibatnya, kita bisa menipu diri sendiri.

1. Ilustrasi Capres
2. Kriteria Layak Dipercaya
3. Dialog Awal bukan Akhir
4. Tingkat Layak Dipercaya
5. Ringkasan

Saya membuat formula kadar TP atau kadar Terlalu Percaya. Dengan kadar TP, kita bisa mengukur tingkat kelebihan percaya kita kepada capres atau kepada beberapa pemikiran tertentu.

1. Ilustrasi Capres

Misal, terhadap seorang capres, TP = 1,20.

Kita terlalu percaya berlebih 20%. Seharusnya, idealnya, percaya 100% = 1,00 saja. Tetapi, TP = 1,20; berlebih 20%.

Interpretasi. Keyakinan kita kepada capres tersebut 20% akan salah. Atau, capres tidak akan memenuhi janji kampanye sebanyak 20%. Apakah itu bagus atau buruk?

Saat ini, kita sudah memiliki 3 nama capres 2024: Anies, Ganjar, dan Prabowo (meski belum resmi). Ditambah, Cak Imin sebagai cawapres. Berapa nilai TP mereka? TP mereka di atas 100%. Jadi, rakyat cenderung terlalu percaya kepada capres. Apakah kita bisa berpikir kritis?

2. Kriteria Layak Dipercaya

Dalam kajian kali ini, kita memilih 5 kriteria elemen untuk menilai TP.

[1] Obyektif. Apakah teori ini, atau janji oleh capres, bersifat obyektif? Apakah bisa diuji oleh orang-orang yang berbeda? Apakah bisa diulangi di beberapa ruang dan waktu yang berbeda?

[2] Rasionalitas. Apakah teori ini, atau janji capres, masuk akal sehat? Apakah dengan kajian yang mendalam, makin kokoh? Apakah teori dan janji ini bisa dibuatkan struktur logika untuk memudahkan pemahaman?

[3] Progresif. Apakah teori, atau realisasi janji, makin berkembang? Apakah sebagian dari janji disingkirkan karena salah? Apakah ditambahkan bagian janji baru yang lebih bagus?

[4] Komparasi. Apakah teori dari capres ini lebih baik dibanding teori dari pesaing? Apakah efektif dan efisien? Apakah lebih murah dan bermanfaat?

[5] Etika. Apakah pendukung capres ini menjunjung tinggi nilai-nilai etika? Apakah mereka jujur terpercaya? Apakah mereka adil?

Penetapan kriteria di atas berupa interpretasi. Sehingga, peran manusia sangat penting. Anda bisa mengembangkan kriteria yang berbeda dari contoh saya di atas.

Masing-masing kriteria kita beri nilai 1 sampai dengan 5. Nilai 1 adalah terburuk dan nilai 5 adalah terbaik. Kemudian, kita bisa menghitung TP dengan formula khusus. Sebagai catatan: skor etika dibalik menjadi E = 11 – e untuk menjamin eksistensi simpangan.

M: Teori penjumlahan bilangan bulat 2 + 1 = 3.

K: Capres yang berpengalaman sebagai gubernur.

L: Capres yang berpengalaman bukan sebagai gubernur.

M (2 + 1 = 3)K (Capres Gubernur)L (Capres non Gub)
Obyektif543
Rasional533
Progresif544
Komparasi533
Etika678
TP1,061,411,53

3. Dialog Awal bukan Akhir

Angka TP, terlalu percaya, kepada capres seperti di atas adalah awal dari dialog. TP (K) = 1,41. Interpretasi. Kita terlalu percaya kepada capres yang pernah jadi gubernur berlebih 41%. Atau, 41% kepercayaan kita kepada capres adalah salah. Capres yang pernah menjadi gubernur di sini adalah fiksional belaka. Tetapi, seseorang bisa saja menduga capres dimaksud adalah Anies, Ganjar, Ridwan, Jokowi, dan lain-lain.

Dialog selanjutnya: bagaimana menyikapi TP (K) = 1,41 itu?

Kita akan bahas dulu TP tentang matematika.

TP Matematika = 1,06

Terhadap matematika, TP = 1,06; kita terlalu percaya berlebih 6%. Atau, 6% kepercayaan kita kepada matematika bisa saja salah. Meski jelas 2 + 1 = 3 bernilai benar secara obyektif, rasional, dan progresif tetapi ada kemungkinan masalah di komparasi dan etika.

Komparasi. Kadang, pada konteks tertentu, kita tidak perlu matematika. Misal dalam menolong tetangga yang kesulitan, kita perlu ikhlas. Etika. Orang yang menguasai matematika bisa saja memanfaatkan matematika untuk melanggar etika. Seharusnya, matematika selaras etika.

Singkatnya, meski teori matematika bernilai benar, kita masih tetap berpikir kritis terhadap matematika. Apakah bisa TP terhadap matematika menjadi 1,00 = 100% sempurna? Tanpa terlalu percaya yang berlebih? Tidak bisa. Karena, kita masih perlu berpikir terbuka terhadap alternatif tak terduga.

TP Capres Gubernur = 1,41

Terlalu percaya berlebih 41%; atau 41% bisa saja kepercayaan kita kepada capres adalah salah.

Mari kita diskusi. Awal diskusi. Bukan akhir diskusi.

Diskusi akan mengarah ke 3 skenario: [1] bagaimana memperbaiki TP agar turun mendekati 1,00?; [2] bagaimana memperbaiki kajian akan TP capres makin tepat terpercaya?; [3] apa alternatif yang tersedia?

Obyektivitas = 4 (baik); rasionalitas = 3 (sedang); progresivitas = 4 (baik); komparasi = 3 (sedang); etika = 7 (baik).

Mari fokus memperbaiki rasionalitas dan komparasi.

Capres, yang pernah jadi gubernur, mengalami beberapa kesulitan rasionalitas. Ketika harus memilih kepentingan rakyat atau kepentingan partai? Kadang, rasionalitas menjadi buntu. Rekomendasi: meningkatkan rasionalitas dengan mengutamakan rakyat lengkap dengan struktur logis dan responsif. Misal, usaha ini meningkatkan rasionalitas dari 3 menjadi 4.

Komparasi, capres kita ini tidak lebih baik dari capres alternatif. Atau, masih ada tokoh-tokoh masyarakat yang lebih baik dari capres kita ini. Rekomendasi: capres perlu meniru kebaikan capres alternatif dan tokoh-tokoh masyarakat. Misal, usaha ini berhasil meningkatkan komparasi dari 3 menjadi 4.

Skor baru dari capres gubernur = K = {4, 4, 4, 4, 7}

TP (K) = 1,22

TP membaik menjadi hanya berlebih 22%.

TP Capres bukan Gubernur = 1,53

Angka ini kritis. Karena, terlalu percaya berlebih di atas 50%. Capres bukan gubernur, atau cawapres, adalah fiksional di sini. Tetapi, orang bisa membayangkan Prabowo, Cak Imin, Maruf Amin, Mega, Amin Rais, dan lain-lain.

Obyektivitas = 3 (sedang); rasionalitas = 3 (sedang); progresivitas = 4 (baik); komparasi = 3 (sedang); etika = 8 (sedang).

Mari fokus ke obyektivitas dan etika.

Obyektivitas. Beberapa klaim keberhasilan capres ini diakui oleh pendukungnya tetapi ditolak oleh pihak lain. Capres kita ini perlu meningkatkan manfaat program-program mereka kepada rakyat lebih luas. Misal, usaha ini berhasil meningkatkan obyektivitas dari 3 menjadi 4.

Etika. Cukup sulit untuk memperbaiki etika. Karena, etika dipahami dari rekam jejak. Capres kita perlu menunjukkan sikap tobat dan menebus beberapa kesalahan masa lalu dengan program-program kebaikan membela rakyat secara nyata. Misal, usaha ini berhasil memperbaiki etika dari 8 menjadi 7.

Todal skor, setelah perbaikan, L = {4, 3, 4, 3, 7}

TP (L) = 1,41

Lumayan, berhasil memperbaiki menjadi terlalu percaya kelebihan 41%. Meski masih besar tetapi sudah di bawah 50%.

Perlu kita catat bahwa angka terlalu percaya (TP) adalah awal dari diskusi. Jadi, kita perlu untuk terus mengkajinya lebih jauh demi kebaikan bersama. Angka TP bukan harga mati. Tetapi, TP selalu bisa diperbaiki.

4. Tingkat Layak Dipercaya

Barangkali, kita perlu istilah yang lebih posistif: layak dipercaya = LD.

Tingkat layak dipercaya atau LD adalah kebalikan dari TP, terlalu percaya. Misal, terhadap matematika, TP = 1,06 maka LD = 1,00 – 0,06 = 0,94 = 94%.

Kita pantas mempercayai matematika dengan kadar 94%.

Untuk capres, tingkat layak dipercaya, setelah perbaikan:

LD (K) = 78% [ capres gubernur]
Kita layak mempercayai capres gubernur dengan kadar 78%.

LD (L) = 59% [ capres bukan gubernur]
Kita layak mempercayai capres bukan gubernur dengan kadar 59%.

5. Ringkasan

Terlalu percaya (TP) memberikan satu angka yang jelas tentang berlebihnya kita percaya kepada sesuatu, misal, terlalu percaya kepada capres. Dengan satu angka yang jelas, selanjutnya, kita bisa mulai dialog untuk mengembangkan beragam alternatif perbaikan. Bagi capres, TP bisa digunakan menjadi indikator efektivitas beragam program yang direncanakan.

Kita menghitung TP dengan mempertimbangkan lima kriteria: obyektif, rasional, progresif, komparasi, dan etika.

Kita bisa mengubah dari TP menjadi tingkat LD: tingkat layak dipercaya.

Semoga bermanfaat.

Diterbitkan oleh Paman APiQ

Lahir di Tulungagung. Hobi: baca filsafat, berlatih silat, nonton srimulat. Karena Srimulat jarang pentas, diganti dengan baca. Karena berlatih silat berbahaya, diganti badminton. Karena baca filsafat tidak ada masalah, ya lanjut saja. Menyelesaikan pendidikan tinggi di ITB (Institut Teknologi Bandung). Kini bersama keluarga tinggal di Bandung.

Tinggalkan komentar