Filsafat Probabilitas Statistik

Apa makna probabilitas?

Makna probabilitas 1/3 adalah akan terjadi 1 kejadian, misal warna lampu kuning, dari 3 kali kejadian melewati lampu lalu lintas; yang berwarna merah, hijau, dan kuning. Atau, jika Anda melewati lampu lalu lintas sebanyak 30 kali maka diharapkan 10 kalinya adalah warna kuning.

Jawaban di atas adalah “bukti” dari probabilitas. Kita bertanya lebih mendalam, “Apa makna-probabilitas?” Dengan kata lain, kita sedang bertanya tentang ontologi-fundamental dari probabilitas.

1. Sekilas Sejarah Probabilitas
2. Probabilitas dalam Determinisme
3. Probabilitas dalam Indeterminisme
4. Problem Induksi Hume dan Kausalitas
5. Posibilitas dan Realitas Hacking
6. Ragam Interpretasi Probabilitas
6.1 Frequentis
6.2 Keyakinan
6.3 Klasik
6.4 Logis
6.5 Eviden
6.6 Subyektif
6.7 Propensity
6.8 Best System
6.9 Kans Obyektif
6.10 Ringkasan Interpretasi
7. Ontologi Fundamental Probabilitas
7.1 Definisi
7.2 Makna
7.3 Elaborasi
7.4 Konteks Histori Probabilitas
7.5 Probabilitas ke Posibilitas
7.6 Posibilitas Logis
7.7 Posibilitas Aktual
7.8 Posibilitas Metafisika
7.9 Untuk Apa Posibilitas
8. Kembali Probabilitas
8.1 Aksioma Kolmogorov
8.2 Aksioma Pilihan
8.3 Pencarian Aksioma Baru
9. Penutup

Tulisan ini akan menjawab makna-probabilitas dan makna-statistik dari beberapa sudut pandang.

Kita hidup di era yang dipenuhi oleh probabilitas statistik (probstat). Presiden terpilih karena megantongi suara 58% menurut hitung cepat probstat. Kemudian, KPU menetapkan presiden terpilih 2024 memang mencapai suara 58% itu; sekitar itu. Ibu Kota Nusantara disahkan oleh DPR dengan suara mayoritas mendekati 100%. Youtube dan IG memperoleh keuntungan jutaan dolar meningkat lebih dari 50%. Anda, hari ini, sangat bahagia karena status WA Anda mendapat komen lebih dari 5 orang. Tetangga saya sangat bahagia karena anaknya berhasil memecahkan rekor dunia angkat besi; memperoleh medali emas olimpiade; karena prestasinya lebih tinggi dari seluruh catatan statistik dunia.

Kita selalu bersama probstat (probabilitas statistik). Kita tidak bisa dipisahkan dengan probstat. Apakah Anda akan mampir ke warung kopi sebelah kiri atau kanan? Anda mencoba melihat beberapa wajah pengunjung warung itu. Pengunjung sebelah kanan tampak wajah mereka lebih banyak yang bahagia. Anda memutuskan untuk mampir ke warung kopi sebelah kanan. Urusan besar mau pun kecil, kita putuskan berdasar pertimbangan probstat setiap saat. Tetapi, apa sejatinya probabilitas itu?

1. Sekilas Sejarah Probabilitas

Sejenak, mari kita wisata ke masa 3000an tahun yang lalu untuk berkenalan dengan probabilitas. Kemudian, kita akan kembali ke masa kini; abad 21 ini.

[1] Parmenides (abad 6 SM) menyatakan bahwa hanya ada realitas tunggal yaitu wujud, atau being, atau eksistensi, atau hana. Selain wujud adalah nothing atau tidak ada. Tetapi, ada “opini” yang kadang bernilai benar sebagai wujud; di kasus yang lain, bernilai salah sebagai nothing. Jadi, opini adalah probabilitas.

[2] Ibnu Sina (980 – 1037) mendefinisikan wujud-wajib-bidzati dan wujud-wajib-bighoirihi; atau wujud-mumkin yaitu probabilitas. Suhrawardi mengembangkan konsep imkanul-ashraf; probabilitas terkuat. Leibniz mengembangkan sufficient reason yaitu perlu argumen yang mencukupi bagi realitas untuk eksis.

[3] Al Ghazali (1058 – 1111) mengembangkan konsep okasionalisme-atomis bahwa setiap realitas “menunggu” untuk menjadi eksis. Realitas “menunggu” keputusan Tuhan secara langsung. Jadi probabilitas adalah menunggu dan antisipasi terhadap keputusan Tuhan.

[4] Berkeley (1685 – 1753) menunjukkan bahwa setiap bukti (evidence) adalah sekedar tanda (sign). Di mana, sign hanya mengungkapkan probabilitas.

[5] Hume (1711 – 1776) meragukan induksi dan kausalitas. Hume berhasil menunjukkan bahwa induksi (dan kausalitas) adalah probabilitas. Sehingga klaim pengetahuan empiris adalah bersifat probabilitas.

[6] Hacking (1936 – 2023) menunjukkan bahwa problem induksi dari Hume memberi jalan bagi perkembangan probabilitas dan statistik. Probabilitas adalah kajian ontologi dengan pendekatan epistemologi probabilitas-statistik dan melibatkan nilai-nilai moral.

[7] Mekanika quantum menunjukkan bahwa realitas fundamental fisika adalah probabilitas. Quantum memunculkan ide okasionalisme semesta: realitas “menunggu” peran serta semesta. Di sisi lain, kehidupan sosial umat manusia bergantung kepada analisis probstat.

[8] Akhir tahun 2022, AI menjadi teknologi paling menarik perhatian umat manusia di dunia. AI (artificial intelligence atau akal imitasi) adalah teknologi yang berkembang pesat berdasar teori probabilitas dan statistik.

[9] Di awal abad 21 ini, kita mengajukan pertanyaan, “Apa-makna-probabilitas?”

2. Probabilitas dalam Determinisme

Umumnya, orang mengira bahwa di balik probabilitas ada kepastian; probabilitas berada dalam lingkungan determinisme; hanya karena kemampuan manusia terbatas maka pengetahuan manusia bersifat probabilistik.

Diberikan 3 tombol (A, B, C) terhubung masing-masing ke lampu merah, kuning, hijau. Anda diminta menekan 1 tombol yang mengakibatkan 1 lampu menyala. Berapa probabilitas lampu hijau menyala? Jawaban = 1/3.

Karena Anda tidak tahu, tombol mana yang bisa menyebabkan lampu hijau menyala; akibatnya terjadi probabilitas, misal 1/3. Tetapi, andai Anda tahu tombol B penyebab lampu hijau menyala maka akan terjadi kepastian; probabilitas sirna. Anda pilih tombol B maka pasti lampu hijau menyala. Atau, Anda pilih tombol bukan B maka pasti lampu hijau tidak menyala. Pada analisis akhir, tidak ada probabilitas; hanya ada kepastian.

Suarez (1968) menyebut probabilitas dalam sistem determinis sebagai sistem probabilitas. Sedangkan probabilitas dalam sistem indeterminis disebut sebagai sistem stokastik. Sistem quantum, sistem yang melibatkan freedom manusia, atau sistem yang melibatkan freedom makhluk hidup akan bersifat stokastik.

3. Probabilitas dalam Indeterminisme

Perkembangan pengetahuan, sains, dan teknologi menunjukkan bahwa probabilitas berada dalam lingkungan tidak pasti; probabilitas dalam indeterminisme. Meski, andai bisa, Anda mengetahui semua informasi yang ada maka realitas masa depan tetap probabilistik; realitas masa depan indeterministik.

Misal Anda tahu bahwa tombol B menyebabkan lampu hijau menyala; satu detik kemudian, Anda memilih tombol B maka bisa saja lampu hijau tidak menyala karena lampu rusak atau aliran listrik terputus saat itu. Jadi, tetap ada probabilitas terhadap nyala lampu hijau.

Orang bisa argumen; jika kita mengetahui secara lengkap tentang masa depan maka semua menjadi pasti. Justru, argumen tentang masa depan ini menjadi sangat penting. Karena masa depan adalah posibilitas terbuka luas maka masa depan adalah probabilitas.

Orang bisa argumen dengan hukum ceteris paribus; jika segala sesuatu yang lain tidak berubah; jika tidak ada apa pun lainnya yang berpengaruh; maka lampu hijau pasti menyala jika tombol B ditekan. Lagi, justru, asumsi hukum ceteris paribus itu menjadi pertanyaan probabilistik. Apakah ceteris paribus adalah niscaya atau posibel? Ataukah ceteris paribus hanya asumsi? Ataukah ceteris paribus adalah realitas probabilistik itu sendiri?

Sains fisika quantum menunjukkan bahwa realitas fundamental, misal elektron, adalah bersifat probabilistik indeterministik. Ditambah, manusia secara personal, merasa memiliki freedom dalam menentukan pilihan; alam raya makin bersifat indeterministik. Kita berada dalam realitas dunia probabilitas; baik sistem probabilistik mau pun stokastik.

4. Problem Induksi Hume dan Kausalitas

Hume (1711 – 1776) terkenal dengan problem induksi. Hume menolak bahwa induksi bisa dijustifikasi secara logis; induksi hanya bisa dijustifikasi sebagai probabilitas. Hume menolak bahwa klaim kausalitas bisa dijustifikasi secara logis; kausalitas hanya bisa dijustifikasi sebagai probabilitas.

Kita perlu membedakan dua macam induksi: [1] induksi-muda-generalis dan [2] induksi-dewasa-futuris.

Induksi-muda-generalis adalah, misal, melihat 5 gagak berwarna hitam. Kemudian, menyimpulkan dengan induksi, bahwa semua gagak berwarna hitam. Induksi semacam ini perlu ditolak. Karena kita tidak pernah berhasil mengamati “semua” gagak. Pasti ada gagak yang terlewat dari pengamatan misal gagak yang hidup 300 tahun di masa lalu atau yang hidup 500 tahun di masa depan.

Induksi-dewasa-futuris adalah, misal, melihat 5 gagak berwarna hitam. Kemudian, menyimpulkan dengan induksi, bahwa semua gagak, di kampung ini, pada hari ini, adalah berwarna hitam. Induksi-futuris jenis kedua ini bisa kita terima dengan baik. Selanjutnya, kita bisa menguji apakah benar semua gagak di kampung ini memang berwarna hitam? Tentu saja ada probabilitas: [1] benar bahwa semua berwarna hitam atau, alternatifnya, [2] kesimpulan salah bila, sebagian gagak tidak berwarna hitam.

Induksi-futuris berhasil antisipasi keduanya secara terbuka sesuai batasan konteks: semua berwarna hitam atau ada sebagian tidak hitam.

Determinisme

Contoh tentang semua gagak di kampung ini, di hari ini, adalah contoh determinisme. Maksudnya, misal ada dewa dengan pengetahuan super maka dewa itu sudah pasti tahu bahwa semua gagak berwarna hitam; tanpa probabilitas.

Kasus quick count (qc) untuk menghitung hasil pemilu juga diasumsikan sebagai determinisme. Dari 100 juta suara, setelah pemilu dilaksanakan, capres P dapat 70 juta suara dan capres Q dapat 30 juta suara. Tetapi, untuk menghitung 100 juta suara perlu waktu berhari-hari. Dengan berpikir induksi, probabilitas dan statistik, kita bisa hitung cepat qc dengan mengambil 3000 suara random sebagai sample. Dari analisis diperoleh bahwa capres P dapat 71% dan capres Q dapat 29%.

Langkah selanjutnya adalah induksi dari sample ( 3000 suara) ke seluruh populasi (100 juta suara). Hasil qc ini akurat terpercaya meski sedikit meleset sesuai margin error. Yang menarik justru bisa sebaliknya. Hasil qc bisa lebih handal dari hitung nyata. Bila hitung nyata berbeda jauh dari qc maka pelaksanaan hitung nyata layak dicurigai.

Bagaimana pun, konteks politik diwarnai lebih banyak probabilitas indeterminisme; beberapa pihak menuduh pelaksana qc bisa dibeli pakai uang.

Indeterminisme

Probabilitas dan statistik menghadapi lebih banyak indeterminisme.

Pelaksanaan pemilu adalah 3 bulan ke depan. Hari ini, dilaksanakan survey kepada 3000 orang random sebagai sample. Hasil analisis menunjukkan capres P memperoleh 71% dan capres Q memperoleh 29% suara. Apakah, 3 bulan ke depan, hasil pemilu presiden benar akan seperti itu?

Tidak benar; tidak valid; secara intuitif, kita menyatakan bahwa hasil survey tidak valid.

Kita tahu, dalam 3 bulan ke depan, ada banyak hal yang bisa mengubah pilihan capres dari 100 juta populasi. Bahkan, terhadap 3000 orang sample saja, bisa terjadi perubahan pilihan capres. Lagi pula, setiap orang memiliki freedom untuk menentukan pilihan yang bisa berubah sewaktu-waktu.

Dalam kasus sains eksak, semisal fisika quantum, mengalami indeterminisme yang sama sulit.

Kucing Schrodinger (KS) Quantum

Schrodinger mengajukan eksperimen pikiran yang dikenal, kelak, sebagai kucing Schrodinger (KS).

Di dalam kotak tertutup, terdapat seekor kucing dan botol racun serta partikel quantum yang memicu racun. Partikel quantum memiliki probabilitas 50% meluruh. Jika partikel meluruh maka racun menjadi aktif dan konsekuensinya kucing menjadi mati. Tetapi, jika partikel tidak meluruh maka racun aman dan kucing tetap hidup. Apakah kucing hidup atau mati?

Fisika klasik menjawab dengan determinisme: [1] pasti hidup atau [2] pasti mati. Kita hanya perlu membuka kotak dan melihat, misal, kucing pasti hidup.

Fisika quantum menjawab dengan indeterminisme; berbeda dengan fisika klasik. Kucing itu setengah hidup dan setengah mati; kucing berada dalam superposisi hidup dan mati. Selamanya, kucing setengah hidup dan setengah mati. Sampai suatu ketika ada orang membuka kotak tersebut; maka situasi kucing akan “runtuh” menjadi pasti hidup atau pasti mati.

Lebih menarik lagi, quantum menunjukkan bahwa probabilitas kucing hidup adalah 50%. Tidak ada cara untuk lebih condong kepada hidup atau kepada mati. Benar-benar indeterminisme.

Misal, kita sudah melakukan eksperimen KS (kucing Schrodinger) 5 kali dengan hasil: (1) hidup, (2) hidup, (3) hidup, (4) mati, (5) hidup. Apakah, pada eksperimen ke 6, kucing hidup atau mati?

Dewa dengan pengetahuan super pun tidak akan mampu menentukan KS hidup atau mati. Super AI juga akan gagal. Semua analisis rasional akan gagal. Semua dugaan akan menjadi probabilitas.

Logika Rasional Gagal

Tidak ada justifikasi logis. Hanya ada justifikasi moral, spiritual, emosional, dan lain-lain yang perlu dipertanggung-jawabkan.

Dari 5 eksperimen KS, kita tidak menemukan hubungan apa pun. Eksperimen ke 4 menghasilkan mati padahal eksperimen 1 sampai 3 hidup semua. Sementara, eksperimen 5 hidup lagi. Jadi, hasil eksperimen 6? Tetap menjadi probabilitas. Bahkan, mengidentifikasi hubungan eksperimen 4, yang sudah berlalu, terhadap eksperimen sebelumnya juga berupa relasi probabilitas.

Carnap menduga probabilitas hidup adalah untuk eksperimen 6,

H = (4 + 1)/(5 + 2) = 5/7.

Kemungkinan besar, kucing akan hidup pada eksperimen ke 6. Tetapi, fisika quantum menyatakan probabilitas hidup tetap 50%. Jadi tetap berimbang.

Bandingkan dengan analisis logika yang berhasil pada kasus geometri. Ukuran sisi persegi diperbesar 2 kali lipat setiap eksperimen. Berapa luas persegi pada eksperimen ke 6 bila luas persegi pada eksperimen ke 5 adalah 16 satuan?

Jawab = 16 x 2 x 2 = 64 satuan.

Benar, analisis logika berhasil pada kasus persegi di atas. Tetapi, eksperimen persegi adalah deduksi bukan induksi. Jadi, analisis demonstrasi logis tetap gagal untuk induksi.

Untuk kasus yang sudah terjadi, misal 5 eksperimen KS, kita tidak berhasil membuktikan kepastian induksi; kita tidak berhasil membuktikan relasi kausalitas. Kita hanya bisa menunjukkan ada tanda-tanda probabilitas. Setiap alternatif kejadian, kucing hidup atau mati, sama-sama masuk akal. Tidak ada kontradiksi. Hanya ada probabilitas.

Induksi Probabilitas

Pada eksperimen ke 6, kucing akan tetap hidup. Mengapa? Hidup dengan probabilitas 50%.

Apa justifikasi bahwa kucing tetap hidup? Justifikasinya adalah probabilitas 50%. Justifikasi induksi adalah probabilitas; dan justifikasi probabilitas adalah induksi. Terjadi logika melingkar untuk kasus ini. Meski demikian, kita bisa menerima logika melingkar ini dengan probabilitas 50%.

Barangkali, jika kita tahu pasti penyebab kucing mati maka kita bisa memastikan nasib kucing?

Kausalitas Probabilitas

Kausalitas adalah probabilitas, dalam kasus KS dan kasus lain.

Dalam kasus persegi, kausalitas tampak jelas. Pemanjangan sisi persegi menjadi sebab bagi perluasan persegi. Karena sisi diperpanjang 2 kali lipat maka luasnya diperluas 2 x 2 kali lipat. Kausalitas geometri ini berlaku dengan pasti.

Kucing, awalnya, hidup. Racun adalah penyebab kucing mati. Luruhan partikel quantum adalah penyebab racun aktif. Tetapi, peluruhan partikel quantum adalah probabilitas. Jadi, kausalitas oleh partikel quantum adalah probabilitas. Konsekueunsinya, racun aktif dan kematian kucing juga sama-sama probabilitas.

Di sini, kita mengenali dua tipe kausalitas: [1] kausalitas determinisme misal pada geometri dan [2] kausalitas probabilitas misal pada kehidupan kucing.

Menariknya, kita lebih banyak menerapkan kausalitas-probabilitas dalam kehidupan sehari-hari dan dalam kajian sains. Sementara, kausalitas-determinisme lebih banyak diterapkan untuk kajian matematika.

Barangkali, kita bisa mengikuti Kant (1724 – 1804) dengan membedakan: [1] inheren adalah kausalitas-determinisme; [2] kausalitas adalah kausalitas-probabilitas, [3] korelasi adalah kausalitas yang belum jelas; bisa jadi memang bukan kausalitas. Pakar statistik lebih sering menggunakan istilah korelasi karena menyadari banyak hal yang masih belum diketahui dengan pasti. Sementara, kita perlu waspada menggunakan istilah kausalitas. Karena maksud kausalitas adalah probabilitas; tetapi kita bisa terjebak sebagai bersikap kausalitas inheren yang bersifat pasti. Singkatnya, kausalitas adalah probabilitas.

Klaim matematika, misal A = 3, bersifat inheren, mengakibatkan A lebih besar dari 1. Secara deterministik bernilai benar untuk operasi bilangan asli. Tetapi, bila kita mengkaji lebih jauh, berdasar teorema Godel, matematika pasti tidak konsisten atau tidak lengkap. Untuk menyelesaikan problem tidak-konsisten ini bisa menggunakan constructible-set atau “forcing” dari Cohen. Solusi-solusi ini melibatkan proses probabilistik. Jadi, pada analisis akhir, kausalitas inheren pun akan berhubungan dengan probabilitas.

Bagi Kant, setiap dua obyek pasti memiliki kategori relasi (inheren, kausalitas, atau korelasi) berdasar argumen transendental yang apriori. Tugas kita adalah mengkaji relasi mana paling tepat untuk kita sematkan kepada suatu pasangan obyek. Probabilitas berperan penting terhadap semua kajian kategori relasi; probabilitas kausalitas untuk rekayasa; probabilitas korelasi untuk kasus kompleks; probabilitas inheren untuk data-mining.

Falsifikasi Asimetri

Konsep falsifikasi dari Popper (1902 – 1994) memberi kita beberapa keunggulan: [1] berpikir kritis; [2] menjamin probabilitas koroborasi; [3] menolak klaim universal dari empirisme.

Falsifikasi menegaskan bahwa pengamatan empiris hanya bisa falsifikasi terhadap suatu teori; tidak pernah verifikasi terhadap klaim teori. Falsifikasi menolak induksi-generalisasi. Klaim “semua gagak hitam” tidak pernah bisa diverifikasi karena selalu ada gagak yang terlewat dari pengamatan. Tetapi, hanya dengan satu kontradiksi, misal, “ada gagak tidak hitam” maka klaim bisa ditolak; terjadi falsifikasi.

Terjadi asimetri, tidak berimbang, dalam beban pembuktian. Verifikasi membutuhkan pengamatan “semua gagak”. Sedangkan, falsifikasi hanya membutuhkan satu pengamatan yang kontradiksi. Jika semua pengamatan, sampai saat ini, tidak ada yang kontradiksi maka teori menjadi koroborasi; bukan verifikasi empiris. Sewaktu-waktu, teori bisa difalsifikasi.

[1] Berpikir kritis. Semangat falsifikasi adalah untuk menunjukkan klaim suatu teori sebagai salah. Dengan cara ini, kita menjadi berpikir kritis terhadap setiap teori. Kita tidak berniat melakukan pembenaran terhadap suatu klaim. Justru, kita perlu menguji teori sampai berpotensi menjadi salah.

[2] Koroborasi adalah probabilitas; tidak benar absolut. Ketika suatu klaim teori bernilai benar; koroborasi; selamat dari falsifikasi; teori tersebut hanya benar secara probabilitas. Sewaktu-waktu, teori bisa gugur oleh falsifikasi di masa depan. Teori tetap punya probabilitas menjadi salah.

[3] Menolak klaim universal. Tidak ada klaim sains empiris yang valid secara universal. Klaim suatu teori terbatas dalam ruang dan waktu; klaim terbatas pada sample penelitian; perluasan klaim hanya berlaku terhadap populasi yang dikaji. Dengan demikian, populasi yang berbeda akan berpotensi menghasilkan kajian teori yang berbeda pula. Kita perlu berpikir terbuka.

Ketika realitas bersifat probabilitas maka apakah tidak ada lagi kepastian? Kita perlu mengkaji hukum-hukum probabilitas; andai ada.

Mari kita ringkas beberapa poin penting sejauh ini.

[a] Induksi tidak bisa dijustifikasi secara rasional logis; induksi hanya bisa dijustifikasi secara probabilitas.

[b] Kausalitas tidak bisa dijustifikasi secara rasional logis; kausalitas hanya bisa dijustifikasi secara probabilitas.

[c] Probabilitas hanya bisa dijustifikasi secara probabilitas; atau sirkular; atau tanpa justifikasi.

Lampu Merah 100%

“Setiap lewat lampu lalu lintas saya selalu mendapat lampu merah; 100% merah!”

Sejenak, mari kita bahas bagaimana cara agar bisa menghindari pernyataan 100% merah, misalnya. Karena, kita tahu bahwa ada probabilitas kita mendapat hijau atau kuning.

Setiap pagi hari, Rara melewati jalan berlampu lalu lintas (merah, kuning, hijau). Setelah 6 hari berturut-turut, Rara mendapatkan lampu merah seluruhnya. Bagaimana probabilitas hari ke 7?

Solusi: asumsikan Rara dalam konteks yang wajar sehingga ada peluang mendapatkan lampu merah, kuning, atau hijau.

Probibilitas merah = P(M) = 100%; sudah pasti salah. Karena bisa saja bukan merah.
Probabilitas kuning = P(K) = 0; sudah pasti salah.
Probabilitas hijau = P(H) = 0; sudah pasti salah.

Alternatifnya adalah kita menganggap data 6 hari sebagai sample dan hari ke 7 adalah anggota populasi. Karena ada 3 macam warna maka kita tambahkan 3 ke banyak data sample; 3 + 6 = 9.

Dengan demikian, probabilitas masing-masing warna adalah,

P(M) = (6 + 1)/9 = 7/9
P(K) = (0 + 1)/9 = 1/9
P(H) = (0 + 1)/9 = 1/9

Solusi probabilitas di atas masuk akal; meski tetap bersifat probabilitas. Kemungkinan besar (7/9) Rara akan mendapat lampu merah; dan kemungkinan kecil akan mendapat kuning atau hijau masing-masing (1/9).

Eksperimen berlanjut. Rara melintas sampai 97 hari dan semua merah. Bagaimana probabilitas hari ke 98?

Solusi: anggap populasi 3 + 97 = 100.

P(M) = (97 + 1)/100 = 98%
P(K) = (0 + 1)/100 = 1%
P(H) = (0 + 1)/100 = 1%.

Probabilitas merah 98%, hampir 100%; tetapi tidak akan pernah 100%. Sehingga, kita tidak akan bisa klaim “selalu” warna merah selamanya, universal. Kita hanya bisa klaim hampir-selalu merah dengan probabilitas mendekati 100%.

Dalam konteks kehidupan nyata, kita bisa mencari informasi bagaimana cara kerja lampu lalu lintas, bagaimana sikap kita terhadap lampu lalu lintas, bagaimana kepadatan lalu lintas, dan lain-lain. Sehingga, probabilitas akan makin seru di dunia nyata. Apa makna-probabilitas?

5. Posibilitas dan Realitas Hacking

Hacking (1936 – 2023) dengan tegas menyatakan bahwa probabilitas dan statistik muncul “emerge” sejak problem induksi dari Hume. Tentu saja, problem induksi ini muncul dalam konteks histori yang panjang. Problem induksi membuka posibilitas bagi probabilitas.

Sebelum era Hume, kajian probabilitas berupa kajian analitik; yaitu analisis apakah suatu kesimpulan probabilitas bernilai benar atau salah dalam kadar tertentu; bisa kita sebut sebagai kajian epistemologis.

Setelah era Hume, kajian probabilitas memiliki landasan ontologis yang kuat. Realitas bersifat probabilistik. Kajian sains adalah kajian probabilitas secara sadar atau tidak. Apa lagi, kajian sosial lebih banyak merupakan kajian probabilitas.

Revolusi

Probabilitas dan statistik bukan revolusi sains (Kuhnian) meski dampak dari probstat memang revolusioner.

Revolusi sains terjadi ketika sains normal, dengan paradigma tertentu, menghadapi anomali-anomali; berdampak kepada krisis; kemudian berganti ke paradigma baru; mantap di paradigma baru; lengkap terjadi revolusi sains. Revolusi ditandai dengan pergeseran paradigma dari lama ke paradigma baru. Probstat tidak sesuai dengan gambaran proses revolusi seperti itu. Jadi, probstat bukan revolusi.

Evolusi

Probstat bukan evolusi (Darwinian); bukan bermula dari mutasi acak; kemudian seleksi alam; dan berkembang dalam proses evolusi.

Tidak ada keragaman spesies probstat pada awalnya. Kemudian, terjadi mutasi acak pada spesies probstat dan evolusi menjadi probstat yang canggih sekarang ini. Probstat bukan evolusi sains.

Emergence

Probstat adalah “emerge” bersemi dari konteks histori. Proses emerge ini lebih dahsyat dari evolusi mau pun revolusi.

Awalnya, tersebar benih-benih probstat di seluruh semesta: timur, barat, utara, dan selatan. Bertahun-tahun, sampai ratusan tahun, benih-benih probstat makin matang dalam rangkulan konteks histori. Pada waktunya, konteks histori yang tepat, kematangan benih yang sudah tepat, bersemi “emerge” tunas probstat berupa problem-induksi; yang sudah kita bahas di atas.

Selanjutnya, tunas probstat ini tumbuh melalui seleksi alam sesuai evolusi. Tunas probstat makin kuat; memicu benih-benih probstat di tempat lain ikut bersemi sesuai konteks histori masing-masing. Saat ini, padang ilalang probstat dan hutan lebat probstat sudah eksis di berbagai macam belahan dunia.

Bila kita lihat dari jauh, perkembangan probstat bukan hanya evolusi; tetapi revolusi. Probstat berlandaskan paradigma baru dan menciptakan paradigma baru; ontologi probabilitas; realitas adalah probabilitas; justifikasi epistemologis adalah probabilitas; aksiologi probabilitas bersifat terbuka sehingga menuntut tanggung jawab setiap pihak.

Tentu saja, hukum-hukum probabilitas dan statistik berbeda dengan hukum-hukum sains pada umumnya. Probstat berbeda, membedakan diri, dan selaras dengan sains-sains yang lain.

Hukum-Hukum Probstat

Terdapat banyak hukum-hukum probstat. Menariknya, setiap hukum bersifat probabilistik. Kajian teoritis dan empiris saling mendukung untuk menguatkan hukum probabilitas dan statistik.

Regularitas

Hukum regularitas atau keteraturan: kita akan menemukan suatu keteraturan dari suatu pengamatan dalam jangka panjang.

“… random events exhibit regularity when repeated enough times…” (wiki)

Ketika Anda berkendara mendapatkan warna lampu lalulintas tampak acak. Bila Anda melakukan pengamatan berulang sampai 100 atau 200 kali maka Anda akan menemukan suatu pola tertentu.

Bilangan Besar

Hukum bilangan besar menyatakan nilai rata-rata dari pengamatan dalam jumlah besar, atau bilangan besar, akan mendekati rata-rata sebenarnya.

“… the average of the results obtained from a large number of independent and identical random samples converges to the true value…” (wiki).

Anda mengamati warna lampu lalulintas 5 kali dan menemukan warna merah 80%; sebagai rata-rata yang diharapkan. Rata-rata bernilai 80% ini bisa meleset jauh bila target Anda akan melakukan pengamatan 1000 kali. Kemudian, Anda melanjutkan pengamatan sampai 600 kali, anggap sebagai bilangan besar, dan menemukan warna merah 70%; nilai rata-rata 70% ini sudah mendekati rata-rata sebenarnya yaitu bila lengkap 1000 kali pengamatan.

Rata-rata

Hukum rata-rata menyatakan bila suatu kejadian ekstrem terjadi maka kejadian berikutnya akan cenderung sesuai rata-rata.

“… the phenomenon where if one sample of a random variable is extreme, the next sampling of the same random variable is likely to be closer to its mean.” (wiki)

Anda menemukan 3 kali berturut-turut warna hijau pada lampu lalulintas; yaitu suatu kejadian yang ekstrem; karena memang jarang mendapat lampu hijau berturut seperti itu. Pada pengamatan berikutnya, Anda akan menemukan warna lampu merah, atau bukan hijau; sedemikian hingga, total pengamatan Anda mendekati nilai rata-rata.

CLT = Central Limit Theorem

CLT menyatakan bahwa distribusi normal dari rata-rata sample akan konvergen ke distribusi normal standar.

“… the distribution of a normalized version of the sample mean converges to a standard normal distribution.” (wiki)

CLT ini sangat menarik karena meski distribusi normal sample tidak standar tetapi distribusi dari rata-rata sample normal akan konvergen ke standar normal. Konsekuensinya, kita bisa membuat beragam inferensi yang valid secara statistik.

Bilangan Besar Sejati

Hukum bilangan besar sejati menyatakan bahwa kejadian ekstrem bisa saja terjadi bila kita melakukan pengamatan sangat besar; yaitu bilangan besar sejati.

“… with a large enough number of independent samples, any highly implausible… result is likely to be observed.” (wiki)

Anda sulit sekali mendapatkan warna hijau lampu lalulintas 9 kali berturut-turut. Tetapi, bila Anda melakukan pengamatan sangat besar, yaitu bilangan besar sejati, misal sampai 50 ribu kali maka bisa jadi Anda akan menemukan kejadian itu.

Kita masih bisa mengembangkan lebih banyak lagi hukum probstat. Beberapa contoh hukum probstat di atas sudah cukup memberi gambaran nilai lebih probstat yang unik relatif terhadap pendekatan keilmuan lainnya.

6. Ragam Interpretasi Probabilitas

Beragam interpretasi sudah berkembang terhadap makna-probabilitas. Paling terkenal adalah interpretasi [1] frekuentis dan [2] keyakinan.

6.1 Frekuentis

Frekuentis memaknai probabilitas adalah frekuensi dalam alam eksternal. Misal, probabilitas lampu hijau nyala adalah 1/3. Jika Anda memilih tombol acak sebanyak 30 kali maka 1/3 darinya adalah nyala lampu hijau; yaitu 10 kali lampu hijau menyala.

6.2 Keyakinan

Keyakinan, atau dikenal sebagai Bayesian, memaknai probabilitas adalah derajat keyakinan seseorang terhadap suatu kejadian. Misal contoh lampu di atas; kita yakin bahwa lampu hijau akan nyala sebanyak 10 kali.

Dari dua interpretasi, frekuentis dan keyakinan, kita bisa mengembangkan interpretasi lebih beragam: [3] klasik; [4] logis heterogen; [5] eviden; [6] subyektif; [7] propensity; [8] best-system.

6.3 Klasik

Interpretasi klasik memaknai probabilitas secara apriori dan seragam. Misal dalam kantong terdapat 3 bola berwarna hijau, kuning, atau merah. Probabilitas kita mengambil bola secara acak berwarna hijau adalah 1/3. Demikian juga warna kuning atau merah adalah sama 1/3.

6.4 Logis heterogen

Interpretasi selanjutnya, secara logis, probabilitas bisa heterogen. Bila dalam kantong terdapat bola berwarna hijau = 2; kuning = 1; dan merah = 1; maka peluang hijau = 2/4 = 1/2. Peluang hijau bisa berbeda dengan kuning mau pun merah.

“Angkat 1 kaki Anda!”

Anda bisa mengangkat kaki kiri atau kanan. Jika kita tidak bisa membedakan, apakah kiri atau kanan, maka peluang kiri = peluang kanan = 1/2. Tetapi, pada kondisi tertentu, bisa saja seseorang sudah banyak berlatih mengangkat kaki kiri. Sehingga, kaki kiri berbeda dengan kaki kanan. Konsekuensinya, bisa saja, peluang kiri = 2/3 berbeda dengan peluang kanan = 1/3.

6.5 Eviden

Interpretasi probabilitas bisa disesuaikan, update, berdasar eviden. Awalnya, kita mengira peluang kiri = peluang kanan = 1/2. Setelah melakukan pengamatan, peluang kiri = 2/3 dan peluang kanan = 1/3. Sehingga, interpretasi probabilitas disesuaikan dengan eviden yang tersedia.

Deborah Mayo (1953) mengembangkan teori-error atau statistik-error dengan tes-tajam (severe test). Mayo meyakini bahwa sains berkembang melaui tes-tajam probabilitas statistik. Tes-tajam menguji hipotesis dengan tiga ketajaman: [a] hipotesis yang salah akan sulit sekali lolos dari tes-tajam; [b] hipotesis alternatif, atau hipotesis pesaing, tidak akan lolos dari tes-tajam; [c] hipotesis yang lolos dari tes-tajam maka makin dikuatkan secara ilmiah.

Tes-tajam mengembangkan eviden berdasar data dan hipotesis yang terkait. Tes-tajam memiliki semangat yang sama dengan falsifikasi Popper yaitu menguji hipotesis untuk diselidiki, untuk diruntuhkan, bukan sekedar untuk dikuatkan. Tes-tajam memiliki keunikan yaitu melakukan pengujian terbatas (piecemeal). Dari pengujian terbatas kemudian melakukan pengujian lebih luas. Bagaimana jika terjadi kontradiksi di antara beragam tes-tajam yang terbatas?

Pengujian adalah untuk mengatur error, mengendalikan error, atau manajemen error. Meski ditemukan error dari tes-tajam, hipotesis tidak langsung ditolak. Error dikaji, hipotesis dikaji ulang, kemudian tes-tajam ulang. Hipotesis akhir, yang lolos tes-tajam, menjadi teori yang terbukti lebih berkembang.

Mayo menyadari bahwa setiap model statistik mengandung kesalahan karena melibatkan idealisasi. Bagaimana pun model yang salah masih bisa mengantar kita kepada kesimpulan yang benar; atau, setidaknya model yang salah, sebagian di antaranya, tetap ada yang berguna. Paradigma pragmatisme mewarnai tes-tajam statistik.

Kita bisa mengambil contoh LLM pada AI untuk tes-tajam. AI berhasil menjawab bermacam pertanyaan sulit dengan cepat. Bagaimana dengan tes-tajam terhadap AI berbasis LLM? Kita akan menemukan beberapa eviden menarik.

Tanya: Siapa presiden pertama Indonesia?
AI: Soekarno.

Tanya: Siapa presiden Indonesia sebelum presiden Soekarno?
AI: Ir. Soekarno.

Tampak, di atas, LLM tidak lolos dari tes-tajam. AI tidak sanggup membedakan, atau membandingkan, antara Soekarno dengan Ir. Soekarno. Respon kita, berdasar eviden di atas, adalah kita perlu mengubah LLM atau kita perlu membatasi jenis pertanyaan terhadap LLM. Respon pertama, yaitu mengubah LLM, menjadi pilihan lebih baik.

Kita bisa mengembangkan beragam tes-tajam kepada AI misal berkenaan bilangan prima atau bilangan ganjil.

Tanya: Ada berapa bilangan ganjil antara 100 dan 1000?
AI: There are 400 odd numbers between 100 and 1000.

Here’s how we can find the answer:

  1. We need to find the first and last odd numbers between 100 and 1000.
  2. The first odd number after 100 is 101.
  3. The last odd number before 1000 is 999.
  4. We can use the following formula to find the number of odd numbers between two numbers: (last odd number – first odd number) / 2 + 1.
  5. So, the number of odd numbers between 100 and 1000 is (999 – 101) / 2 + 1 = 400.

Therefore, there are 400 odd numbers between 100 and 1000.

Jawaban AI salah, yaitu ada 400 bilangan ganjil antara 100 dan 1000. Lebih menarik lagi, AI menjawab dengan bahasa Inggris padahal saya bertanya dalam bahasa Indonesia. AI, model LLM, gagal dalam tes-tajam ini. LLM tidak menunjukkan kemampuan berpikir logis.

Bagaimana pun, tujuan tes-tajam adalah untuk mengembangkan sains dan teknologi. Jadi, dengan memahami eviden berupa beragam error dari LLM, kemudian, kita bisa mengembangkan AI lebih baik. Atau, sebagai pengguna AI, kita bisa memanfaatkan AI secara bijak.

6.6 Subyektif

Probabilitas adalah interpretasi subyektif dari manusia yang rasional. Kucing tidak perlu interpretasi probabilitas karena kucing tidak rasional. Tentu, kucing mampu antisipasi: bos akan kasih makanan sekarang atau nanti? Tetapi, antisipasi seperti itu bukan probabilitas. Sementara, manusia mengembangkan probabilitas yang canggih sebagai interpretasi kesadaran seorang subyek.

Interpretasi Bayesian sering dikenal sebagai interpretasi subyektif. Bagaimana pun, makna subyektif di sini tetap mempertimbangkan analisis logis dan bukti-bukti empiris. Sehingga, saat ini, berkembang interpretasi Bayesian obyektif. Jadi, kita bisa membuat semacam interval nuansa Bayesian dari subyektif sampai obyektif. Subyektif adalah menerapkan probabilitas pada kasus yang minim informasi empiris; analisis rasional berperan besar. Obyektif adalah menerapkan probabilitas pada kasus berlimpahnya informasi empiris; update analisis rasional menjadi sangat dinamis.

Bayesian adalah interpretasi epistemologis; sementara, frequentis adalah interpretasi ontologis. Dengan demikian, mereka memiliki versi obyektif dan subyektif tersendiri.

(a) Bayesian subyektif atau epistemologis subyektif adalah meyakini probabilitas berdasar penilaian subyektif.

(b) Bayesian obyektif atau epistemologis obyektif adalah penilaian obyektif dengan memanfaatkan teori Bayesian.

(c) Frequentis subyektif atau ontologis subyektif adalah mengkaji data obyektif dengan memilih model-model secara subyektif.

(d) Frequentis obyektif atau ontologis obyektif mengkaji data obyektif dengan pemilihan model-model secara obyektif; secara maksimal.

Bagaimana pun pembedaan di atas adalah samar; abu-abu; tidak tegas hitam-putih.

Dari sudut pandang berbeda, makna subyektif adalah positif; subyektif itu tidak negatif; subyektif bukan suatu kelemahan. Subyektif adalah keunggulan kita sebagai manusia. Subyektif adalah melibatkan kesadaran sebagai subyek. Apa makna-subyek?

Descartes berkata, “Cogito ergo sum.”

“Aku berpikir maka saya ada.”

Aku adalah subyek fenomenologis atau transenden. Saya adalah subyek psikologis. Interpretasi subyektif adalah interpretasi probstat yang mempertimbangkan aspek fenomenologis dan aspek psikologis. Dengan demikian, interpretasi subyektif melengkapi interpretasi obyektif dengan prespektif yang lebih luas dan mendalam.

6.7 Propensity

Probabilitas adalah sikap atau karakter yang condong ke arah tertentu yaitu propensity.

“Angkat 1 kaki kamu!”

Ada orang yang sikapnya cenderung mengangkat kaki kanan; propensity dia mengangkat kaki kanan. Setelah dilakukan percobaan berulang-ulang, misal, diperoleh 80% kaki kanan dan 20% kaki kiri. Propensity, yang berulang-ulang, ini disebut sebagai propensity jangka-panjang. Bisa juga, kita menerapkan propensity hanya satu kali; single-case.

Kita bisa memandang dua macam propensity: [1] individu atau [2] sistem.

Propensity individu adalah propensity yang didasarkan pada sikap individu. Sikap Anda seorang diri menentukan apakah akan mengangkat kaki kiri atau kaki kanan. Propensity sistem didasarkan pada kesatuan suatu sistem. Sikap Anda mengangkat kaki dipengaruhi oleh lingkungan; dipengaruhi siapa saja yang sedang mengamati; dipengaruhi di mana lokasi itu terjadi dan lain-lain.

6.8 Best-System

Probabilitas adalah interpretasi sistem-terbaik dari realitas atau hukum alam. Sistem-terbaik memulai kajian dari data obyektif sesuai sains. Kemudian, memadukan dengan analisis logis untuk menghasilkan sistem-terbaik: [1] sederhana; [2] kuat; [3] tepat.

Sistem-terbaik adalah sederhana. Kita mudah memahami probabilitas sistem-terbaik dan valid secara luas. Sistem-terbaik adalah kuat yaitu mampu menjelaskan dan memprediksi semua realitas secara akurat dan presisi. Sistem-terbaik adalah tepat yaitu sesuai untuk diterapkan di berbagai situasi. Bagaimana pun, tiga kriteria keunggulan sistem-terbaik ini bersifat tarik ulur. Sistem-terbaik bisa sederhana dengan hanya sedikit variabel. Tetapi menjadi tidak kuat dan tidak tepat. Begitu juga sebaliknya.

Bagaimana kita bisa memastikan bahwa sistem-terbaik adalah memang terbaik?

Penilaian subyektif menjadi penting di sini; meski tetap logis dan rasional. Andai, sistem-terbaik menetapkan kriteria yang tegas untuk menjadi terbaik, maka sistem terbaik menjadi kuat; tetapi, menjadi tidak sederhana dan tidak tepat. Jadi, interpretasi probabilitas sebagai sistem-terbaik tetap mengundang keragaman dinamika interpretasi.

6.9 Kans-Obyektif

Hoefer (19… – 20… ) adalah murid Lewis (1941 – 2001) yang mengembangkan best-system menjadi kans-obyektif atau HOC: Humean-Objective-Chance. Realitas adalah realitas sains secara obyektif dari seluruh masa lalu, masa kini, dan masa depan. Realitas ini mengalami proses perubahan atau event. Pola dari proses seluruh realitas adalah berupa kans-obyektif. Pada analisis akhir, probabilitas obyektif adalah kans-obyektif itu sendiri.

Principal Principle (PP) adalah prinsip yang menghubungkan kans obyektif dengan keyakinan subyektif. PP menyatakan bahwa seseorang yang mengetahui kans obyektif maka, secara rasional, dia meyakini sesuai kans obyektif sebagai probabilitas subyektif pribadinya.

HOC unggul karena bersifat obyektif; ditambah PP maka HOC merangkul subyektif dalam naungan obyektif. Lebih menarik lagi, HOC mengakui masa depan dan masa lalu sama konkret sebagai mana realitas masa kini. Hoefer mewarisi perspektif futuristik, sebagai konkret, dari Lewis. HOC memang membutuhkan perpektif waktu sebagai bentangan masa depan, masa lalu, dan masa kini. Dari bentangan waktu, pada realitas, maka muncul pola tertentu; pola inilah kans-obyektif sebagai basis probabilitas obyektif.

Dalam tataran operasional praktis, HOC bisa memanfaatkan model frequentis mau pun Bayesian. Dalam tataran filosofis, HOC menghadapi beragam problem serius. Saya lebih suka menyebut “Humean Ontological Chance” dari pada “Humean Objective Chance.” Istilah ontologis bersifat lebih terbuka terhadap alternatif perspektif.

Misal kita hendak mengkaji analisis sentimen, trend opini masyarakat, atau gaya hidup generasi muda. Sulit bagi kita menyebut kajian tersebut sebagai murni obyektif. Kita lebih tepat mengkaji secara ontologis yaitu HOC. Hoefer menyadari bahwa kajian HOC bersifat reduktif; dalam arti, pada analisis akhir, bisa direduksi menjadi sains fisika. Tetapi, kita sadar, dan Hoefer tampak akan setuju, bahwa trend opini masyarakat tidak akan bisa direduksi menjadi sains fisika obyektif belaka. Singkatnya, istilah ontologi lebih tepat dari obyektif untuk HOC.

Konsep waktu oleh HOC sulit berdampingan dengan konsep waktu Aristo atau pandangan umum. Aristo memandang waktu sebagai present yang terus bergulir atau presentisme. Masa lalu telah pergi dan masa depan belum juga datang; yang eksis adalah masa sekarang. Presentisme ini tidak bisa menghasilkan pola realitas; konsekuensinya, tidak muncul kans-obyektif. HOC memandang realitas past dan future tetap eksis secara nyata. Sehingga, realitas membentuk pola obyektif yaitu kans-obyektif.

HOC juga berbenturan dengan Bayesian ketika memandang probabilitas masa lalu. Budi melempar koin imbang kemarin. Berapa probabilitas muncul angka atau gambar? Sebelum dilempar, kemarin, probabilitas 50% masing-masing. Hari ini, setelah di lempar, bagi Bayesian, probabilitas adalah 0 atau 1. Tetapi, bagi HOC, sampai hari ini pun, probabilitas tetap 50% karena kans-obyektif tidak berubah. Bahwa realitas muncul gambar adalah kejadian kemarin; tidak mengubah kans-obyektifnya; hanya suatu pola kejadian.

Suarez (1968) berbeda pendapat dengan Hoefer berkenaan kans-obyektif. Bagi Suarez, probabilitas adalah tri-kompleks: propensity, kans, dan frekuensi. Probabilitas tidak bisa direduksi menjadi hanya kans saja. Pendekatan Hoefer yang reduktif terhadap probabilitas adalah tidak tepat, menurut Suarez.

Apa probabilitas dari pesawat luar angkasa Starliner?

Probabilitas Starliner adalah tri-kompleks. Propensity adalah karakter Starliner dari masa lalu sampai masa kini. Starliner terbukti sebagai pesawat ruang angkasa yang handal. Wajar Nasa memprediksi Starliner akan tetap handal di masa depan. Prediksi ini meleset karena, di Agustus 2024, terjadi kerusakan bagian Starliner yang mengakibatkan 2 orang astronot tidak bisa pulang ke bumi. Dari aspek propensity, Starliner baik-baik saja. Tetapi, kans-obyektif atau kans-konkret bisa berbeda dari propensity.

Kans-konkret adalah segala sesuatu yang, secara konkret, menjadikan suatu kejadian bisa terjadi. Meski propensity Starliner handal, situasi konkret bisa menghadapi beragam kesulitan di luar perkiraan; situasi luar angkasa bisa berbeda; suasana hati astronot bisa berbeda; gangguan benda-benda luar angkasa bisa beragam. Kejadian: sebagian modul Starliner rusak dan tidak berfungsi. Akibatnya, 2 orang astronot terjebak di luar angkasa. Rencana, baru akan dijemput untuk pulang ke bumi bulan Februari 2025; astronot melayang di angkasa 6 bulan lebih lama dari rencana awal.

Frekuensi-empiris berbeda lagi dengan propensity dan kans. Selama ini, frekuensi-empiris menunjukkan Starliner memang baik-baik saja. Hipotesis yang menyatakan Starliner handal tidak bisa ditolak berdasar data empiris; konsekuensinya, hipotesis Starliner handal bisa diterima. Saat ini, terbukti, Starliner tidak handal berdasar data empiris Agustus 2024. Jadi, kita perlu mengoreksi hipotesis.

Lebih dari itu, Suarez sadar bahwa kajian probabilitas tri-kompleks bersifat obyektif belaka. Di sisi lain, kajian subyektif tetap memiliki peran penting menurut Suarez. Mengapa Nasa memutuskan untuk mengirim 2 astronot ke luar angkasa? Mengapa Nasa memutuskan baru Februari 2025, nanti, astronot akan dijemput? Mengapa Nasa memilih Boeing sebagai rekan kerja?

Wikipedia menunjukkan perbedaan sikap subyektif antara Boeing dengan Nasa; perbedaan probabilitas subyektif. Boeing yakin bahwa Starliner baik-baik saja bagi astronot; Nasa tidak yakin itu.

“Ultimately, NASA felt it was not able to understand why the thrusters malfunctioned and decided that it was too risky to return its astronauts to Earth aboard Starliner, which will attempt to return uncrewed.[106] Boeing, for its part, has expressed confidence in Starliner and believes there is flight rationale for returning the spacecraft to Earth with the astronauts aboard.” (Wiki).

Jadi, probabilitas Starliner adalah tri-kompleks: propensity, kans, dan frekuensi; serta perpaduan probabilitas obyektif dan subyektif.

6.10 Ringkasan Interpretasi

Setelah membahas beberapa interpretasi probabilitas dan statisitik di atas, kita akan meringkas problem dari masing-masing interpretasi. Terdapat problem epistemologi, ontologi, dan aksiologi. Epistemologi berkaitan dengan Bayesian dan subyektif. Ontologi berkaitan dengan frequentis dan obyektif. Sementara, problem aksiologi berupa problem etika selalu hadir; disadari atau tidak.

[10-1] Problem Epistemologi

“The overall question here is how we should understand the probability assigned to a statistical hypothesis. Naturally the interpretation will be epistemic: the probability expresses the strength of belief in the hypothesis. It makes little sense to attempt a physical interpretation since the hypothesis cannot be seen as a repeatable event, or as an event that might have some tendency of occurring.” (SEP)

Problem pertama: apa maksud bahwa, misal, 80% lampu lalulintas berwarna merah? Bayesian menganggap 80% adalah tingkat keyakinan (credence). Apa hubungannya dengan realitas lampu lalulintas berwarna merah? Problem makna probabilitas ini berlaku baik apriori mau pun posteriori. Di sisi lain, frequentis tidak menghadapi kesulitan karena makna 80% adalah frekuensi relatif.

“Then how do we determine a prior probability? Perhaps we already have an intuitive judgment on the hypotheses in the model, so that we can pin down the prior probability on that basis. Or else we might have additional criteria for choosing our prior. However, several serious problems attach to procedures for determining the prior.” (SEP).

Problem kedua bagaimana kita menentukan probabilitas apriori. Secara intuitif kita bisa menghitungnya. Seberapa valid intuisi kita? Karena probabilitas apriori mempengaruhi kesimpulan akhir maka kesimpulan akhir menghadapi kesulitan serupa.

Tentu saja, banyak pakar sudah mengembangkan beragam solusi untuk mengatasi dua problem di atas. Bagaimana pun, setiap solusi tetap menghadapi problem lebih lanjut. Pada analisis akhir, solusi etika menjadi alternatif.

[10-2] Problem Ontologi

Problem pertama: relasi dengan keyakinan. Bagaimana data empiris mempengaruhi keyakinan atau sebaliknya?

“Consider the likelihood ratio test of Neyman and Pearson. As indicated, the significance or p-value of a test is an error rate that will manifest if data collection and testing is repeated, assuming that the null hypothesis is in fact true. Notably, the p-value does not tell us anything about how probable the truth of the null hypothesis is.” (SEP).

Berdasar p-value, misal, kita menolak Ho. Lalu apa solusi berikutnya? Frequentis tidak menawarkan alternatif apa pun. Atau sebaliknya, misal, kita menerima Ho maka seberapa yakin kita dengan Ho? Apakah Ho memang valid? Data empiris tidak bisa menjawabnya.

“Hypothesis tests and estimations are sometimes criticised because their results generally depend on the probability functions over the entire sample space, and not exclusively on the probabilities of the observed sample.” (SEP).

Problem kedua: pengamatan terhadap sample yang berbeda bisa mengantarkan ke kesimpulan akhir berbeda. Kesimpulan mana yang valid?

“This would make the evidential impact that the data have on the hypothesis dependent on the stopping rule after all.”

Problem ketiga: kapan berhenti observasi? Aturan untuk berhenti ini berpengaruh terhadap data, pada akhirnya, berpengaruh terhadap kesimpulan.

Tentu, banyak pakar sudah mencoba mengatasi problem-problem itu dengan beragam solusi. Bagaimana pun, problem tetap muncul kembali pada pada level lebih lanjut. Solusi menggabungkan frequentis dengan Bayesian menjadi alternatif menarik. Frequentis valid karena didasarkan pada konsep Bayesian; dan Bayesian valid karena didukung frequentisme. Tampak jelas kita berada dalam logika melingkar.

[10-3] Problem Aksiologi

Dari awal sampai akhir, problem etika adalah solusi dan memunculkan problem lanjutan lagi.

Wikipedia bercerita tentang Starliner,

“Under the CCP, Boeing owns and operates the Starliner capsules, allowing the company to offer non-CCP commercial flights if they do not interfere with NASA missions.”

Mengapa 2 astronot diterbangkan memakai Starliner? Karena Boeing mendapat dukungan dari NASA. Mengapa NASA mendukung? Karena dalam negara USA. Mengapa USA? Karena dalam paradigma kapitalisme. Mengapa kapitalisme? Problem etika ini menuntut solusi.

Jadi, apa makna-probabilitas?

Beragam interpretasi di atas membantu kita untuk menjawab apa makna-probabilitas. Tiga klasifikasi akan lebih memudahkan.

[a] Makna-probabilitas adalah karakter realitas alam eksternal. Realitas eksternal mengekspresikan diri berupa probabilitas; baik realitas individual, spesies, mau pun realitas seluruh alam raya.

[b] Makna-probabilitas adalah karakter internal pengetahuan dan keyakinan manusia. Realitas eksternal eksis apa adanya. Kemudian, manusia yang menciptakan probabilitas berdasar pengetahuan dan keyakinan manusia.

[c] Makna-probabilitas adalah karakter relasional antara alam eksternal dengan alam internal manusia. Alam eksternal berinteraksi dengan alam internal melalui relasi probabilitas.

7. Ontologi Fundamental Probabilitas

Probabilitas adalah rekayasa terhadap curahan anugerah, sedemikian hingga, menuju yang terpilih.

Rekayasa oleh probabilitas bermakna mengendalikan, mengatur, kontrol, enigineering, manipulasi, menjinakkan, menyaring, memilah, memilih, mengarahkan, memimpin, atau manajemen terhadap curahan anugerah.

Curahan anugerah adalah realitas seluruhnya; alam dan budaya; materi dan jiwa; masa kini, masa lalu, dan masa depan; eksplisit dan implisit; analog dan digital; dan lain-lain.

Terpilih adalah realitas dalam tingkat yang lebih tinggi; lebih intensif; lebih luas; lebih matang; dan lain-lain. Pada gilirannya, realitas terpilih adalah anugerah itu sendiri. Sehingga, realitas terpilih akan berhadapan dengan rekayasa probabilitas lagi; terjadi siklus tanpa henti.

7.1 Definisi

A number expressing the likelihood of the occurrence of a given event, especially a fraction expressing how many times the event will happen in a given number of tests or experiments.” (Dictonary.com)

Probabilitas adalah perbandingan banyaknya kejadian terhadap banyaknya seluruh kejadian yang mungkin. Definisi ini menjelaskan cara menghitung probabilitas. Hampir seluruh definisi probabilitas mirip dengan definisi di atas. Dilengkapi dengan beberapa aksioma, misal aksioma Kolmogorov, maka kita berhasil membentuk sistem probabilitas analisis. Aksioma Kolmogorov menetapkan nilai probabilitas adalah antara 0 dan 1; menetapkan aturan penjumlahan probabilitas.

“Statistics is the study of the collection, analysis, interpretation, presentation, and organization of data.” (byjus.com).

Statistik adalah kajian mengumpulkan, mengolah, dan menafsirkan data. Lagi, definisi ini menjelaskan praktek statistik; sebagaimana, definisi probabilitas adalah menjelaskan praktek probabilitas. Bagaimana pun, probabilitas menjadi jantung bagi statistik. 

Tampak jelas, kita masih harus mengajukan pertanyaan ontologis, “Apa makna-probabilitas?”

7.2 Makna

Makna-probabilitas adalah karakter relasional antara alam eksternal dengan alam internal manusia. Alam eksternal berinteraksi dengan alam internal melalui relasi probabilitas; yaitu rekayasa terhadap curahan anugerah sedemikian hingga menuju yang terpilih.

Kita masih perlu memilih beberapa istilah yang lebih tepat untuk deskripsi makna-probabilitas.

luma = curahan anugerah
tata = terpilih
tataluma = rekayasa

Probabilitas adalah tataluma yang menerima masukan berupa luma, kemudian, mengolahnya melalui proses tataluma, dan menghasilkan tata. Secara mekanis, probabilitas adalah:

[luma] – [tataluma] – [tata].

Atau

[luma] – [rekayasa] – [tata].

Luma adalah seluruh realitas. Tataluma adalah proses rekayasa. Tata adalah hasil rekayasa yang berupa seluruh realitas lagi. Secara mekanis, kita bisa memisahkan tiga hal di atas. Secara ontologis, tiga hal di atas adalah kesatuan harmonis tak terpisahkan.

7.3 Elaborasi

Kita akan elaborasi dengan beberapa contoh jenis pengetahuan. Probabilitas adalah rekayasa.

[luma] – [rekayasa] – [tata]

Probabilitas menerima luma, yaitu realitas ontologis, kemudian melakukan proses rekayasa. Hasil rekayasa berupa tata yaitu realitas ontologis yang lebih sempurna. Dengan demikian, probabilitas bertanggung jawab untuk menjamin bahwa tata lebih baik dari luma; hasil probabilitas harus lebih baik dari bahan probabilitas.

Makna-probabilitas sebagai rekayasa adalah pergeseran dari makna-probabilitas sebagai pengetahuan.

Pengetahuan-luhur adalah pengetahuan suci tingkat tinggi. Pengetahuan tentang penciptaan alam semesta merupakan salah satu contohnya. Pengetahuan tentang langit dan matematika termasuk pengetahuan luhur. Matematika bernilai benar secara absolut sehingga luhur.

Pengetahuan-rendah. Alkemi adalah contoh pengetahuan-rendah yaitu sains praktis bagaimana kita bisa mengubah bahan tembaga menjadi emas murni. Pengetahuan rendah bersifat rendah karena tidak pasti; hanya probabilistik. Sejarah menunjukkan bahwa alkemi gagal mencipta emas murni dari bahan tembaga. Bagaimana pun, akhirnya, alkemi berkembang menjadi sains kimia.

Rekayasa atau kerajinan adalah lebih rendah dari pengetahuan rendah. Tukang kayu bisa membuat meja dari kayu. Lebih rendah karena rekayasa, atau kerajinan, hanya berupa pengetahuan praktis belaka. Awalnya, tukang kayu melihat pohon beringin. Lalu, tukang kayu menebangnya dan menjadikan meja. Tidak perlu ilmu tinggi untuk menjadi tukang kayu. Siapa pun orangnya yang berlatih dengan cukup maka bisa menjadi tukang kayu.

Era kuno memandang pengetahuan-luhur sebagai paling tinggi. Hume (1711 – 1776) berhasil menyatukan pengetahuan-luhur dengan pengetahuan-rendah. Semua pengetahuan adalah sama-sama sebagai pengetahuan yang bersifat probabilitas. Di awal abad 21 ini, kita menyatukan rekayasa dengan probabilitas. Konsekuensinya, semua pengetahuan adalah sama: pengetahuan-luhur, pengetahuan-rendah, dan rekayasa. Semua pengetahuan bersifat probabilitas.

Probabilitas adalah hikmah. Orang bijak adalah orang yang memiliki hikmah. Orang yang mengkaji probabilitas adalah orang bijak?

Probabilitas mengantar manusia menjadi bijak. Semua ilmu yang kita miliki bisa bernilai benar dan, di saat yang sama, bisa bernilai salah. Konsekuensinya, kita perlu sikap bijak. Tidak ada klaim mutlak 100% benar dari sisi probabilitas. Kita selalu terbuka dengan peluang koreksi. Hidup bertabur hikmah bersama probabilitas.

Probabilitas adalah jalan hidup; the way of life. Hidup kita bersifat probabilitas; selalu ada posibilitas masa depan. Hidup bahagia dengan siap menyongsong masa depan baru; selalu ada harapan baru untuk kita semua.

Kita masih bisa mengajukan pertanyaan lebih dalam. Apa makna-rekayasa? Apa makna-luma? Apa makna-tata?

7.4 Konteks Histori Probabilitas

Setiap kita membahas konsep probabilitas, kita selalu berada dalam konteks histori tertentu. Sejauh mana batasan konteks histori?

[a] Probabilitas emerge di era Hume (1711 – 1776) dengan berhasil memunculkan probabilitas ontologi; bukan hanya probabilitas epistemologi.

[b] Thomas Bayes (1702 – 1761) adalah nama tokoh paling berpengaruh sehingga namanya menjadi abadi sebagai teorema Bayes. Probabilitas adalah pengetahuan manusia yang terbatas oleh ketidak-pastian. Seiring bertambah informasi maka pengetahuan manusia makin bersifat pasti.

[c] Laplace (1749 – 1827) adalah matematikawan hebat yang berhasil menyusun formula matematis bagi teorema Bayesian. Satu kisah menyebutkan bahwa Laplace mengatakan kita bisa menentukan nasib jagat raya dengan pasti asal kita memperoleh informasi dengan lengkap. Kita mengenal teorema Bayes lebih pada versi Laplace; bukan dari Bayes sendiri. Probabilitas berkembang pesat.

[d] Laplace beralih ke frequentis. Teorema Bayes secara luas diterapkan dalam banyak bidang. Salah satunya untuk menentukan hukuman bagi terdakwa. Laplace melihat banyak penyimpangan. Pada masa dewasa, Laplace meninggalkan teorema Bayes dan beralih ke probabilitas frequentis yang mengandalkan analisis data obyektif. Probabilitas resmi menjadi dua aliran kuat: Bayesian dan frequentis.

[e] Fisher (1890 – 1962) mengembangkan uji hipotesis sebagai metode statistik frequentis. Metode frequentis sukses besar pada awal abad 20 karena sederhana dan mudah. Tetapkan hipotesis, misal Ho, kemudian ujilah apakah kita bisa menolak Ho? Jika berhasil menolak Ho maka buang Ho. Jika gagal menolak maka terima Ho. Menjadi mudah karena Ho adalah bebas secara prinsip; tidak perlu pengetahuan awal yang sulit.

Bandingkan dengan Bayesian. Untuk bisa menetapkan Ho, kita perlu banyak pengetahuan awal atau pengetahuan apriori. Kita berhasil yakin, misal, Ho = 50%. Kajian statistik atau eksperimen akan melengkapi pengetahuan kita. Hasilnya, pengetahuan bertambah, keyakinan kita terhadap Ho naik menjadi 70%. Terbayang beratnya tugas kita sebagai Bayesian. Tugas frequentis ringan karena hanya bertujuan menolak Ho. Tugas Bayesian memang berat harus menguatkan Ho.

Lakatos (1922 – 1974) memuji pendekatan frequentis sebagai sesuai dengan konsep falsifikasi Popper. Sementara, Bayesian tampak sulit untuk selaras dengan falsifikasi. Bahkan, Popper menolak epistemologi Bayesian bila diterapkan untuk sains. Karena skema falsifikasi ini memang penting maka pendukung Bayesian perlu mempertimbangkan dengan seksama.

Menurut saya, Bayesian bisa menerapkan skema falsifikasi. Awalnya, tampak hanya semantik atau language-game. Pada analisis akhir, skema falsifikasi adalah paradigmatik bagi Bayesian: epistemologi kritik sains.

Ho = Probabilitas A lebih dari 70%.
Ha = Probabilitas A TIDAK lebih dari 70%.

Saintis bisa fokus untuk falsifikasi terhadap Ha. Tidak ditemukan bukti sama sekali untuk mendukung Ha. Bahkan semua hasil observasi dan eksperimen justru menolak Ha. Jadi saintis berhasil falsifikasi dengan menolak Ha. Bayesian berhasil menerapkan skema falsifikasi.

Konsekuensi dari penolakan Ha adalah Bayesian menerima Ho. Lebih dari itu, Bayesian bisa menetapkan, misal, probabilitas A = 90% secara posteriori. Keunggulan Bayesian ini bukan sekedar semantik tetapi paradigmatik.

[f] Lewis (1941 – 2001) mengembangkan best system analysis (BSA) untuk landasan filosofis probabilitas obyektif. Hoefer melanjutkan BSA dengan konsep kans obyektif. Realitas obyektif alam semesta adalah probabilitas itu sendiri. Penggunaan istilah obyektif ini cenderung reduktif. Menurut saya, akan lebih luas membuka posibilitas dengan istilah ontologi. Realitas ontologis alam semesta adalah posibilitas. Apa maknanya? Basis ontologis ini tetap terbuka terhadap Bayesian mau pun frequentis.

Di abad 21 ini, kemampuan komputasi bertambah canggih. Tidak ada lagi kesulitan bagi Bayesian mau pun frequentis. Sehingga, kita bisa memanfaatkan Bayesian dan frequentis secara harmonis sesuai situasi kondisi. Yang tetap sulit adalah: bagaimana tanggung jawab moral dari probabilitas?

Ketika Anda belajar probabilitas maka, saat itu, Anda melakukan rekayasa terhadap realitas; begitu juga ketika Anda membaca tulisan ini, Anda sedang melakukan rekayasa. Konsekuensinya, Anda wajib tanggung jawab secara moral. Bagaimana pun, semua pengetahuan adalah probabilitas. Jadi ketika Anda belajar matematika atau sastra, apa lagi teknologi, Anda punya tanggung jawab moral; sebuah tanggung jawab yang besar.

7.5 Probabilitas ke Posibilitas

Probabilitas adalah sebuah angka bagi posibilitas; dalam satu sudut pandang tertentu. Lalu, apa makna-posibilitas itu sendiri? Posibilitas bersanding dengan niscaya; merupakan tema dari modalitas. Untuk itu, kita perlu membahas modalitas.

Kita akan membahas 3 jenis modalitas: [1] logis; [2] aktual; [3] metafisika.

Contoh modalitas logis,

“Bilangan 3 ‘pasti’ ganjil”;
“Bilangan ganjil ‘mungkin saja’ berupa bilangan 5”;
“‘Tidak mungkin’ bilangan prima dua angka adalah kelipatan 7.”

Contoh modalitas aktual,

“Presiden pertama Indonesia ‘pasti’ Soekarno.”

Contoh modalitas metafisika,

“Gerak waktu ‘mungkin saja’ linier.”

Modalitas metafisika bersifat absolut. Sementara, modalitas logis dan aktual disesuaikan dengan konteks tertentu.

Probabilitas = 100% adalah niscaya atau pasti.
Probabilitas kurang dari 100% adalah mungkin atau posibel.
Probabilitas = 0 adalah mustahil atau tidak-mungkin atau niscaya-tidak.

Kita perlu ekstra waspada terhadap klaim probabilitas = 100% yang bermakna niscaya dan klaim probabilitas = 0 yang bermakna mustahil.

7.6 Posibilitas Logis

Modalitas logis tampak paling jelas. Bagaimana pun, tidak selalu mudah untuk menetapkan penilaian modalitas logis. Masih banyak posibilitas logis yang bisa kita eksplorasi lebih jauh.

Bayangkan sistem logis yang terdiri dari 12 bilangan yang ada pada angka-angka jam dinding. Definisi operasi penjumlahan adalah perputaran searah jarum jam.

“2 + 1 = 3 adalah “pasti” benar.”
“2 + 1 = 7 adalah “mustahil” benar.”
“2 + 1 = n adalah “mungkin” benar.”

Tampaknya, mudah sekali menilai pernyataan sistem logis. Realitasnya, sistem logis menyimpan kesulitan tersendiri. Perhatikan sistem logis bilangan real,

“Apakah “mungkin” kita menunjukkan bilangan positif terkecil?”

Anggap saja, bilangan positif terkecil adalah b; tetapi, kita bisa membagi b dengan 2 misal menghasilkan c = (b/2); di mana c lebih kecil dari b; jadi, b bukanlah bilangan positif terkecil. Kesimpulannya: mustahil kita menunjukkan bilangan positif terkecil karena bilangan positif terkecil tidak pernah kita temukan.

Tetapi, mungkinkah bilangan positif terkecil itu eksis? Andai bilangan positif terkecil tidak eksis maka bilangan positif berapa yang terdekat dengan 0?

Dari sistem logis bilangan real, yang memunculkan banyak pertanyaan itu, kita masuk pembahasan sistem metafisika. Atau, apakah benar sistem bilangan real itu adalah sistem logis? Ataukah bilangan real adalah sistem metafisika? Kita akan diskusikan di bagian bawah.

Klaim “2 + 1 = 3 pasti benar” pada sistem bilangan jam dinding. Tetapi, jam dinding bisa saja salah tulis angka 3 dengan angka 7. Akibatnya, klaim di atas menjadi salah. Bila demikian, kita perlu melihat sistem “aktual” dari jam dinding. Tidak cukup hanya berdasar asumsi semata.

7.7 Posibilitas Aktual

Sistem aktual bisa kita uji secara empiris atau secara aktual.

“Di kota ini, mungkin saja besok turun hujan.”
“Kota Bandung mustahil jadi ibu kota RI pada tahun 2020.”
“Guruh pasti putra dari Soekarno.”

Semua modalitas di atas adalah valid secara aktual; tentu dengan konteks histori yang tepat. Tetapi, beberapa pernyataan berikut menuntut kita berpikir lebih jauh.

“Vaksin covid pasti untuk mengeruk keuntungan.”

Asumsikan makna mengeruk-keuntungan adalah mengambil keuntungan secara tidak wajar; dan bisa dipahami secara umum. Kita sulit untuk konfirmasi atau negasi terhadap pernyataan di atas. Andai kita ganti modalitas “pasti” dengan “mungkin” maka akan lebih mudah dikonfirmasi. Vaksin covid “mungkin” saja untuk mengeruk keuntungan.

Bagaimana bila bersikukuh “pasti” untuk mengeruk keuntungan?

Kita memerlukan tambahan “bukti” untuk memastikannya. Seperti kita bahas sebelumnya, kita tidak pernah mendapatkan “bukti” yang cukup untuk inferensi; kita hanya akan berhasil menambah “tanda-tanda” pendukung belaka. Sehingga, pernyataan “pasti” untuk mengeruk keuntungan tidak bisa dijustifikasi logis. Sebaliknya, pernyataan “mustahil untuk mengeruk keuntungan” juga tidak bisa dijustifikasi secara logis. Kesimpulan akhir, jenis modalitas apa pun untuk kasus vaksin ini, akan disandarkan kepada sikap moral; yang perlu dipertanggung-jawabkan oleh setiap pihak.

Mari beralih ke contoh niscaya aktual.

Apakah ada klaim niscaya aktual tentang realitas di masa depan? Tentu ada.

“Entropi alam semesta tahun 2030 niscaya lebih besar dari entropi tahun 2020.”

Klaim niscaya tentang entropi, di atas, dijamin benar oleh hukum sains termodinamika. Karena entropi alam semesta selalu bertambah setiap saat. Lebih terjamin lagi validitas klaim di atas, ketika entropi bermakna akumulasi kandungan informasi pada alam semesta.

“Usia Anda niscaya bertambah tua di tahun depan dibanding tahun lalu.”

Klaim niscaya tentang usia Anda yang bertambah tua dijamin benar oleh logika mana saja. Tetapi, klaim ini tampak hanya trivial belaka. Sejatinya, klaim ini justru bernilai tinggi; karena itu penting bagi kita untuk mengkaji “waktu” dengan teliti. Klaim niscaya aktual ini mirip berupa genus; kita perlu kejelasan lebih lanjut berupa diferensia. Apakah diferensia tersebut tetap niscaya? Atau hanya posibel?

7.8 Posibilitas Metafisika

Modalitas metafisika bersifat absolut.

Niscaya secara metafisika adalah niscaya dalam semua makna; bila secara makna adalah posibel maka posibel secara metafisika. [Kriteria-1]

“Saya pasti adalah manusia yang terbatas.”

Klaim di atas valid sebagai modalitas metafisika. Dalam semua makna, saya memang selalu terbatas. Bahkan, ketika saya memiliki freedom maka freedom saya itu pun terbatas dalam satu dan lain cara.

“Alam semesta pasti berawal dari big bang.”

Banyak orang menganggap pernyataan di atas adalah valid. Tetapi, sangat sulit untuk justifikasi “pasti” berawal dari big bang. Karena, big bang adalah hasil pemikiran spekulasi teori (meta)fisika yang hanya sedikit dukungan data ilmiah. Data menunjukkan suatu pergeseran frekuensi; pergeseran frekuensi ditafsirkan sebagai alam semesta bergerak mengembang; bila kita berpikir mundur, ke masa lalu, maka alam semesta bergerak mengkerut; sekitar 14 milyar tahun yang lalu, semesta berukuran sangat kecil; itulah peristiwa big bang sebagai awal alam semesta.

Kita perhatikan terjadi interpretasi yang sangat jauh dari “data” pergeseran frekuensi menjadi teori big bang. Kita bisa memberikan beragam challenge. Jadi, big bang bermakna posibel dalam interpretasi tertentu; misal, bagi pihak yang mempertanyakan validitas big bang. Sehingga, paling tepat adalah “mungkin” berawal dari big bang.

Niscaya adalah niscaya di semua dunia yang mungkin; posibel adalah posibel di salah satu dunia yang mungkin; mustahil adalah mustahil di semua dunia yang mungkin. [Kriteria-2]

“2 + 1 = 3 adalah niscaya benar untuk operasi bilangan asli.”

Klaim niscaya di atas, awalnya, adalah niscaya secara logis. Kita bisa memperluas menjadi niscaya secara metafisika. Karena di seluruh dunia yang mungkin eksis bilangan asli, misal di planet Mars atau di sebelah galaksi Bima Sakti, klaim “2 + 1 = 3” niscaya bernilai benar. Klaim ini bersifat absolut.

Bahkan, di dunia mitologi Asgard, ketika Thor berhitung bilangan asli “2 + 1 = 3” maka niscaya bernilai benar. Begitu juga, bila di negeri Kahyangan, Arjuna berhitung bilangan asli “2 + 1 = 3” niscaya bernilai benar. Anda bisa membuat fiksi cerpen dan bila dalam cerita itu ada perhitungan bilangan asli “2 + 1 = 3” maka niscaya benar.

“Anak yang lahir di Solo mungkin saja jadi presiden RI.”

Klaim di atas bersifat “mungkin” di dunia kita saat ini. Konsekuensinya, klaim di atas adalah “posibel” secara metafisika. Tidak bisa menjadi klaim niscaya secara metafisika. Meski pun, misal, di galaksi yang jauh, “Anak Solo niscaya jadi presiden RI.” Tetapi, karena di salah satu dunia bersifat posibel maka secara metafisika hanya posibel.

Dua macam kriteria modalitas metafisika di atas sudah memadai sebagai contoh. Barangkali, kita masih bisa mengembangkan lebih banyak kriteria modalitas metafisika. Tentu, itu akan menjadi tantangan yang menarik. Ada resiko dari kriteria modalitas; fokus kepada kriteria bisa menggeser pemahaman modalitas menjadi prosedur atau mekanisme menentukan jenis modalitas: niscaya, mungkin, atau mustahil. Padahal, pemahaman mendalam tentang modalitas itu sendiri jauh lebih penting. Mengapa?

7.9 Untuk Apa Posibilitas

Konsep posibilitas menjadi penting karena hanya manusia yang memahami posibilitas dengan baik di dunia ini. Dengan konsep posibilitas, manusia memiliki posibilitas luas untuk lebih berkembang menyongsong masa depan.

Beberapa pemikir meyakini bahwa posibilitas lebih utama dari aktualitas. Posibilitas membuka masa depan, masa lalu, dan masa kini. Manusia menjadi otentik dengan menghadapi posibilitas yang mutlak-imposibel; possibility of absolute impossibility; yaitu manusia sebagai being-towards-death; dumadi-menuju-mati.

Mengapa manusia mampu memahami modalitas posibilitas, sementara kucing, misalnya, tidak mampu?

Karena terjadi diferensiasi fakultas intuisi dengan pemahaman pada manusia. Pada kucing, intuisi dan pemahaman menyatu atau cenderung untuk terus menyatu. Sedangkan pada AI, artificial intelligence, tidak jelas apakah AI memiliki kemampuan intuisi dan pemahaman atau tidak memiliki sama sekali.

“Apa perbedaan ikan asin bagi kucing dan manusia?”

Sangat berbeda; karena manusia memahami modalitas ketika melihat ikan asin: posibel, niscaya, atau mustahil.

Kucing memahami ikan asin secara intuitif belaka. Ketika kucing lapar maka ia makan ikan asin tersebut; bila kucing tidak berminat maka ia tinggalkan ikan asin itu. Manusia berbeda dengan kucing karena pemahaman manusia terpisah, ada gap, dengan intuisi.

Ketika melihat ikan asin, manusia secara intuitif sadar bahwa obyek tersebut adalah ikan asin. Tetapi, manusia mengembangkan pemahaman yang berbeda dari data intuisi belaka. Apakah ikan asin nikmat? Apakah sehat? Apakah halal? Atau, ada posibilitas lain?

Bagaimana jika ikan asin saya masak? Bagaimana jika mendirikan restoran spesial masakan ikan asin? Bagaimana jika mengembangkan bisnis ekspor-impor ikan asin? Atau, bagaimana jika ikan asin diolesin racun untuk menjebak tikus?

Manusia sadar bahwa ikan asin “niscaya” akan berubah seiring waktu. Ikan asin “mungkin” akan berubah secara alamiah; ikan asin juga “mungkin” berubah akibat campur tangan manusia secara tidak alamiah. Manusia “mungkin” memilih sikap cuek terhadap ikan asin itu. Dan, manusia juga “mungkin” bersikap peduli terhadap ikan asin.

Kemampuan berpikir modalitas adalah diferensia utama bagi manusia. Ada gap antara intuisi dan pemahaman dalam pikiran manusia. Di saat-saat tertentu, manusia justru berharap bisa menghapus gap; atau memperkecil gap; atau mengantisipasi gap. Ketika Anda olah raga, misal main bola, maka Anda tidak perlu berpikir bagaimana jika bola ini saya jual. Anda tidak berpikir banyak terhadap keragaman posibilitas dari bola. Anda hanya fokus terhadap bola dengan satu posibilitas utama memenangkan permainan bola dengan mencetak gol. Anda menyatukan intuisi dan pemahaman untuk satu tujuan pasti: memainkan bola.

Gap antara intuisi dan pemahaman menjadikan manusia sebagai individu yang bertanggung jawab secara moral. Anda sadar bahwa menjual ikan asin adalah dosa karena ikan asin itu bukan milik Anda. Sadar akan posibilitas dosa adalah keunggulan umat manusia. Orang sadar bahwa korupsi adalah dosa besar. Ketika pejabat mencuri uang rakyat, melalui korupsi, sambil terbahak-bahak, mereka sedang terjerumus dalam dosa besar. Konsep dosa didasarkan pada konsep posibilitas tindakan manusia dan keniscayaan interaksi di dunia ini atau mustahilnya sikap eksklusif murni.

Makna Posibilitas

Kita masih bisa bertanya apa makna-posibilitas? Terdapat tiga makna-posibilitas: [1] abstrak; [2] kombinasi; [3] konkret.

[1] Makna-posibilitas adalah abstrak. Secara intuitif, kita mengira bahwa posibilitas adalah abstrak. Asumsikan hari ini adalah Senin.

A = Besok, Selasa, turun hujan.

Pernyataan A di atas adalah abstrak (posibilitas) karena kita, saat ini, masih berada di hari Senin. Bisa saja besok, Selasa, benar hujan; tapi, bisa juga Selasa tidak hujan.

[2] Makna posibilitas adalah kombinasi secara luas. Saat ini, Adi duduk di sebelah kiri dari Budi. Posibilitas adalah kombinasi K.

K = Adi duduk di sebelah kanan dari Budi.

Kita bisa menyusun ulang kombinasi dalam jumlah yang sangat besar. Sehingga, kita memiliki posibilitas dalam jumlah yang sangat besar pula. Bagaimana pun, kombinasi K bersifat abstrak sebagai posibilitas; atau, bersifat potensial. Sedangkan, realitas aktual adalah realitas yang kita hadapi: Adi duduk di sebelah kiri.

[3] Makna posibilitas adalah konkret. Posibilitas sama konkret dengan realitas aktual. Makna konkret ini cukup sulit kita pahami secara intuitif. Kita perlu mengkaji lebih dalam untuk bisa memahami posibilitas sebagai realitas konkret.

A = Besok, Selasa, turun hujan.

Pernyataan A di atas adalah konkret; hari Selasa benar-benar hujan. Hanya saja, hari ini hari Senin, kita tidak sanggup akses secara langsung. Realitas aktual, umumnya, adalah realitas yang kita hadapi di hari Senin. Andai kita lebih terbuka sehingga mampu akses realitas hari Selasa, maka, hari Selasa adalah aktual.

Hanya karena kita gagal akses maka tidak membuktikan bahwa hari Selasa sebagai abstrak. Bandingkan dengan akses lokasi. Saat ini, di Bandung, cerah. Secara simultan, saat ini, di Jayapura hujan. Keduanya, sama-sama aktual. Hanya karena saya tinggal di Bandung, tidak mampu akses Jayapura, maka tidak berarti “Jayapura hujan” adalah asbtrak. “Jayapura hujan” sama aktualnya dengan “Bandung cerah.” Sama-sama konkret.

Tentu saja, pernyataan aktual bisa saja bernilai salah; ternyata, misalnya, “Jayapura tidak hujan.”

Contoh posibilitas kombinasi adalah pernyataan posibilitas aktual yang bernilai salah.

K = Adi duduk di sebelah kanan dari Budi.

Dari pengamatan, yang benar, “Adi di sebelah kiri.” Dari perspektif pendukung posibilitas konkret, baik posibilitas kombinasi mau pun posibilitas abstrak adalah sama-sama konkret. Tentu saja, perspektif ini merevisi banyak hal pemahaman intuisi kita tentang posibilitas, terutama, intuisi tentang waktu.

Umumnya, orang memandang masa depan dan masa lalu sebagai abstrak atau tidak aktual; hanya masa kini yang aktual. Sementara, posibilitas-konkret memandang semua waktu sebagai konkret; masa depan konkret; masa lalu konkret; dan masa kini juga konkret. Meski konkret, pernyataan posibilitas bisa bernilai salah. Lalu, bagaimana cara menentukan nilai kebenaran dari suatu posibilitas? Kita bisa memanfaatkan probabilitas.

Posibilitas Lebih Utama

Mana lebih utama antara posibilitas dengan niscaya? Antara potensialitas dengan aktualitas? Antara yang mungkin dengan yang pasti? Secara umum [a] niscaya lebih utama dari posibilitas; Aristoteles dan murid-muridnya mendukung pandangan pertama ini. Kant mengusulkan [b] posibilitas setara dengan niscaya; sama-sama sebagai kategori modalitas. Heidegger mengusulkan [c] posibilitas lebih utama dari niscaya; jika harus membandingkan mereka; Adorno mengenalkan konsep “utopia” sebagai posibilitas lebih utama dari niscaya dan utopia berbeda dengan posibilitas pada umumnya.

Wija adalah mahasiswa yang cerdas saat ini (aktualitas atau niscaya) lebih utama dari Wija 10 tahun ke depan berpotensi menjadi pegawai, pengusaha, atau pengangguran (potensialitas atau posibilitas). Meski posibilitas hanya potensi bagi Wija, di saat yang sama, Wija membutuhkan posibilitas itu; membutuhkan posibilitas masa depan. Apa arti hidup tanpa posibilitas masa depan? Sedangkan aktualitas, Wija sebagai mahasiswa saat ini, adalah realitas nyata paling utama. Demikian adalah versi pandangan pertama.

Pandangan kedua menyatakan seimbang antara posibilitas masa depan Wija akan jadi pegawai 10 tahun lagi; dengan realitas nyata Wija menjadi mahasiswa saat ini. Posibilitas dan aktualitas adalah sama-sama kategori modalitas hanya berbeda jenis modalitasnya. Pandangan ini seakan-akan melihat posibilitas terpisah sejajar dengan aktualitas; secara formal.

Pandangan ketiga adalah posibilitas masa depan Wija lebih utama dari aktualitas saat ini sebagai mahasiswa. Wija bisa memilih masa depan, freedom, untuk menjadi pegawai atau pengusaha; bahkan bisa memilih menjadi pengusaha inovatif yaitu pengusaha yang benar-benar belum pernah ada sampai saat ini. Inovasi usaha Wija benar-benar kreatif mengeksplorasi posibilitas masa depan yang luas; yaitu posibilitas utopia. Pandangan ketiga ini mirip dengan pandangan pertama bahwa posibilitas selalu bersatu dengan aktualitas nyata. Posibilitas menjadi kondisi, menjadi fondasi, bagi aktualitas; aktualitas bisa menjadi nyata karena memiliki posibilitas untuk menjadi nyata. Masa depan, masa lalu, dan masa kini adalah bentangan masa yang menjadi satu kesatuan tak terpisahkan. “Sungguh akhir itu (posibilitas masa depan) lebih baik bagimu dari yang lalu (aktualitas masa lalu).”

Pandangan ketiga adalah penyempurnaan dari pandangan pertama. Mereka sama-sama memandang posibilitas sebagai realitas konkrit; bukan sekedar pikiran. Hanya saja, pandangan ketiga menempatkan posibilitas lebih utama dari aktualitas; posibilitas adalah aktualitas yang memperluas posibilitas dirinya melebihi posibilitas awal; posibilitas adalah aktualitas yang meraih puncak posibilitas sebagai posibilitas.

Manusia adalah posibilitas. Anda dan saya adalah posibilitas konkrit. Ketika Anda membaca tulisan ini maka Anda menambah posibilitas lebih luas lagi. Anda membuka posibilitas pemahaman baru; Anda membuka posibilitas untuk mengembangkan solusi baru; Anda membuka posibilitas untuk membuat respon baru secara beragam. Semua posibilitas ini adalah konkrit bagi Anda.

Berbeda halnya dengan fiksi Bima membaca tulisan saya ini. Karena Bima adalah fiksi bukan konkrit dalam contoh kita ini. Bima punya posibilitas akan memahami tulisan saya. Bima niscaya melihat tulisan saya. Dalam fiksi ini, posibilitas dan niscaya-aktual, sama-sama sekadar konsep formal pikiran kita; fiksi Bima mengantar kita untuk membandingkan pandangan kedua.

Pandangan kedua adalah penguatan formalisme dari pandangan pertama. Bima memiliki meja persegi dengan ukuran 3 meter x 3 meter dalam kisah fiksi. Posibilitas: mungkin saja, Bima akan memberikan meja persegi itu kepada Arjuna. Niscaya: luas meja adalah 3 x 3 = 9 satuan luas. Posisi posibilitas dan niscaya dalam fiksi ini adalah sama kuat; mereka sama-sama sebagai kategori modalitas formal. Jadi, pandangan kedua, mau pun ketiga, merupakan perkembangan dari pandangan pertama. Pandangan kedua menguatkan aspek formal; sementara, pandangan ketiga menguatkan aspek konkrit.

Sehingga penting bagi kita untuk selalu bertanya: apakah posibilitas formal atau posibilitas konkrit yang menjadi kajian kita? Posibilitas formal mengantar kita ke teori kategori; posibilitas konkrit mengantar kita mengenali realitas.

8. Kembali Probabilitas

Probabilitas adalah prosedur menghitung peluang suatu kejadian; sesuai pandangan umum. Probabilitas adalah semacam angka bagi posibilitas; angka antara 0 sampai 1; atau 100%. Probabilitas memudahkan kita untuk memahami posibilitas, niscaya, dan mustahil.

Bagaimana pun, ada angka-angka probabilitas yang rawan terhadap salah paham; yaitu angka 0 = mustahil; angka 1 = niscaya. Kita perlu mencermati mereka.

Mari kita perhatikan warna-warna lampu lalu lintas, misal,

P(M) = 1/3
P(K) = 1/3
P(H) = 1/3

Probabilitas seragam (= 1/3) adalah baik-baik saja. Kita bisa memahami bahwa merah, kuning, atau hijau masing-masing memiliki posibilitas untuk terjadi. Bahwa, angka 1/3 ternyata tidak tepat menggambarkan realitas, kita bisa koreksi dengan beragam cara: eksperimen, analisis lanjutan, atau memeriksa beragam situasi.

Problem mulai muncul ketika menghitung total probabilitas gabungan;

P(T) = 1/3 + 1/3 + 1/3 = 3/3 = 1 = 100%

P(T) adalah probabilitas warna merah atau kuning atau hijau. Kita bisa menjumlahkan semua; P(M) + P(K) + P(H) = 100%; P(T) niscaya secara aktual. Benarkah?

Negasi dari P(T) perlu kita waspadai juga; misal,

P(N) = 1 – P(T) = 1 – 1 = 0.

P(N) mustahil terjadi secara aktual; benarkah?

Pada situasi umum, barangkali memang sering terlihat P(T) = 1 dan P(N) = 0. Niscaya P(T) terjadi; yaitu niscaya kita akan menemukan salah satu warna merah, kuning, atau hijau. Demikianlah, lampu lalu lintas seharusnya beroperasi. Tetapi, kita tahu kadang-kadang lampu lalu lintas rusak. Bisa saja, 2 warna menyala serentak, misal merah dan kuning menyala bersama-sama. Jadi, P(T) tidak niscaya.

Atau, bahkan bisa jadi lampu lalu lintas tidak menyala sama sekali akibat tertimpa pohon besar ketika hujan deras. Lagi, meski P(T) = 1, tetap tidak niscaya secara aktual. Lebih-lebih, tidak niscaya secara absolut.

Orang bisa argumen bahwa kondisi lampu lalu lintas rusak adalah kondisi darurat. Sehingga, hal tersebut bisa dikecualikan atau dimaklumi. Justru itu poin utamanya: kita tidak bisa klaim niscaya sembarangan. Karena perlu mempertimbangkan posibilitas bukan sekedar angka probabilitas.

Sedangkan, P(N) = 0 bisa bermakna bahwa mustahil kita tidak melihat salah satu warna merah atau kuning atau hijau. Tentu saja, bila lampu lalu lintas hancur kita tidak melihat warna-warna itu sama sekali. Jadi, tidak mustahil. P(N) = 0 adalah salah.

Solusinya, ketika probabilitas bernilai ekstrem 0 atau 1 maka kita perlu waspada. Kita perlu memahaminya sebagai mendekati 0 atau mendekati 1. Dengan demikian, mendekati 0 adalah posibel; bukan mustahil; mendekati 1 adalah posibel; bukan niscaya.

Untungnya, para ahli memang menghindari angka ekstrem probabilitas 100%, misal, dengan konsep level keyakinan, degree-of-belief atau confidence-level. Kita bisa menerima suatu klaim, misal, dengan level keyakinan 95%. Tetapi, mengapa kita percaya pada klaim yang level keyakinan tidak sampai 100%? Karena, sejatinya memang tidak pernah mencapai 100%.

Ataukah kita perlu aksioma bahwa nilai probabilitas tidak mungkin 100%? Hanya mungkin mendekati 100%? Aksioma Kolmogorov, umumnya, dianggap mengijinkan nilai probabilitas 100%. Barangkali kita perlu merombak aksioma-aksioma probabilitas.

Kita bisa belajar dari pengalaman kapal Titanic.

K = Kapal Titanic niscaya aman.
L = Kapal Titanic mustahil kecelakaan.

Sejarah mencatat; kapal Titanic tenggelam dalam kecelakaan. Ratusan orang tenggelam bersama Titanic. Sedikit di antara mereka berhasil selamat. Kita perlu waspada terhadap klaim niscaya atau klaim mustahil. Seharusnya, klaim kapal Titanic bukan-niscaya dan bukan-mustahil; tetapi cukup sebagai klaim posibel. Jaga untuk tetap berpikir terbuka.

Singkatnya, dengan probabilitas, kita terbantu untuk terus berpikir terbuka. Barangkali masih ada banyak posibilitas yang terlewat dari kajian kita. Kita bisa melakukan revisi dari banyak sisi. Waspadai, atau hindari, membuat klaim niscaya mau pun klaim mustahil; hindari secara eksplisit mau pun implisit.

Di bagian atas, kita sudah menunjukkan beberapa contoh klaim niscaya absolut, misal, “Usia Anda tahun depan niscaya lebih tua dari tahun lalu.” Klaim niscaya ini, meski valid, bersifat umum seperti genus. Karena itu, kita perlu melengkapi dengan diferensia konkret yang menjadi posibilitas bagi niscaya tersebut; melengkapi dengan posibilitas kontribusi konkret dari usia Anda yang niscaya bertambah tua itu; melengkapi dengan amal-amal kebaikan di sisa usia yang ada.

Jadi, apa makna-probabilitas?

Makna-probabilitas adalah karakter relasional antara alam eksternal dengan alam internal manusia. Alam eksternal berinteraksi dengan alam internal melalui relasi probabilitas; yaitu rekayasa terhadap curahan anugerah sedemikian hingga menuju yang terpilih.

8.1 Aksioma Kolmogorov

Mari kita membahas sistem formal probabilitas yang paling banyak dipakai orang: aksioma Kolmogorov yang dirumuskan pada tahun 1930an.

“A function PrA → ℜ from the field A over W into the real numbers ℜ is a (finitely additive) probability measure on A if and only if it is a non-negative, normalized, and (finitely) additive measure; that is, if and only if for all AB ∈ A

(K1) Pr(A) ≥ 0

(K2) Pr(W) = 1

(K3) if A= ∅, then Pr(A∪ B) = Pr(A) + Pr(B)

The triple <WAPr> with W a non-empty set, A a field over W, and Pr a probability measure on A is called a (finitely additiveprobability space.” (IEP).

Secara filosofis, aksioma Kolmogorov menyimpan banyak asumsi yang perlu kita ungkap. Asumsi-asumsi ini implisit tetapi tidak dijamin swa-bukti; tidak dijamin terbukti dengan sendirinya.

(a) Kolmogorov menetapkan nilai probabilitas Pr adalah bilangan real [0, 1]. Mengapa real? Mengapa bukan hiperreal? Atau, mengapa tidak cukup rasional saja? Bilangan hiperreal memungkinkan infinitesimal r positif tapi di bawah error. Kolmogorov membuang r padahal r bisa saja sangat berarti. Hiperreal juga terbuka terhadap kardinal besar sehingga normalisasi tidak saklek maksimal = 1.

Dari sisi praktis, bilangan rasional lebih mudah dan ringan ketimbang real. Eksistensi bilangan rasional lebih kuat ketika eksistensi bilangan asli sudah diterima. Sementara, eksistensi bilangan real, sampai sekarang, masih diperdebatkan. Dengan demikian, masih terbuka alternatif sistem aksiomatik probabilitas yang berbeda dari Kolmogorov.

(b) Kolmogorov berasumsi bahwa operasi aljabar probabilitas adalah tertutup; tanpa menunjukkan bukti atau argumen yang kuat. Secara praktis, asumsi ini bisa saja memadai; karena bila ada error maka bisa dilakukan koreksi pada tataran praktis. Secara teoritis tidak ada jaminan sebagai memadai. Rumitnya, kesalahan teoritis tidak bisa dikoreksi oleh kajian empiris.

(c) Kolmogorov berasumsi bahwa realitas bisa dipotret oleh set berupa ruang sampel probabilitas. Asumsi ini terlalu reduktif terhadap realitas. Kita membutuhkan potret realitas yang lebih kaya dari sekadar ruang sampel. Asumsi ini memunculkan pertanyaan apa makna-realitas dan apa makna-probabilitas.

8.2 Aksioma Pilihan

Serasa alamiah saja bahwa kita bisa melakukan pilihan. Akibatnya, probabilitas dipandang sebagai cara “membaca pilihan.” Tetapi, benarkah kita bisa memilih? Atau apakah realitas alam bisa melakukan suatu pilihan? Sulit untuk membuktikannya. Sehingga, pilihan adalah sebuah aksioma; aksioma pilihan; axiom of choice (AC).

“Axiom of Choice … given any collection of mutually disjoint nonempty sets, it is possible to assemble a new set—a transversal or choice set—containing exactly one element from each member of the given collection. Nevertheless, this seemingly innocuous principle has far-reaching mathematical consequences—many indispensable, some startling—and has come to figure prominently in discussions on the foundations of mathematics.” (SEP).

Probabilitas berasumsi AC sebagai valid; misal Kolmogorov. Andai kita mengembangkan sistem probabilitas dengan negasi AC (yaitu -AC) maka akan berbeda dengan probabilitas umumnya.

Matematika fondasional paling umum adalah ZFC yaitu ZF + AC. Godel sudah membuktikan bahwa ZF+AC adalah konsisten pada tahun 1930-1940an; jika ZF konsisten. Cohen sudah membuktikan bahwa ZF + (-AC) adalah konsisten pada tahun 1963. Kesimpulannya, AC (axiom of choice) adalah independent terhadap ZF.

Situasi di atas membuka posibilitas paradoks: probabilitas non-Kolmogorov bisa independent terhadap Kolmogorov. Lalu apa argumen kita memilih Kolmogorov atau non-Kolmogorov? Berikut alternatif yang bisa dipertimbangkan.

(a) Membatasi infinity; tidak mengijinkan infinity. Tidak ada masalah lagi dengan AC. Secara teoritis, pilihan ini sulit diterima. Tetapi, tanpa infinity, probabilitas cukup pragmatis saja. Untuk mendapat keuntungan ekonomi dan politik, probabilitas bisa mengabaikan infinity seperti ini.

(b) Menyusun ulang menjadi weak-AC atau dependent-choice di mana AC dapat “dijinakkan.” Bagaimana pun, masih ada tantangan lanjutan meski sudah jinak.

(c) Properti Freiring menunjukkan bahwa probabilitas x < y = probabilitas y < x untuk x, y real; dan terdapat dependent-permutasi.

Menolak (c) akan mengantar kita kembali kepada ZFC (dan Kolmogorov). Tetapi tidak ada argumen untuk menolak (c). Sehingga ZF+(-AC) adalah sama kuat; yaitu non-Kolmogorov adalah sama kuat dengan Kolmogorov. Paradoks tetap eksis.

Ilustrasikan Anda menembakkan 2 proton ke garis bilangan real. Proton pertama jatuh pada titik x dan proton kedua jatuh pada titik y. Anda tidak bisa memilih x lebih kecil dari y (yaitu x < y); karena probabilitas x < y sama besar dengan y < x. Anda tidak bisa memilih; AC tidak valid di sini. Ilustrasi proton yang jatuh ke garis bilangan real ini mewakili banyak kasus di kajian probabilitas. Sehingga apakah kita perlu memilih negasi AC atau (- AC) untuk probabilitas?

Bisakah Anda Memilih Menggerakkan Tangan?

Diskusi dengan Prof Budi memicu inspirasi kreatif. Untuk kasus AC (axiom of choice) dibuat ilustrasi pilihan menggerakkan tangan:

“Bisakah Anda memilih menggerakkan jari naik atau turun?”

(a) Bisa. Kita bisa memilih menggerakkan jari tangan naik atau turun.

Dalam kehidupan sehari-hari, AC adalah valid; kita bisa memilih. Bahkan, kita bisa mengulang eksperimen ini 10 kali, 100 kali, atau lebih banyak lagi. Pilih naik, pilih turun, pilih naik, pilih turun, … dan seterusnya. Andai diulang sejuta kali maka tetap valid: gerakan ganjil pilih naik; gerakan genap pilih turun.

(b) Infinity: Bagaimana bila diulang sampai infinity? Sampai tak-hingga? Jawabannya: meragukan. Yaitu AC bisa saja tidak valid.

Kita tidak bisa memastikan gerakan jari naik atau turun pada gerakan ke tak-hingga; gerakan infinity. Karena kita tidak tahu apakah infinity itu ganjil atau genap.

k = infinity = tak-hingga; kita tidak tahu ganjil atau genap
j = k – 1 = infinity juga; tidak tahu ganjil atau genap

Ketika kita mundur ke gerakan j = k – 1 maka tetap infinity; tetap tidak tahu naik atau turun. Bahkan ketika kita mundur jauh ke k – 1000 maka itu tetap infinity; kita tidak bisa memilih naik atau turun. Cantor telah menunjukkan bahwa k dikurangi berapa pun tetap infinity sebagai kardinalitasnya. Singkatnya, AC gagal untuk infinity; atau minimal meragukan.

(c) Kardinal besar (large cardinal numbers) jauh lebih besar dari infinity. Bila AC gagal untuk infinity maka AC juga gagal untuk kardinal besar; atau minimal AC meragukan. Kita bisa mengulang argumen infinity di atas untuk kardinal besar.

Jika AC gagal, yaitu manusia tidak bisa memilih, maka mengapa kita merasa bisa menentukan pilihan dalam kehidupan sehari-hari? Kita merasa bisa memilih karena kita mendapat beragam anugerah dari sumber anugerah.

Mari kita kembali ke kasus (a) dalam kehidupan sehari-hari, apakah kita benar-benar bisa memilih menggerakkan jari tangan naik atau turun? Bisa, begitulah jawaban secara umum. Riset sains tentang cara kerja otak menunjukkan paradoks. Beberapa mili detik sebelum seseorang berniat menggerakkan tangan, sel-sel syaraf di otak sudah memerintahkan untuk menggerakkan tangan. Jadi, niat Anda untuk menggerakkan tangan itu ditentukan oleh sel-sel otak Anda; Anda tidak punya pilihan untuk menggerakkan tangan, sejatinya. AC gagal dalam interpretasi seperti ini.

Tersedia interpretasi yang berbeda. Sel-sel otak itu melakukan antisipasi lebih awal sebelum Anda berniat; agar ketika nanti Anda berniat, sel-sel otak sudah siap. Begitu Anda berniat menggerakkan tangan maka sel-sel otak sudah siap merespon dengan cepat. Anda bebas memilih niat; jadi AC (axiom of choice) valid menurut interpretasi ini. Memang paradoks.

8.3 Pencarian Aksioma Baru

Ketika probabilitas menghadapi paradoks fundamental maka apakah kita harus meninggalkan probabilitas? Apakah kita harus meninggalkan aksioma Kolmogorov? Tidak ada paksaan seperti itu. Justru karena Kolmogorov tidak sempurna maka terbuka posibilitas luas untuk mengembangkan teori probabilitas alternatif.

Dalam teori himpunan, kita mengenal kajian untuk menemukan aksioma-aksioma baru. Barangkali, probabilitas bisa meniru untuk menemukan aksioma-aksioma baru yang sesuai.

“There are several possible reactions to this. One is the skeptic’s position: the statements that are undecidable in ZFC have no definite answer; and they may even be inherently vague. Another, the common one among mathematicians, is Gödel’s position: the undecidability only shows that the ZFC system is too weak to answer those questions, and therefore one should search for new axioms that once added to ZFC would answer them. The search for new axioms has been known as Gödel’s Program.” (SEP).

Sampai kapan pun, kita tetap perlu mengajukan pertanyaan tentang apa makna-probabilitas.

9. Penutup

Sebagai penutup: probabilitas sulit untuk menjadi penutup; bahkan hampir mustahil. Andai, probabilitas berhasil menjadi penutup maka probabilitas justru membuka posibilitas secara luas.

Sehingga, kita boleh yakin bahwa pembahasan tentang probabilitas, atau posibilitas, akan terus bergulir seiring bergulirnya waktu. Sesuai hukum termodinamika, entropi alam semesta makin tinggi; kandungan informasi makin tinggi. Demikian juga, tanggung jawab moral kita sebagai manusia bertambah tinggi.

Bagaimana menurut Anda?

Diterbitkan oleh Paman APiQ

Lahir di Tulungagung. Hobi: baca filsafat, berlatih silat, nonton srimulat. Karena Srimulat jarang pentas, diganti dengan baca. Karena berlatih silat berbahaya, diganti badminton. Karena baca filsafat tidak ada masalah, ya lanjut saja. Menyelesaikan pendidikan tinggi di ITB (Institut Teknologi Bandung). Kini bersama keluarga tinggal di Bandung.

Join the Conversation

  1. avatar Tidak diketahui
  2. avatar Dr. Wijaya Kusumah, M.Pd
  3. avatar Paman APiQ

4 Comments

Tinggalkan komentar

Tinggalkan Balasan ke Paman APiQ Batalkan balasan