Dalam Lima Wacana
“Cinta itu anugerah maka berbahagialah.”
Cinta amat mempesona; kadang memabukkan; mabuk cinta tiada tara. Yang tak pernah mabuk cinta cukuplah mendengar cerita saja. Yang mabuk cinta terombang-ambing antara logika dan pesona cinta.

Kita akan berbicara cinta dalam lima wacana. Masing-masing bertabur kata cinta. Meski saya bermaksud mengungkap makna cinta, tetap saja, kata-kata yang akan bersenandung cinta. Tak ada kata yang bisa mengungkapkan cinta. Tapi, cinta memang perlu kata-kata. Tak ada kisah yang bisa menuturkan cinta. Tapi, cinta memang perlu dikisahkan. Tak ada ilmu yang cukup untuk mengkaji cinta. Tapi, cinta memang perlu dikaji.
A. Wacana Eksistensi
Cinta memang nyata. Cinta hadir dari dalam jiwa. Tidak ada keraguan terhadap eksistensi cinta. Manusia lahir ke dunia, karena cinta ibu dan ayah, untuk menebarkan cinta lebih luas. Cinta adalah eksistensi.
Kita juga yakin ada bunga di depan rumah kita, misal, ketika melihatnya. Kita yakin bunga itu eksis. Tetapi, kita bisa ragu apakah benda itu benar-benar bunga. Atau, kadang kita ragu-ragu, jangan-jangan, bunga itu cuma ilusi. Dalam banyak kasus, kita bisa mencoba menyentuh bunga itu. Akhirnya, kita yakin bunga itu benar-benar eksis.
B. Wacana Pengetahuan
Kita tahu cinta suci memang suci. Pengetahuan cinta suci adalah cinta itu sendiri. Jiwa memproduksi cinta. Jiwa mengetahui cinta dengan pasti. Hanya saja, kadang lidah terasa kelu tak mampu mengatakan cinta. Kadang, kata-kata tak mampu melukiskan cinta. Bagaimana pun, kita tahu cinta nyata dari dalam jiwa.
Apakah bunga di depan rumah kita itu bunga nyata? Atau, bunga imitasi belaka? Kita tahu ada sesuatu yang kita duga sebagai bunga. Pengetahuan kita itu, memang benar, suatu pengetahuan. Tetapi, beda dengan pengetahuan cinta nyata. Pengetahuan tentang bunga bisa benar atau, kadang, bisa salah. Sementara, pengetahuan cinta selalu benar.
C. Wacana Kebenaran
Cinta selalu benar. Pengetahuan cinta adalah hadirnya cinta dalam jiwa. Cinta tidak pernah salah. Tetapi, ucapan cinta bisa salah. Ekspresi cinta bisa salah. Formula cinta bisa salah. Sementara, hakekat cinta adalah tersingkapnya cinta oleh jiwa sehingga selalu benar.
Pengetahuan kita tentang bunga bisa benar bila, setelah diuji, ternyata memang ada bunga seperti itu. Kita bisa salah mengira bunga warna putih, ternyata, bunga warna kuning. Atau, kita mengira bunga, ternyata, hanya imitasi. Atau bahkan, ternyata hanya ilusi.
Wacana kebenaran tertinggal di belakang realita cinta. Wacana kebenaran mencoba mengukur konsep cinta. Padahal, cinta bergerak menyusuri masa lalu, masa kini, dan masa depan. Cinta merangkul dan membentangkan seluruh masa. Karena ada cinta maka menjadi benar. Karena cinta menjadi terang bersinar. Cinta merangkul kebenaran.
D. Wacana Ontologi
Hakekat semua realitas adalah cinta. Semua yang ada adalah cinta. Hanya saja ada keragaman derajat cinta. Ada cinta yang kuat. Dan, ada cinta yang lembut. Jalinan keragaman cinta menambah indah alunan cinta. Cinta meningkat dari suatu derajat ke lain derajat.
Bunga di depan rumah adalah manifestasi cinta. Dari kuncup sampai mekar bunga terindah. Menebarkan aroma cinta. Bunga tak pernah diam. Bunga terus bertumbuh kembang meniti derajat cinta demi derajat cinta. Cinta dalam jiwa kita, juga, tak pernah diam. Terus-menerus meniti derajat cinta.
Ontologi adalah realitas paling nyata, yaitu, cinta.
E. Wacana Aksiologi
Cinta itu bening nan indah. Cinta itu baik dan menebarkan kebaikan. Tetapi, manusia punya pilihan untuk terus memupuk cinta yang bening suci. Atau, membelokkan cinta menjadi hitam, merah, dan kuning. Mereka tetap cinta. Mereka bisa kembali menjadi cinta bening yang lebih paripurna.
Ekonomi adalah ekspresi cinta. Politik, dan agama, juga ekspresi cinta. Ekonomi, politik, dan agama sama-sama menyebarkan beningnya cahaya cinta. Sayangnya, manusia kadang tergoda membelokkan warna cinta. Ekonomi bisa menjadi hitam. Politik bisa menjadi merah. Agama bisa menjadi kuning. Mereka menunggu peran kita. Mereka menunggu agar kita merangkulnya untuk meniti cinta yang bening nan suci.
Aksiologi adalah bertindak mengutamakan derajat cinta. Mengenali cinta yang berbelok untuk dirangkul kembali lurus nan bening. Mengenali cinta yang tertegun untuk dirangkul mendaki langit-langit derajat cinta.
Apa lagi yang diperlukan? Kamu, ya kamu! Kamu adalah cinta. Kamu adalah cahaya cinta. Saatnya telah tiba, lebih bersinar bersama cinta. Saatnya, lebih dalam mendalami cahaya cinta dalam relung hati. Saatnya, untuk beraksi menebarkan cahaya cinta ke seluruh penjuru semesta.
Kita yakin cinta bermula dari dalam jiwa. Kemudian memancar menerpa bunga-bunga. Mekar bunga makin indah bertabur sinaran cinta. Apa saja obyek di alam semesta, yang kena sinaran cinta, menjadi indah penuh pesona.
Apakah mata cinta berbeda dengan mata biasa?
