Deborah Mayo (1953) yakin bahwa sains berkembang dengan cara belajar dari kesalahan; belajar dari error. Berbahagialah Anda ketika bertemu error karena Anda bisa berkembang dengan belajar darinya. Tetapi, bukankah error itu menyakitkan?

Mayo penuh semangat mengembangkan teori error dalam 50 tahun terakhir ini. Mayo sudah menulis puluhan buku dan makalah untuk membahas teori error. Mayo berdebat dengan puluhan saintis dan filsuf untuk terus mengembangkan teori error. Hasilnya, sampai sekarang tahun 2024, baru sedikit orang mengenal teori error ini.
1. Falsifikasi Popper
2. Kritik Musgrave
3. Kesalahan Mayo
3.1 Error I
3.2 Error II
3.3 Error O
Mayo mengembangkan filsafat statistik dengan fokus mengkaji error; mengendalikan error; yang terdiri dari dua jenis error. Saya menambah jenis error ketiga dan keempat. Singkatnya, ada 4 jenis error: alfa, beta, omega, dan omega2.
1. Falsifikasi Popper
Popper (1902 – 1994) adalah filsuf terhebat di bidang sains modern. Popper berteman dengan Einstein sehingga formula filosofi dari Popper harmonis dengan teori-teori Einstein. Popper menyatakan bahwa sains berkembang melalui falsifikasi; bukan justifikasi; bukan konfirmasi; bukan induksi.
Falsifikasi adalah saintis sengaja untuk menemukan kesalahan dari teori sains. Dengan demikian, saintis berpikir dengan kritis; saintis bukan hanya mencari pembenaran diri. Einstein, misalnya, menemukan kesalahan teori Newton. Kemudian, Einstein mengembangkan teori sains yang lebih bagus. Jadi, Einstein berhasil me-falsifikasi teori Newton; kemudian berkembang teori baru misal teori relativitas.
Mayo setuju dengan pendekatan falsifikasi Popper. Tetapi, dengan tegas, Mayo menyatakan bahwa teori error, atau Statistik Error, berbeda dengan falsifikasi. Mayo bertemu langsung dengan Popper tahun 1980an dan Popper setuju bahwa Statistik Error memang berbeda dengan falsifikasi. Bagaimana pun, keduanya sama-sama fokus mengkaji kesalahan teori sains.
2. Kritik Musgrave
Falsifikasi Popper memang berbeda dengan konfirmasi mau pun induksi. Lebih dari itu, bagi Popper metode induksi memang tidak pantas bagi sains. Musgrave (1942) membaca Popper dengan lebih kritis. Musgrave mengajukan konsep berpikir rasional kritis bahwa data pengamatan tidak memadai untuk membuktikan, atau untuk justifikasi, teori sains. Konsekuensinya, hanya metode falsifikasi yang pantas bagi sains.
Mayo setuju dalam banyak hal dengan Musgrave tetapi berbeda dalam pandangan pokok. Bagi Mayo, sesuai Statistik Error, metode induksi dan justifikasi adalah valid bagi sains.
3. Kesalahan Mayo
Metode induksi tetap valid bagi sains sejauh menerapkan severe-test (tes-tajam) sesuai konsep Statistik Error. Tujuan tes-tajam adalah untuk menghindari, atau menangani, error I dan error II; apakah tes-tajam bisa menghindari error O?
Sample gagak, yang diambil dari suatu populasi, semua berwarna hitam.
G = Semua gagak berwarna hitam.
Apakah hipotesis G, semua gagak berwarna hitam, adalah valid?
Tentu, G valid sebagai hipotesis. Langkah selanjutnya, kita perlu menguji G dengan beberapa tes. Sedikit penyelidikan lebih mendalam menunjukkan paradoks pada G.
P = Setiap gagak maka hitam.
Implikasi P adalah setara dengan hipotesis G. Selanjutnya, kita bisa membuat konvers yang setara.
K = Sesuatu yang tidak hitam maka bukan gagak.
Konvers K mudah kita temukan bukti empirisnya. Lampu hijau adalah tidak hitam; memang benar, lampu hijau bukan gagak. Jadi, lampu hijau adalah bukti bagi konvers K; dan menjadi bukti bagi hipotesis G. Paradoks.
Dalam logika sehari-hari, kita menolak konvers K sebagai tidak relevan; lampu hijau tidak relevan sebagai bukti bahwa setiap gagak hitam.
[a] Logika formal, seperti analisis di atas, mendukung bahwa K menguatkan G; benar bahwa lampu hijau mendukung hipotesis setiap gagak hitam.
[b] Bayesian juga menunjukkan bahwa K mendukung G.
P(G|K) = P(K|G)*P(G)/P(K)
P(K) adalah probabilitas mendapatkan lampu hijau; nilainya kurang dari 1 misal 1/3. Dengan demikian, terbukti, P(K) mendukung probabilitas P(G|K) lebih besar dari P(G); bukti lampu hijau menaikkan probabilitas setiap gagak hitam.
[c] Statistik Error dari Mayo menolak K; menolak lampu hijau. Karena K bukan tes-tajam. K bernilai benar atau salah sama saja, yaitu, tidak menunjukkan error pada hipotesis G. Kita butuh tes-tajam: [1] G akan gagal lolos tes-tajam bila G salah; tes-tajam menjamin probabilitas G akan gagal adalah besar; [2] jika G berhasil lolos dari tes-tajam maka keyakinan terhadap G makin bertambah.
Bagaimana menjalankan tes-tajam?
Mari kita bahas tes-tajam dalam konteks manajemen error berikut.
3.1 Error I
Error I adalah error karena menolak teori sains; padahal teori sains tersebut adalah benar. Error I kita sebut sebagai alfa.
Mayo sadar bahwa kita perlu berusaha menolak G, menolak bahwa setiap gagak adalah hitam, melalui tes-tajam. Pengamatan terhadap lampu hijau tidak bisa menolak G. Kita perlu memikirkan suatu tes-tajam T sedemikian hingga G ditolak.
Dari penelitian, misal, ada wilayah dekat kutub yang dipenuhi salju berwarna putih. Setiap unggas di dekat kutub itu berwarna putih atau campuran putih dengan warna lain; sejauh ini. Jika kita menemukan gagak di dekat kutub maka kita berharap ada yang berwarna putih atau sebagian warna tidak hitam.
T = Gagak di dekat kutub berwarna putih atau tidak hitam.
T adalah contoh tes-tajam. Jika kita berhasil menjalankan tes-tajam T; yaitu menemukan gagak berwarna putih; maka G ditolak. Ditambah, kita perlu mengkaji mengapa unggas di dekat kutub berwarna putih; barangkali karena adaptasi terhadap lingkungan dan evolusi genetika.
Dengan demikian, kita berhasil menolak G dan mengendalikan error I; menolak G karena G memang salah.
Pelaksanaan tes-tajam yang sembrono, sembarangan, berpotensi terjebak error I. Pengamat melihat gagak warna putih tetapi, sebenarnya, dia melihat gagak hitam yang seluruh badannya ditutupi oleh butiran salju putih. Untuk mencegah error I, tes-tajam perlu dilaksanakan secara seksama.
3.2 Error II
Error II adalah error karena menerima teori sains; padahal teori sains tersebut adalah salah. Error II kita sebut sebagai beta.
Skenario berbeda bisa terjadi. Kita tidak menemukan gagak sama sekali di dekat kutub. Jadi, kita gagal menjalankan tes-tajam T. Konsekuensinya, kita perlu menerima G, semua gagak berwarna hitam.
Skenario lebih bagus adalah kita menemukan hanya beberapa gagak; misal hanya menemukan 3 gagak dan semua berwarna hitam. Jadi, tes-tajam T tidak terbukti. Konsekuensinya, kita menerima G.
Dua skenario di atas sama-sama menerima hipotesis G. Skenario terakhir, yang menemukan 3 gagak hitam, lebih meyakinkan. Sementara skenario lebih awal, yang tidak menemukan gagak sama sekali, rentan terjebak error II. Pelaksanaan tes-tajam T yang seksama menjamin kita terjaga dari error II. Dengan demikian, hipotesis G terkoroborasi dengan derajat keyakinan makin tinggi.
Tes-tajam dari Statistik Error berhasil mengendalikan resiko error I dan error II serta, bonusnya, menyelesaikan paradoks gagak hitam.
3.3 Error O
Error O adalah error karena mengkaji teori sains padahal mengkaji teori sains tersebut adalah salah. Error O kita sebut sebagai omega.
Mayo tampak semangat untuk mengembangkan Statistik Error sebagai probabilistik obyektif; dan menjauhi statistik subyektif. Mayo berada dalam resiko Error O.
Apa pentingnya menyelidiki kehitaman warna gagak? Bukankah lebih penting menyelidiki virus dan vaksin? Mengkaji sistem kesehatan masyarakat?
Statistik Error tidak menjawab pertanyaan di atas. Bahkan, mereka tidak mengajukan pertanyaan-pertanyaan penting di atas.
Terkait resiko Error O ini, falsifikasi Popper dan kritisisme Musgrave membuka posibilitas lebih luas. Popper bersikap terbuka terhadap inspirasi awal dari sains: dari pengalaman sehari-hari, dari observasi, dari ide kreatif, dari praktek ruhani, dari cinta intelektual atau lainnya. Sementara, Musgrave memastikan bahwa bukti empiris hanya mampu menghadirkan rasionalitas untuk percaya kepada sains; bukti empiris tidak mampu membuktikan kebenaran sains. Bagi Musgrave, kebenaran sains tetap menjadi misteri yang memicu inspirasi kajian tanpa henti.
S = Apakah perlu kita mengembangkan kajian pesawat luar angkasa Starliner yang menghabiskan dana trilyunan rupiah?
Kita bisa membahas S di atas dari perspektif Popper dan Musgrave. Tetapi, saya tidak menemukan perspektif dari Mayo.
Problem Induksi Hume
Popper mengklaim sudah berhasil menyelesaikan problem induksi dari Hume yaitu dengan meninggalkannya. Kita tidak perlu induksi; kita hanya perlu deduksi. Menurut Hume, induksi tidak bisa dijustifikasi secara logis; Popper setuju. Solusi Popper adalah tinggalkan induksi dan kembangkan falsifikasi.
Apakah kita perlu mengembang proyek S yaitu proyek Starliner?
Induksi akan gagal menjawab S; falsifikasi hanya akan menunjukkan kelemahan proyek S. Popper menyarankan agar kita terbuka terhadap beragam inspirasi untuk menjawab S: gunakan ide kreatif, pemikiran intelektual, inspirasi ruhani, dan lain-lain. Tentukan sikap bagi proyek S. Apa pun sikap kita, maka masih terbuka untuk kajian kritis lanjutan. Saya menduga bahwa Popper akan menolak proyek S.
Skeptisme Descartes
Musgrave mengaku melanjutkan skema falsifikasi dari Popper. Musgrave banyak mengutip tulisan-tulisan Popper. Saya melihat ada perbedaan fokus mereka. Popper lebih fokus merespon problem induksi dari Hume. Sementara, Musgrave lebih fokus berangkat dari skeptisme Descartes menjadi kritisisme rasional.
Bagi Musgrave, bukti empiris sekuat apa pun tetap tidak bisa membuktikan kebenaran teori sains. Bukti empiris hanya bisa menjadi pendukung bahwa kita bisa menerima teori sains secara kritis rasional.
Apa jawaban terhadap proyek S atau proyek Starliner? Tidak ada jawaban yang terbukti benar. Karena proyek Starliner adalah proyek empiris maka tidak bisa menjadi bukti kebenaran pertanyaan S; tidak bisa menjadi solusi bagi pertanyaan S. Bagaimana pun, kita perlu menjawab pertanyaan S secara rasional kritis. Saya menduga bahwa Musgrave akan menolak proyek Starliner.
Kita perlu waspada dengan error O. Popper dan Musgrave membantu kita untuk mengkaji error O. Sementara, Mayo membantu kita untuk menangani error I dan error II. Tentu saja, kita juga bisa memanfaatkan perspektif dari pemikir-pemikir yang lain.
Barangkali perlu sedikit kita bahas kritisisme Musgrave yang terhubung dengan skeptisme Descartes.
M = Saya melihat kucing di atas lantai.
Apakah benar memang ada kucing di atas lantai? Asumsikan M benar; yaitu, Anda sedang melihat kucing di atas lantai. Pengalaman persepsi “melihat kucing” tidak menjamin bahwa memang benar ada kucing. Karena bisa saja kita sedang mimpi atau sedang halusinasi atau lainnya.
[a] kasus halusinasi; tentu kita tidak bisa menyandarkan sains kepada halusinasi; bagaimana pun ada probabilitas bahwa saat ini para saintis, dan diri kita, sedang halusinasi.
[b] observasi sains; asumsikan kita berhasil yakin sedang observasi sains secara konkret bukan halusinasi; apakah observasi sains tersebut bisa menjadi bukti kebenaran teori sains?
Tidak bisa. Kebenaran sains bersifat proposisi, yaitu dalam bentuk bahasa dan matematika. Sedangkan, observasi sains berupa materi atau proses. Jadi, tidak ada hubungan meyakinkan antara teori dan observasi sains.
[c] rasional kritis; manfaat observasi sains adalah menyediakan kita dukungan untuk percaya kepada sains secara rasional kritis; teori sains yang sudah teruji maka pantas kita percayai; tetapi teori sains tersebut bisa saja salah dan bisa juga benar.
Untuk kasus “melihat kucing” maka Anda bisa bertanya ke teman-teman apakah mereka juga “melihat kucing”. Barangkali, Anda bisa mencoba menyentuh kucing tersebut. Observasi empiris ini menjadi modal bagi Anda untuk percaya bahwa memang “ada kucing” itu.
Variasi Error
Error O2 adalah kesalahan karena kita tidak mengkaji teori sains; padahal mengkaji teori sains tersebut adalah kebenaran. Error O2 kita sebut sebagai omega2.
Kita bisa mengembangkan lebih banyak variasi dari error kemudian belajar dari mereka. Variasi error O2 jumlahnya sangat banyak; bahkan tak terbatas.
B = apakah kita perlu mengembangkan pemahaman, dan sains, untuk menolong orang-orang tertindas?
Orang yang menolak B, mereka, terjebak dalam error O2. Mereka tidak mengkaji B padahal mengkaji B adalah kebenaran. Kita perlu menerima B dan menjalankan B.
Masalahnya, kemampuan kita sebagai individu terbatas. Sedangkan, jumlah error O2 tidak terbatas. Jadi, kita pasti terjebak dalam error O2. Solusinya: kita perlu sadar bahwa kita salah, lalu bertobat, memperbaiki diri dengan cara mengendalikan error O2; menjaga error O2 agar selalu dalam taraf minimal.
Pendekatan sains, dan statistik, umumnya hanya membahas alfa dan beta (error I dan II). Konsekuensinya, umat manusia dalam resiko terjebak omega dan omega2 (error O dan O2). Kita perlu berpikir progresif untuk menyongsong masa depan; perlu mengembangkan perspektif futuristik.
Bagaimana menurut Anda?

Tinggalkan komentar