Kurikulum Nadiem: Siswa Aktif Guru Kreatif

Bagaimana kurikulum baru yang dipimpin menteri baru Mas Nadiem Makarim?

Banyak yang sinis mencibir, “Menteri baru kurikulum baru.” Awalnya saya berharap Mas Menteri tidak mengubah kurikulum tetapi cukup menyederhanakan kurikulum. Tapi tampaknya Pak Presiden ingin ada perombakan kurikulum. Maka akan ada kurikulum baru yang dahsyat!

Saya mengamati problem kurikulum mulai muncul era 80an dengan munculnya istilah CBSA: Cara Belajar Siswa Aktif. Saya berharap kurikulum Nadiem mampu mengatasi beragam problem kurikulum masa lalu dan siap menghadapi problem kurikulum milenial.

Berikut ini beberapa ide saya untuk kurikulum Nadiem agar dapat menciptakan pendidikan nasional yang unggul.

  1. Hindari kesalahan CBSA. Sekilas cara belajar siswa aktif adalah konsep yang sangat bagus. Kurikulum ini juga tepat berfokus pada proses yang dilakukan siswa. Tetapi luput hal kecil saja maka menyebabkan konsep CBSA yang bagus menjadi terpeleset.

    Ketika siswa aktif maka guru bagaimana?

    Maka guru tidak aktif. Dan kita tahu apa yang terjadi selanjutnya. Guru yang tidak aktif menjamin gagalnya setiap sistem pendidikan. Di tanah Sunda terkenal ungkapan CBSA: Cul Budak Sing Anteng (Lepaskan Siswa Semoga Tenang).

    Maka solusi terbaik untuk kurikulum Nadiem adalah SAGK: Siswa Aktif Guru Kreatif.

    Memang benar siswa perlu aktif tetapi guru tidak boleh pasif justru harus kreatif. Interaksi siswa aktif dengan guru kreatif ini menciptakan proses kokreasi antara siswa dan guru di dunia pendidikan. Maka majulah pendidikan Indonesia.

2. Kurikulum Berbasis Kompetensi juga konsep yang bagus. Tetapi kita tahu ini barangkali menjadi konsep kurikulum paling rumit di Indonesia. Begitu banyak kompetensi yang perlu dikembangkan sehingga tak satu pun kompetensi yang berhasil berkembang dengan baik.

Mas Menteri sampai saat ini juga tetap berpegang teguh kepada kompetensi – sebagaimana petunjuk Pak Presiden. Apakah Mas Menteri akan terjebak dalam kompleksitas kompetensi? Saya harap tidak.

Dalam berbagai kesempatan Mas Menteri menekankan kompetensi dasar: literasi dan numerik. Saya setuju itu! Fokus literasi saja dan numerik saja. Apakah bisa hanya fokus itu? Tugas yang berat untuk fokus hanya 2 kompetensi dasar.

Saya usul konten kurikulum dibagi menjadi beberapa bagian. Misal kurikulim inti: literasi dan numerik. Kurikulum utama: agama dan pancasila. Kurikulum talenta: seni, olahraga, hobi. Kurikulum terkini: teknologi, coding, data, dll.

Hanya kurikulum inti yang secara ketat standard ditetapkan oleh kementerian pusat. Sedangkan kurikulum utama, talenta, dan lain-lain sepenuhnya kita percayakan kepada satuan pendidikan. Pusat hanya memberikan arahan dan best practice saja.

Dengan demikian kurikulum Nadiem menjadi sederhana sekaligus mengakomodasi keragamaan Indonesia.

3. Guru adalah kurikulum itu sendiri. Fokus meningkatkan kualitas guru menjadi penting sekali. Mas Menteri saya kira setuju dengan ini. Maka perlu terobosan kreatif untuk menjalankan program peningkatan kualitas guru yang massif, efisien, dan efektif.

Bagaimana menurut Anda?

Iklan

Diterbitkan oleh Paman APiQ

Lahir di Tulungagung. Hobi: baca filsafat, berlatih silat, nonton srimulat. Karena Srimulat jarang pentas, diganti dengan baca. Karena berlatih silat berbahaya, diganti badminton. Karena baca filsafat tidak ada masalah, ya lanjut saja. Menyelesaikan pendidikan tinggi di ITB (Institut Teknologi Bandung). Kini bersama keluarga tinggal di Bandung.

Tinggalkan komentar

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: