Sains saat ini baru berada pada tingkat satu. Meski, sains makin canggih menjelajahi ruang antariksa, membongkar fenomena quantum, mendesain artificial intelligence ChatGPT, dan rekayasa genetika, tetap saja, sains baru berada di tingkat pertama. Lebih tepatnya, para ilmuwan membatasi diri hanya di tingkat satu. Ketika akan melangkah ke tingkat dua, mereka mundur lagi ke tingkat satu. Bagaimana dengan tingkat 3?

Pada tulisan ini, kita akan membahas sains sampai tingkat 3. Kemudian, kita mengusulkan beberapa ide agar sains bisa mencapai tingkat 3 dan, berlanjut, mengembangkan tanggung jawab bersama.
1. Sains Obyektif Transparan
2. Sains Etika
3. Sumber Absolut
Cita-cita sains adalah untuk membangun sains yang obyektif, terbebas dari kepentingan tertentu, dan terbebas dari pandangan sempit. Sains berharap mampu memotret realita secara transparan apa adanya. Hanya saja, kadang sains berhadapan dengan etika. Tidak mudah bagi sains berdialektika dengan etika. Bagaimana pun, terbukti sejauh ini, sains selalu bisa melaju maju. Mengapa?
1. Sains Obyektif Transparan
Sains fisika mencapai kematangan di masa sekarang. Sains berhasil mengungkap fenomena quantum, gravitasi, sampai fenomena luar angkasa. Hasil kajian sains ini diyakini bersifat obyektif. Maksudnya, siapa pun orang yang mengkaji sains akan menghasilkan teori yang sama persis. Hasil sains terbebas dari subyek pengamat. Sains tidak subyektif.
Sains juga diyakini sebagai transparans dengan mungungkap realita apa adanya, transparans. Sains makin canggih mengamati partikel terkecil sampai alam raya terluas. Sains mengkaji nasib alam semesta sejak awal mula, misal big bang, sampai akhir jaman, misal kehancuran alam. Semua kajian sains bersifat transparans, jelas apa adanya.
Sains yang obyektif dan transparans ini kita sebut sebagai sains 1.0 dan alam yang berhubungan dengan kajiannya kita sebut sebagai alam 1.0 juga.
Benarkah sains berhasil obyektif dan transparan?
Tidak Obyektif
Nyatanya, sains sulit sekali membuktikan diri sebagai obyektif. Teori relativitas Einstein menyatakan bahwa hasil pengamatan sains selalu ada relasi dengan subyek pengamat. Kerangka acuan yang berbeda akan menghasilkan pengamatan berbeda. Yang lebih menantang lagi, teori quantum menunjukkan ada peran kesadaran subyek dalam menentukan state quantum. Masih terdapat keragaman interpretasi sesuai masing-masing ilmuwan.
Demikian juga, sains sulit membuktikan diri sebagai transparans. Setiap penemuan sains membuka peluang kajian baru terhadap obyek sains yang belum diketahui. Atau, sains selalu terbuka terhadap revisi agar lebih transparans. Pada gilirannya, revisi ini juga perlu direvisi tanpa henti.
Harapan kita untuk mengembangkan sains 1.0 yang obyektif dan transparans telah gagal. Kita, paling bagus, hanya bisa mengembangkan sains 1.1 di mana masih ada pengaruh subyektif pengamat.
Bukankah teori matematika bisa benar-benar obyektif? Misal “2 + 1 = 3” pada operasi bilangan asli adalah obyektif dan transparans? Sama saja. Matematika juga gagal mencapai matematika 1.0. Kita hanya berhasil di matematika 1.1.
Sehingga, ketika kita menyebut sains obyektif maksudnya adalah sains 1.1 atau mendekati sains 1.0.
2. Sains Etika
Etika berbeda dengan sains. Etika, atau moral, mengakui peran subyektif manusia yang bebas untuk menentukan sikap. Manusia bebas memilih berbuat baik atau jahat. Bebas juga berbuat benar atau salah. Etika dengan jelas menunjukkan mana saja perbuatan dan sikap yang baik.
Etika adalah kebebasan sehingga berbeda dengan sains. Karena, sains adalah ketetapan hukum alam yang pasti konsisten. Sains taat terhadap hukum alam. Sementara, etika bebas, yaitu manusia bebas untuk taat etika atau melanggar etika.
Sains mengkaji alam apa adanya atau alam 1.0. Etika mengkaji alam apa seharusnya atau 2.0. Etika bisa menilai sesuatu sebagai baik atau buruk. Sementara, sains hanya bisa diam terhadap nilai baik atau buruk. Sehingga, etika adalah sains 2.0.
Sains 1.0 sampai 2.0
Akal bebas manusia adalah alam 2.0. Bila kita cermati, sejatinya, sulit sekali kita menemukan alam 1.0 mau pun alam 2.0. Kita mengenali alam, sehari-hari, adalah alam 1.1 sampai alam 1.9.
Alam 2.0 adalah kebebasan murni yaitu akal manusia. Tetapi, kita tahu bahwa akal manusia dipengaruhi oleh alam sekitar. Sehingga, akal tidak bebas murni. Kita barangkali lebih tepat menyebut akal sebagai alam 1.9, yaitu, kebebasan yang hampir murni.
Alam 1.0 adalah fakta obyektif transparan sebagai fondasi alam raya apa adanya. Tetapi, kita tidak bisa menemukan itu. Kita hanya bisa menemukan alam sesuai kemampuan indera kita atau pikiran manusia. Jadi, alam obyektif yang kita kaji masih terpengaruh oleh indera manusia. Sehingga, tidak benar-benar alam 1.0 melainkan alam 1.1.
Jadi, penggunaan istilah alam 1.0 atau alam 2.0 adalah untuk kemudahan saja.
Apakah ada alam 3.0? Atau alam lainnya?
3. Sumber Absolut
Sains tentang sumber absolut adalah sains 3.0. Tetapi, apakah sumber absolut benar-benar ada?
V adalah simbol absolut. V adalah kelas absolut yang beranggotakan seluruh realita dan non-realita. Di mana, V sendiri bukan anggota dari apa pun. Jadi, V benar-benar absolut.

Tinggalkan komentar