Filosofi Visi Iluminasi
1. Pendahuluan
2. Definisi Ontologi
3. Paling Terbukti
4. Cahaya: Sebab dari Sebab
5. Derajat bukan Spesies
6. Sempurna
7. Ringkasan

1. Pendahuluan
Hikmah Al Isyraq, HI, menetapkan konsep ontologi penting yang saling berhubungan: cahaya, gelap, mandiri, dan tergantung. Cahaya adalah yang jelas dengan sendirinya. Cahaya menjadikan yang lain lebih jelas. Cahaya terbukti dengan dirinya sendiri. Cahaya menampakkan diri, manifestasi, sebagai cahaya. Terdapat 4 kelas dari being atau wujud: (1) cahaya mandiri yang sadar diri dan menjadi sebab bagi kelas wujud yang lain; (2) cahaya aksidental meliputi beberapa cahaya immaterial yang aksidental dan cahaya fisik; (3) substansi buram yaitu bodi material; (4) gelap aksidental yang meliputi aksiden di dunia materi dan immateri.
Cahaya immaterial tidak bisa dilihat oleh mata. Semua wujud yang sadar diri adalah cahaya immaterial yang sadar diri secara langsung. Cahaya immaterial, atau cahaya sejati, berbeda dalam kadar intensitas bukan berdasar spesies. Cahaya sejati menjadi sebab bagi wujud lain, yang pada gilirannya, disebabkan oleh cahaya sejati lain yang intensitasnya lebih kuat. Urutan ini berujung pada Cahaya Maha Cahaya yang menjadi sebab bagi seluruhnya, berpadanan dengan Wujud Wajib dari Ibnu Sina, atau Tuhan.
2. Definisi Ontologi
Suhrawardi menyelesaikan problem filosofis melalui prinsip paling dasar: ontologi cahaya. Sejak awal, Suhrawardi mendefinisikan bahwa cahaya adalah realitas yang paling jelas dengan dirinya sendiri. Segala sesuatu yang lain, yang bukan cahaya, membutuhkan cahaya agar menjadi jelas, agar dapat didefinisikan.
Cahaya ini memenuhi dua syarat utama untuk mendefinisikan yang lain: lebih jelas dan lebih awal diketahui. Meski kita bisa memikirkan cahaya secara fisika, tetapi, kita perlu melangkah lebih jauh untuk membahas cahaya sejati sampai Cahaya Segala Cahaya yang bersifat incorporeal.
3. Paling Terbukti
Setiap argumen memerlukan bukti. Selanjutnya, bukti tersebut membutuhkan bukti lagi tanpa henti. Pada akhirnya, kita membutuhkan bukti yang jelas, terbukti, oleh dirinya sendiri yaitu cahaya.
Mengapa cahaya terbukti oleh dirinya sendiri?
(107) Anything in existence that requires no definition or explanation is evident. Since there is nothing more evident than light, there is nothing less in need of definition.
(108) If neither the essence nor any perfection of thing rest upon another, it is “independent”. If its essence or one of any perfection rests upon another, it is “dependent.”
(107) Segala sesuatu dalam eksistensi yang tidak memerlukan definisi atau tidak memerlukan penjelasan adalah terbukti. Dan tidak ada yang lebih terbukti dari cahaya, maka tidak ada yang lebih sempurna dari cahaya tentang definisi.
(108) “Mandiri” adalah dia yang esensinya atau kesempurnaannya bukan pada yang lainnya. “Tidak mandiri” adalah dia yang esensinya atau kesempurnaannya terletak pada yang lainnya.
Kita bergerak dari definisi ke bukti. Definisi gagal untuk menjadi pengetahuan. Kita berharap, bukti (evident) akan berhasil menjadi pengetahuan. Ada banyak bukti. Mana yang harus kita pilih? Kita perlu memilih bukti yang paling kuat, yaitu, bukti yang paling terbukti.
Cahaya adalah bukti yang paling terbukti oleh cahaya itu sendiri. Karena itu, kita tidak bisa mendefinisikan cahaya. Sebaliknya, kita justru perlu cahaya untuk bisa mendefinisikan segala definisi. Konsekuensinya, kita perlu lebih jauh mengkaji cahaya – cahaya sejati mau pun cahaya aksidental. Cahaya sejati adalah cahaya yang kesempurnaannya adalah dirinya sendiri secara mandiri. Banyak hal lain yang, bukan cahaya, tidak mandiri. Pada gilirannya, kita bisa bergerak balik dari bukti menuju definisi. Termasuk, kita bisa mendefinisikan cahaya meski sebatas sebagai petunjuk belaka.
(109) Lights is divided into light that is a state of something else (the accidental light) and light that is not a state of something else (the incorporeal light or pure light). That which is not light in own reality is divided into that which is independent of locus (the dusky substance) and that which is a state of something else (the dark state).
(109) Cahaya terbagi dua yaitu (1) cahaya yang merupakan state bagi yang lain (cahaya aksidental) dan (2) cahaya yang bukan state bagi yang lain (cahaya incorporeal atau cahaya sejati). Yang dirinya sendiri bukan cahaya terbagi dua yaitu (1) locus mandiri (substansi buram) dan (2) yang merupakan state bagi yang lain (state gelap).
4. Cahaya: Sebab dari Sebab
Kita wajar berpikir sebab akibat. Mengapa Anda bisa membaca tulisan ini? Karena tulisan ini dicetak di buku atau di layar. Mengapa bisa dicetak? Karena ada bahan-bahannya, misal kertas dan tinta. Mengapa dan mengapa seterusnya, pertanyaan, tanpa henti. Tetapi, kita berharap mendapatkan jawaban yang tuntas.
(110) Sensible accident light is not independent in itself, since otherwise it would not depend on dusky substance… existence is not from dusky substance…
(110) Cahaya aksiden yang tampak mata adalah tidak mandiri, karena bergantung pada substansi buram (dusky substance)… tetapi eksistensi bukan berasal dari substansi buram…
Cahaya yang kita amati sehari-hari, misal cahaya lampu, adalah tidak mandiri. Karena cahaya lampu tergantung kepada bahan lampu itu sendiri (substansi buram). Lampu bisa menyala tergantung pada aliran arus listrik. Arus listrik tergantung kepada pembangkit listrik. Dan seterusnya, selalu tergantung kepada lainnya.
Tetapi eksistensi cahaya lampu bukan disebabkan oleh substansi buram (bahan lampu). Eksistensi disebabkan oleh cahaya sejati. Sementara, substansi buram – berupa bahan lampu dan jaringan listrik – adalah persiapan yang diperlukan agar cahaya lampu bisa eksis.
(114) Nothing that has an essence of which it is not unconcious is dusky, for its essence is evident to it.
(114) Setiap hakikat yang sadar diri pasti bukan substansi buram, karena hakikat dirinya terbukti.
5. Derajat bukan Spesies
Semua cahaya sejati adalah sama, yaitu, sama-sama cahaya sejati. Dalam dirinya sendiri, semua cahaya sejati adalah sama. Perbedaan antara cahaya sejati hanya bisa dilakukan secara eksternal: (1) karena derajat sebab; atau (2) karena situasi. Jadi, tidak ada perbedaan spesies cahaya. Hanya ada perbedaan derajat.
(125) Light in itself varies in its reality only by perfection and deficiency and by entities external to it.
(125) Cahaya dalam dirinya sendiri bervariasi hanya karena (1) kesempurnaan dan kelemahan dan karena (2) entitas eksternal.
Mari kita ambil ilustrasi agar lebih jelas. Cahaya putih, bening, akan dilewatkan ke prisma. Setelah melalui prisma, cahaya dibiaskan menjadi beberapa warna, misal: (1) merah, (2) jingga, dan (3) kuning.
Semua cahaya adalah sama, yaitu, sama-sama gelombang elektromagnetik (dalam istilah sains fisika). Meski pun mereka berbeda penampilan. Jadi, cahaya putih sama dengan cahaya merah, sama dengan cahaya jingga, dan sama dengan cahaya kuning.
Perbedaan terjadi hanya derajatnya saja. (1) Perbedaan sebab. Cahaya putih lebih kuat dari cahaya merah. Karena cahaya putih adalah sebab. Dan, cahaya merah adalah akibat. Sementara, cahaya merah setara dengan jingga, dan setara dengan kuning. Karena mereka semua adalah, sama-sama, akibat dari cahaya putih.
(2) Perbedaan situasi. Cahaya merah beda dengan jingga karena situasi mereka berbeda. Merah hanya bias kecil dari jalur lurus. Sementara, jingga bias lebih besar dari jalur lurus. Dan, kuning adalah biasnya paling besar di antara mereka. Merah, jingga, dan kuning berbeda dalam ukuran sudut bias mereka.
Merah, jingga, dan kuning adalah spesies yang sama, yaitu, sebab mereka sama-sama cahaya putih. Tetapi ada perbedaan aksidental di antara mereka, yaitu, perbedaan ukuran sudut bias.
Kita bisa melangkah lebih jauh dari cahaya fisika material ke cahaya immaterial, atau cahaya sejati. Semua cahaya material membutuhkan sebab. Cahaya merah disebabkan oleh cahaya putih. Cahaya putih disebabkan, misal, sumber cahaya berupa lampu. Lampu disebabkan, dibuat, oleh manusia. Jiwa manusia disebabkan oleh sebab yang lebih tinggi lagi.
Jiwa manusia adalah cahaya sejati, cahaya immaterial, misal C[n]. Selanjutnya, C[n] disebabkan oleh C[n-1], oleh C[n-2], oleh C[n-3]. Pada gilirannya, disebabkan oleh C2, oleh C1, dan oleh C0. Di mana, C0 adalah Cahaya Maha Cahaya yaitu sebab dari segala sebab. C0 adalah cahaya tertinggi karena tidak ada sebab baginya. C1 adalah tertinggi kedua karena hanya memiliki sebab tunggal yaitu C0.
Cahaya jiwa adalah C[n] yang berjarak cukup jauh dari C0 dalam rantai ontologi cahaya. Karena itu, kita mengenali keragaman cahaya-jiwa manusia. Meski semua manusia adalah spesies yang sama yaitu jiwa manusia C[n] tetapi masing-masing individu memiliki perbedaan aksidental, misal beda sudut pandang bias, beda lokasi, beda warna, dan lain-lain. Akibatnya, masing-masing individu manusia memiliki keterbatasan cakupan.
Mari kita ringkas lagi bahwa semua cahaya sejati adalah sama dalam dirinya sendiri. Perbedaan hanya bersifat eksternal yang menghasilkan keragaman spesies dan individu. (1) Cahaya yang memiliki sebab sama adalah sederajat, spesies sama, horisontal. Perbedaan sebab menunjukkan perbedaan derajat. (2) Perbedaan situasi atau perbedaan aksidental. Ukuran atau lokasi pembiasan yang berbeda akan menghasilkan perbedaan individu meski mereka dalam derajat yang sama. Dalam banyak hal, kita menyatakan perbedaan cahaya adalah perbedaan atas derajatnya tetapi bukan karena spesiesnya.
6. Sempurna
Cahaya sejati adalah mandiri. Meski demikian, cahaya sejati membutuhkan sebab untuk eksis, yaitu, cahaya sejati lain yang lebih tinggi. Demikian seterusnya, cahaya lebih tinggi itu membutuhkan sebab berupa cahaya yang lebih tinggi lagi. Bagaimana pun, urutan simultan ini pasti berakhir kepada cahaya sejati paling tinggi, yaitu Cahaya Maha Cahaya. Cahaya Paling Tinggi. Cahaya Paling Sempurna.
(129) The self-subsistent and accidental lights, the barriers, the states of each must end in the light beyond it there is no lights. This is Light of Lights.
(129) Cahaya mandiri dan cahaya aksidental, barzakh, dan state dari mereka pasti berujung pada cahaya sejati yang tidak ada lagi cahaya melampauinya. Dia adalah Cahaya Mahaya Cahaya.
7. Ringkasan
HI menyelesaikan masalah pelik ontologi dari pengetahuan konsep proposisional dengan solusi berupa bukti. Setiap pengetahuan, atau definisi, perlu bukti. Sehingga, bukti menjadi paling penting. Kita hanya perlu memilih bukti paling kuat di antara alternatif bukti. Cahaya adalah bukti yang paling kuat. Cahaya terbukti oleh hadirnya cahaya itu sendiri. Obyek yang lain perlu cahaya agar menjadi jelas.
Bukti yang lebih kuat dari cahaya fisika adalah cahaya immateri. Jiwa kita adalah contoh cahaya immateri atau cahaya sejati. Benar bahwa jiwa adalah cahaya sejati yang mandiri. Tetapi, jiwa perlu suatu sebab untuk bisa eksis. Tentu, sebab tersebut adalah cahaya sejati juga dengan derajat yang lebih tinggi. Pada gilirannya, cahaya sejati ini juga membutuhkan sebab yang lebih tinggi. Akhirnya, sampai kepada cahaya sejati paling tinggi yaitu Cahaya Maha Cahaya.
Jiwa kita adalah nyata secara aktual. Sehingga, cahaya sejati juga bersifat aktual. Demikian juga, Cahaya Maha Cahaya adalah paling nyata dan paling aktual. Kita akan mengkaji tema ini, lebih detil, pada wacana selanjutnya.
Lanjut ke: Wacana 2.2: Struktur Cahaya
Kembali ke: Filosofi Visi

Tinggalkan komentar