Wacana 2.3: Dinamika Cahaya

Filosofi Visi Iluminasi

1. Pendahuluan
2. Dominating dan Managing
3. Cahaya Azali Abadi
4. Gerak Sirkular Semesta
5. Gerak Waktu Terus-Menerus
6. Gerak Bahagia
7. Gerak Sains Teknologi
8. Ringkasan

1. Pendahuluan

Dinamika cahaya membahas aktivitas cahaya dan, khususnya, relasi antara cahaya sejati, gerak semesta, dan kejadian temporal di dunia sublunar. Sederhananya, gerak perputaran abadi semesta, arena bola-bola langit, adalah penghubung antara kompleksitas cahaya sejati yang abadi dengan dunia yang terungkap secara fisik.

2. Dominating dan Managing

Setiap cahaya memiliki dua karakter: dominating-light dan managing-light. Dominating-light memancarkan sinar ke segala arah dengan kekuatan penuh. Sementara, managing-light mengatur agar arah tepat, ukuran tepat, waktu tepat, dan segala sesuatu dengan tepat. Dua karakter utama dari cahaya ini, yang merupakan satu kesatuan, menjamin bahwa ontologi cahaya bersifat dinamis dan harmonis.

Dari perspektif cahaya-lebih-rendah, cahaya memiliki dua karakter: terlindungi dan cinta. Cahaya-lebih-rendah merasa dilindungi oleh cahaya-lebih-tinggi, di saat yang sama, merasa cinta dan rindu untuk menggapainya.

3. Cahaya Azali Abadi

Cahaya Maha Cahaya (C0) memancarkan hasil Cahaya Terdekat (C1). C0 adalah tunggal. Demikian juga, pasti, C1 tunggal. Tidak ada yang lain, selain C0 dan C1. Tidak ada ruang dan tidak ada waktu. Sehingga, aktivitas dinamis C0 memancarkan C1 adalah azali abadi atau eternal. Secara logika, dinamika tersebut mendahului eksistensi waktu. Jadi, aktivitas cahaya sejati adalah abadi.

(177) There is no time, for Light of Lights prior to everything other than Light of Lights, for time itself is also one of things other than Light of Lights.

(177) Tidak ada waktu, kala itu, karena waktu adalah salah satu yang beda dengan Cahaya Maha Cahaya. Sedangkan, Cahaya Maha Cahaya lebih prior dari segalanya.

Asumsikan sudah ada waktu, atau ruang, ketika terjadi pancaran dari C0 ke C1. Maka C0 menjadi tidak tunggal karena ditemani oleh waktu. Asumsi ini kita tolak karena C0 adalah tunggal. C1 adalah tunggal. Dari yang tunggal menghasilkan hanya yang tunggal.

Asumsikan C1 berada dalam ruang tertentu. Maka C1 tidak tunggal karena ditemani oleh ruang. Bagaimana C1 bisa tidak tunggal? Asumsi ini perlu kita tolak. C1 sama persis dengan C0 hanya berbeda dalam derajat. C1 adalah akibat dan C0 adalah sebab. Kita bisa mengenali relasi sebab akibat seperti di atas.

Selanjutnya dinamika emanasi, pancaran, cahaya makin kompleks. Terpancar C2, C3, sampai jumlahnya tak terhitung. C2 tidak lagi tunggal karena memiliki dua sebab yaitu C1 dan C0. Kompleksitas dinamika ontologi cahaya makin canggih karena memungkinkan terjadinya relasi vertikal, horisontal, bahkan diagonal.

Cahaya Maha Cahaya (C0) adalah azali sejak awal dan abadi sampai masa depan. Akibatnya, dinamika gerak pancaran ontologi cahaya terjadi secara terus-menerus, daim, perpetual, atau maga. Kelak, dinamika terus-menerus, maga, ini berdampak kepada alam semesta. Sehingga, alam raya selalu maga, gerak terus-menerus.

Asumsikan C0 berhenti untuk eksis. Atau C0 menjadi tidak ada. Akibatnya, C1 menjadi tiada. Sistem ontologi cahaya menjadi tiada. Alam raya menjadi tiada. Tentu, absurd. Kita perlu menolak asumsi ini. Jadi, yang benar, Cahaya Maha Cahaya (C0) selalu ada secara azali dan abadi.

4. Gerak Sirkular Semesta

Bagaimana alam raya bisa terus-menerus begerak atau maga? Jawabannya: alam bergerak secara sirkular atau berputar. Gerak alam raya ini adalah cerminan dari gerak dinamis kompleksitas ontologi cahaya.

Ketika kita berpikir tentang alam maka pikiran kita menciptakan ruang dan waktu sebagai wadah dari alam. Atau, sebaliknya, pikiran kita membuat abstraksi dari alam berupa ruang dan waktu.

Gerak melingkar dalam ruang semesta mudah kita pahami. Kita melihat gerak semu matahari yang mengitari bumi. Demikian juga, gerak bulan, gerak planet, dan gerak bintang tampak melingkar. Gerak sirkular ini memungkinkan terjadi terus-menerus atau maga. Demikian halnya, alam raya bergerak sirkular tanpa pernah berhenti.

(178) Since there must be a perpetual motion continuing without end, this motion must belong to the spheres and be circular.

(178) Karena harus ada gerak terus-menerus tanpa henti, gerak ini harus milik semesta dan harus melingkar.

Asumsikan bahwa gerak alam raya adalah lurus. Misal, matahari bergerak lurus maka matahari akan makin menjauh dari bumi. Bulan dan bintang, bila bergerak lurus, makin menjauh dari bumi. Asumsi ini, gerak lurus, perlu ditolak. Karena rembulan tidak makin menjauh dari bumi. Jadi, gerak rembulan adalah melingkar.

Bagaimana pun gerak melingkar alam raya tidak benar-benar sempurna lingkaran. Rembulan kadang berada di titik terjauh atau terdekat dari bumi. Hal ini menunjukkan terjadi relasi kompleks dari beragam penghuni alam raya. Lagi, kompleksitas ini, mencerminkan kompleksitas dinamis ontologi cahaya. Di bagian yang lebih awal, kita sudah membahas bahwa cahaya sejati adalah sebab bagi eksisnya alam raya ini.

(a) Ruang Euclid

Euclid menulis geometri lebih dari 2000 tahun yang lampau. Sampai sekarang, aksioma-aksioma Euclid banyak kita manfaatkan. Salah satu aksioma paling penting adalah tentang garis paralel.

“Dari sebuah garis lurus, kita bisa membuat garis lurus lain yang paralel dan tidak akan pernah saling berpotongan.”

Redaksi aksioma bisa berbeda-beda. Redaksi, di atas, saya pilih agar lebih mudah dipahami. Misal, kita membuat garis lurus dari timur ke barat, sebut garis A. Kemudian, berdasar aksioma, kita bisa membuat garis lurus B dari timur ke barat, misal 5 cm di atas garis A. Garis A dan B adalah paralel maka diperpanjang sampai timur dan barat sejauh apa pun, mereka, tidak pernah berpotongan.

Sederhananya, bila garis A paralel garis B, maka A dan B tidak pernah berpotongan. Kita bisa memahaminya. Kita bisa membuat banyak contoh dan ilustrasi. Masyarakat luas menerima aksioma ini sebagai kebenaran.

Di abad 19 dan 20, beberapa ilmuwan mulai meragukan aksioma garis paralel di atas. Poincare mengatakan garis lurus paralel hanya intuisi kita sehari-hari. Einstein melangkah lebih jauh memandang ruang sebagai melengkung sesuai teori relativitas – bukan datar yang lurus.

(b) Ruang Einstein

Einstein mengatakan bahwa ruang melengkung terpengaruh oleh massa materi.

Bayangkan lagi garis lurus A dari timur ke barat. Berdasar apa kita tahu bahwa garis A adalah lurus? Jika kita berjalan lurus terus dari timur ke barat, maka, kita akan bergerak melingkar sesuai keliling bumi yang bulat. [Asumsikan kita melihat globe]. Dari kutub utara ke barat akan tiba katulistiwa. Lanjut ke barat lagi akan sampai kutub selatan. Dan, ke barat lagi sampai katulistiwa, akhirnya, tiba kutub utara yang semula. Garis A yang dikira lurus, ternyata, membentuk lingkaran bumi.

Kita tidak bisa memastikan bahwa suatu garis adalah lurus. Akibatnya, garis A dan B yang paralel itu akan bisa berpotongan di suatu titik yang jauh. Karena, sejatinya, garis A dan B adalah melengkung.

Konsekuensi lebih jauh lagi: setiap gerak benda di alam semesta ini yang semula dikira gerak lurus, sejatinya, adalah gerak melingkar. Konsekuensi ini bersesuaian dengan teori HI dari Suhrawardi bahwa alam semesta bergerak melingkar.

(c) Ruang Sejati

Cahaya sejati berada di luar ruang dan waktu. Atau, cahaya sejati hanya berada di ruang sejati dan waktu sejati. Ruang sejati adalah sebab yang menghasilkan ruang. Tetapi, ruang sejati bukanlah ruang. Ruang sejati adalah nama lain dari cahaya sejati. Pada ruang sejati tidak ada jarak dan tidak ada sambungan. Satu adalah segalanya dan segalanya adalah satu. Sehingga, dinamika cahaya sejati adalah dinamika intelektual. Sementara, dinamika materi di dunia ini adalah dinamika perpindahan tempat, perubahan kualitas, kuantitas, dan lain-lain.

Waktu sejati adalah sebab yang menghasilkan waktu. Tetapi, waktu sejati bukanlah waktu seperti umum dipahami. Waktu sejati adalah cahaya sejati. Waktu sejati membentang dari masa depan, masa lalu, dan masa kini. Bentangan waktu adalah satu dan satu waktu adalah membentang.

Dinamika di alam bumi ini meniru dinamika kompleksitas cahaya sejati. Karena, di bumi, benda satu bisa menghalangi benda lain dan ada jarak di antara beragam benda, maka, dinamika di bumi terjadi secara bertahap. Muncul fenomena gerak, yang membutuhkan waktu, agar kompleksitas di bumi menyerupai kompleksitas cahaya sejati. Dinamika gerak ini berlangsung terus-menerus melingkar tanpa henti.

Jika alam raya gerak melingkar, maka, apakah waktu juga bergerak melingkar?

5. Gerak Waktu Terus-Menerus

Secara umum, waktu adalah ukuran gerak. Baik gerak obyektif atau pun gerak subyektif. Bisa gerak aksidental, gerak substansial, atau gerak eksistensial.

Karena alam bergerak melingkar maka ukuran gerak, yaitu waktu, apakah juga melingkar? Jam dinding, sebagai penunjuk ukuran waktu, adalah melingkar. Dari jam 1 sampai jam 12, kemudian melingkar ke jam 1 lagi tanpa henti. Hitungan hari juga melingkar dari Senin, Selasa, dan seterusnya kembali ke Senin. Tetapi, apakah waktu benar-benar melingkar?

Tidak. Waktu tidak melingkar. Tetapi, waktu membentang. Dari masa depan, masa lalu, dan masa kini membentuk bentangan waktu.

(184) Time is the magnitude of motion when the magnitude of its the earlier and later are brought together in mind.

(184) Waktu adalah besaran gerak ketika besaran awalan dan akhir dibandingkan bersama dalam pikiran.

Waktu sebagai ukuran gerak, abstraksi gerak, tampak sebagai waktu sekarang yang bergulir. Waktu adalah momen now yang bergulir dari masa lalu sampai masa kini, dan berlanjut ke masa depan. Karena gerak alam semesta adalah terus menerus maka gerak waktu juga terus-menerus, meski, tidak melingkar.

(189) All of time in both directions – I meant the past and the future – is infinite.

(189) Semua waktu adalah tak terbatas di dua arah – maksudnya di masa lalu dan masa depan.

Di depan masa depan, ada masa depan lagi. Di belakang masa lalu, ada masa lalu lagi. Jadi, gerak masa depan dan masa lalu adalah maga, yaitu, gerak tanpa henti.

Keberatan sering muncul terhadap masa lalu. Umumnya, orang bisa memahami, dan sepakat, bahwa di depan masa depan masih ada masa depan lagi: futuristik. Tetapi, jika di belakang masa lalu ada masa lalu lagi, maka, bagaimana bisa mencapai masa sekarang?

Kesalahan terjadi karena kita tidak membedakan apa yang sudah terjadi dengan apa yang belum terjadi. Anda membaca tulisan ini, saat ini, adalah sudah terjadi. Kemudian, Anda bisa berpikir hari kemarin, lalu kemarin lagi, dan seterusnya. Setiap kemarin akan ada kemarin lagi tanpa henti.

Berbeda dengan sesuatu yang belum terjadi, misal Anda akan membangun rumah hari ini. Untuk bisa membangun rumah, Anda perlu surat yang sah hari ini. Surat yang sah hari ini, perlu didukung bukti yang sah dari kemarin. Bukti yang kemarin perlu didukung oleh kemarinnya lagi. Begitu seterusnya, masih ada kemarin lagi tanpa henti. Akibatnya, Anda tidak berhasil memiliki surat sah hari ini dan tidak bisa membangun rumah.

Kasus (1) Anda membaca saat ini, berbeda dengan kasus (2) Anda akan membangun rumah hari ini. Kasus (2) memang Anda tidak berhasil membangun rumah dengan aturan seperti itu. Tetapi, kasus (1), Anda tetap berhasil membaca saat ini. Jadi, tetap ada hari kemarin sebelum kemarin dan ada hari esok setelah hari esok. Waktu adalah maga: gerak terus-menerus.

6. Gerak Bahagia

Mengapa alam raya bergerak? Karena gerak adalah bahagia.

Sebaliknya juga benar. Diam adalah derita. Tidak bergerak adalah sengsara. Tetapi, karena alam raya adalah maga, terus-menerus gerak, maka diam adalah ilusi. Diam hanya ada dalam prasangka. Sejatinya, semua alam sedang bergerak.

Dominating-light, cahaya tinggi, memancarkan cahaya kepada cahaya rendah. Cahaya tinggi merasa bahagia dengan memancarkan cahaya. Seorang suami merasa bahagia dengan memberi cinta kepada istri. Managing-light merasa bahagia menerima cahaya dari dominating-light. Istri merasa bahagia menerima cinta dari suami.

(190) Since motions of spheres are infinite, they must due to something infinitely renewed – which is to say, the pleasurable and holy ray that we mentioned.

(190) Karena gerak semesta adalah tanpa batas, mereka pasti mengejar sesuatu yang selalu diperbarui – yaitu, kebahagiaan dan sinaran suci yang telah kami sebutkan.

Cahaya sejati merasa bahagia menyinari alam raya. Dan, alam raya merasa bahagia menerima sinar cahaya sejati.

Terjadi hubungan timbal balik untuk terjadi proses penyinaran. Cahaya sejati memang bersinar sehingga terjadi proses penyinaran. Alam raya memiliki kapasitas menerima sinaran. Kita tahu, alam raya beragam dalam kapasitas. Sebagian alam raya tidak memiliki kapasitas. Sehingga, tidak terjadi penyinaran pada mereka. Sebagian yang lain memiliki kapasitas dan terjadi proses penyinaran.

Awal proses penyinaran bisa dua cara: (1) cahaya sejati menyinari alam, kemudian, alam meningkatkan kapasitas, sehingga terjadi penyinaran; atau (2) alam meningkatkan kapasitas, kemudian, cahaya sejati menyinari sehingga terjadi penyinaran.

Sebab bagi alam adalah beragam, termasuk: cahaya sejati, kondisi, dan hilangnya halangan. Situasi ini mengantar alam raya makin beragam. Manusia, sebagai anggota alam ini, memiliki sikap mandiri atau freedom. Sebagian manusia menyiapkan kondisi dan membersihkan beragam halangan sehingga terjadi penyinaran oleh cahaya sejati. Sebagian orang lain sudah menyiapkan kondisi tetapi terhalang oleh dosa-dosa masa lalu. Sebagian orang yang lain lagi, membersihkan halangan dosa-dosa masa lalu tetapi kondisi dirinya belum siap. Proses penyinaran bisa gagal bagi mereka yang tidak memiliki kapasitas memadai. Manusia, sejatinya, memiliki kapasitas yang sangat luas. Apakah kapasitas Anda terus meluas?

7. Gerak Sains Teknologi

Sains bergerak untuk terus maju; sains adalah bahagia. Teknologi bergerak maju bahkan eksponensial; teknologi adalah bahagia. Kita sudah membahas sains di beberapa tempat. Kali ini, kita akan membahas teknologi sebagai gerak bahagia.

Sebagai awalan, kita bisa mendefinisikan teknologi adalah: [1] penerapan dari sains; misal mobil listrik adalah penerapan dari sains fisika dan kimia; [2] teknologi adalah hasil karya manusia; misal meja, kursi, dan tikar adalah karya manusia atau bisa disebut sebagai artefak; [3] teknologi adalah media bagi manusia; jalan setapak di hutan adalah media bagi manusia untuk lebih mudah menyusuri hutan.

7.1 Teknologi Kontemporer

Tiga karakter utama teknologi kontemporer adalah: digital, online, dan cerdas. Konsekuensinya, teknologi mengendalikan dunia nyaris seluruhnya.

Digital menyebabkan teknologi menjadi sangat mudah untuk diproduksi ulang. Siapa pun Anda, di kota atau di desa, mampu memproduksi ulang konten digital dengan murah dan mudah. Online menyebabkan teknologi tersambung ke seluruh dunia. Di mana pun Anda, selalu bisa akses teknologi digital secara online; di saat yang sama, Anda selalu bisa berbagi konten digital milik Anda. Dan cerdas, yaitu, teknologi mampu beradaptasi hampir dalam segala situasi. Bahkan, kecerdasan buatan atau AI sudah menjadi teman hidup sehari-hari. Kadang, AI terasa lebih cerdas dari manusia itu sendiri.

Situasi teknologi kontemporer yang seperti di atas menuntut kita untuk memahami filsafat teknologi dengan lebih baik lagi. Leluhur-leluhur kita, yang hidup di masa lalu, tidak pernah menghadapi problem teknologi digital serumit itu. Apakah kita akan berhasil menghadapi rumitnya teknologi?

7.2 Esensi Teknologi

Apa hakikat teknologi? Apa esensi teknologi?

Heidegger (1889 – 1976) mengajukan pertanyaan tentang esensi teknologi. Heidegger menjawab esensi teknologi adalah gestell; yang sering diterjemahkan sebagai enframing atau pencitraan. Padahal gestell bermakna enframing dan poesis.

Sebagai enframing, teknologi mengungkung manusia untuk mengabdi kepada teknologi. Manusia memuja teknologi, membeli teknologi, merawat teknologi; bahkan rela korban uang atau korban apa saja demi mendapatkan teknologi paling keren. Lebih ngeri lagi, pejabat rela mengorbankan rakyat demi menikmati fasilitas berupa teknologi mewah. Enframing memang mengerikan. Kita perlu waspada terhadap teknologi.

Sebagai poesis, teknologi membuka posibilitas-posibilitas baru bagi umat manusia. Teknologi kedokteran mampu menyembuhkan orang yang sudah buta puluhan tahun. Betapa bahagianya, orang itu bisa menyaksikan indahnya dunia dengan mata yang sehat. Teknologi ponsel membantu ibu di desa Mangunsari, di Jatim, yang kangen dengan anaknya yang sedang kuliah di Bandung, di Jabar. Ibu bisa komunikasi dengan anak melalui video call untuk mencurahkan rindu.

Poesis begitu menggembirakan; enframing begitu mengerikan. Teknologi adalah gestell: enframing dan poesis. Lebih kuat mana antara enframing atau poesis?

7.3 Organ Memori

Derrida (1930 – 2004) memaknai teknologi sebagai organ dari manusia. Yang paling awal, dan utama, teknologi menjadi organ memori bagi manusia. Teknologi paling dasar adalah tulisan atau teks; yang dipandang rendah dibanding dengan logos atau bahasa lisan. Derrida melakukan operasi dekonstruksi terhadap teks, yaitu teknologi, dan membalik situasi: teknologi lebih utama dari bahasa lisan. Bahkan teknologi bisa lebih utama dari manusia. Harga pesawat pribadi super mewah bisa lebih mahal dari upah buruh harian. Apa dampaknya ketika teknologi lebih utama dari manusia?

Kita berasumsi bahwa, pada awalnya, orang berkomunikasi secara lisan atau logos. Kemudian, bila diperlukan, baru dibuat tulisan atau teks sebagai ekstensi organ memori. Dengan demikian, teks hanya suplemen bagi logos; tulisan hanya tambahan bagi lisan; teknologi, yang berupa tulisan, hanya alat bagi manusia. Apakah asumsi ini bisa dibenarkan? Bukankah manusia memandang alam semesta sebagai tanda-tanda teks sejak awal? Bukankah manusia memandang dunia sebagai alat, sebagai teks, sejak awal?

Bila benar bahwa teks tulisan lebih utama dari logos, yaitu berkebalikan dari asumsi awal di atas, maka dampaknya sangat besar; bila alat lebih penting dari manusia; bila teknologi lebih penting dari segalanya. Bukankah hal seperti itu yang sedang terjadi? Situasi lebih sulit karena struktur teknologi bisa diwariskan dari generasi ke generasi; dengan dukungan sistem norma mau pun sistem legal. Generasi yang mewarisi teknologi terlahir dengan organ yang kaya raya; sementara generasi yang terlahir miskin bagai cacat organ tubuhnya. Apakah struktur masyarakat seperti itu adil?

Mari kita ringkas menjadi tiga tahap.

[a] Tahap awal; teks hanya tambahan bagi lisan; teknologi hanya sebagai alat bagi manusia; teknologi lebih rendah dari manusia. Era kuno, tampak, berada pada situasi tahap awal ini.

[b] Tahap tengah; teks seimbang dengan lisan; orang-orang bisa belajar melalui teks buku seimbang dengan belajar mendengarkan ceramah; teknologi seimbang dengan manusia. Era awal modern, tampak memenuhi kriteria ini; mesin cetak buku mulai berkembang.

[c] Tahap kini; teks lebih kuat dari lisan; teknologi lebih utama dari manusia; valuasi mesin pabrik bisa lebih mahal dari tenaga kerja seorang manusia; virtual reality bisa lebih menarik dari realitas aslinya; foto editan bisa lebih indah dari wajah aslinya.

Tiga relasi teknologi, di atas, bisa terjadi serentak dalam satu situasi. Relasi teknologi adalah kompleks. Sehingga, kita perlu mengkaji lebih teliti.

7.4 Filsafat Teknologi

Don Ihde (1934 – 2024) berkomitmen mengembangkan filsafat teknologi. Selama ini, teknologi hanya dibahas sekilas dalam filsafat. Padahal, umat manusia selalu hidup bersama teknologi. Ihde membahas filsafat teknologi dari perspektif teknologi itu sendiri yaitu posfenomenologi. Tahun 2024 ini, filsafat teknologi sudah jauh berkembang meski belum matang.

7.4.1 Posfenomenologi

Posfenomenologi mengkaji filsafat teknologi dengan pendekatan fenomenologi; menerima realitas teknologi agar hadir apa adanya dalam kesadaran manusia. Kemudian, kita analisis struktur kesadaran terhadap fenomena teknologi; terungkap struktur manusia-teknologi-dunia. Teknologi adalah media antara manusia dan dunia.

Pos adalah penggalan dari posmodern bagi posfenomenologi. Sehingga, posfenomenologi menyetujui asumsi-asumsi posmodern untuk mengkaji filsafat teknologi: dinamis; anti-esensialis; keragaman; dan anti-fondasionalis. Posfeno mengajukan beragam relasi teknologi.

[a] Technic embodied adalah teknologi merupakan perwujudan badan manusia. Misal kacamata adalah perwujudan mata manusia. Ketika seseorang melihat pohon di depan rumah dengan menggunakan kacamata maka kacamata bersifat transparan. Maksudnya, kacamata itu sendiri seperti tidak ada. Begitu juga, ketika Anda lari dengan memakai sepatu maka sepatu tersebut terasa seperti bagian dari kaki Anda.

[b] Heremeneutika. Teknologi adalah untuk interpretasi. Termometer menunjukkan suhu ruangan 21 derajat celcius. Kita menafsirkan bahwa suhu ruangan sejuk. Sementara, ketika merasa gerah panas, kita melihat termometer menunjuk angka 32; kita yakin cuaca memang sedang panas.

Map digital atau peta lebih menarik lagi. Kita berkendara memanfaatkan peta; lurus, belok kiri atau kanan. Teknologi peta adalah interpretasi terhadap dunia. Kita tahu bahwa peta bukan realitas dunia tetapi kita perlu peta untuk memahami dunia.

Teknologi hermeneutik, misal termometer atau peta, justru tidak boleh transparan. Karena kita perlu membaca peta tersebut; kita butuh peta tersebut ada di depan kita. Beda dengan kacamata; yang harus seakan-akan hilang dari mata kita; kaca mata harus transparan.

Pada tahap ini, posfeno membedakan prinsip desain: [1] ergonomis agar transparan dengan [2] personifikasi agar tepat interpretasi. Ihde menyarankan agar perusahaan-perusahaan teknologi menempatkan filsuf di R & D agar menghasilkan inovasi teknologi yang fenomenal.

[c] Alterity atau pengganti, misal mesin ATM. Daripada datang ke kantor bank untuk tarik tunai, teknologi mesin ATM bisa menggantikan kantor bank lengkap dengan telernya. Ditambah lagi, kita tidak perlu malu kepada mesin ATM ketika saldo rekening habis atau kosong. Bagaimana rasanya jika teler yang cantik berkata ke Anda, “Maaf saldo Anda tidak cukup!”

Teknologi sebagai pengganti, misal mesin ATM, perlu bersifat fleksibel, mudah, dan cerdas. Tentu saja, tidak perlu transparan. Bagaimana jika mesin ATM mengeluarkan uang transparan?

[d] Background atau latar. Misal mesin pendingin (AC) atau lampu ruangan. Sebagai latar, misal mesin pendingin, bisa saja transparan atau bahkan sembunyi dengan menghilangkan diri dari penampakan.

Tentu saja, relasi teknologi seperti di atas bisa saling tumpang tindih. Satu jenis teknologi bisa banyak peran dalam relasi manusia dan dunia. Lagi pula, kita masih bisa menambahkan beragam jenis relasi yang lain tanpa henti.

Sebagai anti-esensialis, posfeno mengembangkan konsep multistabilitas; teknologi memiliki beragam kegunaan sesuai konteks masing-masing. Teknologi tidak memiliki esensi yang pasti. Misal, mobil bisa jadi alat transportasi; bisa jadi tempat tinggal; bisa jadi toko; bisa jadi mesin perusak dan lain-lain. Posfeno perlu bersiap menghadapi surprise dari teknologi kapan saja.

Posfeno mencanangkan tiga program filsafat teknologi.

[a] Teknologi sebagai Media

Teknologi adalah media sebagai relasi antara manusia dan dunia. Manusia selalu membutuhkan teknologi; dan teknologi adalah karya dari manusia; membentuk satu kesatuan: manusia, teknologi, dan semesta.

Manusia perlu sadar bahwa setiap interaksi dengan dunia selalu melalui mediasi teknologi. Sehingga, kita perlu belajar bagaimana memanfaatkan teknologi dengan baik; waspada terhadap bias oleh teknologi, misal, berita hoax; dan waspada akan resiko kecanduan teknologi, misal, game dan media sosial. Di saat yang sama, ketika kita rekayasa untuk desain teknologi, perlu mempertimbangkan beragam dampak teknologi.

[b] Teknologi Budaya Hermeneutik

Teknologi hadir dalam konteks budaya dan histori tertentu. Hanya dengan budaya yang tepat, teknologi menjadi berarti. Misal teknologi media sosial hanya bermakna ketika masyarakat memiliki budaya untuk menggunakan media sosial: berbagi informasi; berbagi gambar; berbagi video; bahkan berbagi sesuatu yang kadang tidak pantas dibagi. Tanpa budaya masyarakat, media sosial tidak akan ada artinya. Andai seseorang memasang media soosial di tengah samudera, tanpa masyarakat, maka tidak ada gunanya; kemudian, akan musnah pula.

Awalnya, asumsi kita, budaya masyarakat menciptakan teknologi. Kemudian, teknologi menyatu dalam budaya. Akhirnya, teknologi yang menciptakan budaya. Proses ini terjadi secara timbal balik dua arah. Sehingga, saat ini, teknologi menciptakan budaya; dan budaya menciptakan teknologi.

Esensi teknologi menjadi terhubung oleh budaya. Teknologi menjadi multi-stabil; di satu budaya, media sosial sebagai media komunikasi; di budaya yang lain, media sosial bisa menjadi media bisnis. Masing-masing budaya membuat interpretasi sendiri, atau hermeneutika, terhadap teknologi. Karena karakter interpretasi adalah bebas maka esensi teknologi ikut bebas.

Masalah muncul ketika terdapat interpretasi dominan yang menyisihkan pihak lemah. Konsekuensinya, teknologi menjadi media dominasi oleh pihak kuat kepada pihak lemah. Lebih ngeri lagi resiko bahwa teknologi akan mendominasi manusia; pertimbangkan kasus kecanduan game dan kecerdasan buatan (AI). Teknologi tak seindah bayangan semula. Bagaimana pun, manusia tetap bebas membuat interpretasi terhadap teknologi.

[c] Membentuk Dunia Hidup (Lifeworld)

Pada akhirnya, teknologi membentuk lifeworld baru yang berbeda dengan sebelumnya; kehidupan bersama teknologi berbeda jauh dibanding tanpa teknologi; atau, kehidupan teknologi baru berbeda dengan teknologi lama. Pertanyaannya: berbeda menjadi lebih baik atau lebih buruk? Bagaimana pun, kehidupan manusia selalu bersama teknologi di dunia ini.

7.4.2 Teori Kritis

Sejak awal, teori-kritis bersikap kritis terhadap teknologi. Habermas (1929 – ) menunjukkan bahwa teknologi adalah instrumen bagi penguasa dan orang kaya untuk menguasai politik dan ekonomi. Sementara, rakyat jelata menjadi korban bagi kemajuan teknologi. Sebelumnya, Marcuse menunjukkan bahwa teknologi melumpuhkan nalar kritis rakyat sehingga manusia menjadi 1 dimensi; hanya mengejar ekonomi yang memang makin sulit untuk diraih.

Kita perlu mengkaji teknologi secara kritis: [1] teknologi sebagai aksi komunikasi bukan sekedar instrumen; [2] teknologi mendorong dialektika keragaman bukan keseragaman; [3] teknologi untuk kebaikan sosial dan natural.

Teknologi sebagai aksi komunikasi sudah terjadi secara alamiah; misal teknologi media sosial adalah media komunikasi. Tetapi manipulasi bisa terjadi. Media sosial berubah menjadi instrumen ekonomi yang menguntungkan pihak-pihak tertentu. Perusahaan media sosial adalah yang paling diuntungkan secara finansial; misal kenaikan harga saham. Sementara, pengguna atau masyarakat hanya sebagai konsumen belaka. Sedangkan beban operasional menjadi tanggung jawab pengguna: biaya listrik, biaya ponsel, biaya pulsa internet, dan lain-lain.

Tentu saja, melalui media sosial tetap bisa terjadi aksi komunikasi. Lagi, justru, sering terjadi miskomuniasi; tersebar berita hoax; fitnah; penipuan, dan lain-lain. Padahal, tanpa peran masyarakat, media sosial tidak bernilai apa pun; hanya berupa teknologi belaka. Kita perlu mengembalikan media sosial sebagai aksi komunikasi.

Media sosial adalah relasi antara pejabat dengan rakyat; ruang publik; kebebasan berpendapat dijamin. Dengan demikian, pejabat dan rakyat dapat komunikasi secara lancar. Bila ada program pemerintah yang salah arah, masyarakat dengan cepat memberi umpan balik; pemerintah merespon dengan cepat. Bukankah aksi komunikasi seperti itu sangat indah?

Andai perusahaan yang menjalankan media sosial memperoleh keuntungan finansial yang besar maka bagaimana sharing terbaik? Media sosial, lagi-lagi, bisa menjadi aksi komunikasi untuk membahas skema pembagian profit terbaik. Profit dari media sosial perlu berdampak positif kepada masyarakat dan lingkungan. Bagaimana pun media sosial hanya salah satu media aksi komunikasi; masih tersedia teknologi lain untuk aksi komunikasi.

Kritik berikutnya adalah teknologi menyebabkan hilangnya dialektika karena manusia menjadi seragam; menjadi 1 dimensi; hanya mengejar ekonomi. Seharusnya, teknologi mengantarkan manusia menjadi lebih beragam dalam ekonomi, politik, seni, sains, agama, dan lain-lain. Keragaman ini musnah, cepat atau lambat, berubah menjadi hanya kepentingan ekonomi.

Media sosial, awalnya, beragam. Media sosial untuk ekspresi karya seni, untuk berbagi informasi, untuk hiburan, untuk bisnis, untuk belajar matematika dan lain-lain. Pada tahap akhir, media sosial menjadi seragam: semua mengejar uang melalui media sosial. Meski bentuk mengejar uang itu sendiri bisa beragam misal melalui hiburan, berita, podcast, atau lainnya. Tetap saja mereka seragam: mengejar uang.

Apa resiko dari seragam?

Dialektika kemajuan menjadi hilang; nalar kritis terkikis habis. Manusia menjadi hamba ekonomi melalui teknologi. Manusia hanya kompetisi untuk mengejar ekonomi. Manusia menjadi bebal, hilang peduli, terhadap makna nilai-nilai manusiawi. Penindasan pihak kuat terhadap pihak lemah kerap terjadi.

Andai terjadi dialektika antara ekonomi dan politik maka akan terjadi pertumbuhan manusiawi penuh arti; apa lagi dialektika dengan seni, sains, dan agama. Ketika seseorang menggunakan media sosial, mereka berpikir: Pihak mana saja yang diuntungkan? Pihak mana saja yang dirugikan? Bagaimana pergeseran kekuatan politik? Apakah situasi politik menjadi lebih baik, lebih adil, lebih transparan? Kita perlu menjaga keragaman teknologi untuk menjamin kemajuan dialektika umat manusia.

Kritik terakhir, yang kita bahas di sini, adalah teknologi merusak alam dan budaya. Untuk memahami kritik ini, kita bisa mengajukan pertanyaan, “Siapa atau apa saja korban dari teknologi?”

Siapa atau apa saja korban dari media sosial?

Warga desa adalah korban dari media sosial. Harga nasi pecel 1 porsi di desa Botoran Tulungagung adalah 5 ribu rupiah; harga nasi pecel 1 porsi yang sama di kota Jakarta adalah 20 ribu rupiah. Sebaliknya, harga pulsa di desa Botoran adalah 22 ribu rupiah; harga pulsa yang sama di kota Jakarta adalah 20 ribu rupiah. Orang Jakarta hanya perlu 1 porsi nasi pecel untuk membeli pulsa; sedangkan orang desa perlu 4 porsi atau 5 porsi nasi pecel untuk membeli pulsa yang sama. Dengan kata lain, warga desa menanggung beban pulsa lebih berat 4 kali dari orang kota. Apakah itu adil?

Korban ekonomi dari media sosial bisa lebih sadis lagi. Dulu, warga desa berkreasi dengan menjahit sendiri pakaian mereka; produksi baju-baju sendiri secara mandiri. Setelah media sosial masuk, warga desa banjir dengan baju-baju produk dari kota atau impor. Produk baju dari kota menjadi lebih murah karena gratis ongkos kirim, diskon promosi, dan lain-lain. Industri lokal desa, produsen baju di desa, menjadi mati. Apakah itu adil?

Tentu, orang bisa argumen bahwa media sosial memberi banyak dampak positif bagi warga. Di sisi lain, kita juga bisa menambah daftar lebih banyak lagi korban dari media sosial: hoaks, fitnah, kecanduan, kekerasan, penipuan, dan lain-lain. Poin pentingnya adalah kita perlu berpikir kritis terhadap teknologi. Lalu bertanya, “Apa solusi yang lebih baik?”

7.4.3 Otonomi Sosial

Perkembangan teknologi kontemporer membuka posibilitas otonomi sosial. Anda bisa menjadi pedagang otonom dengan berdagang secara online; Anda bisa menjadi petani otonom dengan memasarkan hasil pertanian melalui media sosial; Anda bisa berkarya secara otonom dengan memanfaatkan media digital. Singkatnya, Anda bisa menjadi wirausaha dan Anda otonom.

Bandingkan dengan teknologi di era industri. Orang-orang harus bekerja di pabrik dari pagi sampai sore; kadang, karyawan justru lembur sampai pagi. Karyawan wajib mematuhi semua aturan pabrik. Karyawan tidak memiliki otonomi. Bila tidak bekerja di pabrik, seseorang sulit untuk mendapatkan uang; menggarap lahan pertanian, makin sulit. Otonomi nyaris lenyap di era industri; di era kini, era informasi, otonomi sosial kembali bersemi.

Apakah benar bahwa teknologi digital mendorong otonomi?

Tidak. Tidak terjadi otonomi; otonomi hanya menjadi posibilitas belaka. Kita perlu memperjuangkan tiga jenis otonomi dalam realitas: [1] imajinasi; [2] ekonomi; [3] politik.

Imajinasi bersifat bebas, freedom, dan tentu otonom. Setiap orang bebas imajinasi apa saja. Ketika Anda membaca buku, atau novel, maka imajinasi Anda bebas terbang tinggi. Hal berbeda terjadi ketika Anda nonton bioskop, atau movie, imajinasi Anda agak-agak dikendalikan oleh multimedia. Umumnya, orang merasa kecewa setelah membaca novel lalu menonton movie adaptasi; kurang seru imajinasinya.

Media sosial, awalnya, membebaskan imajinasi; kemudian, mengendalikan imajinasi dengan bantuan AI. Orang jadi malas imajinasi. Orang-orang pasif saja menerima umpan video otomatis dari media sosial. Imajinasi mereka, pengguna media sosial, sudah berada dalam kendali AI. Mereka tidak otonom lagi; bahkan, tidak otonom sekedar untuk imajinasi. Dulu, orang harus berimajinasi untuk mencari video yang diinginkan; saat ini, video-video sudah dijejalkan oleh AI; durasi singkat kurang dari 1 menit pula.

Secara pribadi dan sosial, kita perlu merebut kembali kendali otonomi imajinasi. Pikirkan, pertimbangkan, dan imajinasikan apa yang Anda lakukan kepada media sosial? Gunakan media sosial hanya sesuai kebutuhan Anda; hanya sesuai imajinasi Anda; hanya sesuai rencana Anda. Tolak umpan video, atau umpan berita, dari media sosial dan AI. Anda perlu merebut kembali otonomi imajinasi.

Kasus kecanduan atau adiksi internet adalah contoh kegagalan otonomi imajinasi; adiksi game; adiksi media sosial; adiksi judi online; adiksi pornografi; adiksi fleksing; adiksi virtual reality dan lain-lain.

Secara sosial, kita perlu edukasi masyarakat dan regulasi terhadap media sosial. Andai berhasil, edukasi adalah jalan terbaik; biarkan regulasi seminim mungkin. Tetapi, pada situasi tertentu, regulasi menjadi perlu; demi otonomi imajinasi.

Kedua, kita perlu memperjuangkan otonomi ekonomi. Gunakan teknologi agar Anda makin otonom secara ekonomi. Misal, gunakan media sosial untuk memasarkan produk-produk Anda; untuk memperoleh bahan-bahan baku dengan harga dan kualitas terbaik; untuk mengembangkan jaringan bisnis dan lain-lain. Hati-hati dengan program “khusus” dari media sosial yang menjadikan Anda tidak otonom; misal karena terlalu bergantung kepada platform tertentu. Anda perlu tetap terbuka dengan alternatif teknologi yang berbeda dengan media sosial; sehingga otonomi Anda tetap terjaga.

Secara personal, kita perlu mengajak lebih banyak orang, yaitu wirausaha, agar sama-sama menjaga otonomi ekonomi. Secara sosial, kita perlu mendorong regulasi yang adil bagi pengusaha besar, pengusaha menengah, pengusahan kecil atau mikro. Lagi, penetapan regulasi perlu seminim mungkin karena tujuannya adalah untuk menjaga otonomi ekonomi semua pihak. Regulasi yang ketat justru beresiko mengganggu otonomi; kita perlu regulasi hanya sekadarnya saja.

Ketiga, kita perlu memperjuangkan otonomi politik melalui teknologi. Barangkali otonomi politik adalah yang paling penting untuk diperjuangkan di era informasi saat ini. Mirip dengan otonomi imajinasi dan ekonomi, kita perlu berjuang secara personal mau pun sosial. Tetap sadar sepenuhnya bahwa diri kita selalu memiliki kebebasan politik sepenuhnya: bebas untuk terjun ke dunia politik praktis; atau terjun ke dunia politik bukan-praktis. Sementara, regulasi teknologi yang berhubungan dengan politik, barangkali, harus paling dinamis. Perlu diingat bahwa politik praktis lebih dari sekedar memenangkan kompetisi pemilihan umum; tetapi meliputi penerapan sumber daya politik untuk kebaikan seluruh warga dan alam semesta.

Freedom atau otonomi hanya bisa terjadi ketika seseorang dipaksa oleh ilham pembebasan. Anda menjadi manusia bebas ketika terpilih oleh cita futuristik. Anda hanya bisa menemukan solusi ketika peduli; yaitu peduli ada masalah pada setiap situasi. Anda menjadi bebas ketika Tuhan memastikan Anda sebagai manusia bebas. Teknologi adalah gerak pembebasan bagi kita semua. Teknologi akan selalu gerak dinamis; demikian juga kita sebagai manusia.

AI, artificial intelligence, memunculkan problem singularitas, yaitu, teknologi melampaui kemampuan manusia; sehingga, teknologi menguasai manusia; ada resiko bahwa manusia akan musnah akibat singularitas. Pertumbuhan kecerdasan AI yang eksponensial mendorong terjadinya singularitas. Benarkah singularitas akan terjadi?

Dari sisi perkembangan AI selama ini, singularitas sulit untuk terjadi. Tetapi, AI bisa berkembang melalui bioteknologi yang melibatkan rekayasa DNA dan rekayasa biologi. Kecemasan akan singularitas cukup beralasan dalam situasi seperti ini.

Bagaimana pun, andai singularitas memang terjadi, adalah tanggung jawab umat manusia untuk menghadapinya. Ancaman akan kiamat, kehancuran alam, pemusnahan umat manusia, kematian, penindasan dan lain-lain adalah ancaman yang kerap dihadapi oleh manusia. Jadi, kita perlu merespon dengan bijak resiko dari singularitas.

8. Ringkasan

Sistem ontologi cahaya yang kompleks menjadi sebab bagi alam raya bergerak terus-menerus: maga. Gerak alam raya adalah melingkar. Tetapi, karena ada kompleksitas maka tidak mulus dalam jalur lingkaran. Sementara, waktu, sebagai ukuran gerak, juga berupa maga: gerak terus-menerus tanpa henti baik ke masa depan atau pun ke masa lalu. Dinamika cahaya adalah dinamika semesta.

(1) Cahaya Maha Cahaya memancarkan cahaya menghasilkan Cahaya Terdekat adalah aktivitas dinamis cahaya sejati yang bersifat azali, abadi, dan terbebas dari ruang-waktu.

(2) Setiap cahaya sejati memiliki karakter dominating-light yang memancarkan cahaya terus-menerus dan managing-light yang mengatur terus-menerus. Dua karakter ini memastikan sistem ontologi cahaya selalu dinamis.

(3) Gerak semesta, yang terus-menerus, meniti jalur sirkular sehingga tidak perlu ada henti.

(4) Gerak waktu, yang terus-menerus, adalah membentang dari masa depan, masa lalu dan masa kini. Selalu ada hari esok setelah hari esok. Dan, selalu ada hari kemarin sebelum kemarin.

(5) Proses emanasi, pancaran, cahaya melibatkan pemberi cahaya menyinarkan cahaya dan penerima cahaya memiliki kapasitas menerima cahaya. Proses emanasi, dan gerak semesta, selalu terjadi karena semua pihak merasa bahagia dalam penyinaran.

Wacana 2.3 Dinamika Cahaya ini berhasil menunjukkan bahwa alam semesta selalu dinamis kapan saja dan di mana saja. Kita berharap sains akan mampu mengungkap hukum-hukum alam semesta yang konsisten bergerak melingkar. Tetapi, harapan kepada sains seperti itu sulit dicapai karena (1) sistem ontologi cahaya sangat kompleks. Sehingga, sains paling banter berhasil mengungkap hukum alam secara kontingen atau probabilistik.

Kesulitan ke (2) sistem ontologi cahaya adalah abadi di luar ruang-waktu. Akibatnya, cahaya sejati bebas dari ikatan hukum ruang-waktu. Sementara, hukum sains justru mempertimbangkan batasan ruang-waktu.

Kesulitan ke (3) gerak alam semesta dipengaruhi oleh kapasitas alam semesta itu sendiri. Perubahan kapasitas alam semesta, untuk menerima sinaran cahaya sejati, berpotensi mengubah hukum sains.

Di bagian akhir, kita membahas tema teknologi. Kita hidup di era teknologi digital yang gerak serba cepat. Sehingga, kita perlu memahami teknologi dengan baik. Teknologi, dan sains, menjadi tema pembahasan yang tidak pernah berhenti.

Wacana 2.4: Realisasi Cahaya akan membahas tema-tema ini lebih detil.

Lanjut ke: Wacana 2.4: Realisasi Cahaya
Kembali ke: Filosofi Visi

Lampiran

Diterbitkan oleh Paman APiQ

Lahir di Tulungagung. Hobi: baca filsafat, berlatih silat, nonton srimulat. Karena Srimulat jarang pentas, diganti dengan baca. Karena berlatih silat berbahaya, diganti badminton. Karena baca filsafat tidak ada masalah, ya lanjut saja. Menyelesaikan pendidikan tinggi di ITB (Institut Teknologi Bandung). Kini bersama keluarga tinggal di Bandung.

Join the Conversation

  1. avatar Tidak diketahui

2 Comments

Tinggalkan komentar