Demokrasi Indonesia 2025: Kopanarko

Apa kabar Indonesia 2025? Apa kabar Indonesia Emas 2045? Apa kabar Anda seorang warga Indonesia?

Indonesia 2025 menyaksikan, diiringi linangan air mata dan hati berkeping-keping, gugurnya seorang pahlawan demokrasi: Affan Kurniawan, driver ojek online, yang dilindas kendaaraan taktis milik aparat kepolisian. Semoga Affan damai di sisi Yang Maha Pengasih.

Pahlawan demokrasi memantik kita untuk berpikir reflektif: apa makna demokrasi; bagaimana mewujudkan adil makmur mulai dari lapisan akar rumput wong cilik; bagaimana meniti jalan Indonesia Emas 2045? Jawaban singkat dari seluruh pertanyaan ini adalah: kopanarko. Apa itu kopanarko?

1. Demokrasi Gagal
2. Asas Demokrasi
3. Kopanarko
4. Diskusi

Demokrasi menyebar hampir ke seluruh dunia; lebih dari setengah belahan dunia klaim bahwa mereka adalah demokrasi. Tetapi demokrasi mereka adalah cacat; termasuk demokrasi di Indonesia adalah cacat. EIU mengawali laporan demokrasi 2025, “Demokrasi sedang menghadapi tekanan. Saat pemerintahan otoriter semakin kuat, negara-negara demokrasi kesulitan menjaga kepercayaan rakyat, sehingga masa depan mereka jadi terancam.” Bagaimana dengan demokrasi Indonesia?

1. Demokrasi Gagal

Indonesia masuk sebagai demokrasi cacat dengan skor 6,44 pada 2025 ini (dari maksimal 10,00).

“Demokrasi yang cacat adalah negara-negara di mana pemilu berlangsung secara adil dan bebas, serta kebebasan sipil dasar tetap dihormati. Namun, negara-negara ini masih memiliki sejumlah masalah, seperti keterbatasan kebebasan media dan sedikit tekanan terhadap oposisi politik atau para pengkritik pemerintah.

Selain itu, negara-negara ini juga bisa memiliki kelemahan serius dalam aspek demokrasi lainnya, seperti budaya politik yang belum berkembang, partisipasi masyarakat dalam politik yang masih rendah, serta masalah dalam pelaksanaan pemerintahan.” (Wikipedia).

Beberapa negara maju di Eropa dan Amerika berhasil mencapai status demokrasi penuh tetapi masih saja demokrasi mereka gagal.

“Demokrasi penuh adalah negara-negara di mana kebebasan sipil dan hak-hak politik dasar tidak hanya dihormati, tetapi juga diperkuat oleh budaya politik yang mendukung berkembangnya prinsip-prinsip demokrasi.

Negara-negara ini memiliki sistem pemerintahan yang sah dan seimbang, lembaga peradilan yang independen dan keputusannya dijalankan, pemerintahan yang berfungsi dengan baik, serta media yang beragam dan bebas.

Negara-negara ini hanya memiliki sedikit masalah dalam menjalankan prinsip-prinsip demokrasi.” (Wikipedia).

Demokrasi penuh mendorong media yang bebas dan beragam. Apa yang diungkap oleh media ini? Media mengungkap kegagalan demokrasi di negara-negara maju itu sendiri. Kegagalan demokrasi bukan sekedar aib tetapi petunjuk untuk memperbaiki kehidupan yang adil makmur.

Berbeda halnya dengan demokrasi cacat misal Indonesia. Media mengalami pembungkaman sehingga media memberitakan Indonesia tampak baik-baik saja; sedang dalam kondisi Indonesia bangkit menuju Indonesia Emas 2045. Andai media di Indonesia adalah bebas maka apakah seperti itu?

2. Asas Demokrasi

Demokrasi menjadi penting karena asas atau prinsipnya bukan karena hasilnya.

Negara yang tidak demokratis bisa saja lebih makmur dari negara demokrasi. Singapura lebih cacat dari Indonesia demokrasinya tetapi Singapura lebih makmur dan lebih maju. Demokrasi lebih bernilai karena asasnya: bebas, setara, persaudaraan, dan lain-lain. Jadi, Indonesia lebih bebas dari Singapura? Benar. Itu salah satu kabar baik.

3. Kopanarko

Kita butuh negara yang demokrasi dan, hasilnya, adalah negara adil makmur. Kopanarko adalah solusinya.

Kopanarko membutuhkan proses panjang: (a) kacau; (b) arko; (c) anarko; (d) panarko; (e) kopanarko.

Awalnya (a) kacau. Negara tidak memiliki seorang pemimpin yang disepakati. Pertikaian sering terjadi antara satu daerah dengan tetangganya. Barangkali Irak dan Afganistan mengalami situasi kacau ini beberapa waktu yang lalu.

Kemudian muncul (b) arko yaitu seorang pemimpin, misal Trump. Kekacauan Amerika ditangani oleh kekuatan Trump. Sukarela atau terpaksa warga Amerika mematuhi arko yaitu Trump. Demikian juga di Rusia oleh Putin, China oleh Xi Jinping, Indonesia oleh Prabowo.

Risiko dari seorang arko adalah menjadi otoriter misal Putin sehingga demokrasi menjadi runtuh. Trump juga otoriter tetapi masih kamuflase dengan mengenakan jubah demokrasi.

Pemimpin otoriter mendorong perlawawan (c) anarko. Kekuatan Trump dilawan oleh anarko yang bebas. Universitas Harvard melawan perintah Trump. Di kampus Harvard, tumbuh mekar kebebasan para anarko. Terjadi penembakan gas air mata di kampus Unisba pada 1-2 September 2025. Penembakan itu adalah sebentuk serangan oleh arko kepada wilayah anarko. Untung saja, menristek-dikti Brian menyatakan bahwa kampus Unisba adalah ruang bebas untuk ekspresi; kampus adalah wilayah anarko. Pak Menteri akan komunikasi dan menyampaikan keberatan kepada polisi. (Unisba: Universitas Islam Bandung).

Wilayah kebebasan anarko perlu diperluas sampai luar kampus. Tetapi perluasan anarko memunculkan risiko situasi (a) kacau. Untuk itu, perluasan kebebasan anarko perlu mengarah kepada (d) panarko: bebas penuh tanggung jawab dan rasa hormat.

Situasi (d) panarko adalah situasi di mana setiap orang adalah arko; setiap orang adalah pemimpin yang bertanggung jawab.

Bagaimana agar panarko: setiap orang menjadi pemimpin bertanggung jawab? Jawaban mudah adalah melalui pendidikan berkualitas merata ke seluruh warga. Kita hanya menggeser masalah besar di sini: masalah demokrasi menjadi masalah edukasi; dengan kata lain, mewujudkan pendidikan berkualitas yang merata adalah sama sulitnya dengan menegakkan demokrasi yang adil makmur. Solusi atas lingkaran edukasi dan demokrasi akan kita bahas di bawah.

Perkembangan wajar dari panarko adalah menjadi (e) ko-panarko: bersama-sama menjadi serba-pemimpin. Situasi ko-panarko adalah situasi konkret yang menjadi idaman bersama; menjadi cita-cita ideal setiap warga.

4. Diskusi

Bagaimana menurut Anda?

Tugas besar adalah: bagaimana kita mewujudkan panarko, serba-pemimpin, melalui edukasi? Karena jalan demokrasi sudah terbukti gagal; jalan ekonomi politik juga sama gagal. Jalan yang tersedia adalah terjal, gelap, dan berliku yaitu pendidikan atau edukasi.

Jalan edukasi ini makin sulit lantaran edukasi sudah berada dalam penjara kepentingan politik tertentu; lebih ngeri lagi, jalur edukasi sudah berada dalam penjara ekonomi masing-masing individu. Setiap sekolah atau universitas, atau bahkan pendidikan agama, “terpenjara” untuk mengumpulkan dana. Mereka tidak murni edukasi sebagai utama. Tetapi, yang lebih parah, adalah setiap siswa yang menempuh pendidikan adalah demi cita-cita ekonomi. Mereka sekolah agar kelak enak kerja untuk kemudahan menikmati keuntungan ekonomi.

Apa yang salah dengan mengutamakan kepentingan ekonomi?

Salah besar. Tujuan pendidikan bukan untuk kepentingan ekonomi. Tujuan edukasi adalah untuk panarko: mengantarkan setiap anak menjadi pemimpin. Setelah setiap anak menjadi panarko maka mereka akan menempatkan kepentingan ekonomi pada tempat yang tepat. Barangkali, kepentingan ekonomi berada pada urutan bawah setelah: membela rakyat kecil; mendukung adil makmur; mengembangkan budaya ilmu; menumbuhkan nilai-nilai ruhani; dan lain-lain.

(a) Panarko = Parresia

(b) Lebih dari Lembaga Politik

(c) Bildung bukan Building

Diterbitkan oleh Paman APiQ

Lahir di Tulungagung. Hobi: baca filsafat, berlatih silat, nonton srimulat. Karena Srimulat jarang pentas, diganti dengan baca. Karena berlatih silat berbahaya, diganti badminton. Karena baca filsafat tidak ada masalah, ya lanjut saja. Menyelesaikan pendidikan tinggi di ITB (Institut Teknologi Bandung). Kini bersama keluarga tinggal di Bandung.

Join the Conversation

  1. avatar Tidak diketahui

1 Comment

Tinggalkan komentar