Pengantar Penulis: Cita-Cita

Sejak muda, saya bercita-cita untuk menulis buku tentang logika. Megapa? Karena logika adalah ilmu berpikir benar. Saya berharap, ketika orang-orang berpikir dengan benar, maka, akan berdampak bisa menjalani hidup dengan benar juga. Secara keseluruhan, hasilnya, masyarakat lebih berkembang menjadi masyarakat adil makmur. Secara personal, masing-masing orang berhasil meraih cita-cita dan hidup bahagia.

Tetapi, hampir 30 tahun waktu berlalu, saya tidak berhasil menulis buku tentang logika. Akibatnya, masyarakat menjadi tidak adil makmur? Benarkah begitu?

Syukurlah, pada tahun 2023 ini, saya berhasil menulis buku logika, yaitu, logika-futuristik. Saya berharap, buku logika ini, memberi kontribusi kepada masyarakat untuk mencapai adil makmur. Secara pribadi, bagi Anda dan bagi saya, buku logika-futuristik membantu setiap orang untuk meraih cita-cita dan hidup bermakna. Selamat membaca!

Saya menjual Buku Logika Futuristik seharga Rp90.000. Ayo beli di Shopee! https://shp.ee/9h7r5ez

Orisinalitas

Saya menghadapi beragam rintangan selama 30 tahun. Yang paling besar adalah rintangan orisinalitas, keaslian. Saya hanya bisa menulis sebuah buku, jika, buku tersebut asli dengan orisinalitas yang tinggi. Sementara, tema logika sudah dibahas luas sepanjang sejarah. Saya tidak menemukan sisi orisinalitas dari sebuah buku untuk dituliskan lagi.

Aristoteles menulis buku logika dengan lengkap lebih dari 2000 tahun yang lalu. Kemudian, logika makin sempurna dengan pengembangan-pengembangan oleh Stoic, Ibnu Sina, Leibniz, Boole, Frege, Russell, sampai Lane. Dari sisi fundamental, logika berkembang melalui kajian tokoh-tokoh Suhrawardi, Hegel, dan Heidegger.

Suhrawardi mengawali kritik logika Aristoteles paling canggih dalam sejarah sekitar 1000 tahun yang lalu. Suhrawardi mengkritik bahwa logika yang ada tidak akan mampu menghasilkan pengetahuan dengan metode definisi esensial berupa genus dan diferensia. Bagi mereka yang sudah memahami genus dan diferensia, mereka tidak perlu logika karena sudah paham. Sementara, bagi mereka yang tidak paham genus dan diferensia, maka, mereka tetap saja tidak paham. Jadi, logika gagal memenuhi tugasnya.

Suhrawardi mengusulkan solusi berupa logika visi-iluminasi, yang, saya bahas dalam buku logika futuristik ini. Sebelum memberi solusi, dengan cerdik, Suhrawardi berhasil mereduksi beragam bentuk silogisme mejandi hanya satu bentuk silogisme valid. Ini adalah prestasi seorang ahli logika yang luas biasa.

Hegel melakukan kritik logika secara frontal sekitar 200 tahun yang lalu. Logika bukan bagian dari filsafat, bukan pula alat berpikir bagi filsafat. Logika adalah filsafat itu sendiri. Logika adalah sistem metafisika yang lengkap. Tetapi, Hegel membalik beragam prinsip logika, sehingga, orang awam sulit sekali memahami logika Hegel.

Pertama, Hegel menjunjung tinggi prinsip kontradiksi. Sementara, logika klasik menolak kontradiksi. Logika klasik justru menjunjung prinsip non-kontradiksi. Saya mengamati ada perpedaan perspektif di sini. Hegel memastikan bahwa setiap esensi akan berkontradiksi dengan eksistensi sehingga terbentuk becoming. Sedangkan, logika klasik memandang esensi tidak mungkin berkontradiksi dengan esensi dirinya.

Kedua, Hegel memandang logika bersifat dinamis mengikuti dinamika realitas. Sementara, logika klasik sudah dipastikan benar secara apriori. Sehingga, realitas yang harus mengikuti kaidah logika klasik secara apriori agar bernilai benar. Saran Hegel, amati realitas dengan cermat, kemudian, susun logika dengan baik.

Boole, hampir bersamaan dengan masa Hegel, mengkritik logika karena setiap proposisi mengandung makna ganda yang ambigu. Boole menyusun logika simbolik yang hanya menggunakan simbol 0 dan 1, maka, terciptalah logika digital biner atau logika Boolean. Logika Boolean berhasil menghilangkan makna ganda sehingga logika bersifat eksak, pasti. Lebih dari itu, logika Boolean juga menyediakan prosedur untuk menciptakan proposisi logika paling efisien, misal, dengan Karnaugh Map.

Kritik terbesar terhadap logika terjadi sekitar 100 tahun yang lalu. Pertama, kritik fundamental logika dari Heidegger. Logika mengklaim sebagai ilmu berpikir benar. Atau, logika mengklaim bahwa logika adalah benar. Atas dasar apa logika menjadi benar? Logika menjadi benar berdasar logika? Bukankah itu sombong? Mengklaim kebenaran diri atas dasar diri sendiri? Heidegger mengusulkan fondasi logika adalah metafisika. Tetapi, apa fondasi dari metafisika? Fondasi metafisika adalah ontologi (fundamental). Apa fondasi dari ontologi? Pertanyaan bisa berlanjut tanpa henti. Heidegger berhasil menjawab pertanyaan ini dengan baik. Hanya saja, jawaban Heidegger memang lebih dekat ke kajian ontologi ketimbang kajian logika.

Kedua, kritik Godel yang berpuncak pada paradoks Godel. Setiap sistem logika, sistem formal, pasti antara tidak konsisten atau tidak lengkap. Karakter tidak konsisten ini inheren, bawaan asli, dari setiap sistem logika. Godel membuktikan paradoks ini tanpa interpretasi bahasa sama sekali. Godel hanya menggunakan “angka-angka” saja. Paradoks Godel terbukti valid, hampir 100 tahun sampai sekarang. Memang karakter tidak konsisten bisa diselesaikan dengan menambahkan teorema, tetapi, akan menghasilkan paradoks baru yang berbeda.

Dengan beragam perkembangan logika seperti di atas, mendorong saya untuk menemukan solusi yang orisinal. Sebuah solusi yang tidak mudah. Alhamdulilah. Logika-futuristik adalah solusi yang kita butuhkan.

Implikasi

Saya kira strategi Suhrawardi dengan menyederhanakan silogisme menjadi hanya satu bentuk adalah sangat bagus. Kemudian, melakukan kritik dan rekomendasi solusi.

Dengan strategi yang sama, saya mengusulkan setiap proposisi logika bisa diubah ke bentuk implikasi. Sehingga, kita mudah menguji kebenaran, validitas, setiap proposisi implikasi tersebut. Secara intuitif, kita bisa melakukan transformasi setiap proposisi menjadi implikasi. Secara formal, kita bisa melakukan dengan bantuan logika Boolean yang dikembangkan, misal, sistem digital.

Selanjutnya, kontribusi utama dari logika-futuristik adalah menempatkan aspek future menjadi paling utama. Tentu saja, dengan tetap mempertimbangkan aspek present dan past.

Karena aspek masa depan, future, begitu dominan maka logika-futuristik dapat diterapkan secara luas. Logika-futuristik bisa untuk menyelesaikan problem matematika, sains, dan sampai problem sosial demokrasi. Logika-futuristik memberi solusi dengan tuntas, sekaligus, berupa solusi dinamis. Kita tentu akan mencapai solusi masa depan, solusi future. Ketika, kita sampai ke masa depan, saat itu juga, masa depan sudah bergerak ke lebih depan lagi. Jadi, kita harus ikut bergerak ke depan lagi secara dinamis tanpa henti. Solusi dinamis ini, kita kaji lebih dalam di buku logika-futuristik yang ada di hadapan Anda.

Saya berterima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu terbitnya buku logika-futuristik. Puji syukur ke hadirat Allah, kami panjatkan atas seluruh anugerah berlimpah sehingga terbit buku logika-futuristik. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita Kanjeng Nabi Muhammad berserta keluarga dan seluruh sahabat pilihan.

Terima kasih kepada seluruh tim penerbit Nuansa yang dengan semangat dan teliti editing sampai penerbitan. Kepada Pak Nurul, terima kasih yang terus memberi arahan ke detil-detil buku logika-futuristik. Kepada Pak Hasyim, terima kasih atas support dan kepercayaan, serta respon yang cepat.

Terima kasih kepada seluruh keluarga besar APIQ yang mendorong dinamika secara online dan offline. Diskusi di kelas kecil APIQ mau pun seminar-seminar APIQ memperkaya wawasan. Diskusi online melalui yotube paman APIQ memunculkan banyak inspirasi baru. Sementara web pamanAPIQ.com menjadi rangkuman beragam diskusi. Dan, diskusi di grup-grup media digital menghangatkan setiap perdebatan.

Terima kasih spesial kepada Pak Dimitri yang memberi banyak pencerahan filosofis (Timur dan Barat). Pak Dimitri meluaskan dan memperdalam wawasan saya dengan mengirimkan puluhan, bahkan ratusan, buku-buku berkualitas tanpa batas. Diskusi di kuliah filsafat sains STEI ITB menjadi puncak diskusi dari beragam perspektif yang saling melengkapi.

Terima kasih istimewa kepada Mas Budi Sulistyo yang membangkitkan kembali, jauh lebih tinggi, tema Quantum Quotient (buku best seller pertama saya dari penerbit Nuansa). Mas Budi memberi update terbaru tema quantum mechanic secara sains dan filosofis. Paradoks-paradoks quantum menjadi pembahasan yang sangat asyik.

Sekali lagi, terima kasih kepada semua pihak yang banyak membantu terbitnya buku logika-futuristik, yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu. Semoga buku ini memberi manfaat yang besar bagi kita semua dan generasi masa depan.

Bandung, Januari 2023

Agus Nggermanto (Paman APIQ)

Diterbitkan oleh Paman APiQ

Lahir di Tulungagung. Hobi: baca filsafat, berlatih silat, nonton srimulat. Karena Srimulat jarang pentas, diganti dengan baca. Karena berlatih silat berbahaya, diganti badminton. Karena baca filsafat tidak ada masalah, ya lanjut saja. Menyelesaikan pendidikan tinggi di ITB (Institut Teknologi Bandung). Kini bersama keluarga tinggal di Bandung.

Ikuti Percakapan

1 Komentar

Tinggalkan komentar