Siapa yang mau jadi kelinci percobaan?
Tidak mau. Tentu saja tidak ada siswa yang mau jadi kelinci percobaan. Saya berpikir tidak akan ada siswa yang akan jadi kelinci percobaan. Tapi saya terhenyak dengar cerita seorang siswa yang mengalaminya.
Tahun tahun 2007 saya masuk SD saat itu baru diberlakukan kurikulum 2006. Guru hiruk pikuk dengan kurikulum baru. Tahun 2013 saya masuk SMP dan ramai lagi kurikulum baru 2013. Pada tahun 2019 saya lulus SMA dan mau masuk universitas bertepatan saat itu baru petama kali perubahan dari SBMPTN menjadi UTBK dengan nilai UTBK diumumkan sebelum SBMPTN.
“Seluruh tingkat sekolah aku jadi kelinci percobaan”.
“Itu bukan kelinci percobaan. Semua perubahan adalah untuk kebaikan,” saya menghibur.
“Tapi mengapa di semua tingkat sekolahku? Dan aku tidak bisa memutar waktu kembali.”

Bagaimana pun presiden Jokowi telah memerintahkan ke mendikbud untuk merombak kurikulum besar-besaran. Merombak kurikulum saja dampaknya pasti sudah besar. Apalagi kali ini merombak besar-besaran!
Saya mengusulkan beberapa ide agar perombakan kurikulum ini menjadi lebih baik.
1) Utamakan siswa. Subyek pendidikan adalah siswa. Pendidikan ingin mencetak siswa yang ideal: berilmu, takwa, dan patriotis. Maka jangan jadikan siswa sebagai kelinci percobaan. Mendikbud (dan presiden) perlu mendalami dengan sedalam-dalamnya tentang siswa: bagaimana siswa milenial, apa yang siswa pedulikan, apa yang siswa butuhkan, dan lain-lain.
2) Pengaman siswa. Ketika kurikulum berubah maka perubahan ini bisa membawa kebaikan tapi bisa juga berdampak buruk – meski tidak diinginkan buruk. Maka perlu program pengaman bagi siswa jika terjadi keburukan dari perubahan ini misal: program penyelamat berupa program khusus atau kembali ke kurikulum sebelumnya. Saya pikir kita paham bahwa asuransi diperlukan untuk beberapa hal penting – demikian juga siswa adalah paling penting untuk masa depan bangsa.
3) Guru adalah kurikulum. Apa pun bentuk kurikulumnya maka guru adalah yang lansung bersentuhan kepada siswa untuk menjalankan kurikulum. Maka tidak berlebihan bila Profesor saya menyatakan,” Guru adalah kurikulum”. Bila pemerintah menetapkan kurikulum A sedangkan guru punya kurikulum B maka siswa akan menerima kurikulum B. Perlu perhatian khusus kepada seluruh guru yang memang pahlawan tanpa tanda jasa.
Apa yang saya sampaikan di atas adalah hal-hal yang telah biasa dilakukan oleh presiden di peride I dan oleh mendikbud ketika membangun gojek. Jadi besar harapan saya Indonesia makin maju. Ide-ide lanjutan akan saya tuliskan di kesempatan berikutnya.
Bagaimana menurut Anda?