Saya beberapa kali menganalisis perkembangan kasus covid corona di Jogjakarta. Kota Yogya yang unik menjadi penting sebagai miniatur Indonesia.
Tetapi semua analisis covid tak lagi berguna. Bukan hanya di Jogja. Di semua tempat kehilangan makna. Karena semua bergeser ke vaksin. Asumsinya: tunggu vaksin maka semua akan selesai sendiri.
Gitu aja kok repot!?
Kurva Perjalanan Pandemi
Jogja masih bergerak menjauh dari kata selesai. Jauh dari mereda. Seharusnya kurva bergerak kembali ke titik O di kiri bawah.

Jogja masih terus cenderung bergerak ke atas dan ke kanan menunjukkan wabah pandemi masih terus terjadi.
Berada pada jarak 336 orang harus ditangani. Dengan kecepatan positif 0,7 orang per hari yang berarti masih terus bertambah. Seandainya berhasil melandai maka masih perlu waktu 130 hari untuk benar-benar selesai.
Kita lihat dari nilai Reproduksi R dalam sebulan terakhir nyaris di atas 1. Kalaupun berhasil di bawah 1 hanya bertahan sebentar saja. Jadi kondisi Jogja memang masih membara.

Mencegah Resesi
Tugas berat bagi Indonesia untuk mencegah resesi. Barangkali Jogja harus ikut menyumpang kenaikan ekonomi. Maka berbagai kegiatan ekonomi termasuk wisata harus digencarkan lagi.
Vaksin harusnya jadi andalan menahan resesi. Tapi vaksin baru tersedia Januari 2021. Dipercepat, jika bisa, Oktober 2020. Sementara jika sampai September 2020 ekonomi Indonesia masih minus maka secara resmi Indonesia masuk resesi.
Hanya tersisa satu bulan September ini untuk mencegah resesi. Apa bisa?
Tampaknya terlalu mahal bila harus mengorbankan kesehatan masyarakat luas demi menjaga citra tidak resesi.
Sekali lagi, vaksin menjadi harapan. Bisakah itu bukan harapan palsu?