Masalah terbesar di Indonesia adalah tidak ada masalah. Semua baik-baik saja. Bahkan Indonesia lebih baik dari negara lain dalam banyak aspek.
Meski pun pandemi covid memorak-porandakan Indonesia tetapi kondisi pandemi di Indonesia lebih baik dari negara lain. Tidak ada masalah. Meski pertumbuhan ekonomi Indonesia negatif di tahun 2020 ini tetapi Indonesia lebih baik dari negara lain. Tidak ada masalah. Meskipun kasus baru infeksi covid harian sekitar 5 ribuan tetapi Indonesia lebih baik dari negara lain. Tidak ada masalah.

Masalah Ekonomi
Sekitar 5 hari yang lalu, BI menyatakan bahwa Indonesia berada dalam lingkaran setan ekonomi. Dan sulit keluar dari jeratan lingkaran setan itu. Tingkat permintaan rendah maka investor tidak berani investasi. Karena investasi rendah maka serapan tenaga kerja rendah. Akibat dari serapan tenaga kerja rendah maka permintaan dan konsumsi jadi rendah. Begitu seterusnya membentuk lingkaran setan.
BI sendiri telah melakukan berbagai macam kebijakan moneter untuk memperbaiki situasi. Tetapi lingkaran setan begitu kuatnya. Saya kira, BI sudah benar dengan meluncurkan beragam kebijakan moneter yang tepat.
Menyusul BI, 3 hari lalu, Bu Menteri Sri Mulyani juga menyatakan bahwa Indonesia sulit lepas dari jebakan pendapatan menengah. Indonesia sulit menjadi negara maju. Terjebak dengan pendapatan menengah ke bawah. Bu Menkeu, tampak, sudah meluncurkan beragam kebijakan fiskal yang tepat sasaran untuk mengatasi jebakan tersebut.
Kita bisa membayangkan betapa rumitnya menghadapi kombinasi problem: lingkaran setan dan jebakan menengah. Pun yang menyatakan itu adalah pihak-pihak yang paling kompeten. BI adalah paling berhak menentukan kebijakan moneter sedangkan menkeu (dan presiden) adalah yang paling berhak menentukan kebijakan fiskal.
Lalu, apa yang bisa kita perbaiki?
Menemukan Masalah
Apakah kita benar-benar sudah menemukan masalah yang tepat? Untuk kemudian kita susun solusi untuk menyelesaikannya? Berapa waktu dan energi yang dibutuhkannya?
Lingkaran setan dan jebakan pendapatan adalah dua masalah yang sudah terungkap. Saya sendiri melihat ada beberapa prospek masalah dan solusi: politik, pendidikan, dan agama. Meski terjadi beberapa kasus korupsi di ranah politik, Indonesia termasuk negara yang demokratis. Kualitas pendidikan Indonesia tidak bagus dalam survey PISA dan TIMSS tetapi siswa Indonesia sering juara di kancah internasional. Akhir-akhir ini kita dihebohkan dengan teror ekstremis tetapi di Indonesia berkembang hidup keberagamaan yang toleran.
Dari semua masalah rumit itu, lingkaran setan dan jebakan, saya menduga masalah utamanya ada di kesenjangan ekonomi. Ukuran kesenjangan ekonomi kita makin memburuk, makin timpang. Di mana tahun 2021, indeks Gini melonjak timpang dari 0,381 menjadi 0,385. Saya sendiri mengembangkan ukuran nilai ketimpangan, nilai kesenjangan, yang juga makin timpang dari 2,22 melonjak ke 2,25. Angka 2,25 ini menunjukkan bahwa ketimpangan pendapatan rakyat Indonesia mengikuti kurva Lorentz berpangkat 2,25 – lebih parah dari timpang kuadrat.
Solusi Fokus
Beragam solusi perlu terus dikembangkan untuk memberikan hasil yang terbaik bagi Indonesia dan dunia. BI memberikan kebijakan moneter yang terbaik. Menkeu (dan presiden) memberikan kebijakan fiskal yang terbaik. Karena BI dan menteri adalah pihak-pihak yang penting bagi negara maka BI dan menteri perlu memastikan bahwa semua kebijakan memberikan hasil sesuai target. Sementara rakyat, kompak bersatu untuk mendukung program memajukan negeri ini.
Di antara banyak solusi itu, saya kira kita perlu fokus kepada salah satu solusi yang prospek: peningkatan kualitas pendidikan bagi seluruh rakyat Indonesia. Di sini peran mendikbud (dan presiden) menjadi penting. Mendikbud bisa menyusun program pendidikan beasiswa penuh dari tingkat SD, SMP, SMA, dan sarjana – negeri atau swasta. Apa yang bisa dibayangkan bila semua generasi muda Indonesia adalah sarjana?
Tentu saja, di saat yang sama, kualitas pendidikan terus kita tingkatkan. Saya sudah menuliskan beragam ide untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional – dengan anggaran murah. Semua generasi muda Indonesia, pada saatnya. berhasil jadi sarjana yang berkualitas. Luar biasa. Hanya membayangkan saja, saya sudah terimbas rasa bahagia.
Lingkaran setan dan jebakan pendapatan dapat diselesaikan dengan kondisi ini.
Generasi muda yang sarjana berhasil meningkatkan pendapatan, relatif terhadap orang tuanya yang tidak sekolah. Pendapatan yang naik mendorong permintaan naik, mendorong investasi naik, mendorong serapan tenaga kerja naik, mendorong pendapat naik. Lingkaran setan terputus. Bahkan berubah menjadi lingkaran malaikat.
Jebakan pendapatan menengah harus lebih hati-hati. Produk dan jasa yang dihasilkan oleh masyarakat perlu diarahkan kepada produk dan jasa yang positif. Para ahli ekonomi masa kini tampaknya lebih fokus kepada pertumbuhan ekonomi. Tanpa terlalu dalam mengkaji dalam bidang apa ekonomi itu tumbuh. Maka, kita perlu hati-hati, ada jebakan pertumbuhan yang berbahaya. Misalnya pertumbuhan di bidang judi, korupsi, minuman keras, obat terlarang, kecanduan digital, dan lain-lain.
Kita perlu mendorong kelas menengah untuk menyadari tanggung jawab internal dan eksternal. Tanggung jawab internal berupa memberikan kinerja terbaik sesuai tanggung jawabnya dan pekerjaan di kantor atau institusi. Menjamin industrinya tumbuh dan meraih profit.
Sedangkan tanggung jawab eksternal adalah setiap orang harus bertanggung jawab terhadap dampak pekerjaan atau lembaganya. Seseorang tidak hanya bertanggung jawab atas gaji, pendapatan, yang ia terima. Dia harus tanggung jawab terhadap dampak umum dari pekerjaannya. Bisnis judi, misalnya, barangkali memberi profit yang besar bagi karyawan dan industrinya. Tetapi merugikan masyarakat luas dalam jangka panjang. Sehingga bisnis judi perlu dihindari atau dibatasi dengan ketat.
Ringkasan Solusi
Mari kita ringkas solusi yang kita usulkan.
1. Mendikbud menjalankan program wajib belajar sampai sarjana dan menjamin program beasiswa, tidak ada pungutan sama sekali dari sekolah atau universitas, negeri atau swasta.
2. Semua, atau sebagian besar, generasi muda adalah sarjana. Mereka bekerja atau berwirausaha yang lebih baik dari generasi sebelumnya.
3. Kinerja generasi muda, yang berpendidikan ini, mendorong pertumbuhan ekonomi: permintaan naik, investasi naik, lapangan kerja naik, permintaan naik, dan seterusnya. Berhasil memotong lingkaran setan.
4. Tanggung jawab internal dan eksternal dari generasi muda terus berkembang. Mereka menjadi lebih sejahtera di saat yang sama menjaga kebaikan seluruh alam semesta. Jebakan pendapatan menengah teratasi dengan cara ini.
5. Generasi muda yang berkembang berasal dari semua kelas, baik kelas kaya mau pun kelas miskin. Perkembangan ini, sudah saya hitung, menurunkan angka ketimpangan ekonomi secara signifikan. Kesetaraan ekonomi meluas. Disusul kemudian kesetaraan politis dan lain-lain untuk menjamin kemajuan bersama.
Pertanyaannya: dari mana kemendikbud bisa membiayai program beasiswa bagi generasi muda sampai sarjana? Ada caranya. Kita punya mendikbud yang kreatif. Ditambah menkeu yang hebat. Pasti bisa.
Bagaimana menurut Anda?