Idesofi: Ide-ide Membumi Menembus Samawi

Manusia tidak pernah kehabisan ide. Manusia, justru, kebanjiran ide. Memang itu manusiawi. Apakah seperti itu baik?

Idea Stock Photo by ©zagandesign 25275673

Ide selalu baik, bahkan baik sekali. Yang menjadi masalah adalah bagaimana kita menyikapi ide-ide tersebut. Masalah menjadi rumit, ketika, menyikapi ide sebagai konsep. Ide berbeda dengan konsep. Ide selalu benar dan baik – kecuali kriminal. Sementara, konsep memang ada benar dan salah. Maka, kita perlu menyikapi ide selayaknya mereka sebagai idea.

1. Ide vs Konsep
2. Lambang Asosiasi
3. Selalu Terbuka
4. Demokrasi Ide
5. Tanggung Jawab Manusiawi
6. Idesofi

Ide apa saja yang Anda miliki? Ide apa lagi sebagai lanjutannya? Apa yang diperlukan untuk mewujudkan ide-ide tersebut?

1. Ide vs Konsep

Ide adalah kebebasan akal dari setiap anak manusia. Anda punya ide untuk mengembangkan ekonomi keluarga. Anda punya ide untuk membangun kehidupan masyarakat yang rukun. Anda punya ide untuk memperbaiki kualitas pendidikan. Bahkan, Anda punya ide untuk memperbaiki Indonesia.

Semua ide itu baik, semua ide benar, kecuali ide kriminal. Apa pun ide Anda – yang baik dan benar itu – kembangkan terus. Memang, setiap manusia, punya potensi untuk terus mengembangkan ide. Ide adalah kebebasan itu sendiri.

Konsep, di sisi lain, berbeda dengan ide. Konsep adalah hasil kerja dari daya pemahaman kita. Sehingga, konsep memang bisa bernilai benar atau kadang salah.

Konsep bisa dibandingkan dengan konsep lain yang sudah terbukti benar. Misal, konsep matematika dibandingkan dengan konsep-konsep matematika yang sudah mapan untuk menguji kebenarannya. Konsep, bisa juga, dibandingkan dengan realitas empiris untuk menguji kebenarannya. Misal konsep-konsep yang berkembang di sains alam.

Masalah muncul ketika kita membandingkan “ide orang lain” dengan “konsep saya.” Hampir bisa dipastikan hasilnya adalah “ide orang lain” itu akan salah. Padahal, setiap ide selalu benar. Ide adalah kebebasan yang memicu kebebasan. Sementara, konsep memang membatasi sehingga bisa menentukan benar atau salahnya.

2. Lambang Asosiasi

Memahami ide adalah dengan cara kreatif bebas. Kita menempatkan ide sebagai simbol atau lambang terhadap kreativitas baru. Cara berpikir kreatif ini sering kita sebut sebagai berpikir asosiasi.

Ketika melihat matahari terbit, kita bisa memandangnya sebagai tanda masa depan cerah. Kehidupan yang penuh semangat masa depan. Matahari terbit tidak pernah salah. Matahari terbit selalu benar sebagai simbol prospek kemajuan umat manusia.

3. Selalu Terbuka

Membaca simbol, membaca ide, melahirkan ide menuntut kita untuk berpikir terbuka. Terbuka terhadap ide-ide baru, terbuka terhadap ide diri sendiri, terbuka terhadap ide-ide orang lain, dan terbuka ide dari mana pun.

Kita perlu berpikir terbuka. Simbol itu sendiri terbuka. Ide, memang, bersifat terbuka. Ide-ide terbuka dari segala realitas yang ada di bumi sampai menembus langit – samawi.

4. Demokrasi Ide

Ide bersifat demokratis. Siapa pun bebas memunculkan ide. Lebih dari itu, setiap orang memang mampu melahirkan ide. Semua orang pantas mengajukan ide.

Sekali lagi, ide beda dengan konsep. Kita mengenal pakar atau spesialis yang berhubungan dengan konsep tertentu. Misal, hanya pakar fisika yang berhak mengkritik konsep fisika quantum. Karena, konsep fisika quantum hanya bisa dipahami dengan berdasarkan konsep-konsep fisika yang menjadi landasannya.

Sementara, untuk ide, semua orang bebas mengembangkan ide. Siapa pun Anda bebas memikirkan ide untuk mengembangkan alam semesta yang sejahtera. Siapa pun Anda bebas menelurkan ide untuk memaknai setiap detik perjalanan hidup Anda. Jika ada pakar ide maka setiap orang berhak menjadi pakar ide.

5. Tanggung Jawab Manusiawi

Lebih dari sekedar setiap manusia punya ide, kita, justru bertanggung-jawab untuk melahirkan ide-ide. Kita wajib memunculkan ide bagaimana membuat alam semesta menjadi lebih baik. Kita wajib punya ide menyiapkan masa depan sebagai cita-cita sejak saat ini. Kita wajib punya ide memperbaiki diri di setiap situasi.

Ide adalah tanggung jawab manusia.

Lagi-lagi, konsep beda dengan ide. Memang, sampai batas tertentu, kita harus merumuskan ide manjadi konsep sehingga bisa dijalankan di dunia nyata. Untuk menyusun konsep, kita perlu persiapan berbagai macam hal. Di antaranya, konsep-konsep pendahuluan, anggota tim yang diperlukan, sumber daya yang tersedia, dan lain-lain.

Sedangkan ide, kita bisa menghasilkannya kapan saja, di mana saja. Dan, mengembangkan ide adalah tanggung jawab kita sebagai manusia.

6. Idesofi

Saya merumuskan idesofi sebagai cara pandang memandang berbagai macam hal dari sisi ide yang kreatif. Dengan demikian, berkembang ide terus-menerus tanpa batas.

Ide dari orang lain menjadi pemicu ide baru bagi kita. Bahkan, konsep dari orang lain, bisa kita pandang sebagai sumber ide yang makin kreatif.

Idesofi adalah ide untuk menghasilkan lebih banyak ide.

Bagaimana menurut Anda?

Iklan

Diterbitkan oleh Paman APiQ

Lahir di Tulungagung. Hobi: baca filsafat, berlatih silat, nonton srimulat. Karena Srimulat jarang pentas, diganti dengan baca. Karena berlatih silat berbahaya, diganti badminton. Karena baca filsafat tidak ada masalah, ya lanjut saja. Menyelesaikan pendidikan tinggi di ITB (Institut Teknologi Bandung). Kini bersama keluarga tinggal di Bandung.

Ikuti Percakapan

2 Komentar

Tinggalkan komentar

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: