Logika Futuristik

Logika adalah ilmu berpikir benar. Logika futuristik adalah logika yang memberi nilai penting futuristik, aspek futural, aspek masa depan. Beda dengan logika klasik yang menetapkan nilai kebenaran berdasar masa lalu dan masa kini, logika futuristik melangkah maju dengan mengkaji masa depan.

1. Paradoks Logika Klasik
2. Implikasi Proposisi dan Boolean
3. Logika Modal dan Temporal
4. Konsep Kebenaran
4.1 Korespondensi
(a. Positivisme; b. Platonisme; c. Visi-iluminasi)
4.2 Koherensi
(a. Matematika; b. Bahasa; c. Simbol)
4.3 Pemahaman
(a. Kognisi; b. Praktis; c. Berpikir; d. Konseptual
4.4 Definisi
4.5 Interpretasi
4.6 Peran Futuristik
(a. Pemahaman; b. Definisi; c. Interpretasi
4.7 Esensi dan Eksistensi
(a. Konstruksi dan Proyeksi; b. Relasi dan Transmisi; c. Realisme Minimal: Epistemologi Ontologi; d. Bentangan Waktu; e. Prioritas Future; f. Sketsa Solusi)
5. Solusi Logika Futuristik
5.1 Posibilitas, Freedom, dan Komitmen
5.2 Demokrasi
5.3 Expert
6. Ekonomi Futuristik
6.1 Tujuan Ekonomi
6.2 Personal dan Sosial
6.3 Peran Lembaga
7. Politik Futuristik
7.1 Tujuan Politik
7.2 Freedom
7.3 Keadilan dan Kebaikan

Masa depan, future, adalah acuan bagi setiap proposisi dan makna. Logika klasik perlu argumen atau teori untuk mendukung suatu teori, yaitu, meta-teori. Pada gilirannya, meta-teori ini perlu dukungan teori lagi tanpa berhenti. Logika klasik menghadapi paradoks. Alternatif solusi paradoks adalah dengan meluaskan, atau menambah, perspektif. Pada gilirannya, penambahan perspektif memerlukan perspektif baru tanpa henti. Paradoks tidak selesai. Logika futuristik memberi solusi terhadap paradoks meta-teori dan meta-perspektif tersebut.

1. Paradoks Logika Klasik

Paradoks logika sudah terjadi sejak 2000 tahun yang lalu atau lebih. Paradoks Zeno, barangkali, paradoks klasik paling terkenal. Demi membela konsep gurunya, yaitu Parmenides, Zeno mengajukan paradoks tentang balapan Achiles lawan kuran-kura. Dimana, Achiles, yang pelari cepat itu, tidak pernah sanggup memenangkan balapan lari melawan kura-kura yang posisi awal kura-kura sedikit di depan Achiles. Pada abad 20, Russell menambahkan paradoks Parmenides.

Saya mencatat tiga paradoks paling signifikan: paradoks Pyrrho, paradoks Godel, paradoks meta-bahasa.

Paradoks Pyrrho

Pyrrho (360 -270 SM) hidup hampir sejaman dengan Aristo. Hanya selang beberapa tahun, setelah Aristo mengenalkan konsep logika dengan cemerlang, muncul paradoks Pyrrho yang tidak pernah bisa diselesaikan.

Paradoks Pyrrho menyatakan bahwa setiap argumen akan memerlukan argumen lain sebagai landasan. Pada gilirannya, argumen lain itu akan memerlukan argumen lain lagi tanpa henti. Argumen hanya bisa berhenti pada (a) argumen akhir tanpa landasan, bisa disebut sebagai aksioma atau postulat dan (b) argumen akhir yang menyebabkan sirkular.

Paradoks Godel

Godel (1906 – 1978) adalah matematikawan sangat cemerlang. Paradoks Godel menyatakan bahwa setiap sistem formal, misal matematika, pasti tidak lengkap atau tidak konsisten.

Yang menarik dari paradoks Godel adalah murni matematis tanpa menggunakan bahasa. Sehingga, validitas paradoks Godel ini kokoh, terbebas dari pengaruh interpretasi dan problem semantik mau pun gramatikal bahasa.

Paradoks Meta-Bahasa

Pada tahun 2021, Zach Weber mengusulkan paradoks meta-bahasa. Setiap bahasa, termasuk bahasa matematika, perlu membuktikan validitasnya. Untuk membuktikan itu, kita memerlukan meta-bahasa. Tetapi, meta-bahasa adalah bahasa itu sendiri. Dengan kata lain, meta-bahasa adalah tidak eksis. Yang eksis hanya bahasa. Karena itu, validitas bahasa tidak bisa dibuktikan. Paradoks meta-bahasa.

Paradoks Meta Teori

Saya menyebut kelompok paradoks seperti di atas sebagai paradoks meta-teori. Setiap teori memerlukan teori lainnya sebagai landasan, yaitu, meta-teori. Tetapi, meta-teori itu sendiri membutuhkan landasan berupa teori lain tanpa henti.

Paradoks meta-teori ini tidak bisa diselesaikan berdasar logika klasik. Dalam hali ini, logika klasik menerapkan konsep waktu masa lalu (past) sebagai landasan. Kita akan mempertimbangkan logika-futuristik untuk menyelesaikan paradoks meta-teori.

Paradoks Meta Perspektif

Alternatif solusi bagi paradoks adalah dengan meluaskan perspektif.

(P): 12 + 1 = 1

Pernyataan (P) di atas adalah benar. Tetapi, menjadi paradoks terhadap operasi bilangan bulat yang seharusnya 12 + 1 adalah 13. Bila kita meluaskan perspektif bahwa (P) bernilai benar pada operasi bilangan jam dinding maka paradoks selesai.

Contoh lain adalah Rusia lawan Ukraina. Bagi Rusia, mereka berhak untuk menyerang Ukraina. Tetapi paradoks, bagi Ukraina, Rusia tidak dibenarkan menyerang Ukraina. Bila kita meluaskan perspektif yang lebih luas untuk memandang kasus Rusia lawan Ukraina, diharapkan, paradoks terselesaikan.

Tetapi, paradoks tidak selesai dengan menambahkan perspektif. Untuk kasus jam dinding versus bilangan bulat, maka, perspektif mana yang bisa menentukan lebih valid. Jika ada perspektif yang lebih valid, maka, akan menuntut eksistensi perspektif baru lagi untuk validasinya. Jadi tetap ada paradoks yaitu paradoks meta-perspektif.

Setiap perspektif adalah terbatas sehingga paradoks. Paradoks bisa diselesaikan dengan menambah perspektif yang lebih luas, yaitu, meta-perspektif. Pada gilirannya, meta-perspektif memerlukan tambahan perspektif lagi tanpa henti. Tetap terjadi paradoks meta-perspektif. Saya menyebut paradoks muncul karena meta perspektif fokus kepada masa kini (present). Logika futuristik mengajukan solusi untuk menyelesaikan paradoks.

Kita bisa ringkas bahwa hanya ada dua kelompok paradoks: meta-teori dan meta-perspektif.

Meski, logika menghadapi paradoks, kita tetap perlu mengapresiasi bahwa paradoks tersebut adalah kemajuan dari logika umat manusia itu sendiri. Di bagian berikutnya, kita akan membahas secara singkat kontribusi penting logika-bahasa dari Aristoteles dan Boolean.

2. Implikasi Proposisi dan Boolean

Logika memberi banyak manfaat kepada perkembangan pemikiran manusia. Silogisme merupakan proses mengambil kesimpulan yang valid. Saya merumuskan ulang dalam bentuk implikasi: proposisional dan Boolean.

Sedikit catatan, sebelum era Aristoteles, logika bersifat pengetahuan langsung semisal logika-cahaya dari Plato. Jadi, logika proposisional adalah kemajuan besar.

(A): Setiap persegi adalah memiliki 4 sisi.
(B): Meja adalah persegi.
Kesimpulan,
(C) Meja adalah memiliki 4 sisi.

Berpikir silogisme, seperti di atas, adalah benar dan sah. Silogisme memasukkan partikular (meja) sebagai anggota dari universal (persegi). Sehingga, sifat universal juga menjadi sifat dari partikular bersangkutan.

Kita bisa mengubah silogisme di atas menjadi implikasi.

(A) Jika persegi maka memiliki 4 sisi.
(B) Meja adalah persegi.
Kesimpulan,
(C) Memiliki 4 sisi.

Implikasi di atas adalah transisi dari proposisonal (Aristo) menuju Boolean.

(K): P maka Q
(L): Q maka R
Kesimpulan,
(M): P maka R

Contoh:

(K): Tombol kanan “maka” listrik nyala.
(L): Listrik nyala “maka” pintu terbuka.
Kesimpulan,
(M): Tombol kanan “maka” pintu terbuka.

Perhatikan bahwa kesimpulan akhir menghubungkan sesuatu, yang asalnya, tidak berhubungan. Tombol kanan tidak berhubungan dengan pintu terbuka. Dengan implikasi Boolean, mereka menjadi terhubung secara otomatis. Logika Boolean makin berkembang dan menjadi tulang punggung perkembangan teknologi informasi, termasuk, media sosial.

3. Logika Modal dan Temporal

Aristo, tampaknya, sudah mengantisipasi perlunya logika-modal dan temporal. Pernyataan (H): “Besok, tinggi hilal adalah 5 derajat” merupakan salah satu contoh. Pernyataan (H) mungkin saja benar, dan, mungkin salah, logika-modal. Saat itu, Aristo meyakini hanya ada satu kemungkinan saja antara benar atau salah. Sehingga, logika-modal belum bisa berkembang. Pernyataan (H) juga merupakan logika-temporal dengan mempertimbangkan “besok.” Masih perlu waktu ratusan tahun kemudian, sampai akhirnya, logika-modal dan temporal bisa berkembang.

Ibnu Sina (970 – 1037) mengembangkan logika-modal dengan konsep wujud-wajib dan wujud-mumkin. Wujud-wajib adalah pasti benar (logika Aristo dan Boolean). Sedangkan, wujud-mumkin bisa benar dan bisa saja salah (logika-modal). Wujud-mumkin menjadi benar (eksis) ketika terhubung dengan wujud-wajib. Jika tidak terhubung dengan wujud-wajib, maka, akan tetap menjadi wujud-mumkin, yang bisa diputuskan sebagai salah (tidak eksis).

Selanjutnya, logika-modal makin berkembang sebagai logika-modal kontemporer, probabilistik, statistik, dan logika quantum.

Sementara, logika temporal berkembang pesat sejak era Newton. Di mana, hampir semua rumusan sains Newton sebagai fungsi waktu. Menariknya, dengan kalkulus, Newton (dan Leibniz) bisa mengembangkan dimensi waktu dengan selang waktu mendekati 0. Meski demikian, logika Newton bersifat eksak, yaitu, logika-temporal tetapi bukan logika-modal.

Logika Quantum

Mekanika quantum, sejatinya, melanjutkan logika sains Newton untuk obyek sub-atomik. Di luar dugaan, quantum menghadapi paradoks-paradoks baru yang memaksa kita mempertimbangkan logika-modal dan logika-temporal.

Ketidakpastian Epistemologi

Heisenberg (1901 – 1976) menunjukkan bahwa tidak mungkin kita bisa mengetahui secara pasti posisi dan kecepatan dari suatu partikel. Jika kita mengukur posisi dengan pasti maka kecepatan menjadi tidak bisa diketahui. Sebaliknya, juga terjadi. Jika kita mengukur kecepatan dengan pasti maka posisi menjadi tidak bisa diketahui. Secara epistemologi, kita terbatas.

Ketidakpastian Ontologi

Schrodinger (1887 – 1961) berhasil merumuskan fungsi gelombang quantum. Di mana, eksistensi suatu partikel bersifat probabilistik. Di dalam suatu kotak, mungkin ada elektron dan mungkin tidak ada elektron. Sehingga, status ontologis suatu partikel, misal elektron, bersifat probabilistik. Pandangan ini berbeda dengan intuisi kita terhadap eksistensi obyek alami, misal, ada pohon, ada meja, dan aka kursi secara pasti.

Ketidakpastian Relasi

Quantum entanglement memunculkan paradoks lebih jauh lagi. Dengan cara seperti apakah obyek-obyek alam eksternal saling terhubung?

Einstein (1879 – 1955) mem-postulatkan bahwa kecepatan maksimum adalah cahaya. Postulat ini terbukti benar di semua kasus yang ada dan efektif. Tetapi quantum entanglement, seakan-akan, menunjukkan ada kecepatan yang lebih cepat dari cahaya. Jadi, seperti apakah realitas alam raya ini saling terhubung? Paradoks ini, sampai sekarang, belum terpecahkan.

Perkembangan logika quantum, yang menguatkan logika-modal dan logika-temporal, mengantarkan kita untuk mengkaji logika-futuristik.

4. Konsep Kebenaran

Konsep kebenaran menentukan apa yang dimaksud dengan benar dan salah. Saya menyebut konsep kebenaran ini sebagai fondasi logika atau logika-informal. Beberapa pemikir membatasi kajian logika hanya kepada logika-formal, sehingga, mereka menolak kajian tentang konsep kebenaran. Mereka mempercayakan kajian konsep kebenaran kepada filsafat, misal, metafisika.

Bagi logika-futuristik, konsep kebenaran justru konsep yang paling fundamental. Kita, justru, perlu mengkaji konsep kebenaran sampai tuntas, andai bisa tuntas. Setelah kita mengkaji fondasi logika ini, maka, logika-formal menjadi memiliki justifikasi yang valid.

Konsep kebenaran paling umum dikenal adalah korespondensi dan koherensi. Kita akan membahas lebih luas dari kedua konsep tersebut.

4.1 Korespondensi

Suatu kebenaran adalah korespondensi yang tepat. Berdasar teori korespondensi, proposisi yang benar adalah proposisi yang berkorespondensi dengan suatu acuan, realitas. Lalu, wajar bagi kita, bertanya, “Apa atau bagaimana korespondensi yang benar?” Teori korespondensi menghadapi resiko paradoks di sini. Kita pertimbangkan beberapa solusi: positivisme, Platonisme, dan visi-iluminasi.

a. Positivisme

Perspektif positivisme berkembang, sejak awal abad 20, seiring dengan perkembangan sains dan teknologi. Proposisi yang benar adalah proposisi yang berkorespondensi dengan realitas fisik empiris.

Proposisi sains bernilai benar jika bisa dilakukan verifikasi empiris fisik dengan hasil korespondensi positif.

Perspektif positivisme ini tampak membatasi hanya kepada verifikasi empiris fisik materialisme. Jelas, muncul banyak paradoks dari positivisme yang tidak bisa dislesaikan. Bagaimana bisa muncul kesadaran pada manusia? Bagaimana manusia bisa mengetahui obyek alam eksternal? Mengapa manusia bisa jatuh cinta?

Husserl (1859 – 1938) menolak positivisme dan menggantinya dengan fenomenologi. Kebenaran adalah fenomena yang hadir apa adanya pada kesadaran subyek, kesadaran manusia. Agar fenomena itu bisa hadir apa adanya, maka, manusia perlu menunda dulu prasangka dan penilaian yang buru-buru.

Jika fenomenologi itu benar, maka, mengapa kita percaya terhadap kesadaran manusia? Kita berhadapan dengan paradoks.

b. Platonisme

Plato adalah filsuf besar yang merupakan guru dari Aristoteles dan, sekaligus, murid dari Socrates. Plato mengembangkan logika-cahaya. Seluruh alam eksternal adalah hanya bayangan dari realitas sejati, yaitu, cahaya. Meja persegi adalah bayangan dari “persegi” ideal yang merupakan cahaya di alam idea. Realitas ideal ini sering kita kenal sebagai realitas platonis. Jadi, proposisi yang benar adalah yang berkorespondensi dengan realitas ideal platonis.

Dari perspektif Platonisme, kita memperoleh korespondensi ideal. Tetapi, bagaimana mereka, persegi ideal dan proposisi, berkorespondensi dengan alam eksternal berupa meja persegi? Kita berhadapan dengan paradoks lagi.

c. Visi-iluminasi

Suhrawardi (1154 – 1191) merumuskan logika visi-iluminasi. Pengetahuan yang benar, proposisi yang benar, adalah korespondensi cahaya-obyek dengan cahaya-subyek menjadi satu kesatuan cahaya baru yang lebih kuat. Cahaya-obyek hadir pada cahaya-subyek.

Korespondensi visi-iluminasi ini, dengan kreatif, memodifikasi banyak hal. Penggunaan simbol cahaya memudahkan kita untuk memahami. Manusia adalah cahaya-subyek. Meja persegi adalah cahaya-obyek atau cahaya-meja. Mereka saling berhadapan. Cahaya-subyek berhadapan dengan cahaya-meja. Lalu, mereka bersatu membentuk cahaya-baru yang merupakan satu kesatuan.

Korespondensi-visi ini menyelesaikan paradoks. Tidak ada lagi paradoks korespondensi. Kita tidak perlu lagi bertanya apa yang menghubungkan cahaya-subyek dengan cahaya-meja karena mereka satu kesatuan dalam cahaya-baru. Problem yang muncul adalah bagaimana kita mengkomunikasikan cahaya-baru ini dalam bentuk proposisi? Bagaimana cahaya-subyek bisa berhasil membentuk cahaya-baru? Logika-futuristik akan memberi solusi terhadap beragam pertanyaan ini di bagian bawah.

4.2 Koherensi

Kebenaran adalah proposisi, atau pengetahuan, yang koheren dengan kebenaran yang sudah terbukti benar. Matematika paling sering memanfaatkan teori koherensi dengan metode deduksi. Sementara, sains banyak memanfaatkan induksi. Ketika, matematika memanfaatkan metode induksi, maka, tetap saja koheren.

Seperti sudah kita sebut di atas, teori koherensi ini berhadapan dengan paradoks.

a. Matematika

Matematika berangkat dari aksioma, yang kebenarannya sudah diterima, kemudian mengembangkan sistem yang koheren. Sehingga, nilai kebenaran matematika bersifat pasti, eksak.

Mari kita coba membuat contoh sederhana. Hampa = 0. Ada sesuatu = 1. Dan, operasi penjumlahan (+) adalah repetisi dari sesuatu.

(A): 3 + 1 = 4,
(B): 3 + 2 = 6.

Pernyataan (A) sudah pasti benar karena koheren dengan aksioma. Sementara, pernyataan (B) sudah pasti salah karena tidak koheren dengan aksioma.

Paradoks muncul, “Mengapa kita memilih aksioma di atas?” Kita bisa menjawabnya dengan suatu argumen yang, pada gilirannya, butuh argumen lanjutan tanpa henti. Atau, orang bisa mengatakan, “Tidak perlu membahas alasan mengapa memilih aksioma, karena, aksioma sudah pasti diterima kebenarannya.”

Tetapi, teorema Godel menunjukkan bahwa sistem formal, atau sistem matematika, pasti tidak lengkap atau tidak konsisten. Jadi, paradoks. Godel tidak bertanya apa pun. Godel hanya menunjukkan paradoks tersebut adalah inheren dalam sistem formal, sistem matematika. Logika-futuristik perlu memberi solusi terhadap paradoks ini.

b. Bahasa

Kebenaran bahasa bisa ditentukan berdasar koherensi dalam sistem bahasa tersebut. Aturan gramatikal, semantik, interpretasi, dan lain-lain menjaga sistem bahasa untuk koheren.

Paradoks muncul, “Dengan cara apa bahasa membuktikan koherensi bahasa?” Tidak mungkin jawabannya adalah dengan bahasa. Jawabannya adalah membuktikan dengan meta-bahasa. Tetapi, meta-bahasa itu juga perlu dibuktikan koherensinya, dan seterusnya, tanpa berhenti.

Barangkali, orang berpikir, kita bisa membuktikan koherensi bahasa dengan cara membandingkan terhadap realitas. Cara seperti ini adalah korespondensi yang sudah kita bahas paradoks di bagian atas. Logika-futuristik perlu mengajukan solusi terhadap paradoks ini.

c. Simbol

Kita bisa mengembangkan sistem simbol yang koheren. Barangkali simbol berupa warna, gambar, gerakan, nada, atau kode-kode tertentu. Kode-kode komputer adalah contoh coding yang luar biasa hebat.

Kita sering mendengar dalam kode komputer, sistem informasi, sering ditemukan “bug” sebagai sebuah paradoks. Setiap programmer handal tidak akan berani memastikan bahwa dalam suatu coding tidak ada bug. Atau, dengan kata lain, dalam setiap coding berpotensi menyimpan bug, menyimpan paradoks.

Karena fundamental dari kode komputer digital, sistem informasi, adalah matematika maka kita bisa menerapkan paradoks Godel terhadap kode komputer. Akibatnya, dalam kode komputer selalu tersimpan paradoks. Jadi, memang besar, tugas logika-futuristik untuk menyelesaikan paradoks.

Dalam tataran praktis, paradoks-paradoks akibat korespondensi dan koherensi menuntut solusi segera. Beberapa solusi yang sering dipakai adalah konsensus, dissensus, pragmatisme, voting, demokrasi, dan lain-lain.

4.3 Pemahaman

Kita perlu mencoba melangkah mundur untuk memahami apa itu pemahaman.

a. Kognisi

Kognisi adalah kemampuan, atau proses, mengenali sesuatu secara umum. Kognisi adalah respon kita, sebagai subyek, terhadap stimulus alam semesta. Kognisi ini bermakna luas mencakup kemampuan panca indera, pikiran, teoritis, dan praktis.

b. Praktis

Keterampilan praktis adalah termasuk dalam kognisi dan pemahaman. Anda mampu mengendarai sepeda adalah keterampilan praktis. Sangat sulit bagi kita untuk mengungkapkan cara mengendarai sepeda melalui bahasa proposisi.

c. Berpikir

Berpikir merupakan jenis kognisi tingkat tinggi. Berpikir mencakup bidang yang luas, tidak hanya terbatas pada bidang formal proposisional saja. Berpikir tentang sastra, berpikir tentang alunan nada, berpikir tentang keindahan alam dan lain-lain. Pada tingkat sangat tinggi, berpikir akan mencapai berpikir-terbuka.

d. Konseptual

Secara umum, berpikir konseptual adalah berpikir tingkat tinggi dalam bentuk konsep-konsep. Dengan kemahiran yang memadai, setiap konsep bisa dibuatkan kode atau simbol. Sehingga, konsep-konsep ini bisa diolah oleh komputer. Artificial intelligence (AI) mampu “berpikir” mengolah konsep-konsep dengan cepat dan canggih, kemudian, mengambil kesimpulan.

Bagaimana pun, kemampuan berpikir konseptual manusia masih jauh di atas AI masa kini.

4.4 Definisi

Definisi adalah batasan pengertian. Sehingga, definisi memang bersifat membatasi suatu maksud agar tidak ambigu dengan maksud lainnya. Bagaimana pun, definisi bisa saja beragam.

4.5 Interpretasi

Interpretasi memberi makna pada suatu konsep. Dengan demikian, interpretasi terbuka terhadap banyak pilihan akan makna.

4.6 Peran Futuristik

Banyak orang menduga bahwa masa lalu, dan masa kini, adalah yang paling menentukan cara berpikir. Di bagian ini, kita akan menunjukkan bahwa peran terbesar ada pada aspek masa depan, futural, sesuai logika-futuristik.

a. Pemahaman

Mengapa Anda paham bahwa benda di depan Anda adalah meja? Karena beberapa waktu lalu (past), kita mengetahui benda semacam itu adalah meja. Dan saat ini (present), kita sedang melihat benda semacam itu. Jadi, saya memahami benda itu adalah meja.

Di mana peran future, masa depan, dalam membentuk pemahaman?

Peran future lebih besar dari past mau pun present. Past dan present adalah persiapan bagi, melengkapi, future untuk memahami obyek, misal meja.

Saya paham benda di depan saya adalah meja karena bila nanti, future, saya menemuinya saya tahu itu adalah meja. Saya paham itu meja karena bila nanti, future, ada orang bertanya saya bisa jawab itu meja. Saya paham itu meja karena bila nanti, future, saya memerlukan meja maka bisa menemukannya.

Jika saya tidak peduli bahwa di masa depan, future, akan ada urusan dengan benda itu, maka, saya tidak peduli apakah benda itu meja, kursi, lemari, atau apa pun. Bahkan, saya tidak perlu tahu sesuatu itu benda, energi, atau sekedar ilusi. Jadi, pemahaman manusia ditentukan oleh aspek future, di mana, past dan present membantu future.

b. Definisi

Definisi juga ditentukan oleh future. Sementara, past dan present adalah persiapan.

Definisi meja, misal, adalah perkakas persegi dengan 4 kaki.

Mengapa definisi meja seperti itu? Karena, bila suatu saat nanti, future, kita perlu definisi meja maka kita bisa menggunakan definisi tersebut.

Definisi bilangan genap, misal, adalah bilangan bulat kelipatan 2.

Mengapa begitu? Karena bila, di masa depan, saya memerlukan definisi misal ditanya dalam ujian, maka, saya menjawab dengan definisi tersebut.

Karena masa depan, future, terbuka luas maka definisi juga terbuka luas terhadap keragaman. Tentu saja, ada definisi yang bagus, buruk, atau bahkan salah. Meski demikian, tetap tersedia posibilitas untuk melakukan koreksi.

c. Interpretasi

Interpretasi lebih jelas lagi dipengaruhi masa depan, future. Sementara, past dan present adalah pendukung.

4.7 Esensi dan Eksistensi

Perdebatan interpretasi antara esensi lawan eksistensi tersebar sepanjang sejarah. Di sini, kita tidak akan ikut terjun dalam perdebatan itu. Kita hanya akan memanfaatkan konsep esensi dan eksistensi untuk lebih memahami logika-futuristik.

a. Konstruksi dan Proyeksi

Realitas, misal meja, terdiri dari esensi dan eksistensi. Esensi adalah realitas terdalam dari meja. Sementara, eksistensi adalah ada-meja itu apa adanya atau realitas meja apa adanya.

Yang benar-benar ada adalah eksistensi meja apa adanya. Termasuk eksistensi kursi, eksistensi saya, eksistensi Anda, dan eksistensi alam raya. Tetapi pikiran kita, pemahaman kita, bergerak lebih maju dengan membuat konstruksi esensi meja. Kemudian, kita mem-proyeksikan konstruksi esensi meja ini terhadap realitas meja di alam eksternal.

Bagaimana pikiran kita mengkonstruksi esensi meja? Pikiran kita memanfaatkan kepentingan future, masa depan, terhadap meja itu. Demikian juga, ketika pikiran mem-proyeksikan esensi meja ke realitas meja juga dipengaruhi oleh kepentingan masa depan kita. Jadi, logika-esensi adalah logika-futuristik. Dan, tentu saja, pikiran tetap memanfaatkan pengalaman masa lalu dan masa kini.

Bagaimana dengan eksistensi meja itu sendiri? Eksistensi meja juga menuju masa depan sesuai logika-futuristik. Di bagian bawah, kita akan membahas lebih detil.

b. Relasi dan Transmisi

Relasi antara pikiran kita dengan meja di alam eksternal menjadi paradoks tak terselesaikan berdasar teori korespondensi dan koherensi. Paradoks muncul karena kita memandang dari perspektif esensi: esensi pikiran berkorespondensi dengan esensi meja. Kita tidak akan berhasil membuat relasi antara dua esensi yang terpisah ini. Karena, relasi antara dua esensi ini hanya berupa proyeksi. Ada kesesuaian tetapi selalu ada perbedaan.

Kita bisa mengatasi paradoks ini dengan perspektif eksistensial. Secara eksistensial, meja itu sudah ada di hadapan kita lengkap dengan lantai, dinding, atap, dan lain-lain. Kita, kesadaran kita, selalu berada dalam dunia secara eksistensial. Tidak bisa, kita eksis di ruang hampa, tanpa ada apa-apa. Jadi, relasi pikiran kita dengan dunia sudah niscaya secara eksistensial. Tugas kita adalah meng-interpretasikan relasi eksistensial ini dengan lebih baik. Bukan tugas kita untuk membuktikan eksistensi dari relasi itu. Karena, relasi eksistensial itu justru sudah terbukti sebelum kita mempertanyakannya.

Pertanyaan yang sama penting, “Bagaimana relasi antara past, present, dan future?”

Relasi mereka – past, present, dan future – sangat kuat. Bahkan terjadi transmisi antara mereka. Future adalah yang paling utama. Future membentang ke past, menarik past menuju future dengan menyusuri bentangan present. Lebih detil pembahasan transmisi ini, kita bahas di bagian bawah.

c. Realisme Minimal: Epistemologi Ontologi

Pandangan umum adalah realisme: alam eksternal benar-benar nyata. Tetapi, untuk membuktikan eksistensi alam eksternal, secara filosofis, tidak mudah. Di bagian atas, kita berhasil membuktikan eksistensi alam eksternal melalui analisis eksistensial. Alternatif realisme minimal merupakan solusi yang menarik.

Secara epistemologi, kita yakin bahwa pengetahuan manusia terbatas. Maksudnya, ada suatu obyek yang tidak diketahui oleh seorang manusia. Saya tinggal di Indonesia, Asia, maka saya tidak tahu berbagai macam obyek yang ada di kutub utara. Saya sedang melihat kutub utara atau tidak, kutub utara tetap eksis. Jadi, eksistensi kutub utara independent dari pengetahuan saya.

Kita bisa berandai-andai tidak ada seorang manusia pun di dunia ini. Atau, bahkan tidak ada makhluk hidup satu pun di dunia ini. Sehingga, tidak ada kognisi sama sekali. Apakah kutub utara tetap eksis?

Ya, positif. Kutub utara tetap eksis. Dunia ini tetap eksis meski tidak ada satu orang manusia pun yang sedang melihatnya. Pandangan realisme seperti ini disebut sebagai realisme minimal. Memang tidak ada mobil, tidak ada gedung, tidak ada jembatan, dan tidak ada komputer.

Mari kita bergeser dari epistemologi ke ontologi.

Secara epistemologi, saya tidak bisa mengetahui obyek-obyek yang ada di kutub utara karena posisi saya terpisah jauh di Indonesia, Asia. Sehingga, kutub utara independent dari pengetahuan saya. Tetapi, secara ontologis, apakah eksistensi kutub utara independent terhadap eksistensi saya? Atau, sebaliknya, apakah eksistensi saya independent terhadap eksistensi kutub utara?

Tentu saja, analisis secara esensial, esensi saya dengan esensi kutub utara saling independent. Sehingga, tidak saling mempengaruhi. Bagaimana secara analisis eksistensial? Bukankah eksistensi saya selalu terhubung dengan eksistensi kutub utara melalui bumi, atmosfir, dan lain-lain?

Benar. Seluruh eksistensi saling terhubung membentuk satu kesatuan eksistensial. Keragaman terjadi karena eksistensi termodulasi dan gradasi. Dengan demikian, realisme minimal akan tetap terdorong menuju realisme normal dari perspektif eksistensial.

d. Bentangan Waktu

Analisis eksistensial akan membawa kita ke analisis waktu, time. Justru itu yang kita perlukan untuk menuju logika-futuristik.

Secara esensial, kita bisa memisahkan suatu obyek dengan waktu. Secara eksistensial, kita memandang obyek dan waktu merupakan satu kesatuan. Waktu memang eksis.

Apa itu waktu? Apa itu time?

Waktu adalah temporalisasi past, present, dan future. Konsep umum dari waktu adalah living-now, yaitu, present yang terus bergulir. Atau, masa-kini yang terus bergulir. Dengan konsep ini, kita bisa menghitung waktu sebagai efek dari gerak aksidental mau pun substansial. Hasil dari gerak jarum jam menunjukkan waktu pada arloji. Gerak matahari menunjukkan waktu satu hari dan lain sebagainya.

Dengan konsep living-now, kita terkungkung dalam waktu now, present. Kita tidak bisa lepas dari present, masa kini. Karena masa lalu, past, adalah present yang sudah tidak ada. Dan, masa depan, future, adalah present yang tidak pernah hadir. Yang ada hanya masa kini. Kita perlu alternatif pandangan, atau revisi pandangan, yang seperti ini.

Time bukan sesuatu. Waktu bukan suatu obyek semacam meja atau batu. Waktu bukan hasil hitungan, bukan hanya konstruksi pikiran. Waktu ada secara nyata.

Waktu pernah di masa lalu dan meraih masa depan dan, di saat yang sama, menjalani masa kini. Sehingga, past-present-future saling terhubung. Kita bisa menyebut sebagai bentangan-waktu yaitu waktu yang membentang.

Waktu selalu mengalir. Sehingga kekuatan waktu bukan present. Karena, jika present maka waktu akan berhenti bagai suatu potret. Mengalir hanya bisa terjadi jika kekuatan utama waktu adalah future.

Future mendorong diri ke belakang maka tercipta past, yang kemudian, ditarik menuju future tercipta present. Lengkaplah bentangan waktu berupa future-past-present.

e. Prioritas Future

Time adalah bentangan waktu future-past-present. Sehingga, waktu adalah ekstase, kesatuan. Tetapi, untuk menekankan bahwa future adalah paling prior maka kita menyebutnya dengan logika-futuristik. Meskipun, istilah yang lebih tepat adalah logika-ekstatik.

Time adalah satu kesatuan. Eksistensi adalah satu kesatuan. Time dan eksistensi saling menghormati. Time memberi waktu kepada eksistensi. Dan, eksistensi menerima anugerah sehingga eksis: time dan eksistensi. Time dan eksistensi saling berkhidmat. Saling memberi dan menerima. Mereka adalah satu kesatuan tak terpisahkan.

Time menjadi tidak eksis jika terpisah dari eksistensi. Demikian juga sebaliknya, tanpa time, eksistensi tidak punya waktu untuk eksis. Jadi, mereka saling berkhidmat. Mereka adalah pengkhidmatan itu sendiri.

Demi kepentingan analisis, kita akan fokus kepada aspek futuristik sebagai paling prior. Logika-futuristik menempatkan aspek futural sebagai paling utama dalam menentukan kebenaran. Kita tahu, karakter future berbeda dengan past. Future adalah posibilitas, freedom, dan komitmen.

Posibilitas luas tanpa batas. Future membuka beragam peluang untuk menjadi nyata. Kemudian, future ini repetisi, mengulang diri, menjadi masa kini.

Freedom untuk berkembang. Future adalah kebebasan menentukan arah. Tidak ada yang membatasi future. Future adalah yang paling depan menerobos kebebasan.

Komitmen untuk repetisi dan transmisi. Future menuntut komitmen untuk repetisi ke present dan past. Sejatinya, future secara otomatis bertransmisi ke masa lalu dan masa kini. Tetapi, perlu komitmen agar repetisi menjadi penuh arti.

f. Sketsa Solusi

Kita akan membuat sketsa solusi terhadap meta-teori dan meta-perspektif.

Meta-teori menghadapi paradoks karena setiap teori perlu dukungan teori lain. Pada gilirannya, teori lain ini juga perlu dukungan teori lagi tanpa henti. Akhirnya, kita akan berhenti pada suatu teori yang disebut sebagai aksioma atau postulat. Mengapa kita menerima aksioma itu? Di sini muncul paradoks.

Logika-futuristik memberi solusi dengan mengkaji aksioma. Basis dari aksioma adalah future, bukan past, dan bukan present. Aksioma ditetapkan agar konsisten terhadap kajian masa depan. Selama aksioma bisa diterima dengan kriteria future, maka, aksioma bisa diterima. Paradoks dianggap selesai. Tetapi, karena future adalah posibilitas maka aksioma tetap terbuka dengan posibilitas dinamis.

Meta-perspektif terjadi karena setiap perspektif terbatas, tidak pernah sempurna. Sementara, tidak mungkin kita mengkaji sesuatu tanpa perspektif. Setiap perspektif berpotensi paradoks terhadap perspektif yang berbeda. Ketika dua, atau lebih, perspektif disatukan maka akan membutuhkan perspektif baru tanpa henti. Meta-perspektif menghadapi paradoks.

Solusi logika-futuristik adalah dengan mengkaji perspektif terbaik. Basis dari perspektif adalah future, bukan past, dan bukan present. Sehingga, ketika perspektif terbaik itu bisa diterima oleh kriteria future, maka, perspektif terbaik bisa diterima. Paradoks selesai. Bagaimana pun, future adalah posibilitas, sehingga, perspektif terbaik tetap terbuka untuk dinamis sesuai beragam posibilitas yang luas.

Dalam pembahasan, secara implisit, kita menyelesaikan paradoks klaim logika sebagai ilmu berpikir benar. Mengapa logika bisa benar? Mengapa logika-futuristik bisa benar? Mengapa benar itu benar?

Bagian selanjutnya akan membahas lebih detil dari solusi logika-futuristik.

5. Solusi Logika Futuristik

Logika-futuristik menuntut karakter kebenaran sebagai posibilitas, freedom, dan komitmen. Karakter-karakter ini adalah karakter utama logika-futuristik yang berhasil memberi solusi terhadap setiap paradoks. Bukan berarti paradoks menjadi hilang total. Tetapi, paradoks bisa diselesaikan dengan baik, meski pun, sulit.

Demokrasi menjadi penting sebagai konsekuensi freedom.

Bagaimana pun, terdapat expert-expert yang mahir sebagai spesialis di bidang tertentu. Wajar bagi kita memberi respek lebih besar kepada para spesialis ini. Bagaimana menciptakan kompromi antara konsep demokrasi dan eksistensi para expert?

Solusi logika-futuristik adalah tiga langkah:

(1) Pelajari logika klasik lengkap dengan meta-teori dan meta-perspektif.
(2) Lakukan modifikasi terhadap logika-klasik.
(3) Terapkan karakter futuristik.

Sekali lagi, logika futuristik senantiasa menerima past dan present. Karena, past dan present adalah repetisi dari future. Dengan kata lain, past dan present adalah anggota dari future. Hanya saja, kita perlu menekankan peran penting dari future.

5.1 Posibilitas, Freedom, dan Komitmen

Posibilitas adalah kemungkinan, peluang, yang terbuka luas di masa depan, future. Logika-futuristik menuntut kebenaran sebagai posibilitas. Kebenaran adalah membuka beragam peluang secara luas. Peluang luas bagi banyak pihak. Peluang umat manusia untuk berkembang, peluang makhluk hidup untuk lestari, dan peluang bagi alam raya untuk terus gerak maju.

Freedom adalah bebas dan membebaskan. Logika-futuristik menuntut kebenaran sebagai freedom. Seluruh umat manusia bebas bersuara. Mereka bebas mengungkapkan ide mereka. Mereka bebas mengejar mimpi-mimpi terbaik mereka. Di saat yang sama, menerapkan freedom adalah sambil menjaga freedom pihak lain. Membebaskan wong cilik dari beragam himpitan. Wong cilik berhak menjadi bebas. Alam raya berhak menjadi bebas.

Komitmen adalah keteguhan diri meraih tujuan. Logika-futuristik menuntut kebenaran sebagai manifestasi komitmen. Komitmen untuk membuka posibilitas luas. Komitmen untuk bebas dan membebaskan. Dan, komitmen untuk mewujudkan beragam manifestasi kebenaran.

Problem Sosial

Mari kita coba cermati dengan beberapa contoh untuk analisis, misal, tentang upah minimum (UM) dan biaya penunjang operasional (BPO). Upah minimum (UM) di Indonesia berada di kisaran 2 juta sampai 5 juta rupiah per bulan. Barangkali istilah UM bisa beragam, misal, UMR, UMK, atau UMP. Sementara, BPO di Indonesia berada di kisaran ratusan juta rupiah sampai beberapa milyar rupiah per bulan untuk seorang pejabat.

“Kepala Dinas Koperasi, Usaha Mikro dan Tenaga Kerja Kota Kediri Bambang Priyambodo, Kamis mengemukakan besaran UMK yang ditetapkan di Kota Kediri untuk 2023 adalah Rp2.318.116.”

Di kota Kediri, Jawa Timur, UM adalah 2 juta rupiah lebih sedikit. Sementara di Jakarta, UM adalah hampir 5 juta rupiah. Apakah angka-angka UM sebesar itu bernilai benar?

Logika-past menjawab angka UM sudah benar. Karena, nilai UM sudah ditetapkan oleh pihak berwenang melalui prosedur formal.

Logika-present menjawab angka UM sudah benar. Karena, berdasar peraturan yang berlaku saat ini, memang, angka-angka UM seperti itu.

Bagaimana jawaban logika-futuristik? Logika-futuristik menerima bahwa angka UM memang sudah sesuai dengan aturan yang berlaku, past dan present. Hanya saja, kita bisa bertanya lanjut, “Apakah angka UM sebesar, atau sekecil, itu adil bagi buruh untuk menyongsong masa depan?”

Ambil contoh UM Kediri yang sekitar 2 juta per bulan, atau setara 70 ribu per hari. Seorang suami hidup bersama seorang istri dan 2 orang anak akankah bisa hidup layak dengan angka sebesar itu? Dibagi oleh 4 orang, maka, rata-rata per orang Rp 17.500,- per hari. Untuk keperluan makan, rumah, pakaian, sabun cuci, sekolah, bensin, dan lain-lain. Akankah mereka bisa menyongsong masa depan yang cerah?

Sulit untuk menjawab positif terhadap pertanyaan di atas. Dengan cara yang sama, untuk Jakarta, setara 40 ribu rupiah per hari. Biaya hidup di Jakarta sangat mahal. Akankah buruh di Jakarta mampu menyongsong masa depan yang cerah?

Sejenak, mari beralih ke analisis BPO, biaya penunjang operasional. Capres Prabowo, waktu debat 2019, pernah berniat hendak menaikkan gaji gubernur yang waktu itu sekitar 8 juta rupiah per bulan. Terlalu kecil kan? Untuk ukuran pejabat gubernur, angka 8 juta rupiah tentu terasa kecil. Tetapi, kita perlu mengkaji BPO yang jarang diulas.

“Artinya, jika tahun ini PAD Jakarta mencapai target sebesar Rp 51 triliun (sesuai Anggaran Belanja dan Pendapatan Daerah 2019), Anies berhak atas BPO sebesar Rp 3,15 miliar setiap bulan. Sementara Wakil Gubernur dapat Rp 2,21 miliar/bulan.”

Dengan BPO sebesar 3 milyar lebih per bulan, maka, angka gaji gubernur yang 8 juta itu memang tidak ada arti apa-apa. Apakah BPO sebesar itu adil dan benar bagi rakyat dan negara?

Jawaban logika-past dan logika-present adalah positif. Angka BPO sebesar itu sudah benar berdasar peraturan yang sudah ditetapkan dan berlaku sampai saat ini, past dan present.

Apa jawaban logika-futuristik? Kita bisa mengajukan pertanyaan lanjutan, “Bagaimana manfaat BPO itu bagi rakyat?” Barangkali ada beberapa aturan yang mengatur penggunaan BPO. Tetapi, secara prinsip, gubernur memiliki kebebasan menggunakan BPO untuk kepentingan bersama. Sehingga, ada baiknya, dilakukan kajian mendalam tentang BPO dan efeknya untuk masa depan.

Problem Eksak

Kali ini, kita akan melanjutkan analisis terhadap paradoks yang bersifat eksak, yaitu matematika. Contoh kasus sebelumnya, tentang UM dan BPO, adalah problem sosial. Sehingga, kita lebih fleksibel menghadapi beberapa paradoks sosial. Bagaimana dengan paradoks eksak?

Paradoks Godel adalah contoh paradoks eksak yang diakui secara luas. Paradoks Godel terbukti valid dan tahan uji hampir 1 abad berlalu. Setiap sistem formal, termasuk matematika, pasti tidak konsisten atau tidak lengkap. Terdapat pernyataan G dan negari G, yaitu (-G), dalam sistem formal. Sistem tidak bisa memastikan apakah G atau (-G) yang benar. Paradoks. Bagaimana solusinya?

Logika-past dan logika-present mengkaji ulang paradoks Godel. Mereka menemukan paradoks memang valid. Lalu, bagaimana? Tidak bisa melakukan apa-apa. Faktanya, memang paradoks.

Apa solusi logika-futuristik?

Logika-futuristik menerima kajian paradoks Godel. Lanjut bertanya, “Apa konsekuensi dari paradoks tersebut?”

Jika konsekuensi dari paradoks adalah signifikan maka selesaikan paradoks dengan menambah teorema, atau aksioma, bahwa G bernilai benar. Paradoks memang selesai. Tetapi, muncul paradoks baru antara H dan (-H) akibat dari penambahan aksioma. Solusi bisa diulang. Jika paradoks signifikan maka tambahkan aksioma sampai paradoks tidak signifikan. Situasi terbaik, lebih ringan, bila paradoks sejak awal sudah tidak signifikan. Paradoks selesai.

Dengan logika-futuristik, paradoks bisa ditangani dengan baik, eksak mau pun sosial. Bagaimana pun, logika-futuristik tetap terbuka dengan dinamika masa depan.

Problem sains

Paradoks sains adalah tengah-tengah antara eksak dan sosial, ada aspek pengujian empiris. Kita akan mengkaji paradoks dari logika quantum.

Paradoks ketidakpastian meliputi epistemologi dan ontologi. Quantum tidak bisa mengetahui, secara pasti, posisi dan kecepatan elektron bersamaan. Quantum juga tidak bisa memastikan eksistensi elektron dalam kotak apakah eksis atau tidak. Bagaimana solusi logika-past dan logika-present?

Paradoks. Terpaksa menerima paradoks apa adanya. Logika-past dan present hanya bisa menerima paradoks itu.

Apa solusi logika-futuristik?

Logika-futuristik mengajukan pertanyaan, “Apa konsekuensi paradoks tersebut terhadap masa depan?” Jika tidak ada konsekuensi signifikan di masa depan, maka, terima paradoks tersebut. Jika ada konsekuensi signifikan di masa depan, maka, lanjutkan kajian berdasar logika-futuristik. Barangkali, paradoks bisa diselesaikan dengan meta-teori dan meta-perspektif. Bagaimana pun, kita tetap terbuka dengan posibilitas baru.

Bagaimana dengan paradoks quantum entanglement (QE)? Seakan-akan ada informasi yang dikirimkan dengan kecepatan melebihi kecepatan cahaya.

Logika-past dan logika-present bisa memilih solusi yang diajukan oleh Einstein dan kawan-kawan dalam makalah EPR. Paradoks terjadi akibat ada sesuatu yang belum diketahui oleh teori quantum, yaitu, hidden variable (HV). Jika HV ditemukan, diperhitungkan oleh quantum, maka tidak ada paradoks. Paradoks selesai. Tidak ada kecepatan melebihi cahaya.

Pada tahun 1964, Bell membuktikan bahwa HV tidak eksis. Beberapa eksperimen, di masa berikutnya, menguatkan teorema Bell bahwa HV tidak eksis- tepatnya HV lokal. Jadi, paradoks QE tetap eksis sampai sekarang.

Apa solusi logika-futuristik terhadap QE?

Konsekuensi QE di masa depan adalah besar. Komputer quantum dan telekomunikasi quantum memanfaatkan QE. Justru, karena ada kecepatan “seakan-akan” melebihi cahaya maka menjadi keunggulan tersendiri. Tetapi, terjadi paradoks dengan postulat relativitas.

Menariknya, perkembangan teknologi quantum, ke masa depan, tidak terhambat oleh paradoks QE. Karena, teknologi senantiasa melihat posibilitas dari masa depan. Dengan memanfaatkan probabilitas dan statistik, teknologi tetap bisa berkembang bedasar quantum yang probabilistik dan temporal.

Tetapi, akankah ada solusi secara teoritis terhadap paradoks QE?

Berikut beberapa alternatif solusi berdasar logika-futuristik.

(1) Kita perlu membuka posibilitas bahwa kecepatan maksimum lebih dari kecepatan cahaya c. Mekanika Newton tetap valid untuk fenomena sehari-hari, meski, teori Relativitas lebih valid untuk fenomena dengan kecepatan tinggi. Di masa depan, mungkin saja dikembangkan teori baru dengan postulat kecepatan maksimum yang lebih dari cahaya.

(2) Tetapan energi minimal e = hf juga perlu dikaji ulang dengan pertimbangan mirip di atas.

(3) Penemuan medan-Higgs membangkitkan kembali interpretasi eksistensi mirip eter. Perlu kajian serius terhadap fenomena mirip-eter yang, barangkali, menjadi media komunikasi QE.

(4) Bohm (dan Broglie) mengembangkan solusi pilot-wave yang menyelesaikan paradoks QE. Tetapi, pilot-wave memerlukan eksistensi mirip-eter, sehingga, perlu kajian lebih jauh lagi.

(5) Secara eksistensial, paradoks QE sudah selesai. Karena, seluruh eksistensi adalah satu kesatuan, sehingga, kecepatan melebihi cahaya adalah mungkin. Tetapi, sains adalah kajian esensial – sebagai fokus utama. Ketika kita hendak menggabungkan kajian eksistensial dan esensial, maka, perlu jembatan. Dan, jembatan itu harus berupa kajian esensial. Sementara, kajian eksistensial sebagai sumber inspirasi. Dengan demikian, kajian esensial sains akan terus dinamis karena terhubung dengan kajian eksistensial.

Masih banyak, ide-ide yang bisa kita kembangkan dengan logika-futuristik.

5.2 Demokrasi

Logika-futuristik menghormati posibilitas, freedom, dan komitmen. Konsekuensinya, akan bermunculan banyak ide yang beragam. Bagaimana kita menyikapi perbedaan? Demokrasi menjadi salah satu alternatif terbaik.

Demokrasi, dalam konteks kali ini, adalah menentukan kebenaran berdasar suara terbanyak: voting. Tentu saja, sebelum voting dilakukan komunikasi, dialog, diskusi, debat, dan sebagainya. Seandainya diperoleh mufakat, satu suara, dalam proses komunikasi, maka, tercapai konsensus atau konvensi. Pada situasi ini, penilaian kebenaran didasarkan pada konsensus.

Dalam banyak kasus, tetap terjadi perbedaan maka dissensus. Masing-masing pihak berpegang pada kebenarannya sendiri yang beragam. Situasi dissensus bisa diterima ketika masing-masing pihak saling terpisah, saling independen. Problem muncul ketika masing-masing pihak memiliki kepentingan bersama, misal pemilihan gubernur. Hanya boleh eksis satu gubernur dalam satu provinsi. Tidak diijinkan dissensus.

Voting berdasar suara terbanyak menjadi pilihan dalam demokrasi. Berbagai wilayah menyelenggarakan pemilihan umum untuk menentukan suara terbanyak.

Apa saja yang perlu jadi pertimbangan agar demokrasi berjalan baik?

Substansi

(1) Obyek pilihan – presiden, kepala daerah, undang-undang, program – perlu dipastikan memiliki karakter kebenaran logika-futuristik: posibilitas, freedom, dan komitmen.

(2) Setiap pilihan perlu dipastikan sebagai pilihan yang baik. Pilihan hanya berbeda dalam prioritas. Sehingga, pilihan mana pun yang menang suara terbanyak, maka, tetap berdampak baik.

(3) Bagaimana pun, hasil pilihan tetap futural, sehingga perlu komitmen untuk menjalankan kebaikan. Bisa juga, ternyata salah pilihan, maka, perlu dilakukan revisi seiring waktu.

Proses

(1) Freedom. Setiap orang, setiap pihak, bebas menentukan pilihan sesuai dirinya. Tidak ada paksaan. Tidak ada intimidasi. Tidak ada hipnotis. Bebas dan membebaskan.

(2) Transparant. Berbagai macam informasi yang signifikan dibuka untuk publik, sehingga, setiap orang bisa menentukan pilihan dengan pertimbangan yang baik.

(3) Tidak curang. Semua proses demokrasi perlu dijamin berlangsung adil tanpa kecurangan.

Bila kita mempertimbangkan substansi demokrasi, maka, demokrasi memang baik. Karena, pihak mana pun yang menang suara terbanyak, tetap berdampak baik bagi masa depan. Tetapi, substansi demokrasi ini sulit diverifikasi karena perbedaan perspektif, misalnya. Sehingga, verifikasi kualitas demokrasi akan bergerak ke proses atau prosedur. Proses yang baik akan menghasilkan substansi demokrasi yang baik.

Problem muncul, ketika, pihak tertentu memanipulasi proses, sedemikian hingga, proses demokrasi berjalan baik, tetapi substansinya buruk. Demokrasi hanya menguntungkan pihak tertentu saja dan merugikan pihak lain. Tentu saja, manipulasi demokrasi perlu diberantas. Tidak mudah melakukan itu. Beberapa lembaga melakukan survey demokrasi yang menunjukkan banyaknya demokrasi cacat di dunia, termasuk di Indonesia.

Dengan demikian, demokrasi itu sendiri bersifat futural. Demokrasi perlu terbuka untuk revisi. Dan, kita sendiri perlu terbuka untuk beragam alternatif solusi futuristik.

5.3 Expert

Penilaian oleh satu orang expert, pakar, bisa lebih bagus dari penilaian puluhan orang awam. Diagnosis oleh seorang dokter spesialis bisa lebih bagus dari penilaian oleh sepuluh orang awam. Apakah expertise, kepakaran, bertentangan dengan demokrasi?

Pakar, ahlinya ahli, tersebar di berbagai bidang. Pakar kedokteran, pakar hukum, pakar teknologi, pakar seni, pakar agama, pakar olah raga, pakar bisnis, dan lain-lain. Dalam masing-masing kepakaran bercabang lagi, misal, pakar hukum bisnis, pakar hukum tata negara, pakar hukum pidana, dan lain-lain. Singkat kata, jumlah pakar banyak sekali.

Lebih menantang lagi, ada banyak cara menentukan kepakaran seseorang. Bisa dari tingkat pendidikan formal dan non-formal. Bisa juga dari pengakuan masyarakat luas. Atau, bisa juga dari karya mereka.

(1) Penilaian oleh satu orang pakar lebih baik dari satu orang yang bukan pakar.

(2) Terdapat banyak jumlah pakar, tak tentu.

(3) Dalam demokrasi: satu orang satu suara. Suara pakar sama saja dengan suara orang biasa.

Menerapkan demokrasi murni, kita akan rugi karena kehilangan manfaat pakar. Memberi keistimewaan kepada pakar, kita juga bisa rugi karena kepakaran tidak menjamin kebaikan. Sehingga, logika-futuristik memang harus analisis ke masa depan untuk menemukan kompromi terbaik antara demokrasi dan pakar.

Solusi sederhana yang bisa kita pertimbangkan adalah dengan demokrasi berjenjang. Ada pemilu yaitu pemilihan umum di mana setiap orang dewasa berhak memberikan suara. Ada pemilihan terbatas di mana hanya pakar-pakar tertentu yang berhak ikut serta. Pemilihan presiden adalah pemilu. Pemilihan ketua organisasi masyarakat, ormas, hanya diikuti oleh pakar ormas. Yang terjadi bukan demokrasi antar para pakar, tetapi, demokrasi antar para pihak yang berkepentingan. Lagi pula, menentukan kepakaran tidak mudah, sehingga, dampak demokrasi pakar sulit diakui. Misal di Indonesia ada ICMI, Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia, sebuah demokrasi para pakar, tetapi, dampaknya tidak semua rakyat mengakuinya.

Saya terpikir solusi demokrasi pakar adalah teknologi futuristik, yaitu, demokrasi artificial intelligence (AI). Pertama, di dalam AI sendiri berkembang sistem pakar. AI sistem pakar perlu untuk terus dikembangkan makin canggih, lebih terbuka, agar AI mampu mencerminkan kepakaran dari para pakar. Kedua, sistem pakar yang beragam ini membentuk asosiasi pakar, di mana, para sistem pakar berdebat dan berdiskusi sesuai kepakaran mereka. Asosiasi pakar ini memberi kesimpulan akhir yang dibutuhkan oleh masyarakat. Ketiga, masyarakat luas bisa mengakses sistem pakar dan asosiasi pakar secara terbuka. Masyarakat luas bisa berdiskusi dengan sistem pakar dan asosiasi pakar sampai mendapat rekomendasi akhir. Setelah melewati tahap-tahap di atas, masyarakat memberikan suara melalui pemilu atau referendum. Karena, teknologi futuristik makin canggih, maka, referendum bisa lebih sering dilaksanakan.

Dalam kasus tertentu, bahkan asosiasi pakar adalah yang memberi keputusan akhir dari pilihan-pilihan yang sudah diseleksi secara demokratis. Ilustrasi penggunaan VAR dalam menghakimi perbedaan penilaian wasit dan atlet merupakan contoh menarik. Wasit dan atlet sepakat, dalam kondisi tertentu, VAR yang memberi keputusan akhir. Tentu saja, masih banyak tantangan di masa depan. Demikianlah logika-futuristik.

6. Ekonomi Futuristik

Di bagian akhir ini, kita akan membahas contoh solusi logika-futuristik terhadap problem ekonomi dan politik. Kita bisa mengawali dengan mengajukan beberapa pertanyaan.

Apa tujuan ekonomi? Apakah bersifat personal atau sosial? Bagaimana peran lembaga – swasta mau pun negara?

6.1 Tujuan Ekonomi

Mengapa orang berkerja? Cari uang.

Apa tujuan ekonomi? Mencari keuntungan sebesar-besarnya dengan usaha sekecil-kecilnya. Tujuan kapitalisme adalah mengumpulkan kapital, agar kemudian, kapital bekerja untuk memperbesar kapital lagi. Tujuan sosialisme adalah mengumpulkan kapital (sumber produksi) agar menjadi milik negara, untuk kemudian, menghasilkan kapital (sumber produksi) lagi sebagai milik sosial.

Mengapa begitu? Karena, sejak sekolah dasar kita diajarkan seperti itu (logika-past). Sampai sekarang pun, diajarkan seperti itu (logika-present).

Apa solusi logika-futuristik? Seperti biasa, kita menerima logika klasik dan melanjutkan bertanya, “Apa konsekuensi bagi masa depan?” Jika orang bekerja untuk mencari uang, maka, resiko akan kesehatan pekerja, keselamatan pekerja, kehidupan pekerja, keseimbangan hidup, keadilan, etika, agama, dan lain-lain.

Jika ekonomi untuk menambah kapital, maka, resiko krisis iklim, perusakan lingkungan, perbudakan, penipuan, dan lain-lain. Jika ekonomi untuk mengumpulkan sumber produksi atas nama sosial, maka, resiko yang sama bisa muncul.

Logika-futuristik mengajak kita untuk memikirkan ulang tujuan ekonomi. Tujuan ekonomi adalah untuk membuka posibilitas baru guna membebaskan manusia, diri sendiri dan masyarakat, dari kekangan kebutuhan dasar – makanan, pakaian, dan tempat tinggal yang layak untuk semua. Untuk mencapai tujuan itu, umat manusia perlu mengembangkan komitmen yang tinggi, saling kerja sama, serta mengembangkan filosofi, sains, seni, dan teknologi. Setelah kebutuhan dasar, manusia bisa bergerak lebih jauh lagi. Silakan kembangkan terus ide-ide Anda tentang ekonomi masa depan.

6.2 Personal dan Sosial

Pasar bebas menunjukkan bahwa ekonomi adalah tanggung jawab individu, personal. Para sosialis meyakini bahwa ekonomi adalah tanggung jawab sosial maka perlu perencanaan terpusat oleh negara, misalnya. Realitas ekonomi saat ini, tampaknya, sedang dimenangkan oleh pasar bebas kapitalisme liberal.

Apa solusi logika-futuristik? Pasar bebas berhasil memunculkan inovasi-inovasi baru dalam bisnis sampai melahirkan milyuner-milyuner baru. Dengan resiko kesenjangan sosial, kemiskinan massal, dan kehampaan hidup. Sosialis berhasil mengendalikan pasar dengan resiko tersendatnya pertumbuhan ekonomi. Apa yang perlu diubah di masa depan? Apa yang perlu dipertahankan di masa depan? Apakah urusan ekonomi menjadi paling utama atau ada yang lebih utama? Apakah ukuran ekonomi atau pertumbuhan ekonomi memang paling penting di masa depan? Bukankah, ukuran bumi relatif konstan? Kita, benar-benar, perlu merumuskan ulang ekonomi dengan pendekatan logika-futuristik.

6.3 Peran Lembaga

Lembaga, negara, berperan penting untuk mendukung ekonomi yang sehat. Di saat yang sama, lembaga negara termasuk yang paling sering terlibat kasus korupsi, tidak efisien, dan kualitas rendah. Bagaimana peran lembaga dan negara bagi ekonomi masa depan?

7. Politik Futuristik

Politik merupakan tantangan paling sulit bagi manusia sepanjang sejarah.

Apa tujuan politik? Siapa harus berpolitik? Sistem politik apa yang terbaik?

7.1 Tujuan Politik

Apa tujuan politik? Tujuan politik adalah mempolitisasi segalanya, politik atau non-politik. Lebih jauh, tujuannya adalah memenangkan pertarungan politik.

Mengapa bisa begitu? Karena, begitulah realitas yang tampak di masa lalu sampai masa kini. Tentu saja, realitas politik beragam. Ada yang seperti penampakannya, ada yang lebih parah, dan ada yang sangat mulia dalam politik.

Apakah realitas politik di masa depan bisa berubah? Tentu saja. Logika-futuristik menunjukkan bahwa politik adalah posibilitas, freedom, dan komitmen itu sendiri. Secara sederhana, tujuan politik adalah memanfaatkan seluruh sumber politik untuk mewujudkan masa depan yang posibilitas terbuka luas, freedom yang bebas dan membebaskan, serta menumbuhkan dan menuntut komitmen semua pihak. Politik memanfaatkan seluruh modal fakta masa lalu dengan modifikasi aktif masa kini.

7.2 Freedom

Politik menjadi sangat sulit dibahas karena politik adalah manifestasi freedom dalam arti harfiahnya. Politik adalah kebebasan itu sendiri. Politik menjadi terbatas karena politik menetapkan batasan bagi dirinya sendiri. Sewaktu-waktu, politik bisa membubarkan batasan itu.

Tentu saja, fakta alamiah tetap inheren dalam politik. Maksudnya, jika semua manusia mati maka politik juga mati. Atau, jika alam raya hancur maka politik juga hancur. Tetapi, dalam pengertian kegiatan manusia yang wajar, politik adalah freedom itu sendiri. Karena itu, pemain politik haruslah orang-orang yang benar-benar baik.

7.3 Keadilan dan Kebaikan

Dalam politik, keadilan adalah yang paling utama. Sedangkan kebaikan, bisa menjadi jalan lurus atau jalan menyimpang dalam politik. Adil adalah memberikan sesuai haknya. Sedangkan, kebaikan adalah memberikan lebih dari haknya, sehingga ada kesan baik pada kebaikan.

Capres 2024

Nama capres 2024 makin hangat menjadi perbincangan politik Indonesia. Prabowo adalah politikus senior yang bertanding penuh stamina sejak 2009, 2014, 2019, dan barangkali 2024.

Kita akan mencermati peran logika-futuristik capres 2024 khususnya belajar dari pengalaman Prabowo.

Pada tahun 2009, Prabowo berpasangan sebagai cawapres dari Mega. Koalisi Gerindra dan PDIP menebarkan optimisme kemenangan, meski, SBY-Budiono yang menang. Saat itu, Prabowo sepakat sebagai cawapres dengan harapan tahun 2014 akan jadi capres dengan koalisi yang sama. Prabowo dengan baik menerapkan logika-futuristik di sini.

Pilpres 2014 tiba. PDIP mencalonkan Jokowi-JK sebagai capres. Pihak Prabowo berharap, seharusnya, PDIP mendukung Prabowo sebagai capres 2014 berdasar pengalaman 2009.

Logika-past, mengacu pembicaraan 2009, tidak berhasil di sini. Mega tidak bisa dipaksa untuk memenuhi interpretasi terhadap kesepakatan 2009 – bila seandainya ada. PDIP menerapkan logika-futuristik bahwa Jokowi-JK akan menang dan membawa kebaikan bagi PDIP dan Indonesia umumnya di masa depan.

Tahun 2019, Prabowo merapat ke kabinet Jokowi dengan harapan lebih dekat dengan PDIP. Dengan kedekatan ini, Prabowo bisa berharap koalisi PDIP dan Gerindra akan mencalonkan Prabowo sebagai capres 2024.

Tetapi, sampai di sini, kita tahu bahwa tidak ada logika-past, tidak ada fakta masa lalu, yang bisa menjadi argumen untuk memastikan capres 2024 di masa depan ini. Siapa capres 2024 dari PDIP? Hanya logika-futuristik yang dominan di dunia politik. Apakah capresnya adalah Prabowo, Ganjar, Puan, Gibran, atau lainnya, pertimbangannya adalah siapa yang akan memberikan dampak terbaik bagi masa depan PDIP dan Indonesia.

Karena logika-politik adalah logika-futuristik maka politik adalah posibilitas, freedom, dan komitmen.

Dalam kehidupan sehari-hari beragama, kita juga sering memanfaatkan logika-futuristik. Mengapa beramal soleh dan tidak mencuri? Bukan karena sekedar ayat suci telah memerintahkan dan melarang itu. Tetapi, terutama, karena di masa depan ada pahala dan siksaan. Masa depan di sini bisa mencakup surga dan neraka, dan bisa juga, masa depan di kehidupan ini.

Perppu Ciptaker

Kita akan mencoba mencermati kasus UU Ciptaker dan Perppu Ciptaker yang menjadi hadiah jelang tahun baru 2023 ini.

Secara ringkas, UU Ciptaker diajukan presiden dan disetujui DPR pada tahun 2020. Sehingga, secara formal legal konstitusional UU Ciptaker adalah UU yang sudah sah. Terjadi demo besar-besaran, saat itu puncak pandemi covid, menentang UU Ciptaker.

Pada akhir 2020, MK menganulir UU Ciptaker dengan menyatakan bahwa UU Ciptaker inkonstitusional bersyarat. Menariknya, media (dan massa) tampak berbeda dengan pemerintah dalam membaca putusan MK.

(1) Media membaca putusan MK yang menyatakan bahwa UU Ciptaker inkonstitusional karena pemerintah tidak melakukan partisipasi publik yang bermakna. MK tidak perlu uji materi karena, bila pemerintah melaksanakan partisipasi bermakna, maka, niscaya publik bersama pemerintah dan dewan melakukan uji materi dengan baik. Sehingga, fokus utama adalah partisipasi bermakna.

(2) Pemerintah membaca putusan MK sebagai menyoroti cacat formal dari UU Ciptaker, sementara, uji materi sama sekali tidak dibahas. Artinya, UU Ciptaker secara materi baik-baik saja. Cacat formal itu sendiri lantaran belum ada dasar omnibus law. Tidak lama berselang, pemerintah menerbitkan peraturan omnibus law.

Dengan posisi itu, pemerintah sudah yakin di jalur yang benar. Sisi formal berupa omnibus law sudah beres. Sisi materi sudah sejak awal baik-baik saja. Tidak diperlukan apa-apa lagi untuk Ciptaker. Agar efisien dan hemat, pemerintah menetapkan Perppu Ciptaker pada 30 Desember 2022.

Bagaimana pun, di dalam kabinet sendiri terjadi perdebatan seru apakah perlu untuk menerbitkan Perppu Ciptaker.

“Pada akhirnya, kata Mahfud, Presiden memilih tetap menerbitkan Perppu Ciptaker. Aturan baru ini sekaligus menganulir putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020, yang sebelumnya menyatakan UU Ciptaker inkonstitusional bersyarat.”

“Langkah strategis diperlukan karena ada keperluan mendesak, yang secara subjektif dianggap oleh Presiden mendesak. Apa itu? Yaitu geopolitik di beberapa kawasan panas, perang Rusia-Ukraina menurut Presiden jadi alasan genting untuk segera mengantisipasi dengan membuat langkah strategis. Langkah strategisnya nggak boleh dibuat kalau belum ada undang-undang atau perppu. Itu tafsir Presiden.”

Pemerintah mengakui bahwa penerbitan Perppu Ciptaker berdasar interpretasi subyektif Presiden atas banyak hal. Tentu saja, proses tersebut adalah sah.

Bagaimana tanggapan media dan massa?

Media massa mengkritik penerbitan Perppu Ciptaker. Sebagian ahli merasa bahwa pemerintah justru menghindari saran MK, yang seharusnya, pemerintah menyelenggarakan partisipasi bermakna. Kita bisa mencermati lebih banyak ragam kritik terhadap penerbitan perppu di media sosial.

Bagaimana solusinya? Saya kira sudah jelas, solusinya adalah logika-futuristik. Jika mengandalkan past dan present hanya akan mempertajam perbedaan. Meski penting analisis tersebut, kita perlu untuk menatap future.

Tetapi, bukankah proses yang panjang membutuhkan biaya? Bukankah uang negara, yang digunakan itu, sejatinya adalah uang rakyat? Bukankah uang rakyat itu lebih baik digunakan untuk kepentingan rakyat? Bukankah Perppu Ciptaker adalah demi rakyat?

Kita akan menemukan solusi bila fokus terhadap logika-futuristik. Kita akan berhasil membangun negeri dan membela wong cilik ketika kita sadar bahwa semua klaim politik adalah posibilitas, freedom, dan komitmen. Kita punya masa depan cerah dengan berpikir terbuka.

Mari kita cermati kembali problem keadilan dan kebaikan. Capres 2024 menurut saya adil dan baik. Adil karena sesuai konstitusi yang sudah dibahas dengan teliti oleh para ahli. Baik karena akan terjadi penyegaran kepemimpinan nasional.

UU dan Perppu Ciptaker ada resiko tidak adil dan tidak baik. Tidak adil karena, menurut MK, prosesnya tidak melibatkan partisipasi bermakna. Lebih tidak adil lagi bila over time dan over budget. Karena, semua dibiayai oleh uang negara yang sejatinya uang rakyat. Jutaan rakyat kita adalah wong cilik yang sulit untuk makan layak, sulit sekolah layak, sulit kesehatan layak, apalagi kemewahan. Tetapi, UU dan Perppu Ciptaker bisa menjadi adil dan baik bila semua pihak berjuang untuk mewujudkan masa depan adil makmur untuk rakyat Indonesia, khususnya, adil makmur bagi wong cilik.

Masa depan cerah ada di hadapan kita. Tantangan kita adalah untuk eksplorasi logika-futurustik guna membuka posibilitas luas, freedom bebas dan membebaskan, serta menuntut dan mendorong komitmen bersama.

Catatan Penutup

Logika-futuristik berhasil menyelesaikan paradoks-paradoks yang berkembang dari logika-klasik. Paradoks-paradoks bisa kita kelompokkan menjadi dua macam: meta-teori dan meta-perspektif. Dalam pembahasan, logika-futuristik berhasil menyelesaikan paradoks Godel (matematika), paradoks quantum (sains), dan paradoks demokrasi (sosial). Secara implisit, logika-futuristik dapat kita gunakan untuk menyelesaikan setiap paradoks karena karakter kebenaran bersifat posibilitas, freedom, dan komitmen. Termasuk, kita perlu menjawab, “Mengapa logika benar?” Dan, “Mengapa benar itu benar?”

Dari beragam logika formal, saya merekomendasikan bentuk implikasi sebagai paling fundamental. Implikasi bisa berupa silogisme partikular-universal (Aristotelian) mau pun kreatif-tidak-berhubungan (Boolean). Bagaimana pun, klaim kebenaran implikasi tersebut hanya bisa dibuktikan melalui logika-futuristik. Bahkan pemahaman, definisi, dan interpretasi juga bersumber dari logika-futuristik.

Saya perlu menambahkan bahwa implikasi “Jika teori (T) maka verifikasi empiris (E)” tidak pernah bisa membuktikan validitas (T). Yang bisa terjadi hanya falsifikasi, yaitu, ketika (E) salah maka kita bisa menolak (T). Dari perspektif logika-futuristik, verifikasi atau pun falsifikasi melalui data empiris (E) sama-sama bernilai penting. Logika-futuristik tidak menolak logika-klasik, atau logika mana pun, tetapi, merangkul semua dalam bentangan future-past-present.

Dalam pembahasan demokrasi vs pakar, saya mengusulkan demokrasi AI, yaitu, demokrasi yang terdiri dari sistem pakar yang membentuk asosiasi pakar. Dalam situasi umum, rakyat luas terbuka untuk akses asosiasi pakar, untuk kemudian, rakyat bisa menentukan suara pemilu atau referendum dengan lebih bijak. Dalam situasi tertentu, kita bisa menyepakati asosiasi pakar sebagai juri terakhir menetapkan keputusan, mirip penerapan VAR dalam olah raga. Tentu saja, usulan di atas adalah usulan futuristik dari logika-futuristik.

Di bagian akhir, kita membahas ekonomi dan politik futuristik. Politik adalah freedom sejati. Karena itu, politik dipenuhi oleh logika-futuristik. Semua klaim politik berdasar data past dan present perlu dikaji ulang dengan perspektif logika-futuristik. Dengan demikian, semua pihak perlu terbuka terhadap klaim politik demi mewujudkan kebaikan bersama.

Logika-futuristik masih terlalu muda. Sehingga masih banyak kelemahan dan kekurangan di berbagai tempat. Saya mengajak semua pihak untuk ikut mengkritisi dan mengembangkan logika-futuristik. Dari pembahasan di atas, saya yakin, logika-futuristik mampu berkontribusi besar terhadap kemajuan umat manusia dan semesta.


Iklan

Diterbitkan oleh Paman APiQ

Lahir di Tulungagung. Hobi: baca filsafat, berlatih silat, nonton srimulat. Karena Srimulat jarang pentas, diganti dengan baca. Karena berlatih silat berbahaya, diganti badminton. Karena baca filsafat tidak ada masalah, ya lanjut saja. Menyelesaikan pendidikan tinggi di ITB (Institut Teknologi Bandung). Kini bersama keluarga tinggal di Bandung.

Ikuti Percakapan

2 Komentar

Tinggalkan komentar

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: