Apa itu kebenaran? Apa definisi kebenaran? Apa makna dari benar?

Saya merancang hirarki kebenaran yang terdiri dari 5 tingkat. Hirarki ini bersifat inklusif, saling meliputi. Di mana, tingkat kebenaran yang lebih tinggi meliputi seluruh tingkat kebenaran yang di bawahnya.
1. Korespondensi
Korespondensi adalah jenis kebenaran yang paling umum diterima masyakat luas. Kebenaran adalah pernyataan yang ber-korespondensi dengan kenyataan. Kebenaran adalah pernyataan yang sesuai dengan kenyataan.
(A): Soekarno adalah presiden pertama RI.
Pernyataan (A), di atas, bernilai benar karena sesuai dengan kenyataan sejarah. Seandainya, presiden pertama RI bukan Soekarno, maka, pernyataan (A) bernilai salah. Tetapi, karena catatan sejarah membuktikan bahwa Soekarno adalah presiden pertama RI, maka, pernyataan (A) bernilai benar.
Pernyataan bohong bernilai salah. Berita hoaks bernilai salah. Fitnah bernilai salah. Dan, masih banyak contoh lain yang bernilai salah dari sudut pandang korespondensi.
2. Koherensi
Kebenaran adalah pernyataan yang koheren atau realitas yang koheren atau sistem yang koheren. Sistem koheren adalah sistem yang konsisten dan selaras satu sama lainnya.
Korespondensi termasuk bagian dari koherensi. Maksudnya, korespondensi adalah kohorensi antara pernyataan (bahasa) dengan kenyataan (empiris). Tetapi, koherensi memiliki cakupan yang lebih luas lagi.
(B): Bima adalah kakak dari Arjuna.
Pernyataan (B) bernilai benar karena koheren dalam cerita pewayangan. Dalam realitas empiris, barangkali, tidak ada Bima dan tidak ada Arjuna. Karena, mereka adalah cerita fiksi belaka.
(M): Bilangan 7 adalah prima.
Pernyataan (M) bernilai benar karena koheren dalam sistem matematika. Tidak ada realitas empiris fisik yang terlibat dalam pernyataan matematika tersebut. Menariknya, semua perkembangan sains dan teknologi yang canggih menerapkan kriteria kebenaran koherensi.
Konsensus adalah kebenaran berdasar kesepakatan beberapa pihak. Sehingga, konsensus adalah koherensi antara beberapa pihak. Demikian juga, kebenaran konvensional.
Kebenaran pragmatis adalah kebenaran koherensi antara realitas empiris, atau teoritis, dengan manfaat pragmatis.
Dari kebenaran koherensi, yang meliputi korespondensi, kita bisa mengembangkan lebih banyak penerapan teori kebenaran. Misal, demokrasi adalah kebenaran yang koheren dengan voting suara terbanyak. Hak veto pada PBB koheren dengan aturan yang ditetapkan PBB.
3. Keterbukaan
Kebenaran adalah terbukanya realitas, tersingkapnya kenyataan, atau terbuktinya pernyataan. Kebenaran keterbukaan meliputi kebenaran koherensi dan korespondensi.
(H): Tahun 1964, Higgs memprediksi eksistensi boson berdasar teori matematika. Tahun 2012, terungkap prediksi Higgs melalui eksperimen empiris.
Pernyataan (H) bernilai benar setelah terjadi keterbukaan realitas pada tahun 2012 (penelitian dari 2011 – 2013). Awalnya, (H) hanya benar secara koherensi matematis di tahun 1964. Akhirnya, meski hanya sesaat, terungkap secara empiris.
Yang menarik, keterbukaan bisa terjadi dari arah empiris menuju intelektual. Pernyataan (N) berikut sebagai contoh.
(N): Newton melihat apel jatuh, kemudian, tersingkap ide teori gravitasi.
Bagaimana pun, masing-masing orang berbeda dalam menyikapi keterbukaan. Bagi Newton, apel jatuh “membuka” teori gravitasi. Bagi anak-anak, apel jatuh “membuka” kesempatan makan buah apel. Subyek pengamat, misal Newton, perlu perkembangan intelektual tertentu agar mampu “membuka” kebenaran.
Bahkan, untuk bisa “membuka” eksistensi boson Higgs diperlukan investasi laboratorium dan peralatan lebih dari 70 trilyun rupiah dan rentang waktu bertahun-tahun. Mereka yang bisa “melihat” boson hanya saintis dengan penguasaan teori tingkat tinggi.
Hikmah
Hikmah adalah “terbukanya” suatu realitas kebenaran. “Barangsiapa memperoleh hikmah, sesungguhnya, benar-benar anugerah yang besar.”
Orang bijak bisa melihat “apel jatuh” kemudian memperoleh hikmah untuk menolong orang-orang kelaparan dengan berbagi apel, pisang, dan beragam jenis makanan. Orang bijak “terbuka” terhadap kebenaran hikmah untuk saling tolong-menolong antar umat manusia.
Untuk bisa memperoleh hikmah, seseorang perlu membersihkan diri dengan bersikap terbuka, berpikir terbuka, dan membuka hati. Setiap hari adalah hikmah, setiap langkah adalah hikmah, setiap hembusan nafas adalah hikmah. Bahkan, kematian adalah hikmah.
Kebenaran “keterbukaan” membuka jenis kebenaran yang terbuka. Bagaimana pun, “keterbukaan” tetap merangkul koherensi dan korespondensi.
Fiksi versus Cita
Kita berhadapan dengan problem pengujian kebenaran pada tahap ini. Jika seseorang mengklaim dirinya “terbuka” melihat kebenaran dan orang lain tidak bisa melihatnya, maka, bagaimana kita bisa menguji klaim tersebut? Kita berada dalam resiko penipuan, kebohongan, hoaks, kultus, dogmatisme, dan lain-lain. Tetapi, resiko ini seharusnya tidak terjadi. Karena kebenaran keterbukaan menuntut setiap orang untuk berpikir terbuka.
Keunggulan manusia adalah terbuka terhadap kebenaran “keterbukaan”.
Manusia terbuka terhadap kebenaran fiksi, misalnya. Kita menikmati cerpen, cerita pendek, padahal kita tahu cerita tersebut adalah fiksi. Lebih parah lagi, kita rela membaca novel berbulan-bulan. Membeli novel dengan harga mahal. Dan, penuh kesadaran, kita tahu itu semua adalah fiksi.
Manusia terbuka terhadap kebenaran cita-cita atau kebenaran cita. Ribuan buruh terbuka untuk bekerja satu bulan penuh dengan cita bahwa setelah itu akan digaji. “Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ketepian.” Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian. Manusia kuat menanggung sakit, beban yang berat, demi meraih cita yang lebih tinggi.
Untuk menangani “penipuan” atas nama kebenaran keterbukaan, kita bisa mencoba beberapa solusi.
(1) Utamakan kejujuran, transparansi, dan kejelasan. Seorang intelektual yang jujur maka akan terbuka terhadap kebenaran realitas-realitas baru. Sementara, intelektual yang tidak jujur akan menipu atas nama intelektualisme. Demikian juga, orang bijak bisa saja hanya mengaku-ngaku bijak padahal penipu. Tetapi, orang bijak yang jujur akan benar-benar menjadi bijak.
(2) Bedakan fiksi dengan realitas empiris. Problem muncul ketika orang-orang mencampur antara fiksi dengan realitas. Penipuan mudah terjadi dalam situasi seperti ini. Kita perlu tegas membedakan antara fiksi dan realitas empiris. Keduanya, fiksi dan realitas empiris, sama-sama penting bagi umat manusia.
(3) Bedakan cita dengan realitas empiris. Problem yang sama, muncul berkenaan cita. Cita bukan realitas empiris yang sudah ada. Cita adalah realitas yang perlu kita kejar dengan komitmen nyata. Karena itu, kita perlu membahas kebenaran futuristik.
4. Futuristik
Kebenaran futuristik adalah kebenaran yang memberi bobot penting kepada aspek futural, atau masa depan. Kebenaran futuristik meliputi kebenaran keterbukaan, koherensi, dan korespondensi. Karena bersifat futuristik, maka, kebenaran bersifat dinamis menuju masa depan. Meski demikian, futuristik tetap memberi nilai penting masa lalu (past) dan masa kini (present). Sehingga, kebenaran futuristik bertumpu kepada konsep bentangan waktu: future-past-present.
Semua kebenaran, pada analisis akhir, adalah kebenaran futuristik.
(1) Kebenaran masa lalu. Dulu saya melihat benda seperti itu adalah kursi. Mengapa? Karena, saat ini saya sedang melihat kursi. Mengapa? Karena, di masa depan, ketika saya melihat benda seperti itu maka saya bisa menilainya sebagai kursi. Jadi, pertimbangan masa depan menjadi penting, bahkan, untuk menilai data masa lalu. Andai, di masa depan, saya tidak punya urusan dengan kursi, saya tidak peduli dengan kursi, maka, saya hapus semua data tentang kursi.
Mari kita coba belajar dari sejarah, atau ahli sejarah.
(a) Harari (1976 – ) adalah profesor sejarah yang sukses dengan “Sapiens”. Tesis Harari tentang sejarah masa lalu umat manusia adalah manusia memiliki beragam keunggulan, salah satunya, percaya kepada fiksi. Karena keunggulannya, manusia selamat dari kepunahan, bahkan, berkembang biak sampai saat ini. Menariknya, setiap manusia membuat komunitas di suatu wilayah, maka, manusia memusnahkan beragam kehidupan pesaing di tempat tersebut. Manusia menggunduli hutan, memusnahkan beragam tumbuhan. Dan, memusnahkan beragam jenis hewan yang semula di hutan itu. Bahkan, manusia memusnahkan spesies-spesies lain yang mirip dengannya: homo erectus, homo wajakensis, neanderthal, dan lain-lain.
Mengapa Harari berpikir seperti itu? Mengapa manusia berkompetisi dengan yang lain? Mengapa manusia memusnahkan banyak hal?
Karena, Harari mendukung bahwa pemenang kompetisi berhak atas banyak hal. Sehingga, manusia perlu bersikap kompetitif di masa depan, termasuk sikap kompetisi yang sehat. Untuk mendukung sikap kompetitif masa depan ini, kita perlu merujuk sejarah masa lalu. Atau, kita membaca sejarah masa lalu menggunakan proyeksi kepentingan masa depan diri kita sendiri. Karena kita perlu menguatkan pandangan bahwa manusia adalah kompetitif, maka, data-data sejarah masa lalu kita baca sebagai mendukung sikap kompetitif tersebut.
(b) David Graeber (1961 – 2020) dan David Wengrow (1972 – ) adalah ahli sejarah yang berkolaborasi menulis ulang sejarah awal manusia. Kajian terhadap data dan fakta archelogis dan antropologis dari ribuan tahun yang lalu memberi banyak informasi. Wengrow setuju, kita juga setuju, bahwa manusia adalah spesies yang memiliki beragam keunggulan. Tetapi, sikap kompetitif bukanlah yang paling utama. Justru, manusia sudah berkolaborasi, bukan kompetisi, sejak ribuan tahun yang lalu.
Umumnya, sejarah mengatakan bahwa manusia berubah dari kehidupan nomaden, berpindah-pindah, menjadi bercocok tanam. Dari bercocok tanam mulai berkembang keterampilan khusus. Ada yang ahli menanam, ada ahli panen, ada ahli gudang, ada ahli masak, ada ahli perkakas dan lain-lain. Kemudian, keragaman ahli makin berkembang dan memerlukan manajemen beragam sumber daya. Akibatnya, berkembang struktur sosial ada atasan dan ada bawahan yang berpuncak adanya seorang raja. Kerajaan kemudian berkembang, di antaranya, menjadi demokrasi. Benarkah seperti itu? Tidak. Sejarah manusia tidak linier seperti itu. Kita perlu membaca ulang sejarah manusia.
Wengrow menunjukkan, berdasar data-data sejarah, bahwa setelah ribuan tahun bercocok tanam, manusia tetap hidup dalam komunitas kecil yang berkolaborasi. Dalam rentang ribuan tahun itu, mereka hidup damai. Komunitas kecil bekerja sama dengan komunitas kecil lainnya dengan tetap menjadi komunitas kecil. Tidak ada pemimpin politik. Tidak ada penguasa. Tidak ada raja. Tidak ada menteri mau pun kabinet serta presiden.
Pemimpin mereka hanyalah kepala suku, tanpa kekuatan politik yang signifikan. Kepala suku memimpin doa pernikahan, doa kelahiran, sampai doa kematian. Menjadi kepala suku bukanlah menikmati fasilitas umum dengan istimewa. Menjadi kepala suku adalah mengabdi untuk masyarakat dengan seluruh kemampuan dan kebijakan yang ada. Barangkali, jabatan kepala suku adalah mirip dengan jabatan ketua kelas di SMP pinggiran Indonesia. Manusia hidup dengan damai, adil, dan merata dengan kolaborasi bersama.
Seribu tahun kemudian, atau beberapa ratus tahun kemudian, ada orang yang ingin berkuasa. Mereka mendeklarasikan diri sebagai raja. Bahkan, klaim mereka, raja adalah keturunan dewa. Atau, minimal, raja adalah pilihan dewa atau tuhan semesta. Seperti kita tahu, raja menikmati beragam hak istimewa. Demikian juga, orang-orang yang dekat raja. Sejarah, kemudian, adalah sejarah tentang para raja.
Menurut Wengrow, kehidupan politik seperti saat ini, kerajaan atau demokrasi, bukanlah suatu niscaya. Terbukti, ribuan tahun yang lalu manusia bisa hidup adil damai tanpa raja dan tanpa politik. Manusia tidak harus berkompetisi terus-menerus. Manusia bisa kolaborasi. Kompetisi cukup di bidang permainan olah raga saja.
Mengapa Wengrow mengoreksi pandangan Harari dan pandangan umum? Karena Wengrow mendukung konsep anarkis. Yaitu, seluruh manusia memiliki martabat yang sama. Tanpa harus ada penguasa politik. Wengrow berharap, di masa depan, tercipta kehidupan adil makmur bagi seluruh umat manusia.
Jadi, mana yang lebih benar, Wengrow atau Harari? Berdasar data masa lalu, argumen mereka sama kuat. Analisis lebih lanjut, mereka berkomitmen terhadap konsep masa depan. Sehingga, kita perlu analisis kebenaran futuristik.
(2) Kebenaran masa kini. Setiap kebenaran di masa kini didasarkan pada kebenaran masa depan.
(M): 12 + 1 = 13
Mengapa pernyataan (M): 12 + 1 = 13 bernilai benar?
Orang mengira karena dari jaman dulu sampai sekarang (M) memang terbukti benar. Argumen ini benar adanya. Kita bisa mengujinya di masa kini. Tetapi, adakah argumen yang lebih kuat? Tentu. Argumen futuristik adalah yang lebih kuat.
Ketika saat ini, present, kita tahu (M) benar, maka, hal itu tidak bermakna apa-apa jika kita tidak peduli konsekuensinya di masa depan. Kita perlu memastikan (M) benar karena jika di masa depan, kita menghadapi problem yang sama, maka, kita memiliki solusi yang benar. Jadi, argumen masa depan itu menjadi lebih penting. Tentu saja, argumen present tetap penting.
Mengapa sains terus dikembangkan? Karena, dengan sains, kita bisa mengembangkan masa depan yang lebih baik. Mengapa Anda belajar di sekolah? Karena, untuk bekal masa depan yang cemerlang. Mengapa Anda beramal sholeh? Karena, untuk kehidupan di akhirat nanti, yaitu, kehidupan masa depan.
(3) Kebenaran masa depan. Kita perlu menaruh perhatian kuat terhadap kebenaran futuristik. Karakter utama dari kebenaran futuristik adalah posibilitas luas, freedom bebas membebaskan, dan komitmen.
(a) Posibilitas luas. Kebenaran futuristik merangkul masa depan yang menawarkan posibilitas luas, peluang luas, untuk kebaikan bersama.
(b) Freedom bebas dan membebaskan. Kebenaran futuristik adalah freedom. Setiap pihak bebas memilih masa depan mereka, yang, bebas dan membebaskan.
(c) Komitmen. Kebenaran futuristik menuntut setiap pihak untuk komitmen kepada cita kebaikan. Posibilitas dan freedom hanya bisa kita raih dengan komitmen tinggi.
5. Absolut
Puncak dari kebenaran adalah kebenaran absolut atau kebenaran mutlak. Absolut merangkul seluruh kebenaran yang ada. Karena absolut memang absolut maka kita tidak bisa hanya dengan membicarakannya. Pembahasan tentang absolut hanya mengantarkan kita kepada kebenaran hampir-asbsolut. Kebenaran hampir-absolut ini bisa kita sebut sebagai insan-kamil atau manusia-sempurna. Disingkat sebagai kamil saja atau sempurna saja. Kita bisa menjadi sempurna bukan karena kita mampu menjadi sempurna. Tetapi, karena Sang Absolut mengulurkan bantuan agar kita menjadi sempurna.
Kesalahan Klaim Absolut
Kiranya, kita perlu membahas beberapa kesalahan pihak tertentu yang mengklaim memiliki kebenaran absolut. Mereka hanya mengaku-ngaku memiliki kebenaran absolut. Padahal, mereka tidak memiliki itu.
(a) Tidak futuristik, tidak dinamis. Mereka mengaku memiliki kebenaran masa depan, atau prediksi masa depan. Tetapi, prediksi ini meleset. Prediksi mereka salah. Bagi pendukungnya, prediksi mereka tetap benar dengan menggunakan dalih-dalih yang tidak tepat. Prediksi mereka tidak dinamis, tidak mengalami perkembangan, tidak mengalami kemajuan.
(b) Tidak terbuka. Klaim absolut mereka tidak terbuka. Mereka hanya mengakui kebenaran mereka sendiri. Sementara pihak lain dituduh salah. Klaim mereka pun ditutupi dengan beragam dalih yang diputarbalikkan.
(c) Tidak koheren. Klaim absolut mereka tidak konsisten. Klaim mereka sering bertentangan dengan akal sehat, bertentangan dengan kewajaran, dan bertentangan dengan ilmu pengetahuan.
(d) Tidak berkorespondensi dengan realitas empiris. Klaim absolut mereka tidak terbukti secara empiris. Menariknya, mereka bisa memoles realitas empiris sedemikian hingga seseuai dengan klaim mereka. Beberapa orang tertipu dengan polesan ini. Tetapi, lebih banyak orang yang tidak tertipu.
Kebenaran Klaim Absolut
Kebenaran asbsolut, atau hampir-absolut, justru kebalikan dari klaim kesalahan absolut, yang, kita bahas di atas. Karena, prinsip penting dari kebenaran absolut adalah merangkul seluruh kebenaran yang ada. Berikut karakter kebenaran absolut.
(a) Futurisitik. Kebenaran absolut adalah futuristik. Kebenaran absolut mampu mem-prediksi masa depan dengan cermat. Prediksi ini benar terbukti dengan selaras terhadap posibilitas, freedom, dan komitmen. Tetapi, kadang atau sering, prediksi kita meleset. Hal tersebut menjadi umpan untuk dinamika. Sehingga kebenaran absolut adalah dinamis. Barangkali, kita bisa meramu ulang komposisi luasnya posibilitas, freedom, dan komitmen.
(b) Terbuka. Kebenaran absolut adalah terbuka. Semua dalilnya bisa dibahas dengan jelas, meski, tidak selalu mudah. Absolut juga terbuka terhadap klaim kebenaran pihak lain. Absolut respek terhadap perbedaan klaim kebenaran. Justru, keragaman ini mengantar hampir-absolut lebih dekat ke kebenaran absolut.
(c) Koheren. Kebenaran absolut adalah selaras dalam dirinya sendiri dan selaras dengan sistem lain. Beragam klaim kebenaran yang tampak saling bermusuhan, berubah menjadi selaras dalam rangkulan kebenaran absolut.
(d) Berkorespondensi dengan realitas empiris. Kebenaran absolut hadir secara nyata dalam realitas empiris. Kita bisa langsung mengujinya secara empiris dan terbukti benar. Tentu saja, kadang kita salah. Dari kesalahan itu, kita memperoleh masukan berharga untuk bergerak memperbaiki diri meraih hampir-absolut.
Obyektif Subyektif
Apakah kebenaran bersifat obyektif atau subyektif? Dari hirarki, kita bisa memetakan dengan lebih jelas. Korespondensi dan koherensi tampak lebih kuat peran kebenaran obyektif. Beberapa pemikir berusaha untuk mengurangi peran subyek, sehingga, kebenaran menjadi murni obyektif. Bagaimana pun, sedikit banyak, tetap ada peran subyektif.
Sementara, kebenaran keterbukaan mengasumsikan eksistensi subyek. Sehingga, keterbukaan adalah kebenaran obyektif yang terbuka kepada subyek tertentu. Dalam perspektif ekstrem, bisa saja, seseorang mengklaim bahwa setiap kebenaran adalah subyektif. Kebenaran futuristik juga memberi peran utama terhadap perspektif masa depan dari subyek. Bagai mana pun, masa depan obyek sama penting bagi futuristik. Subyek dan obyek, sama-sama, menuju masa depan.
Kebenaran absolut jelas merangkul semua kebenaran. Termasuk, absolut merangkul kebenaran obyektif mau pun subyektif di seluruh hirarki yang ada.
Penutup
Pembahasan kita cukup jelas, bahwa, kita perlu menuju ke kebenaran absolut. Karena, kebenaran absolut merangkul seluruh kebenaran: futuristik, keterbukaan, koherensi, dan korespondensi.
Tetapi, pertanyaan bisa diajukan, “Mengapa kita tidak cukup di kebenaran futuristik? Bukankah kebenaran futuristik juga sudah merangkul seluruh kebenaran? Akibatnya, dikhawatirkan kalau kebenaran absolut sebagai redundan belaka.”
Pertanyaan di atas valid dan penting. Kebenaran futuristik lebih fokus ke “dalam” diri manusia. Kita, seakan-akan, mampu meraih kebenaran futuristik. Sementara, kebenaran absolut menunjukkan bahwa ada kebenaran absolut di “luar” diri manusia. Keberhasilan seorang manusia meraih kebenaran sempurna, hampir-absolut, bukan murni atas usaha manusia. Tetapi, lebih banyak karena pertolongan Sang Maha Absolut itu sendiri.
terima kasih paman apiq
SukaSuka
sami2 OmJay,,,
SukaSuka