Saya mengapresiasi langkah kemendikbud (dan kementerian terkait) yang telah merespon keluhan orang tua dan siswa terkait PJJ dan BDR. Pembelajaran jarak jauh dirasa boros kuota, mahal, tidak efektif, dan lebih parah banyak lokasi tidak ada akses internet. Belajar dari rumah tampaknya harus kita posisikan sebagai respon sesaat terhadap pandemi – tidak boleh terus-menerus.
Akhirnya, untuk zona kuning diizinkan buka sekolah tatap muka.
Tetapi saya tidak yakin sekolah tatap muka menjadi solusi efektif bagi PJJ (pembejaran jarak jauh) dan BDR.
Menurut saya solusi yang lebih efektif adalah belajar dengan tatap muka. Bukan sekolah dengan tatap muka. Tentu perlu kajian lebih mendalam untuk bisa melaksanakan belajar tatap muka yang efektif dan aman.
Di sini saya hanya akan berbagi beragam resiko dengan membuka sekolah tatap muka secara luas – untuk zona kuning dan hijau.
1.Pengalaman Israel terpaksa menutup sekolah lagi
Pada tulisan sebelumnya saya sudah menceritakan Israel sudah beruntung berhasil mengendalikan pandemi pada bulan Mei. Lalu membuka sekolah mereka. Pandemi meledak kembali. Tak bisa dikendalikan sampai Agustus 2020 ini. Mereka menyesal.

2.Bulan Agustus 2020 Amerika membuka sekolah dan terjadi penularan
Baru dilaporkan beberapa hari terakhir ini, Georgia di Amerika Serikat, sudah membuka sekolah bulan Agustus. Tetapi ditemukan penularan covid kepada 9 orang terdiri 6 siswa dan 3 tenaga kependidikan. Maka sekolah ditutup kembali.

Barangkali orang bisa berdalih, mereka tidak menerapkan protokol covid dengan ketat. Tetapi apakah kita bisa menjamin bahwa kita lebih baik dari mereka?
3.Hampir 100 ribu anak positif hanya dalam 2 pekan
Masih dari negara yang sama, USA, terdapat hampir 100 ribu anak-anak tertular covid hanya dalam rentang 2 pekan di akhir Juli 2020. Penularan corona melalui anak-anak tidak seringan yang diduga. Bisa begitu cepat dan besar.
Memang kasus pada anak-anak cenderung lebih ringan, aman. Tetapi anak-anak bisa menulari orang tua di rumah atau kakek-neneknya dengan resiko yang sangat besar.
Jadi, merespon keluhan orang tua dan siswa di Indonesia tentang PJJ dan BDR adalah penting. Kita memerlukan solusi yang tepat dengan kajian yang tepat. Saya sendiri mengusulkan solusi belajar dengan tatap muka bukan sekolah dengan tatap muka.
Bagaimana menurut Anda?