Corona Berakhir Dua Bulan

Kajian saya menunjukkan perlu waktu 2 bulan untuk mengakhiri corona covid 19 dalam suatu wilayah. Skenario tercepat ini saya sebut dengan skenario ketat. Jakarta dan Jawa Barat, yang saat ini nilai R di bawah 1, bahkan bisa mengakhiri corona lebih cepat. Perkiraan 1 bulan lebih beberapa minggu.

Skenario paling lambat adalah herd immunity. Perkiraan perlu waktu 10 tahun lebih untuk mengakhiri corona. HI, herd immunity, bisa lebih cepat dicapai bila vaksin ditemukan. Perkiraan 2 tahunan bisa berakhir.

Skenario yang juga lambat atau bahkan tidak berakhir adalah skenario normal. Di mana nilai R kadang naik atau turun. Maka pandemi corona tidak pernah berakhir. Kehidupan manusia mungkin saja beradaptasi pada kondisi ini. Sehingga dampak corona bisa sedang atau bahaya. Musiman.

Setelah corona berakhir, kehidupan tidak bisa kembali normal. Karena kehidupan normal adalah yang mengantar kita ke kondisi pandemi ini. Bahkan ketika sudah ditemukan vaksin pun tidak bisa kembali normal. Vaksin barangkali efektif untuk covid 19. Tetapi gaya hidup normal bisa terancam oleh covid yang lebih baru. Sehingga masyarakat perlu gaya hidup baru. Kita sebut saja new norm.

Multiskenario dan Tahapan

Jika covid bisa berakhir dalam 2 bulan seharusnya kita terapkan sejak Maret maka pada bulan Mei 2020 kita sudah bebas dari corona. Tidak bisa begitu. Kajian yang saya lakukan ini memerlukan histori Indonesia dalam menghadapi covid. Sehingga hanya ketika data histori mencukupi maka kita bisa menghasilkan kajian. Dan kita sudah punya histori yang cukup, data 3 bulan, untuk kajian. Estimasi saya setidaknya kita perlu data histori 1 bulan.

Perkembangan corona sensitif terhadap perilaku manusia. Ketika orang banyak berkumpul habis lebaran maka corona menyebar luas – bisa kita deteksi dari data 2 pekan kemudian. Sedangkan ketika banyak orang menjaga jarak saat pertengahan bulan puasa maka kasus corona juga mereda.

Maka kajian ini berbasis kepada multiskenario. Skenario yang berbeda akan menghasilkan estimasi waktu yang berbeda. Saya membagi menjadi 6 skenario: ketat, moderat ketat, moderat longgar, longgar, normal, dan HI.

Skenario ketat setara yang terjadi di Indonesia pertengahan Ramadhan, sekitar awal dan tengah Mei. Pada kondisi ketat ini, rata-rata kita mampu menurunkan R sebesar 2 poin per hari. (R = 1,00 = 100 poin). Skenario yang lebih longgar akan menurunkan R dengan poin yang lebih kecil.

Sedangkan kondisi saat ini, saya membaca Indonesia ada dalam skenario normal. Di mana nilai R kadang naik dan kadang turun. Sehingga ada resiko corona tidak pernah berakhir.

Skenario Ketat

Butuh waktu sekitar 2 bulan bagi Indonesia untuk mengakhiri covid dengan skenario ketat. Posisi R nasional = 1,11 setara dengan 111 poin. Perlu waktu 5 sampai 6 hari untuk turun ke bawah 1. Lalu konsisten di bawah 1 selama 14 hari, disusul dengan percepatan dan penyelesaian.

Apakah harus total lockdown untuk skenario ketat? Bisa lockdown, bisa PSBB, bisa juga yang lainnya. Yang penting kita harus memiliki indikator realtime untuk membaca pergerakan nilai R. Sehingga feedback dengan cepat kita peroleh untuk melakukan adjustment perilaku sosial agar tetap berhasil menurunkan R sekitar 2 poin per hari.

DKI Jakarta dan Jawa Barat pada kondisi yang lebih baik dari rata-rata nasional kita. Jakarta dan Jabar sudah di bawah 1 nilai R sejak awal bulan Juni. Maka selanjutnya diperlukan langkah konsistensi dan percepatan. Perkiraan cukup 1,5 bulan ke depan akan selesai. Dengan asumsi skenario ketat.

Tetapi Jakarta, pada 13 Juni 2020, kembali menyentuh R = 1,00. Ini akan memperlambat penyelesaian. Sedangkan Jabar juga kembali naik 3 poin meski masih di bawah 1.

Skenario Longgar

Skenario longgar mampu menurunkan nilai R sekitar 1/4 poin dalam 1 hari. Maka perlu waktu 40 hari untuk mencapai R = 1,00 dari semula 1,10. Dilanjutkan langkah konsistensi sampai penyelesaian perlu waktu 15 bulan. Setara 1,25 tahun. Tidak sebentar.

Meskipun tampak lama, lebih dari 1 tahun, skenario longgar bisa jadi pilihan yang menarik. Karena kehidupan masyarakat lebih longgar. Lebih nyaman. Bagaimana pun tetap perlu kemampuan membaca pergerakan nilai R secara realtime. Sehingga kita dapat menjaga agar penurunan R kisaran 1/4 poin atau lebih baik tiap harinya.

Skenario Normal

Barangkali ini adalah skenario paling mudah. Kita hanya hidup secara normal dan sedikit beradaptasi. Jika skenario normal menjadi pilihan maka kita perlu benar-benar sadar dengan resikonya: pandemi tidak berakhir, sewaktu-waktu terjadi ledakan orang sakit, fasilitas kesehatan tidak mencukupi dan lain-lain.

Tetapi skenario normal yang penuh perhitungan bisa saja berhasil. Ketika nilai R naik maka masyarakat merespon dengan hidup lebih ketat. Sehingga nilai R turun. Lalu bisa beradaptasi dengan normal lagi. Bagaimana pun kita perlu memiliki data pergerakan nilai R secara realtime untuk menjaga kondisi ini.

Data Nilai R Realtime

Apa pun skenario yang kita pilih maka kita memerlukan data R realtime agar bisa merespon dengan cepat. Metode perhitungan cepat, mudah, dan realtime sudah saya tuliskan pada tulisan saya sebelumnya.

Kita membutuhkan input data yang cepat dan realtime. Saya kira update data tiap 1 jam sudah memadai. Sehingga para pemangku kepentingan dapat memantau pergerakan nilai R tiap jam. Respon yang kita berikan menjadi tepat waktu, tidak lagi terlambat.

Pendekatan Black Box vs White Box

Kajian yang saya lakukan di sini adalah dengan pendekatan black box. Di mana saya mengkaji sistem perilaku masyarakat dari luarnya. Saya memantau pergerakan R dari perilaku masyarakat.

Kita masih memerlukan pendekatan white box untuk melengkapi. Di mana hubungan sebab akibat suatu perilaku dapat dijelaskan oleh para ahlinya masing-masing. Para epidemiolog, ahli kesehatan masyarakat, ahli kedokteran, dan lain-lain saling mendukung untuk merumuskan solusi terbaik.

Pendekatan black box ini mirip ketika kita mengendarai mobil di jalan tol bebas hambatan dengan kecepatan 100 km/jam (setara R = 1,00). Kita bisa membaca speedometer kecepatan 100. Bila ingin lebih cepat maka tancap gas kecepatan naik jadi 110 (setara R = 1,10). Kita hanya tancap gas tapi tidak tahu proses detil bagaimana hal tersebut mengakibatkan kecepatan jadi naik.

Bila kita ingin memperlambat maka bisa tambah rem sehingga kecepatan turun jadi 90 atau 80 (setara R = 0,80). Kita pun tidak tahu proses pasti pengereman ini. Kita bisa membaca speedometer bahwa kecepatan turun.

Tetapi bila bensin habis meski tancap gas mobil tetap berhenti sendiri kan? Itu mirip kasus herd immunity. Pada akhirnya berhenti sendiri.

Bagaimana menurut Anda?

Iklan

Diterbitkan oleh Paman APiQ

Lahir di Tulungagung. Hobi: baca filsafat, berlatih silat, nonton srimulat. Karena Srimulat jarang pentas, diganti dengan baca. Karena berlatih silat berbahaya, diganti badminton. Karena baca filsafat tidak ada masalah, ya lanjut saja. Menyelesaikan pendidikan tinggi di ITB (Institut Teknologi Bandung). Kini bersama keluarga tinggal di Bandung.

Tinggalkan komentar

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: