Pertanyaan sederhana bagaimana jawaban Anda: lebih percaya janji Jokowi atau matahari akan bersinar esok hari?
Orang-orang tampaknya dengan mudah yakin bahwa besok matahari akan bersinar lagi. Tetapi terhadap janji Jokowi, barangkali, berbeda-beda keyakinan. Kedua hal di atas sama-sama belum terjadi. Sehingga bisa saja benar terjadi pada waktunya. Tapi bisa saja tidak terjadi. Namun, secara intuitif, kita lebih yakin salah satunya.

Saya yakin Russell adalah seorang filosof yang berhasil menjelaskan peran berpikir induktif dalam ilmu pengetahuan. Kita melihat masa lalu Jokowi dan matahari lalu berusaha menyimpulkan apa yang akan terjadi besok. Apakah Jokowi akan menepati janji atau apakah matahari akan bersinar lagi. Itu salah satu contoh berpikir induktif.
Berpikir induktif yang tepat akan menghasilkan kesimpulan yang tepat pula, derajat keyakinan tinggi. Cara berpikir ini dipegang oleh para filsuf analytic yang dipelopori Bertrand Russel di atas. Sayangnya, para filsuf continental, yang lebih dikenal sebagai filsuf pormodern, terlalu longgar menerapkan berpikir induktif.
Kita perlu, kembali ke contoh, melangkah lebih dalam apa yang menyebabkan matahari masih bersinar esok hari. Ilmu pengetahuan memberi banyak informasi. Bahwa umur matahari diperkirakan masih bersinar sampai 5 milyard tahun ke depan. Hukum gravitasi memastikan matahari dan bumi tetap pada posisi dinamis yang stabil. Dengan kondisi seperti itu maka dipastikan matahari akan bersinar esok hari, mendekati 100 persen.
Tentu saja matahari bisa gagal bersinar esok hari bila terjadi hal-hal di luar kebiasaan. Misal terjadi ledakan besar-besaran sehingga matahari hancur. Atau bumi bertabrakan dengan mars sehingga tata surya bubar. Berdasar hukum gravitasi dan teori ledakan inti di matahari, kejadian luar biasa seperti di atas tidak akan terjadi. Maka masih valid bila kita yakin besok matahari masih bersinar.
Untuk janji Jokowi, kita juga bisa menganalisis sistem sebab akibat yang terjadi di belakangnya. Jokowi adalah presiden RI yang dipilih secara demokratis. Didukung kekuatan politis, kabinet, DPR, dan lain-lain secara demokratis. Ketika presiden berjanji dalam situasi demokratis maka janji-janjinya akan dipenuhi. Maka kita bisa percaya bahwa Jokowi akan menepati janji.
Pasti, keyakinan kita kepada Jokowi bisa salah. Bila, ternyata, sistem demokrasi tidak jalan. Terjadi korupsi di legislatif. Korupsi di yudikatif. Maka janji politikus tidak akan ditepati. Tetapi kondisi demokrasi yang baik akan memastikan presiden bisa memenuhi janji.
Berikutnya kita akan melihat contoh berpikir induktif yang tidak sah. Misal seorang petani tiap pagi memberi rumput, sebagai makanan, untuk kambing ternaknya. Pagi ini memberi rumput, kemarin juga, dan sudah terjadi ratusan kali. Bisakah, kambing menyimpulkan bahwa besok pagi petani akan memberi rumput lagi?
Karena sudah terjadi ratusan kali, maka wajar kita berharap hal itu terjadi lagi besok pagi. Ternyata besok pagi, petani menyembelih kambingnya untuk dijual dagingnya. Contoh berpikir induktif yang tidak sah.
Kita analisis sedikit lebih mendalam apa yang menyebabkan petani memberi rumput adalah pilihan sikap petani itu sendiri. Petani bebas besok pagi akan memberi rumput atau menyembelih kambingnya. Dengan kondisi seperti itu maka kita tidak bisa menerapkan logika berpikir induktif.
Sistem demokrasi yang baik memastikan presiden menepati janji. Hukum gravitasi memastikan tata surya tetap rapi. Teori ledakan inti menjamin matahari bersinar lagi.
Bagaimana menurut Anda?