Bohong Besar vs Jujur Sedikit

“Kebohongan terbesar di negeri ini adalah kemenangan Jokowi di pilpres. Kecurangan terjadi di mana-mana. Hasil pemilu presiden harus dibatalkan.”

Begitulah cuitan yang beredar di media sosial, sebelum dan sesudah, KPU menetapkan hasil pilpres. Kita tahu keputusan KPU pun harus bergerak ke MK. Secara sah diputuskan hasil KPU benar!

Jokowi, Prabowo, dan 'Kacamata' Media Internasional - Kabar24 Bisnis.com
Prabowo dan Jokowi

Meski demikian, masih banyak orang yang tidak percaya pada keputusan KPU pada tahun 2014. Mereka masih menganggap banyak pihak yang bohong. Yang benar, menurut mereka, yang menang jadi Presiden 2014 seharusnya adalah Prabowo.

Pemilu presiden 2019 berulang lagi. Keputusan KPU harus maju ke sidang MK. Hasil pilpres 2019 dianggap banyak bohongnya juga. Tetapi hasil pilpres 2019 bernasib baik. Prabowo masuk kabinet Jokowi. Sehingga tidak ada yang bisa mengatakan, “Seharusnya yang jadi presiden adalah Prabowo.” Maka hasil pilpres 2019 tidak bohong.

Bohong besar akan menjadi benar. Begitu keyakinan sebagian orator. Bila Anda bohong satu kali maka Anda adalah pembohong. Tetapi bila Anda bohong seribu kali maka Anda adalah visioner.

Saat ini tersedia disiplin ilmu baru: semiotika yaitu ilmu tentang dusta. Ditambah lagi dengan kekuatan simulacra memproduksi pencitraan penuh dusta maka makin sempurna. Masyarakat tinggal copas dari copas… dari copas.

Bertrand Russel mencermati proses ingatan manusia. Dari sini lah kita bisa mengamati mengapa bohong besar itu akan menang dari bohong kecil. Bohong besar juga menindas kejujuran kecil. Bohong besar hanya bisa dilawan dengan kebenaran besar. Meski, bisa saja bohong besar yang menang.

Misal kita eksperimen dengan diri kita masing-masing. Setiap pagi kita mengatakan, “UU Ciptaker adalah merugikan.”

Pada hari kesatu, pikiran kita akan mencari bukti. Apakah UU Ciptaker benar-benar merugikan? Mana mungkin presiden dan DPR merugikan rakyat? Tetapi mahasiswa demo. Demo mahasiswa adalah murni karena UU Ciptaker merugikan rakyat. Para buruh dan berbagai komponen masyarakat juga demo menolak UU Ciptaker.

Maka pada hari kesatu ini kita masih ragu-ragu, UU Ciptaker adalah merugikan. Anggap saja keyakinan kita 50%.

Pada hari kedua kita mengulangi ucapan yang sama. Keyakinan kita masih sama 50%. Tetapi kita yakin 100% bahwa kemarin kita mengatakan, “UU Ciptaker adalah merugikan.”

Total keyakinan kita mulai goyah, tidak lagi 50%. Campuran antara 50% dan 100%, barangkali naik jadi 60% atau 75%.

Pada hari ketiga, keyakinan kita makin naik. Dan begitu seterusnya.

Pada hari kesepuluh, kita yakin 100% bahwa kemarin mengucapkan, “UU Ciptaker adalah merugikan.” Dan yakin 100% terjadi pada hari sebelumnya. Dan sudah mulai “melupakan” keyakinan yang 50% pada hari pertama. Jadinya, kita yakin 100% bahwa UU Ciptaker adalah merugikan.

Bila kita merenung sejenak, kita tahu bahwa keyakinan kita bisa salah. Tetapi kebohongan besar yang kita ciptakan selama 10 hari sudah berhasil membuat diri kita terkelabui. Apalagi bila banyak orang lain yang meyakini seperti diri kita. Maka kita makin yakin. Dan sayangnya keyakinan ini sering tidak berhubungan dengan kebenaran.

Mari kita merenung semoga senantiasa memperoleh kebenaran sejati.

Bagaimana menurut Anda?

Iklan

Diterbitkan oleh Paman APiQ

Lahir di Tulungagung. Hobi: baca filsafat, berlatih silat, nonton srimulat. Karena Srimulat jarang pentas, diganti dengan baca. Karena berlatih silat berbahaya, diganti badminton. Karena baca filsafat tidak ada masalah, ya lanjut saja. Menyelesaikan pendidikan tinggi di ITB (Institut Teknologi Bandung). Kini bersama keluarga tinggal di Bandung.

Tinggalkan komentar

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: