Utamakan Dissensus dari Konsensus

Utamakan beda pendapat dari pada mufakat. Salah satu ajaran utama posmodern, khususnya Lyotard, menyatakan dissensus lebih penting dari konsensus.

Tentu saja banyak yang tidak sepakat dengan dissensus. Tapi itu contoh dissensus itu sendiri kan? Jika Anda tidak sepakat dengan saya maka itu contoh dissensus. Jika Anda sepakat dengan saya maka itu contoh konsensus. Menurut saya sulit sekali bisa memahami bahwa kita harus mengutamakan dissensus. Maka Habermas, tokoh posmo madzhab Frankfurt, menolak dissensus. Habermas mengusulkan konsensus dengan proses komunikasi aktif.

Habermas

Pentingnya Dissensus Posmodern

Saya kira Lyotard adalah tokoh posmo paling penting mengusulkan dissensus. Ide ini selaras dengan paralogi yaitu bertumbuhnya banyak ide-ide yang saling berbeda. Tidak hanya ada satu ide saja. Juga selaras dengan mikrologi yaitu narasi-narasi kecil yang menolak metanarasi.

Lyotard menilai konsensus sering dipakai untuk mendominasi pihak-pihak kecil. Misal orang-orang kaya, berdasarkan konsensus, mengeruk keuntungan besar dengan menyisihkan orang-orang miskin. Penguasa, berdasarkan konsensus, bisa memaksakan suatu keputusan kepada yang tidak punya kuasa. Produsen sepatu memaksakan model sepatu yang seragam untuk seluruh konsumen.

Konsensus adalah ajaran modernitas yang perlu di-dekonstruksi. Dihancurkan menjadi dissensus. Sehingga orang-orang kecil berhak meraih haknya. Orang-orang miskin bisa berjuang menjadi sejahtera. Konsumen bisa memilih produk sesuai keunikan selera masing-masing.

Konsensus Komunikasi Aktif

Mudah kita bayangkan betapa kacaunya tatanan dunia tanpa konsensus. Masing-masing orang bebas berselisih. Setiap orang bebas bertindak berbeda. Mereka boleh melakukan apa yang ingin mereka lakukan. Tabrakan di mana-mana. Perselisihan tidak pernah reda. Pertengkaran muncul setiap saat.

Habermas mengusulkan tetap melanjutkan konsensus dengan melengkapi proses komunikasi aktif. Semua rakyat, semua pihak, berhak berpartisipasi dengan bebas untuk mengusulkan ide. Proses dialog yang terbuka, adil, mengantar terbentuknya konsensus terbaik yang menguntungkan seluruh pihak.

Modernitas, bagi Habermas, adalah proyek yang belum tuntas. Modernitas berhasil mengantarkan umat manusia meraih kemajuan. Tetapi ada cacat di beberapa tempat yang perlu terus diperbaiki dengan komunikasi aktif dan emansipasi semua pihak. Modernitas tidak perlu dihancurkan. Hanya perlu disempurnakan.

Lyotard, tentu saja, tidak setuju dengan Habermas. Sebaliknya juga, Habermas tidak setuju dengan Lyotard. Maka tidak ada konsensus di antara mereka. Yang ada adalah dissensus. Dalam hal ini posmo terbukti.

Lyotard menyatakan bahwa konsensus tidak mungkin terjadi dengan adil. Pihak-pihak yang kuat selalu punya cara untuk memenangkan konsensus. Misal kita sering mendengar kasus suap di pengadilan, politik uang, diskon besar-besaran dan lain sebagainya.

Habermas mengembangkan model komunikasi aktif yang memungkinkan semua orang bisa berpartisipasi membentuk konsensus terbaik.

Solusi Prosensus

Beberapa ahli mencoba mencari jalan tengah dissensus dan konsensus. Salah satunya, John Rawls mengusulkan “overlapping consensus”. Di mana berbagai pihak yang ber-dissensus bersepakat menyusun konsensus dalam beberapa hal yang saling tumpang tindih, yang saling bertemu.

Saya rasa ide overlapping consensus ini bisa dijalankan dengan cara penuh respek terhadap semua perbedaan dissensus-dissensus yang beragam. Di saat yang sama menjalankan komunikasi aktif sesuai saran Habermas. Sehingga terbentuk konsensus terbatas hanya pada wilayah yang overlapping.

Saya sendiri mengusulkan solusi “progressive consensus” atau disingkat prosensus. Yaitu konsensus yang bersifat progresif, terus berkembang, terus disempurnakan. Menambah yang diperlukan. Dan yang lebih penting membuang yang tidak diperlukan. Dan tentu saja dalam prosesnya tetap mengikuti saran Habermas: komunikasi aktif.

Prosensus terbatas dalam cakupan, waktu, wilayah, dan lain-lain.

Terbatas dalam cakupan bermaksud membatasi konsensus hanya pada bidang-bidang yang terpaksa harus ada kesepakatan. Tanpa kesepakatan, misalnya, berpotensi konflik tak kendali. Jika, misalnya, tanpa konsensus ada konflik tapi masih bisa ditanggung maka sebaiknya tetap dipilih dissensus bukan konsensus.

Pembatasan cakupan ini bermaksud menjamin agar tetap tumbuh subur dissensus positif yang mendukung kreativitas dan keadilan.

Terbatas dalam waktu. Sebentar saja. Prosensus hanya berlaku untuk waktu terbatas dan segera digantikan oleh dissensus lagi. Mudah kita lihat, konsensus yang awalnya bersifat progresif, dengan berjalan waktu menjadi represif. Kita perlu menjamin agar segera kembali ke dissensus yang penuh kreativitas.

Terbatas dalam wilayah. Di mana wilayah yang tidak memerlukan konsensus tetap dijamin untuk menyuburkan dissensus.

Prosensus menjamin tatanan sosial yang diharapkan Habermas. Di saat yang sama menjamin kreativitas tumbuh subur seperti diangankan oleh Lyotard.

Bagaimana menurut Anda?

Iklan

Diterbitkan oleh Paman APiQ

Lahir di Tulungagung. Hobi: baca filsafat, berlatih silat, nonton srimulat. Karena Srimulat jarang pentas, diganti dengan baca. Karena berlatih silat berbahaya, diganti badminton. Karena baca filsafat tidak ada masalah, ya lanjut saja. Menyelesaikan pendidikan tinggi di ITB (Institut Teknologi Bandung). Kini bersama keluarga tinggal di Bandung.

Tinggalkan komentar

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: