Tuhan sudah mati kata Nietzsche, pemikir paling fenomenal sepanjang sejarah. Tugas manusia untuk menanggung beban derita. Manusia terlempar ke dunia penuh nestapa. Hanya manusia yang kuat dialah manusia sebenarnya. Manusia perlu bangkit menaklukkan semesta.
Tapi akhir abad 20, Foucault bilang manusia pun menuju kematian. Manusia, sebagai subyek, akan segera mati dalam waktu dekat. Manusia tidak bisa lagi menganggap dirinya sebagai pusat semesta. Tidak bisa segala sesuatu diukur berdasar nilai kemanusiaan.

Manusia telantar. Harus bangkit mengatasi derita. Mencari peruntungan membangun sekitarnya. Berharap bisa ikut serta memakmurkan alam semesta. Apa bisa?
Negara adalah salah satu lembaga yang dibentuk manusia untuk mencapai cita-cita mulia bersama-sama. Kita melihat beragam model negara dari jaman ke jaman. Negara sekular salah satu ide yang di jaman akhir-akhir ini menguasai dunia. Tetapi negara agama juga pernah jaya di masanya.
Negara Agama
Barangkali bentuk paling ideal adalah negara agama. Urusan dunia tertata. Dan masuk surga pada waktunya. Meski bentuk negara agama sering dikritik habis-habisan sebagai ketinggalan jaman tetapi kita bisa melihat beberapa negara agama yang sukses sampai sekarang.
Brunei, sebagai contoh negara agama, dengan ukuran pada umumnya, termasuk negara yang maju. Semboyan Brunei, “Sentiasa membuat kebajikan dengan petunjuk Allah.” Begitu islami. Indeks pembangunan manusia tertinggi kedua di Asia. Produk domestik bruto per kapita terbesar kelima di dunia. Dan jadi negara terkaya kelima di dunia.
Dengan demikian kita punya contoh nyata bahwa negara agama bisa menjadi negara maju.
Di sisi lain, negara agama yang tidak maju juga ada. Bahkan terjadi resiko perang tiada henti-henti atas pembenaran paham agama mereka. Bisa terjadi juga negara korup bersembunyi di balik dalil-dalil agama. Negara bisa menghukum warga karena dianggap menyalahi aturan agama.
Partai politik tampak lebih mudah menggerakkan massa dengan membakar isu agama. Pejabat bisa korupsi kemudian beramal dengan dalih agama. Sesama warga bisa saling menuduh, menyesatkan, memusuhi dengan dalih agama pula.
Bagaimana dengan negara Indonesia? Indonesia bukan negara agama tapi berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, sebagai sila pertama.
Sekularisasi
Negara Barat, umumnya, mengambil langkah sekular yaitu memisahkan urusan negara dengan urusan agama. Mereka berhasil menjadi negara maju. Lepas dari bayang-bayang negara agama di jaman kegelapan.
Di Indonesia pernah muncul ide sekularisasi dari Cak Nur yang berbeda dengan negara sekular atau sekularisme.
Cak Nur mengusulkan, untuk memajukan Indonesia melalui pemikiran, pembaharuan, pembagunan, dengan membedakan urusan dunia dengan urusan suci. Itulah sekularisasi: membedakan bukan memisahkan.
Dalam urusan dunia, manusia bertanggung jawab penuh terhadap logika dunia. Menjalankan negara adalah urusan dunia maka harus ditegakkan dengan hukum-hukum dunia yang ketat. Partai politik perlu saling memamerkan program-program memajukan negara. Tidak perlu pamer klaim menjadi partai politik yang paling direstui Tuhan. Pun mengkritik pihak lain juga berdasar hukum logika dunia – bukan klaim agama.
Sementara dalam urusan bidang suci, bidang agama, bidang ibadah maka tugas agama untuk mendorong pemeluknya beribadah sepenuh hati.
Dengan pembedaan, bukan pemisahan, maka warga bebas melakukan inovasi-inovasi baru membangun negeri. Tidak perlu takut melanggar aturan agama. Tidak perlu takut dengan ancaman penistaan. Warga bebas berinovasi pada bidang yang memang berbeda. Inovasi pada bidang yang memajukan negara.
Tentu saja, ide Cak Nur banyak ditentang sejak dahulu tahun 1970-an. Apakah di jaman sekarang perlu dicoba di Indonesia?
Sakralisasi
Dari sudut yang berlawanan, dilaporkan bahwa banyak warga negara sekular hidup tidak bahagia. Meski mereka kaya, misalnya, tetap hidupnya penuh derita. Mereka merasa hidup ini hampa. Nihilisme memang inti ajaran Nietzsche – semua tiada makna.
Maka ide sakralisasi dari Nasr menjadi menarik untuk kita bahas. Hidup di dunia ini, manusia punya misi suci, misi yang sakral. Ketika kita makan siang karena perut lapar, itu ada misi suci di sana. Anda punya tugas sakral untuk menjaga kesehatan diri. Anda juga sedang menjalankan tugas dengan membeli makanan dari warung. Mendorong ekonomi umat adalah tugas sakral.
Hidup bernegara, sekolah, bekerja, dan lainnya adalah tugas sakral manusia di dunia. Semua kehidupan manusia penuh makna. Hubungan badan Anda dengan pasangan adalah tugas suci, yang tentunya harus sambil dinikmati.
Manusia menatap seluruh semesta penuh makna, terpancar rasa bahagia bertabur cinta.
Sakralisasi terbalik 180 derajat dari nihilis. Ketika nihilis memandang dunia hampa, sakralis memandang dunia berlimpah makna.
Sakralisasi bisa bersanding dengan sekularisasi. Partai politik, misalnya, adalah bidang sekular. Kita berjuang melalui partai dengan logika dunia alam semesta tanpa klaim agama. Di saat yang sama perjuangan di partai dijiwai oleh misi sakral membangun negeri.
Bagaimana menurut Anda?