Sudah terbukti gagal tapi banyak yang suka. Modernisme terbukti gagal mewujudkan janji keadilan bagi umat manusia. Janji meningkatkan kesejahteraan terbukti benar hanya untuk golongan elit. Janji menghargai demokrasi ternyata hanya yang kuat yang mendominasi.
Apakah ada solusi?
Modernisme yang diawali era pencerahan dengan tokoh besar semisal Descartes, mengungkapkan kekuatan rasional manusia, berbelok jadi penjara manusia. Yang sukses bergelimang harta hidup hampa di dunia, entah gimana akhiratnya. “Yang lain” tersisih di perumahan miskin, negara kumuh, tanpa berpendidikan memadai.

Kritik Agama
Para tokoh agama sejak awal sudah mengkritisi program modernisme akan gagal. Manusia tidak akan berhasil mengandalkan kekuatan pikiran. Maka mari bersama-sama kembali ke pangkuan agama. Bahagia dunia dan akhirat.
Tentu saja ajakan kembali ke agama tidak mudah diterima oleh kalangan modernis. Gerakan modernisme justru lahir hendak melepaskan diri dari cengkeraman agama dengan konsep sekularnya. Tetapi perlu diingat, di banyak tempat, berpegang teguh kepada agama berhasil mengantarkan umat manusia sukses di dunia – dan akhirat, semoga.
Kritik Habermas
Madzhab Frankfurt sejak awal sudah mengkritisi proyek modernisme. Misal Adorno menolak prime philosophy, seni massal, dan dominasi totaliter dari modernisme. Critical Theory, yang dikembangkan madzhab Frankfurt, terus berkembang dengan konsep yang matang. Generasi kedua, di tangan Habermas, mengusulkan pentingnya komunikasi aktif.
Semua pihak termasuk kaum yang terpinggirkan, menurut Habermas, perlu didengarkan suaranya. Diakomodasi aspirasinya. Lalu bersama-sama membangun kemanusiaan yang adil dan beradab.
Barangkali pendekatan komunikasi aktif Habermas ini terbukti sukses dengan fenomena media sosial dan start up. Misal youtube membebaskan semua orang, bahkan orang yang tidak lulus SD, untuk membuat video di youtube. Kita tahu dengan youtube banyak anak kampung yang tiba-tiba berhasil meraih ratusan juta rupiah hanya dengan membuat video iseng-iseng saja.
Dengan start up, pedagang nasi goreng atau cakue bisa tiba-tiba sukses luar biasa.
Tampaknya dunia digital mendukung konsep Habermas dalam hal komunikasi aktif. Semua pihak boleh bicara, saling mendengarkan, untuk kemudian maju bersama.
Kritik Lyotard
Sebagai tokoh posmo, tentu saja, Lyotard dengan lantang mengkritik modernisme. Menolak narasi besar dari modernisme. Tidak perlu ada konsensus lagi. Posmo hanya mengakui dissensus.
Lyotard beda dengan Habermas. Jika Habermas masih percaya dengan kritik ke modernisme lalu diperbaiki maka Lyotard sudah tidak percaya. Modernisme harus dihentikan. Digantikan dengan posmodern. Tapi apa itu posmodern?
Posmo dicirikan dengan dissensus, fragmented, simulacra, relativisme, pluralisme, paralogi, dekonstruksi, dan lain-lain. Maka mendefiniskan posmo hakikatnya adalah mengingkari posmo itu sendiri. Singkatnya, posmo hanya bisa dijelaskan tapi tidak bisa didefinisikan.
Mengenai media sosial barangkali sesuai dengan ciri-ciri posmo: dissensus, paralogi, fragmented, dan lain-lain. Di medsos kita bebas beda pendapat. Segala sesuatu dinilai relatif sesuai penilai. Medsos terpecah-pecah sesuai minat masing-masing.
Sayangnya, Lyotard tidak sempat menyaksikan fenomena medsos. Lyotard wafat 1998 – sementara Habermas berusia 91 tahun pada 2020 ini. Namun kita tetap bisa memanfaatkan kritik Lyotard terhadap medsos.
Lyotard menolak dominasi dalam bentuk apa pun. Dominasi adalah narasi besar dari modernisme yang perlu disingkirkan. Facebook, misalnya, sudah berhasil menyingkirkan dominasi surat kabar dalam menyebarkan berita. Masing-masing orang bebas menyebarkan berita melalui facebook – atau media sosial lain. Hal ini sesuai dengan ajaran posmo.
Tetapi kita tahu tahun 2016 kemenangan pilpres Trump ada kaitannya dengan facebook. Kita mendengar kasus Cambrige Analytic. Singkatnya, medsos berhasil menggulingkan dominasi surat kabar. Kemudian medsos mendominasi yang lainnya. Posmo gagal lagi di sini.
Dari sudut pandang Lyotard maka kita perlu mewaspadai dominasi medsos, start up, dan bentuk industri lainnya. Awalnya berhasil menghancurkan dominasi modernisme. Lalu terjebak lagi jadi dominan.
Bagaimana menurut Anda?