Akhir Februari ini terbit perpres tentang miras – minuman keras. Di beberapa wilayah, di Indonesia, investasi miras menjadi sah, legal, berdasar perpres. Pro-kontra tentu muncul di mana-mana.

Yang kontra, menolak perpres miras, misalnya adalah seorang wakil ketua MPR. Pilpres miras ini bertentangan dengan pancasila, menurutnya. Bila benar bertentangan maka ini menjadi persoalan serius.
Yang pro, mendukung perpres miras, misalnya adalah dari Sulawesi Utara. “Saya pikir dengan ada ini bagus. Kalau bisa kita ekspor. Tapi harus lulus BPOM, kualitasnya bagus, supaya layak untuk dikonsumsi. Tentu ada mekanisme untuk lolos dari pengawasan BPOM dan Dinas Perdagangan,” kata Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) Sulut, Franky Manumpil ketika dimintai konfirmasi detikcom, di Manado, Sabtu (27/2/2021).
Perubahan
Kita, presiden dan warga Indonesia, perlu fokus kepada solusi di dunia yang penuh perubahan ini. Solusi yang tepat untuk jadi fokus besama. Kesenjangan adalah masalah utama di negeri ini. Kita perlu fokus menemukan solusi kesenjangan – ekonomi, pendidikan, kesehatan, politik, dan lain-lain.
Sedangkan peraturan miras barangkali tidak perlu jadi fokus secara nasional, cukup menjadi fokus beberapa daerah tertentu saja. Dalam kerangka otonomi daerah, mestinya, peraturan miras bisa dirumuskan lebih baik. Dan semua menjadi lebih jelas.
Sementara, secara nasional kita bisa lebih fokus kepada menangani masalah nasional: kesenjangan di Indonesia.
Ukuran Pasti
Dalam hal kesenjangan, BPS sudah secara rutin menerbitkan ukuran yang pasti setiap 6 bulan berupa rasio Gini, saat ini G = 0,385 (tahun ini lebih buruk dari tahun lalu yang G = 0,381). Informasi ini penting dan bagus.
Saya mengusulkan agar BPS lebih sering menerbitkan nilai rasio Gini, atau indeks Gini, karena dengan bantuan teknologi, hal ini mudah dilakukan. Bahkan saya membayangkan grafik nilai Gini bisa realtime. Sehingga, kita bisa mengamati pergerakan kesenjangan di Indonesia. Sekaligus menjadi feedback setiap solusi yang kita terapkan.
Solusi Nasional
Menangani kesenjangan adalah solusi nasional yang terbukti di banyak negara. Artinya, negara miskin atau berkembang, yang kesenjangannya tetap tinggi tidak berhasil menjadi negara maju. Sementara negara yang kesenjangannya rendah maka berhasil bergerak menjadi negara maju. Kita ambil beberapa contoh negara tetangga.
Jepang, pada tahun 1960-an, menerapkan solusi melipatgandakan pendapatan penduduk miskin. Pemerintah dan warga bersatu untuk meningkatkan kesejateraan penduduk miskin, mengatasi kesenjangan. Hanya dalam waktu 7 tahun, Jepang berhasil menjadi negara maju dan mengentaskan kemiskinan dengan cara mengatasi kesenjangan ekonomi.
Sementara di tahun yang hampir sama, Indonesia mendukung konglomerasi yang berhasil mendorong beberapa konglomerat maju pesat. Konglomerat yang super kaya ini diharapkan akan menyerap banyak tenaga kerja dan mengurangi kemiskinan di Indonesia. Yang terjadi, barangkali kita sudah tahu, konglomerat memang tambah kaya tetapi pengangguran dan kemiskininan masih ada di mana-mana. Kita bisa belajar dari pengalaman ini.
Korea Selatan, pada tahun 1970-an sama miskinnya dengan Indonesia, menerapkan program kampung produktif. Di mana negara dan warga bersatu mendukung kemajuan kampung-kampung yang produktif. Benar saja, kampung-kampung produktif ini terus bertumbuh. Sampai-sampai pendapatan orang kampung bisa lebih besar dari mereka yang bekerja di kota. Kesenjangan berkurang, kemiskinan berkurang, dalam waktu beberapa tahun, Korsel berhasil menjadi negara maju.
Kita, akhir-akhir ini, punya program dana desa yang bagus. Program dana desa masih perlu terus kita perbaiki. Salah satu fokus penting adalah mendukung desa produktif. Kita perlu mengenali apa saja kemampuan produktif dari suatu desa untuk kemudian kita dukung menjadi lebih kuat, bahkan produk dari desa-desa ini kita dukung sampai ekspor. Semoga kesenjangan berkurang, kemiskinan berkurang, dan Indonesia menjadi negara maju.
Singapura, pada tahun 1980, mencanangkan program pendidikan gratis dari dasar sampai sarjana. Putra-putri terbaik Singapura berhasil menjalani pendidikan terbaik, gratis sampai sarjana. Setelah mereka menjadi generasi terbaik maka apa konsekuensi selanjutnya? Wajar saja, mereka makin mendorong negara Singapura menjadi negara maju. Kita sudah tahu itu. Tidak ada alasan putus sekolah. Pendidikan berkualitas tersedia untuk seluruh warga.
Akhir-akhir ini, kita di Indonesia, juga sudah mencananangkan pendidikan gratis meski baru sampai SD dan SMP. Banyak hal yang kita bisa dukung untuk lebih maju lagi. Misal kita mendorong agar pendidikan gratis untuk seluruh warga sampai sarjana. Dan gratis ini, benar-benar gratis bagi peserta didik. Tidak perlu ada biaya lain-lain. Tidak perlu ada biaya seragam, biaya LKS, biaya gedung, atau lainnya. Sehingga rakyat Indonesia benar-benar bisa sekolah sampai sarjana.
Apa yang bisa dibayangkan kemudian? Indonesia menjadi negara maju sebagaimana cita-cita kita bersama.
Bagaimana menurut Anda?