Kita baru saja menyantap hidangan pendidikan agama sejati tingkat tinggi. Pertama, tidak adanya frasa “agama” dalam rumusan peta-jalan pendidikan 2035 dari Mas Menteri Nadiem. Kedua, pertemuan dua tokoh beda agama tingkat dunia yakni Ayatullah Al-Sistani dengan Paus Francis, di Najaf Irak.

Ketika saya jalan-jalan di Najaf Irak dan sekitarnya, tiga tahun lalu, terasa sekali aura penghormatan kepada Ayatullah Sistani yang begitu tinggi menunjunjung nilai-nilai universal kemanusiaan, terilhami oleh ajaran luhur agama Islam. Sementara di Itali, tempat tinggal Paus, sedang berkembang konsep filosofis weak thought, yang begitu antusias menekankan pentingnya saling respek terhadap perbedaan. Vattimo, pemikir Itali yang berusia 86 tahun, menyatakan bahwa weak thought adalah perkembangan filsafat mutahkir saat ini.
Dua tokoh besar agama ini, Ayatullah dan Paus, bersepakat untuk menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, toleransi, saling hormat, kesetaraan, dan demokrasi. Bersepakat pula untuk mengakhiri segala kekerasan atas nama agama. Menghentikan terorisme dalam segala bentuknya. Menciptakan perdamaian di seluruh dunia. Dalam situasi perbedaan agama dan keyakinan.
Itulah sebentuk pendidikan agama sejati.
Hanya ada jalan lurus
Salah satu yang menarik dari Irak adalah hanya ada jalan lurus. Tidak ada jalan belok. Saya tertawa saja ketika pembimbing ziarah menceritakan bahwa bila kita bertanya ke orang Irak tentang tempat suatu lokasi maka mereka akan menunjukkan dengan cara lurus, lurus, lalu lurus lagi. Mereka sambil menggerakkan tangannya ke kanan atau ke kiri. Kita menjadi paham maksudnya karena sambil melihat gerak tangannya. Sementara ucapan mereka tetap saja, lurus, lurus, dan lurus – mustakim dalam bahasa mereka.
Benar saja, suatu ketika saya sama teman-teman berkunjunga ke suatu tempat tanpa pembimbing. Lalu saya bertanya arah kepada salah seorang pemuda Irak yang ada di situ. Dijawabnya, “mustakim, mustakim,,, mustakim.” “Syukron jadid.” Memang benar pemuda itu mejawab lurus, lurus, dan lurus. Saya berterima kasih dan tertawa dalam hati penuh kagum. Barangkali istilah jalan lurus ini menjadi penting sekali karena setiap hari dibaca berulang kali dalam bentuk doa, “Tunjukilah kami jalan yang lurus.” Sehingga mereka hanya mau menunjukkan jalan lurus kepada orang yang tersesat. Mereka tidak mau menunjukkan jalan belok, yang tidak lurus.
Pendidikan Agama Kementerian
Kembali ke pendidikan agama di Indonesia. Saya kira sikap Mas Nadiem sudah benar dengan menerima keberatan beberapa pihak tentang tidak adanya frasa “agama” dalam peta-jalan pendidikan 2035. Mas Nadiem akan melakukan koreksi yang diperlukan.
Tetapi adanya berita yang menyatakan bahwa pelajaran agama akan dihapus di Indonesia adalah berita yang tidak benar. Sejak awal, kementerian tidak berniat menghapus pelajaran agama. Kementerian berniat untuk melanjutkan pendidikan agama.
Saya sendiri, jauh hari, mengusulkan agar pendidikan agama masuk dalam kurikulum utama, yaitu kurikulum paling utama yang diajarkan dengan baik tanpa harus ada ujian formal. Yang diperlukan adalah asesmen untuk meningkatkan kualitas pendidikan itu sendiri. Pendekatan ini berbeda dengan kurikulum inti, misal matematika, yang memang diperlukan ujian formal dengan sistem penilaian yang obyektif dan jelas.
Pendidikan Agama Dihapus
Apakah ada kemungkinan pendidikan agama dihapus? Mungkin saja. Karena sistem pendidikan bisa berubah setiap saat sesuai perkembangan umat manusia itu sendiri.
Apakah pendidikan agama dihapus akan menjadi lebih baik?
Saya kira menghapus pendidikan agama bukan ide yang baik. Tetapi, dengan pendidikan agama seperti sekarang ini, apakah bisa menurunkan angka korupsi? Korupsi tidak hanya urusan pendidikan agama. Melibatkan banyak hal termasuk sistem politik, ekonomi, hukum, dan lain-lain. Maka kita perlu melihat kasus korupsi dengan sudut pandang yang lebih luas.
Sementara penyelenggaran pendidikan agama itu sendiri barangkali perlu terus dikaji untuk menemukan proses terbaik. Pertama, seperti sekarang ini, pendidikan agama ditangani oleh kementerian pendidikan. Kita bisa melihat hasilnya seperti yang terjadi di Indonesia. Masih banyak hal yang bisa diperbaiki.
Kedua, pendidikan agama dihapus dari kementerian pendidikan lalu dipindahkan ke kementerian agama. Dipindahkan dari Mas Nadiem ke Gus Yaqut. Barangkali ide seperti itu ada bagusnya agar masing-masing fokus kepada kompetensi inti. Menteri pendidikan fokus kepada pendidikan dan menteri agama fokus kepada agama. Tentu saja perlu penyesuaian anggaran.
Ketiga, pendidikan agama dihapus dari seluruh kementerian lalu diserahkan kepada masyarakat. Selama ini masyarakat sudah banyak pengalaman dalam menyelenggarakan pendidikan agama secara mandiri. Barangkali ide ini bisa bagus dengan fokus menyederhanakan birokrasi. Banyak yayasan, pensantren, dan lain-lain yang terbukti lebih unggul dalam menyelenggarakan pendidikan agama. Dan, tentu saja, ada penyesuaian anggaran.
Berbagai ide pengembangan pendidikan agama perlu terus kita kaji untuk menemukan yang terbaik sesuai jaman dan tempat.
Bagaimana menurut Anda?