“Sungguh, benar-benar, telah kami ciptakan manusia dalam sebaik-baiknya bentuk.” (QS 95:4)
Kita, manusia, adalah yang terbaik di alam semesta. Kita adalah ciptaan Allah yang paling sempurna. Allah meniupkan ruh kepada manusia. Manusia adalah wakil Allah untuk mengelola alam semesta. Manusia adalah wakil alam untuk menghadap kepada Allah.

1. Wakil Tuhan dan Alam
2. Gelap dan Cahaya
3. Gelap Semua
Tetapi, manusia juga makhluk yang lemah, yang mudah berkeluh kesah. Pun manusia mudah tersesat. Terjerat pada nafsu serakah. Teperangkap dalam gelap. Hidup dari satu dosa ke dosa lainnya, terlelap.
1. Wakil Tuhan dan Alam
“Sungguh Aku akan menjadikan khalifah di bumi…” Tuhan memilih manusia menjadi wakilNya di bumi. Tuhan melengkapi manusia dengan sifat-sifat mulia. Manusia bisa berpikir cerdas, menciptakan teknologi segala rupa, dan membangun peradaban. Tuhan menundukkan jagat raya, alam semesta, untuk manusia.
Di bumi, manusia bertugas memakmurkan bumi dan isinya. Tetapi, malaikat pernah meragukan manusia. Ada kecenderungan manusia untuk saling menumpahkan darah, saling bermusuhan dan saling fitnah. Keraguan itu pernah terjadi dalam sejarah. Manusia saling berperang. Padahal, kita seharusnya saling mengenal dan saling mengasihi.
Umat manusia bisa bertobat. Memperbaiki kesalahan masa lalu. Untuk kemudian bersama-sama, bersatu, memajukan alam semesta ini. Semoga Allah menerima taubat kita.
“Dan tidak Aku ciptakan jin manusia kecuali untuk beribadah kepada Ku.” Manusia perlu ingat, sesibuk apa pun kita di alam ini, tugas utama kita adalah beribadah kepada Allah. Bahkan ketika kita berkarya, bekerja, sejatinya, adalah untuk beribadah kepada Allah. Di satu sisi, usaha kita memperoleh pahala, di sisi lain bermanfaat bagi umat manusia.
Sebagai abdi Tuhan, kita mengajak seluruh alam untuk bersama-sama kembali kepada Allah. Mari kita kembali ke jalan yang lurus, jalan yang diridhaiNya.
2. Gelap dan Cahaya
Malam itu, Udin kegelapan dalam kamar yang lampunya tiba-tiba mati. Tanpa sengaja kunci kamar di atas meja terlempar ke dalam gelap. Untung saja, di luar kamar suasana terang-benderang. Lalu Udin pergi ke luar. Dia mondar-mandir mencari kuncinya yang hilang. Tidak ia temukan.
Melihat Udin yang mondar-mandir terus, tetangga bertanya,
“Sedang apa kamu, Udin?”
“Aku sedang mencari kunci kamar yang terjatuh.”
“Di mana jatuhnya?”
“Di dalam kamar.”
“Lalu, mengapa kamu mencarinya di luar kamar?”
“Karena di dalam kamar gelap sekali.”
Tentu saja, kita tahu, Udin tidak akan pernah menemukan kunci itu.
Kita, manusia, sering salah tempat mencari kunci, kunci kebahagian. Manusia mencari kunci kebahagiaan dengan mengumpulkan harta kekayaan. Manusia mengira bahwa ia akan hidup bahagia dengan bergelimang harta. Ternyata tidak. Makin banyak harta makin besar gelisahnya. Makin besar rasa tidak puasnya. Seandainya manusia memiliki segunung emas maka ia akan menginginkan gunung emas kedua. Bila punya dua gunung emas maka ingin tiga. Begitu seterusnya tidak pernah puas. Tidak pernah bahagia.
Harta kekayaan bukan tempat yang tepat untuk mencari kebahagiaan.
Harta kekayaan adalah kegelapan. Maka butuh cahaya untuk menjadikannya terang. Dengan cahaya Tuhan maka harta menjadi bermakna. “Allah adalah cahaya langit dan bumi.”
Harta yang kita persembahkan untuk Allah menjadi jalan kunci bahagia. Harta untuk menyantuni fakir-miskin, yatim-piatu, pendidikan, dan orang-orang yang membutuhkan, menjadi cahaya umat manusia. Cahaya di dunia dan akhirat kelak.
Perlu kita ingat, harta bukan tujuan. Tujuannya adalah beribadah kepada Allah. Bila Anda punya harta maka beribadahlah dengan harta Anda. Tetapi Anda punya akal, pasti, maka beribadahlah dengan akal Anda. Kita punya jiwa maka mari beribadah sepenuh jiwa. Dengan harta atau tanpa harta kita tetap bisa beribadah kepadaNya.
Kita punya harta yang paling berharga: cahaya Tuhan dalam diri kita. Mari kita ikuti bimbingan cahayaNya.
3. Gelap Bersama
Sebagai manusia, jelas, kita tidak hidup menyendiri. Kita hidup secara sosial. Maka kita perlu membangun kehidupan sosial yang penuh cahaya.
“Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya,” (Q 8:25)
Allah mengingatkan bahwa siksaan tidak hanya terjadi kepada pendosa saja. Bahkan orang yang tidak berdosa bisa terkena dampaknya. Gempa bumi tidak pilih-pilih meruntuhkan hanya rumah maksiat saja. Bahkan rumah ibadah bisa juga kena.
Pandemi covid yang tengah melanda dunia tidak hanya menyerang orang-orang yang memangsa kelelawar di alam liar. Covid juga menyerang petugas kesehatan yang mengabdi kepada masyarakat. Pun menyerang juru dakwah yang mengajak ke arah kebaikan.
Korupsi dana sosial tidak hanya merugikan anggaran negara. Korupsi menyengsarakan rakyat yang sudah sulit kerja, sulit makan, makin sulit terjepit pejabat yang tamak mencuri dana rakyat.
Kegelapan malam menyelimuti seluruh penjuru negeri.
Membangun tatanan sosial yang adil sejahtera adalah tanggung jawab kita bersama. Kita bertanggung jawab sesuai kapasitas masing-masing. Presiden bertugas memimpin seluruh negara lolos dari pandemi dan krisis ekonomi. Menteri bertugas menjalankan program-program pemerintah dengan memberikan hasil nyata. Seniman bertugas “membakar” kesadaran masyarakat. Ilmuwan bertugas “mencerahkan” cakrawala warga. Rakyat bertugas bekerja sesuai bidangnya.
Tidak ada yang menganggur di tatanan sosial kita. Pun tidak diperlukan orang-orang yang nyinyir satu sama lain. Benar saja, kita perlu saling memberi nasehat. “…dan saling menasehati dalam kebenaran, dan saling menasehati dalam kesabaran.”
Tiap tahun kita memperoleh karunia bulan suci penuh rahmat kasih sayang. Mari buka mata untuk melihat cahaya. Mari buka mata hati untuk menerima cahaya sejati.
Bagaimana menurut Anda?
Tinggalkan komentar